- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
61.3K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#255
Part 69 - Rian Dan Ihsan
Spoiler for Rian Dan Ihsan:
Tuut tuuut - tuuut.. Tuuut tuut..
“Haloo… Assalamu’alaikum.”
Terdengar suara pria paruh baya memberi salam di balik telepon.
“Wa’alaikumsalam Papaaaa… Lagi ngapain?”, balasku yang terdengar ceria di hari liburku setelah kemarin terbang 5 hari penuh.
“Ini lagi duduk-duduk di teras sambil nungguin Pak Wulan.”
“Ohya? Tumben nungguin Pak Wulan?”
“Iyaa nih, rumput di halaman depan udah mulai tinggi soalnya..”
Jadi, Pak Wulan ini adalah seorang tukang becak di kampung halamanku, tapi suka bantu-bantu Papa untuk ngerapiin rumput di halaman rumah. Kadang juga bantuin Papa untuk nyiramin halaman dan bunga-bunga di taman.
“Oh gitu.. Papa uda sarapan belum?”, aku yang sebelumnya duduk menatap keluar jendela, kini mulai merebahkan badan di kasur kecilku yang berukuran 90x200 cm.
“Papa insyaAllah lagi puasa..”
“Ohyaa hari Senin yaa sekarang hehehe.”
“Jadi gimana kemarin terbang 5 harinya?”
“Hihi seru sih Paaa alhamdulillah. Seniornya juga pada baik-baik. Bahkan kami sempet ke mall bareng, nonton film Coco.”
“Wah seru dong!! Ke mall nonton aja Nduk?”
“Engga siih. Senior aku pada shopping Paa. Akunya nemenin doang hehehe. Terus sebelum nonton kami sempet makan dulu.”
“Alhamdulillah kalau gituu..”
“Hehehe iyaaa.. Pa Pa.. tau engga?”
“Apa tuh?”
“Jadi, hari pertama di Makasar tuh, aku tidurnya di mess. Dan di kamar, akunya tidur sendirian karena jumlah FAnya ganjil, mugarinya 3 mugaranya 1.”
“Wah, enak dong tidur sendirian?”
“Haha iyaaa enak. Tapi tau ga Pa, di mess itu katanya angker. Makanya ga ada senior yang berani tidur sendirian.”
“Hahaha jadi kamu yang dijadiin tumbal ya? Tapi aman kan? Ga digangguin?”
“Alhamdulillah sih engga ya. Terus terus, di hari kedua sampe hari terakhir, aku bobonya di hotel Pa. Hotelnya bagus deh Paa. Jadi pengen ngajakin Papa kesana..”
“Ohya? Itu gratis atau dipotong gaji Nduk?”
“Hehehe gratis Paa.. ternyata kalau aku ga lagi di Jakarta, dapet fasilitas senyaman itu.”
“Alhamdulillah Papa ikut seneng dengernya. Semoga dimanapun kamu berada, Allah selalu lindungin kamu ya Nduk..”
“Aamiin.. makasih doanya ya Paa..”
“Iyaa sama-sama.”
“Pa Paaa.. aku mau cerita lagi!!”
“Hahaha iyaaa? Duh emang bawel anak Papa satu ini!!”
“Yee biariiin.. jadi gini.. aku kan baru terbang nge-RON gitu. Jadi tuh aku ga tau kalau ternyata ada tugas untuk 2 FA paling junior selama kita ngeRON, yaitu megang uang keep-keepan dan pesen crew’s meal.”
“Megang uang keep-keepan?”
“Iyaa, istilahnya begitu. Jadi setiap FA dan pilotnya, nitipin duit gitu ke yang bertugas megang uang keep-keepan. Biasanya ke yang paling junior. Jadi kemarin tuh, karena aku yang paling junior, aku yang pegang duit cash 2.5 juta loh Pa. Per orang ngasih 500 ribu ke aku.”
“Ohya? Kenapa gitu Nduk?”
“Iyaa.. jadi kan kalau kita naik mobil dari hotel ke bandara dan sebaliknya, kita harus kasih tips ke sopirnya. Nah, jadi satu set crew itu ga perlu ngasih satu-satu ke sopir, cukup aku yang ngasih tuh ke sopir. Terus, kalau satu set crew itu makan nih, aku harus inget betul mereka makan apa, karena ntar kan yang bagian bayarin ke kasir aku. Nah, crew aku kemarin ini, selain makan bareng setelah mendarat, mereka pada suka pesen makanan saat mendarat di beberapa daerah. Yang pesen nasi kuning lah, pesen tuna bakar lah, pesen nasi tempong lah. Dan akunya cukup ribet ngebayarin itu semua dan nyatetin satu-satu.”
“Oh gituu.. jadi mereka ngasih kamu duit 500 ribu, abis itu kamu itungin mereka jajan apa aja gitu? Kenapa ga mereka aja yang bayar sendiri yaa?”
“Entahlah Paa..”
“Hm mungkin biar terlihat kompak yaaa. Terus jadinya mereka ga perlu bingung ngitung-ngitung duit, karena uda ada kamu yang itungin.”
“Iyaa kayanyaaa begituu yaa.. terus nanti di hari terakhir terbang, aku kasih catatan mereka itu beli apa aja selama 5 hari ini, terus sisa uangnya aku kembaliin. Yang agak sangat ribet itu, mau ga mau aku harus nukerin duit Paa. Kan sisa uang mereka ga 100 ribu 200 ribu gitu, ada yang 37.500 ada yang 63.000, sedang aku ga ada persiapan untuk bawa uang pecahan.”
