akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
Jalan Panjang Untuk Selalu Pulang

Quote:



Spoiler for song for my heart :


Chapter 1 - A Little step behind

" Saka, kamu sudah ikhlas kan melepaskan dia buat bahagia, nak?" Tanya seorang wanita tua yang selalu dengan senyum teduh di bibirnya berkata kepadaku saat aku membaca sebuah undangan berbucket cantik yang aku temukan tertata secara rapi di meja belajarku dulu.
"Iya, bu. Aku ikut bahagia kok.."
" Kayaknya aku ga bisa datang menghadiri hari bahagia itu.."
" Hari Sabtu besok aku sudah harus berangkat lagi ke Singapura.."
" Pelatihan dari kantor yang aku ikuti mengharuskan aku berada disana sampai 2 Minggu lamanya.."
" Instrukturnya yang orang bule, ga bisa mentolerir alasan apapun tentang ketidakhadiran.."
" Sertifikasiku bisa hangus dan aku harus mengulang di tahun depannya.."
" Jawabku menerawang tak tentu arah.
Aku membayangkan dan berpikir bagaimana untung ruginya..sampai aku melewatkan kesempatan emas yang baru saja aku dapatkan. Di kantor ini, aku baru aja mendapatkan kontrak kerja untuk 2 tahun mendatang.

Sambil menerawang jauh, aku membayangkan kembali, dia.. mempelai wanita itu pastilah sangat cantik dan anggun memakai gaun pengantin panjang warna putih impiannya. Dengan melempar senyum penuh kebahagiaan kepada tamu, teman, sahabat dan relasi keluarga yang menghadiri pernikahannya.

Ah..dia emang layak buat bahagia dan mendapatkan sosok terbaik yang aku doakan semoga aja cocok buat mendampingi hidupnya ke depan.
Ya semoga saja...aku selalu ikut bahagia kalo dia mendapatkan hal terbaik untuk hidupnya.


Esok hari akupun dengan menegarkan hati membulatkan tekad dan keputusan yang sudah aku ambil ..aku tetap berangkat...
Aku menitipkan sebuah kado ke ibuku untuk diserahkan kepada kedua mempelai.. yang nantinya akan menyambut hari bahagianya seminggu ke depan, dan tak lupa aku menitipkan ucapan permintaan maaf melalui ibuku kepada kedua mempelai dan keluarganya perihal ketidakhadiranku.


Maafkan..bukan maksudku menghindari dan tak ikut bersuka cita dengan kebahagiaanmu, tapi semua karena keadaanlah yang memaksaku untuk tidak bisa menghadiri acara itu...karena masa depanku juga sedang aku rintis dan aku pertaruhkan, semuanya tergantung dari urusan kerja yang sedang aku perjuangkan saat ini...

Quote:


Hai perkenalkan semuanya...
Aku adalah Saka, seorang anak laki-laki bungsu satu-satunya di keluargaku, kakakku 2 perempuan yang usianya terpaut sangat jauh denganku. Aku terlahir di Kalimantan, karena ayahku dulunya bekerja di area pertambangan sebagai operator alat berat. Maka semua anak-anaknya lahir dan dibesarkan disana sampai usia sekolah dasar. Aku seringkali mendapat "berkah" bully dan dianggap bukan sebagai anak kandung orangtuaku pada saat keluargaku pulang kembali ke kampung halaman ayahku, karena fisik yang aku miliki yang sangat berbeda secara tampilan fisik dengan semua kakak-kakakku maupun kedua orangtuaku, aku dengan tampilan yang kental oriental, berkulit putih kemerahan, dan bermata sipit yang kuwarisi dari gen kakekku dari ibu, sedangkan kedua kakakku berkulit kuning langsat khas perempuan Jawa. Ya kakekku adalah seorang pria Chinese (please no sara),yang menikah dengan nenekku seorang wanita Jawa. Sedangkan ayahku adalah pria Jawa yang mempunyai sedikit campuran darah keturunan Arab dan Jawa dari kakeknya. Dan warisan gen berkulit putih dan bermata sipit akhirnya hanya jatuh kepadaku di keluargaku dan sepupuku perempuan, anak dari tanteku di semua cucu-cucu kakekku yang Chinese itu. Semua keluargaku sangat menyayangiku walaupun aku berbeda dari mereka semua, aku dulu seringkali merasa bahwa karena fisikku, aku seringkali merasa rendah diri karena merasa aku adalah anak adopsi dari ayah ibuku, ternyata semuanya itu tidaklah benar setelah aku mengetahui kenyataan silsilah sejarah keluarga dari ibuku yang bercerita secara gamblang tentang riwayat keluarganya dan adik-adiknya yang juga mempunyai tampilan bermacam-macam.