“Hm gituuu.. berarti mulai sekarang sebelum terbang berhari-hari, siapin uang receh ya Nduk..”
“Hehehe nggeh Paa..”
“Besok terbang atau libur?”
“Besok aku terbang ke Surabaya Pa. Lusanya ke Jayapura. Hari ketiga baru balik ke Jakarta.”
“Alhamdulillah.. sudah tau terbang sama siapa?”
“Udah sih Pa. Ada 2 Pramugara 2 Pramugari. Doain ya Pa seniorku baik.”
“Iyaaa semoga Allah selalu kelilingi kamu dengan orang-orang baik. Tapi, semisal kenyataannya ada seseorang yang ga baik ke kamu, gapapa. Ga perlu dimasukin ke hati. Ambil aja yang baik-baik dari mereka, jangan ikutin yang buruknya. Okee?”
“Hehehe iya Paaa…”
“Hm yaudah kalau gitu, nih Pak Wulan udah dateng, udah dulu yaaa telponannya.”
“Oke Papaaa. Salam yaa untuk Pak Wulan. Papa juga sehat-sehaat yaaa…”
Aku selalu mengawali hari liburku dengan menelpon Papa. Setelahnya melakukan work out ringan sembari dengerin musik.
Sekitar jam 10an, aku suka nunggu penjual bakso gepeng yang selalu lewat depan kosan.
Aku tidak banyak berinteraksi dengan penghuni lain ketika berada di kosan. Ya. Takut ganggu.
Jadinya, para penjual makanan di sekitar kosanku itu lah yang menjadi teman mengobrolku. Selain dengan penjual bakso gepeng, aku juga berteman dengan penjual ayam bakar, penjual sayur-mayur, dan ibu yang membuka bisnis laundry di belakang kosan. Hehehe.
Selepas dhuhur, aku biasanya tidur siang. Bangun-bangun yaa nyetrika seragam dan nyiapain perlengkapan untuk terbang.
Lalu, libur ga jalan? Enggak. Hehehe.
~~
Hari ini aku terbang bersama Mas Rian sebagai SFA, Mas Ihsan, dan juga Mba Tiva. Lagi-lagi, aku kebagian duty di galley belakang bersama Mas Ihsan.
Di hari pertama, penerbangan Jakarta ke Surabaya, semuanya aman terkendali. Tidak ada sesuatu apapun yang terjadi.
Namun, di hari kedua terbang bersama mereka, ada kejadian yang membuatku tak lagi sama seperti dulu.
Pagi itu pesawat masih parkir di Juanda-Surabaya. Aku sedang sibuk dengan lavatoryku dan juga mengecek keadaan cabin.
Seperti biasa, aku menyapa orang ground staff yang aku kenal.
“Hei Mas. Piye kabare?”, tanyaku sembari mengulurkan tangan.
“Sehat Mba.”, jawab temanku dan ragu menjabat tanganku.
“Yee, biasanya juga panggil Nes. Kenapa sekarang jadi manggil Mba?”
“Yaa kan sampean Pramugari saiki Mba.”
“Emang kenapa kalau aku Pramugari? Sama ajaaaa kan?”
“Nes..”, panggil Mas Rian. Karena aku banyak berinteraksi dengan mereka, mungkin Mas Rian ngeh ya. Temanku langsung ngacir ninggalin aku.
“Kog kamu kenal mereka?”, tanyanya padaku disaat aku tiba di galley depan, dekat pintu masuk penumpang
“Iya Mas, mereka teman-temanku dulu.”
“Teman-teman?”
“Iyaa, dulu aku kerja di ground staff.”
“Ohya?”
Dia pun mulai banyak tanya tentang aku yang dulu.
-
Penerbangan hari itu akan memakan waktu 4 jam 30 menit, karena penerbangannya directdari Surabaya ke Jayapura, makanya lama.
Karena long flight begitu, dalam penerbangannya pun penumpang mendapatkan jatah makan siang dengan minuman panas/dingin.
Seperti di part sebelumnya aku sudah menjelaskan bagaimana proses sebelum melakukan full service kepada penumpang.
Setelah seatbelt sign dipadamkan setelah pesawat take off, aku pun membuka kembali lavatory yang dikunci.
Partner aku di belakang ini, Mas Ihsan, lebih banyak diam. Beda banget dengan Mba Refo yang to the point untuk minta aku ngelakuin sesuatu meski kami tidak banyak mengobrol.
Setelah aku membuka pintu lavatory, aku melihat Mas Ihsan menuju ke cabin depan. Tak lama kemudian dia membawakanku crew’s meal.
“Terima kasih Mas Ihsan.”, ujarku saat dia memberikan nasi kotak kepadaku.
Dia diam. Wajahnya jutek.
Karena dia ga segera memakan nasi kotaknya, aku pun melakukan hal yang sama.
Tit tit tit tit
Suara itu berasal dari oven.
Tanpa babibu, Mas Ihsan segera membuka pintu oven tanpa menggunakan glove, melainkan tisu yang dilipet-lipet. Sedangkan aku, aku sudah menggunakannya sejak tadi.
Mas Ihsan pun mengeluarkan makanan panas itu satu per satu. Aku membantunya dengan penuh keraguan.
“Mas, mau pake hand glove aku ga?”, tawarku kemudian sembari menyerahkannya kepadanya.
Aku melakukannya, karena aku punya spare hand glove di travel bag aku.
“Bisa ga kamu ga usah ngurusin pekerjaan aku? Mau pake glove atau engga, terserah aku!”, ketusnya sembari menepis tanganku yang masih menggenggam hand glove.
“Baik Mas, maaf.”
Aku pun kembali memakai hand glove itu. Dan mencoba membuka oven kedua yang baru saja selesai memanaskan makanan.
“Ngapain Mba?”, tanyanya.
“Maaf Mas, saya mau ngeluarin makanan dari oven ini.”
“Siapa yang suruh?”, tanyanya lagi. Aku segera menutup kembali pintu oven dan menguncinya.
“Maaf Mas. Jika begitu saya izin masukin makanan ini ke kotaknya ya?”
“Terserah!!”
Oke kalau begitu. Aku pun mengeluarkan kotak makanannya dari dalam trolley. Kemudian aku letakkan di tempat aman menurutku.
“Heh, ngapain kamu taruh boxnya disanaaaa??”
Aku mulai bingung. Karena sebelum-sebelumnya, ga ada larangan tuh ngeletakin box disana. Toh itu tempat yang aman juga. Semisal ada turbulence, boxs itu ga akan jatuh berceceran.
“Taruh di bawah ajaaa!! Ribet deh!!”, katanya lagi.
Aku menurutinya tanpa membantah, karena ga mau aja keadaan makin gimana-gimana. Setelahnya aku mulai masukin makanan-makanan yang baru dikeluarin dari oven ke dalam box.
“Bisa ga kalau kamu ga lelet?”, ujarnya lagi setelah sekian lama diam.
“Masa saya udah selesai ngeluarin semua makanan ini, kamunya ga selesai-selesai masukinnya ke dalam boxs??”
“Iya Mas, maaf.”
Jujur, suasana saat itu udah ga enak banget. Apa yang aku lakuin selalu salah. Bahkan, ketika kami serve hot meal dan hot/cold drink kepada penumpang, Mas Ihsan tampak kesal kepadaku.
“Siang Pak. Permisi ini makanannya. Untuk minumannya, ada kopi, teh, jus jambu, jeruk, dan apel. Bapak mau yang mana?”, tanyaku seraya tersenyum.
“Saya mau teh saja Mba..”, ujar penumpang yang duduk di dekat jendela.
“Saya mau jus jambu Mba. Pake es batu ya.”, ujar penumpang yang duduk di tengah.
“Saya juga sama Mba, mau jus jambu pake es.”, kali ini penumpang yang duduk di dekat lorong yang menyampaikan keinginannya.
“Baik Pak, ditunggu yaa.”
Ketika aku melakukan kegiatan full service ini, aku usahakan untuk sesuai dengan prosedur dan standard yang diberlakukan oleh perusahaan.
Namun, Mas Ihsan lagi-lagi menyalahkanku.
“Mba, bisa ga kalau ga lama servicenya!!! Kalau Mba servicenya kaya gitu, sampe kita landing pun ga akan kelar-kelar!! Ngerti ga?”, teriak Mas Ihsan di tengah penumpang, membuat para penumpang yang duduk di dekat kami seketika terdiam.
Aku meresponnya dengan senyuman dan mengabaikannya.
Padahal, kami akan mendarat 3 jam lagi. Dan penumpang yang belum mendapatkan hot meal dan minumannya tersisa 2 baris aja. Ga butuh waktu lama kog untuk melakukan semuanya sesuai dengan yang distandardkan. Emang dia mau kemana sih buru-buru???? Heran deh.
“Siang Pak. Permisi ini makanannya. Untuk minumannya, ada kopi, teh, jus jambu, jeruk, dan apel. Bapak mau yang mana?”
Lalu, si Bapak segera menjawabnya dengan sedikit berbisik.
“Ga usah Mba. Ini uda cukup. Uda ada air juga ini. Udah ga usah nawarin saya minuman yang lain. Nanti Mba dimarahin lagi sama Masnya.”, aku berusaha membaca gerak bibir juga gesture tubuhnya yang tampak khawatir padaku.
“Bapak, gapapa, jika ada minuman tambahan yang diinginkan..”
“Engga Mba, udah cukup. Makasih yaa!!”, ujar penumpang disebelahnya memotong pembicaraanku.
“Baik Pak, terima kasih. Jika nanti butuh sesuatu, bisa panggil kami ya. Selamat menikmati makanannya, Pak.”, ujarku berusaha baik-baik saja.
Padahal, perlakuan mereka tuh cukup membuatku terharu loh.
Setelah semua penumpang sudah mendapatkan makanan dan minuman, kami pun segera merapikan trolley dan peralatan lainnya di galley belakang dengan diem-dieman.
“Makasih Mas..”, aku berusaha memecahkan keheningan yang terjadi, tapi dia memilih untuk tetap diam.
Tak lama kemudian, dia segera mengambil tray di dalam container lalu menuju ke cabin depan tanpa sepatah katapun.
😅😅😅
Sekitar satu jam sebelum pesawat mendarat, Mas Ihsan sudah kembali ke cabin belakang. 15 menit setelahnya, aku yang ke cabin depan, meninggalkan Mas Ihsan sendirian.
Di depan, aku disambut dengan baik oleh Mba Tiva dan juga Mas Rian.
“Hai Nes.. sini duduk sini..”, suruh Mas Rian padaku.
“Saya boleh bantu Mba Tiva dulu ga Mas?”
“Udah, Tiva ga usah dibantuin. Sini kamu duduk aja!!”