"Saka, kamu harusnya mainnya sama teman-temanmu di perumahan kompleks sebelah tuh, disanakan rata-rata anak-anak cina yang kaya. "
" Hei..kamu...! sini.. ! bagi uang..! pasti kamu duit jajannya banyak,secara keluargamu orang kaya..! "
" Kamu ga pantes hidup di kampung sini! kamukan anak adopsi dari orang tuamu, hahaha.."

Kata-kata dan perlakuan kasar dari sesama teman di lingkungan sekitar maupun sekolah, sering aku terima di kehidupan awalku di kota ini. Oh ya, rumah ayahku di kampung yang aku tinggali saat itu, adalah peninggalan warisan dari kakekku, ayahku adalah orang asli kampung disitu. Ayahku sejak masih sangat muda sudah merantau di Kalimantan dan bekerja di pertambangan. Dan saat dirasa sudah cukup untuk waktunya kembali pulang ke kampung halaman, beliau mengajak kami sekeluarga buat pulang ke Jawa. Di kotaku, awalnya aku yang saat itu belum bisa berbahasa Jawa, sering jadi bahan ledekan, dan bullyan, beruntungnya sebagian tetangga di sekitar rumahku adalah sanak saudara ayahku, mereka segera memaklumi dan membantu aku dan kakak-kakakku untuk belajar bahasa Jawa. Aku yang paling kecil diantara keluargaku awalnya terkadang sangat kesulitan beradaptasi terutama bahasa dan kebiasaan yang aku miliki. Kidal, di tradisi Jawa apalagi di kampung ayahku, orang yang berkegiatan dengan menggunakan tangan ataupun kaki kiri adalah sesuatu yang dipandang tidak bagus, ataupun kurang sopan. Aku adalah seorang yang kidal permanen di semua hal, menurut orang tuaku itu semua karena warisan dari kakekku yang Chinese. Beliau selalu melakukan semua aktifitas dengan tangan dan kaki kiri sebagai komponen utama. Jadi kebiasaanku itu jadi sebuah hal yang aneh dan tidak lumrah untuk penduduk kampung situ ( pada waktu itu) sekarang mungkin seiring perkembangan jaman di kampung ayahku mungkin sudah ada juga anak-anak yang kidal juga.Jadi itulah sekilas gambaran masa kecilku yang berbeda dan mendapatkan banyak kenangan masa kecil yang tak akan terlupakan. Untuk menjaga diriku dari kerasnya bullying dan pergaulan masa kecilku yang terkadang sering adu kontak fisik, aku sedari SD sudah diikutkan oleh orang tuaku untuk latihan karate dan taekwondo di sasana-sasana yang dekat dengan rumahku. Hingga aku menginjak masa SMA kelas 3, aku sudah mencapai sabuk hitam Dan 1 untuk karate dan taekwondo di akhir menjelang kelulusan SMA. Namun yang aku sampai serius terjuni adalah taekwondo karena aku sangat menyukai gerakan tendangan kaki yang terangkat ke atas, sejajar dengan dahi, bagiku hal itu seperti layaknya penari balerina yang sangat memukau sekali. Sampai suatu saat karena menekuni hobi di bidang ini bisa mengantarkan aku menjadi atlet profesional taekwondo di tingkat daerah, hingga aku mewakili kotaku untuk berlaga di kejurda.
Cukuplah sekilas gambaran singkat masa kecilku yang bisa aku ceritakan di awal ceritaku ini.