Aku sedikit ragu, sebab, aku belum pernah duduk berdua di FA Seat dengan pramugara.
Tapi, aku mulai meyakini diriku, bahwa aku harus siap dengan itu. Karena nanti ke depannya, aku akan duduk berdempatan begitu jika mendapatkan tanggung jawab sebagai Junior FA 3.
Saat aku baru saja duduk, tiba-tiba Mas Rian meraih tanganku. Refleks aku menarik tanganku, namun Mas Rian kembali meraih tanganku dengan kedua tangannya.
“Aku kedinginan Nes. Tangan kamu hangat. Boleh ya aku pegang bentar?”
“Maaf Mas Rian, saya ga nyaman kalau Mas begini..”, ucapku perlahan.
“Idih, kenapa? Kan pegangan tangan doang.”
“Maaf Mas, saya ambilin selimut aja ya.”
Aku pun segera beranjak dari FA Seat itu dan segera mengambil selimut untuk Mas Rian.
“Ini selimutnya Mas.”
“Duduk sini lagi lah..”
“Gapapa Mas saya berdiri aja.”
“Kamu uda punya pacar Nes?”
“Sudah Mas..”, seketika aku mengingat pesan Rey untuk mengaku sudah punya pacar.
“Ohya? Udah ngapain aja?”
“Hm maksudnya Mas?”
Ting tung
Alhamdulillah flight crew memanggil kami melalui interphone.
“Permisi Mas..”, ujarku kemudian. Aku pun segera mengambil gagang interphone itu.
“JFA Anes speaking..”, ucapku.
Ketika menjawab interphone dari Capt, posisi aku sedang berdiri membelakangi Mas Rian. Sedang Mba Tiva sedang berada di lavatory.
Dan tak ku sangka, Mas Rian tiba-tiba meraba pinggangku.
Saat itu pula aku ngefreeze. 🥲
“Mba, di belakang aman? Suhu cabin gimana? Panas atau dingin?”, tanya Capt.
“Aman Capt. Suhu di cabin dingin.”
“Okedeh. Thank you.”
“Nes, Capt mau apa?”, tanya Mas Rian saat aku meletakkan interphone pada tempatnya.
“Ga mau apa-apa Mas, Capt hanya nanya suhu di cabin.”, jawabku seadanya dan berusaha untuk menepis tangan Mas Rian yang masih saja berada di pinggangku.
Jujur, saat itu rasanya aku ketakutan. Bingung. Dan bertanya-tanya, dia ini mau ngapain sih?
Disaat aku berhasil menepis tangannya, tiba-tiba dia nanya-nanya tentang berbagai prosedur. Dan disaat itulah, seketika aku ngeblank. Tak satu pun pertanyaannya berhasil aku jawab. Bahkan yang aku lakuin hanya menggelengkan kepala sembari menjawab “maaf mas saya lupa.”
Semenjak kejadian itu, aku masih seperti orang linglung. Hingga di hari ketiga, hari terakhir aku terbang dengan mereka, aku masih belum bisa fokus.
Dan tak ku sangka, sekitar 15 menit sebelum pesawat mendarat di Jakarta, Mas Rian dan juga Mas Ihsan menghampiriku.
“Nes, gue boleh briefing bentar ga?”, tanya Mas Rian.
Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku.
“Lo ngapain Ihsan?”, tanyanya lagi.
“Dia bilang ke gue, terbang 3 hari sama lo, seperti terbang berhari-hari! Lo ga bisa kerja kata dia. Terus selama ini lo ngapain?”
“Maaf Mas.”
“Gini ya Nes. Lo bukan pegawai darat lagi sekarang. Jadi lo harus tinggalin kebiasaan lelet lo selama kerja di darat! Jangan tuh lelet dibawa-bawa selama lo masih mau jadi pramugari. Lo cantik Nes, gue akuin itu. Tapi please lah, punya otak diisi dikiiit aja. Jangan kosong-kosong banget. Jangan bodoh-bodoh banget. Masa gue tanya-tanya prosedur, lo sama sekali ga tau?? Lo pikir terbang hanya modal cantik?”
“Baik Mas, maaf.”
“Gue kasih waktu lo 3 bulan. Kalau sampe 3 bulan kita terbang bareng lagi dan lo ga berubah, gue report lo ke Bu Chief!!”
Kemarin Mas Rian lembut banget ke aku meski ternyata dia punya maksud tersembunyi. Lalu hari ini tiba-tiba marah-marah?
Apa bener dia marah karena Mas Ihsan? Bukan karena aku nolak disentuh-sentuh dia?
Jujur, kalimat dia itu ga bisa aku lupain sampai detik ini.
Bahkan rasa sakitnya pun masih sangat jelas ku rasakan.
Rasanya aku ingin meneriakinya.
Kamu siapa berani-beraninya ngatain aku lelet saat aku masih kerja sebagai ground staff?
Kamu siapa berani-beraninya ngatain aku bodoh? Padahal kamu ga tau gimana aku belajar dari pagi ketemu pagi tiap hari untuk bisa terbang dan digaji??
Tapi apa daya, aku hanya bisa bilang maaf, yang seharusnya ga pantes aku ucapin untuk orang seperti dia.
Dan kalian tau ga?
Karena perkataan dan perlakuan dia, aku jadi berubah.
Aku tidak seperti sebelumnya.
Aku kehilangan rasa percaya diriku.
Aku kehilangan rasa semangat dan kehilangan rasa bahagia ketika akan terbang.
Sejak saat itu, setiap akan terbang, aku selalu menangis ketakutan.
“Haloo… Assalamu’alaikum.”
Terdengar suara pria paruh baya memberi salam di balik telepon.
“Wa’alaikumsalam Papaaaa… Lagi ngapain?”, balasku yang terdengar ceria di hari liburku setelah kemarin terbang 5 hari penuh.
“Ini lagi duduk-duduk di teras sambil nungguin Pak Wulan.”
“Ohya? Tumben nungguin Pak Wulan?”
“Iyaa nih, rumput di halaman depan udah mulai tinggi soalnya..”
Jadi, Pak Wulan ini adalah seorang tukang becak di kampung halamanku, tapi suka bantu-bantu Papa untuk ngerapiin rumput di halaman rumah. Kadang juga bantuin Papa untuk nyiramin halaman dan bunga-bunga di taman.
“Oh gitu.. Papa uda sarapan belum?”, aku yang sebelumnya duduk menatap keluar jendela, kini mulai merebahkan badan di kasur kecilku yang berukuran 90x200 cm.
“Papa insyaAllah lagi puasa..”
“Ohyaa hari Senin yaa sekarang hehehe.”
“Jadi gimana kemarin terbang 5 harinya?”
“Hihi seru sih Paaa alhamdulillah. Seniornya juga pada baik-baik. Bahkan kami sempet ke mall bareng, nonton film Coco.”
“Wah seru dong!! Ke mall nonton aja Nduk?”
“Engga siih. Senior aku pada shopping Paa. Akunya nemenin doang hehehe. Terus sebelum nonton kami sempet makan dulu.”
“Alhamdulillah kalau gituu..”
“Hehehe iyaaa.. Pa Pa.. tau engga?”
“Apa tuh?”
“Jadi, hari pertama di Makasar tuh, aku tidurnya di mess. Dan di kamar, akunya tidur sendirian karena jumlah FAnya ganjil, mugarinya 3 mugaranya 1.”
“Wah, enak dong tidur sendirian?”
“Haha iyaaa enak. Tapi tau ga Pa, di mess itu katanya angker. Makanya ga ada senior yang berani tidur sendirian.”
“Hahaha jadi kamu yang dijadiin tumbal ya? Tapi aman kan? Ga digangguin?”
“Alhamdulillah sih engga ya. Terus terus, di hari kedua sampe hari terakhir, aku bobonya di hotel Pa. Hotelnya bagus deh Paa. Jadi pengen ngajakin Papa kesana..”
“Ohya? Itu gratis atau dipotong gaji Nduk?”
“Hehehe gratis Paa.. ternyata kalau aku ga lagi di Jakarta, dapet fasilitas senyaman itu.”
“Alhamdulillah Papa ikut seneng dengernya. Semoga dimanapun kamu berada, Allah selalu lindungin kamu ya Nduk..”
“Aamiin.. makasih doanya ya Paa..”
“Iyaa sama-sama.”
“Pa Paaa.. aku mau cerita lagi!!”
“Hahaha iyaaa? Duh emang bawel anak Papa satu ini!!”
“Yee biariiin.. jadi gini.. aku kan baru terbang nge-RON gitu. Jadi tuh aku ga tau kalau ternyata ada tugas untuk 2 FA paling junior selama kita ngeRON, yaitu megang uang keep-keepan dan pesen crew’s meal.”
“Megang uang keep-keepan?”
“Iyaa, istilahnya begitu. Jadi setiap FA dan pilotnya, nitipin duit gitu ke yang bertugas megang uang keep-keepan. Biasanya ke yang paling junior. Jadi kemarin tuh, karena aku yang paling junior, aku yang pegang duit cash 2.5 juta loh Pa. Per orang ngasih 500 ribu ke aku.”
“Ohya? Kenapa gitu Nduk?”
“Iyaa.. jadi kan kalau kita naik mobil dari hotel ke bandara dan sebaliknya, kita harus kasih tips ke sopirnya. Nah, jadi satu set crew itu ga perlu ngasih satu-satu ke sopir, cukup aku yang ngasih tuh ke sopir. Terus, kalau satu set crew itu makan nih, aku harus inget betul mereka makan apa, karena ntar kan yang bagian bayarin ke kasir aku. Nah, crew aku kemarin ini, selain makan bareng setelah mendarat, mereka pada suka pesen makanan saat mendarat di beberapa daerah. Yang pesen nasi kuning lah, pesen tuna bakar lah, pesen nasi tempong lah. Dan akunya cukup ribet ngebayarin itu semua dan nyatetin satu-satu.”
“Oh gituu.. jadi mereka ngasih kamu duit 500 ribu, abis itu kamu itungin mereka jajan apa aja gitu? Kenapa ga mereka aja yang bayar sendiri yaa?”
“Entahlah Paa..”
“Hm mungkin biar terlihat kompak yaaa. Terus jadinya mereka ga perlu bingung ngitung-ngitung duit, karena uda ada kamu yang itungin.”
“Iyaa kayanyaaa begituu yaa.. terus nanti di hari terakhir terbang, aku kasih catatan mereka itu beli apa aja selama 5 hari ini, terus sisa uangnya aku kembaliin. Yang agak sangat ribet itu, mau ga mau aku harus nukerin duit Paa. Kan sisa uang mereka ga 100 ribu 200 ribu gitu, ada yang 37.500 ada yang 63.000, sedang aku ga ada persiapan untuk bawa uang pecahan.”
“Hm gituuu.. berarti mulai sekarang sebelum terbang berhari-hari, siapin uang receh ya Nduk..”
“Hehehe nggeh Paa..”
“Besok terbang atau libur?”
“Besok aku terbang ke Surabaya Pa. Lusanya ke Jayapura. Hari ketiga baru balik ke Jakarta.”
“Alhamdulillah.. sudah tau terbang sama siapa?”
“Udah sih Pa. Ada 2 Pramugara 2 Pramugari. Doain ya Pa seniorku baik.”
“Iyaaa semoga Allah selalu kelilingi kamu dengan orang-orang baik. Tapi, semisal kenyataannya ada seseorang yang ga baik ke kamu, gapapa. Ga perlu dimasukin ke hati. Ambil aja yang baik-baik dari mereka, jangan ikutin yang buruknya. Okee?”
“Hehehe iya Paaa…”
“Hm yaudah kalau gitu, nih Pak Wulan udah dateng, udah dulu yaaa telponannya.”
“Oke Papaaa. Salam yaa untuk Pak Wulan. Papa juga sehat-sehaat yaaa…”
Aku selalu mengawali hari liburku dengan menelpon Papa. Setelahnya melakukan work out ringan sembari dengerin musik.
Sekitar jam 10an, aku suka nunggu penjual bakso gepeng yang selalu lewat depan kosan.
Aku tidak banyak berinteraksi dengan penghuni lain ketika berada di kosan. Ya. Takut ganggu.
Jadinya, para penjual makanan di sekitar kosanku itu lah yang menjadi teman mengobrolku. Selain dengan penjual bakso gepeng, aku juga berteman dengan penjual ayam bakar, penjual sayur-mayur, dan ibu yang membuka bisnis laundry di belakang kosan. Hehehe.
Selepas dhuhur, aku biasanya tidur siang. Bangun-bangun yaa nyetrika seragam dan nyiapain perlengkapan untuk terbang.
Lalu, libur ga jalan? Enggak. Hehehe.
~~
Hari ini aku terbang bersama Mas Rian sebagai SFA, Mas Ihsan, dan juga Mba Tiva. Lagi-lagi, aku kebagian duty di galley belakang bersama Mas Ihsan.
Di hari pertama, penerbangan Jakarta ke Surabaya, semuanya aman terkendali. Tidak ada sesuatu apapun yang terjadi.
Namun, di hari kedua terbang bersama mereka, ada kejadian yang membuatku tak lagi sama seperti dulu.
Pagi itu pesawat masih parkir di Juanda-Surabaya. Aku sedang sibuk dengan lavatoryku dan juga mengecek keadaan cabin.
Seperti biasa, aku menyapa orang ground staff yang aku kenal.
“Hei Mas. Piye kabare?”, tanyaku sembari mengulurkan tangan.
“Sehat Mba.”, jawab temanku dan ragu menjabat tanganku.
“Yee, biasanya juga panggil Nes. Kenapa sekarang jadi manggil Mba?”
“Yaa kan sampean Pramugari saiki Mba.”
“Emang kenapa kalau aku Pramugari? Sama ajaaaa kan?”
“Nes..”, panggil Mas Rian. Karena aku banyak berinteraksi dengan mereka, mungkin Mas Rian ngeh ya. Temanku langsung ngacir ninggalin aku.
“Kog kamu kenal mereka?”, tanyanya padaku disaat aku tiba di galley depan, dekat pintu masuk penumpang
“Iya Mas, mereka teman-temanku dulu.”
“Teman-teman?”
“Iyaa, dulu aku kerja di ground staff.”
“Ohya?”
Dia pun mulai banyak tanya tentang aku yang dulu.
-
Penerbangan hari itu akan memakan waktu 4 jam 30 menit, karena penerbangannya directdari Surabaya ke Jayapura, makanya lama.
Karena long flight begitu, dalam penerbangannya pun penumpang mendapatkan jatah makan siang dengan minuman panas/dingin.
Seperti di part sebelumnya aku sudah menjelaskan bagaimana proses sebelum melakukan full service kepada penumpang.
Setelah seatbelt sign dipadamkan setelah pesawat take off, aku pun membuka kembali lavatory yang dikunci.
Partner aku di belakang ini, Mas Ihsan, lebih banyak diam. Beda banget dengan Mba Refo yang to the point untuk minta aku ngelakuin sesuatu meski kami tidak banyak mengobrol.
Setelah aku membuka pintu lavatory, aku melihat Mas Ihsan menuju ke cabin depan. Tak lama kemudian dia membawakanku crew’s meal.
“Terima kasih Mas Ihsan.”, ujarku saat dia memberikan nasi kotak kepadaku.
Dia diam. Wajahnya jutek.
Karena dia ga segera memakan nasi kotaknya, aku pun melakukan hal yang sama.
Tit tit tit tit
Suara itu berasal dari oven.
Tanpa babibu, Mas Ihsan segera membuka pintu oven tanpa menggunakan glove, melainkan tisu yang dilipet-lipet. Sedangkan aku, aku sudah menggunakannya sejak tadi.
Mas Ihsan pun mengeluarkan makanan panas itu satu per satu. Aku membantunya dengan penuh keraguan.
“Mas, mau pake hand glove aku ga?”, tawarku kemudian sembari menyerahkannya kepadanya.
Aku melakukannya, karena aku punya spare hand glove di travel bag aku.
“Bisa ga kamu ga usah ngurusin pekerjaan aku? Mau pake glove atau engga, terserah aku!”, ketusnya sembari menepis tanganku yang masih menggenggam hand glove.
“Baik Mas, maaf.”
Aku pun kembali memakai hand glove itu. Dan mencoba membuka oven kedua yang baru saja selesai memanaskan makanan.
“Ngapain Mba?”, tanyanya.
“Maaf Mas, saya mau ngeluarin makanan dari oven ini.”
“Siapa yang suruh?”, tanyanya lagi. Aku segera menutup kembali pintu oven dan menguncinya.
“Maaf Mas. Jika begitu saya izin masukin makanan ini ke kotaknya ya?”
“Terserah!!”
Oke kalau begitu. Aku pun mengeluarkan kotak makanannya dari dalam trolley. Kemudian aku letakkan di tempat aman menurutku.
“Heh, ngapain kamu taruh boxnya disanaaaa??”
Aku mulai bingung. Karena sebelum-sebelumnya, ga ada larangan tuh ngeletakin box disana. Toh itu tempat yang aman juga. Semisal ada turbulence, boxs itu ga akan jatuh berceceran.
“Taruh di bawah ajaaa!! Ribet deh!!”, katanya lagi.
Aku menurutinya tanpa membantah, karena ga mau aja keadaan makin gimana-gimana. Setelahnya aku mulai masukin makanan-makanan yang baru dikeluarin dari oven ke dalam box.
“Bisa ga kalau kamu ga lelet?”, ujarnya lagi setelah sekian lama diam.
“Masa saya udah selesai ngeluarin semua makanan ini, kamunya ga selesai-selesai masukinnya ke dalam boxs??”
“Iya Mas, maaf.”
Jujur, suasana saat itu udah ga enak banget. Apa yang aku lakuin selalu salah. Bahkan, ketika kami serve hot meal dan hot/cold drink kepada penumpang, Mas Ihsan tampak kesal kepadaku.
“Siang Pak. Permisi ini makanannya. Untuk minumannya, ada kopi, teh, jus jambu, jeruk, dan apel. Bapak mau yang mana?”, tanyaku seraya tersenyum.
“Saya mau teh saja Mba..”, ujar penumpang yang duduk di dekat jendela.
“Saya mau jus jambu Mba. Pake es batu ya.”, ujar penumpang yang duduk di tengah.
“Saya juga sama Mba, mau jus jambu pake es.”, kali ini penumpang yang duduk di dekat lorong yang menyampaikan keinginannya.
“Baik Pak, ditunggu yaa.”
Ketika aku melakukan kegiatan full service ini, aku usahakan untuk sesuai dengan prosedur dan standard yang diberlakukan oleh perusahaan.
Namun, Mas Ihsan lagi-lagi menyalahkanku.
“Mba, bisa ga kalau ga lama servicenya!!! Kalau Mba servicenya kaya gitu, sampe kita landing pun ga akan kelar-kelar!! Ngerti ga?”, teriak Mas Ihsan di tengah penumpang, membuat para penumpang yang duduk di dekat kami seketika terdiam.
Aku meresponnya dengan senyuman dan mengabaikannya.
Padahal, kami akan mendarat 3 jam lagi. Dan penumpang yang belum mendapatkan hot meal dan minumannya tersisa 2 baris aja. Ga butuh waktu lama kog untuk melakukan semuanya sesuai dengan yang distandardkan. Emang dia mau kemana sih buru-buru???? Heran deh.
“Siang Pak. Permisi ini makanannya. Untuk minumannya, ada kopi, teh, jus jambu, jeruk, dan apel. Bapak mau yang mana?”
Lalu, si Bapak segera menjawabnya dengan sedikit berbisik.
“Ga usah Mba. Ini uda cukup. Uda ada air juga ini. Udah ga usah nawarin saya minuman yang lain. Nanti Mba dimarahin lagi sama Masnya.”, aku berusaha membaca gerak bibir juga gesture tubuhnya yang tampak khawatir padaku.
“Bapak, gapapa, jika ada minuman tambahan yang diinginkan..”
“Engga Mba, udah cukup. Makasih yaa!!”, ujar penumpang disebelahnya memotong pembicaraanku.
“Baik Pak, terima kasih. Jika nanti butuh sesuatu, bisa panggil kami ya. Selamat menikmati makanannya, Pak.”, ujarku berusaha baik-baik saja.
Padahal, perlakuan mereka tuh cukup membuatku terharu loh.
Setelah semua penumpang sudah mendapatkan makanan dan minuman, kami pun segera merapikan trolley dan peralatan lainnya di galley belakang dengan diem-dieman.
“Makasih Mas..”, aku berusaha memecahkan keheningan yang terjadi, tapi dia memilih untuk tetap diam.
Tak lama kemudian, dia segera mengambil tray di dalam container lalu menuju ke cabin depan tanpa sepatah katapun.
😅😅😅
Sekitar satu jam sebelum pesawat mendarat, Mas Ihsan sudah kembali ke cabin belakang. 15 menit setelahnya, aku yang ke cabin depan, meninggalkan Mas Ihsan sendirian.
Di depan, aku disambut dengan baik oleh Mba Tiva dan juga Mas Rian.
“Hai Nes.. sini duduk sini..”, suruh Mas Rian padaku.
“Saya boleh bantu Mba Tiva dulu ga Mas?”
“Udah, Tiva ga usah dibantuin. Sini kamu duduk aja!!”
Aku sedikit ragu, sebab, aku belum pernah duduk berdua di FA Seat dengan pramugara.
Tapi, aku mulai meyakini diriku, bahwa aku harus siap dengan itu. Karena nanti ke depannya, aku akan duduk berdempatan begitu jika mendapatkan tanggung jawab sebagai Junior FA 3.
Saat aku baru saja duduk, tiba-tiba Mas Rian meraih tanganku. Refleks aku menarik tanganku, namun Mas Rian kembali meraih tanganku dengan kedua tangannya.
“Aku kedinginan Nes. Tangan kamu hangat. Boleh ya aku pegang bentar?”
“Maaf Mas Rian, saya ga nyaman kalau Mas begini..”, ucapku perlahan.
“Idih, kenapa? Kan pegangan tangan doang.”
“Maaf Mas, saya ambilin selimut aja ya.”
Aku pun segera beranjak dari FA Seat itu dan segera mengambil selimut untuk Mas Rian.
“Ini selimutnya Mas.”
“Duduk sini lagi lah..”
“Gapapa Mas saya berdiri aja.”
“Kamu uda punya pacar Nes?”
“Sudah Mas..”, seketika aku mengingat pesan Rey untuk mengaku sudah punya pacar.
“Ohya? Udah ngapain aja?”
“Hm maksudnya Mas?”
Ting tung
Alhamdulillah flight crew memanggil kami melalui interphone.
“Permisi Mas..”, ujarku kemudian. Aku pun segera mengambil gagang interphone itu.
“JFA Anes speaking..”, ucapku.
Ketika menjawab interphone dari Capt, posisi aku sedang berdiri membelakangi Mas Rian. Sedang Mba Tiva sedang berada di lavatory.
Dan tak ku sangka, Mas Rian tiba-tiba meraba pinggangku.
Saat itu pula aku ngefreeze. 🥲
“Mba, di belakang aman? Suhu cabin gimana? Panas atau dingin?”, tanya Capt.
“Aman Capt. Suhu di cabin dingin.”
“Okedeh. Thank you.”
“Nes, Capt mau apa?”, tanya Mas Rian saat aku meletakkan interphone pada tempatnya.
“Ga mau apa-apa Mas, Capt hanya nanya suhu di cabin.”, jawabku seadanya dan berusaha untuk menepis tangan Mas Rian yang masih saja berada di pinggangku.
Jujur, saat itu rasanya aku ketakutan. Bingung. Dan bertanya-tanya, dia ini mau ngapain sih?
Disaat aku berhasil menepis tangannya, tiba-tiba dia nanya-nanya tentang berbagai prosedur. Dan disaat itulah, seketika aku ngeblank. Tak satu pun pertanyaannya berhasil aku jawab. Bahkan yang aku lakuin hanya menggelengkan kepala sembari menjawab “maaf mas saya lupa.”
Semenjak kejadian itu, aku masih seperti orang linglung. Hingga di hari ketiga, hari terakhir aku terbang dengan mereka, aku masih belum bisa fokus.
Dan tak ku sangka, sekitar 15 menit sebelum pesawat mendarat di Jakarta, Mas Rian dan juga Mas Ihsan menghampiriku.
“Nes, gue boleh briefing bentar ga?”, tanya Mas Rian.
Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku.
“Lo ngapain Ihsan?”, tanyanya lagi.
“Dia bilang ke gue, terbang 3 hari sama lo, seperti terbang berhari-hari! Lo ga bisa kerja kata dia. Terus selama ini lo ngapain?”
“Maaf Mas.”
“Gini ya Nes. Lo bukan pegawai darat lagi sekarang. Jadi lo harus tinggalin kebiasaan lelet lo selama kerja di darat! Jangan tuh lelet dibawa-bawa selama lo masih mau jadi pramugari. Lo cantik Nes, gue akuin itu. Tapi please lah, punya otak diisi dikiiit aja. Jangan kosong-kosong banget. Jangan bodoh-bodoh banget. Masa gue tanya-tanya prosedur, lo sama sekali ga tau?? Lo pikir terbang hanya modal cantik?”
“Baik Mas, maaf.”
“Gue kasih waktu lo 3 bulan. Kalau sampe 3 bulan kita terbang bareng lagi dan lo ga berubah, gue report lo ke Bu Chief!!”
Kemarin Mas Rian lembut banget ke aku meski ternyata dia punya maksud tersembunyi. Lalu hari ini tiba-tiba marah-marah?
Apa bener dia marah karena Mas Ihsan? Bukan karena aku nolak disentuh-sentuh dia?
Jujur, kalimat dia itu ga bisa aku lupain sampai detik ini.
Bahkan rasa sakitnya pun masih sangat jelas ku rasakan.
Rasanya aku ingin meneriakinya.
Kamu siapa berani-beraninya ngatain aku lelet saat aku masih kerja sebagai ground staff?
Kamu siapa berani-beraninya ngatain aku bodoh? Padahal kamu ga tau gimana aku belajar dari pagi ketemu pagi tiap hari untuk bisa terbang dan digaji??
Tapi apa daya, aku hanya bisa bilang maaf, yang seharusnya ga pantes aku ucapin untuk orang seperti dia.
Dan kalian tau ga?
Karena perkataan dan perlakuan dia, aku jadi berubah.
Aku tidak seperti sebelumnya.
Aku kehilangan rasa percaya diriku.
Aku kehilangan rasa semangat dan kehilangan rasa bahagia ketika akan terbang.
Sejak saat itu, setiap akan terbang, aku selalu menangis ketakutan.
baccu dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas
Tutup