SOME PLACE IN 2***
Di kehidupan SMA aku bersekolah di sekolah swasta milik tentara, dimana sekolahnya berada di kawasan militer, walaupun orangtuaku bukanlah militer, namun keluarga besarku dididik secara militer, jadi aku ga kaget dengan disiplin ala tentara, tapi ya karena aku ga tertarik untuk masuk ke dunia ini jadi aku lebih banyak membangkang. Di sekolah SMA ***** ****** aku masuk di jurusan IPS, disana aku memiliki seorang sohib, Rio namanya karena kami mempunyai kesamaan hobi yang sama yaitu bermain musik, oh ya aku juga menekuni permainan gitar klasik dari mulai SMP kelas 3 hingga mencapai tingkatan grade 6 di akhir menjelang kelulusan SMA ( grade 6 = buku 6 adalah tingkatan paling tinggi untuk siswa kursus gitar klasik umumnya di lembaga kursus gitar klasik Yamahmud). Di sekolah aku membentuk sebuah band, Rio sobatku sebagai drummer, sedangkan aku bermain gitar. Sebagai band SMA kami hanya bermain di pensi sekolah sendiri maupun di sekolah lain yang mau menerima partisipan pengisi acara pensi.

" Bre, bulan depan kita ada kesempatan bermain di pensi SMA ******** yang terkenal dengan cewek-ceweknya yang high quality. " Rio datang memberi kabar di saat aku dan beberapa teman satu band berkumpul di waktu istirahat jam pertama yang biasanya kami gunakan untuk berkumpul di belakang gedung sekolah buat merokok. Ya kami biasanya para pelajar yang sudah kecanduan rokok akan berkumpul di belakang sekolah di kantin belakang, karena disini sangat minim pengawasan dari para guru. Berbeda dengan kantin depan dimana siswa-siswi yang kalo jaman dulu disebut sebagai anak gaul sering dijadikan tempat nongkrong buat jajan.

" Wah boleh juga tuh, siapa tau kita bisa tebar pesona ke cewek-cewek sana ya ? Hehehe.. " sahut Aji tersenyum senang, dia adalah salah satu personil bandku yang emang rada tengil dan paling pemberani kalo kenalan ke cewek-cewek. Selain karena dia mempunyai modal wajah yang agak ganteng kalo menurutku dan teman-teman di komunitas band sekolahku.
" Gimana, Ka?" Tanya Rio kepadaku seolah butuh persetujuanku, apa aku senang dengan kabar gembira ini.
" Oke sih.." jawabku pelan karena sesungguhnya aku sedang fokus melihat ke arah lain, dimana saat itu sepertinya aku melihat sosok yang sangat familiar dan aku kenal. Aku merasa itu seperti teman dekat SMPku, apa emang iya dia bersekolah juga disini? Seseorang dari masa lalu yang masih selalu aku ingat namun sayang aku tak pernah lagi berjumpa dengan dia semenjak aku lulus duluan dan meninggalkan sekolah itu, aku tak pernah tau lagi kabarnya seperti apa. Sekolahku yang sekarang sangatlah jauh dari domisiliku dan dia yang dahulu satu SMP negeri yang notabene sangat dekat dengan kawasan rumah kami. Ah.. mungkin aku hanya berhalusinasi secara mungkin aku sudah lama tak ketemu dia lagi sejak aku lulus duluan dari SMP.
" Emangnya kenapa, Ka? Kok kamu seperti berat gitu menjawab pertanyaanku soal tampilnya band kita disana itu? " Rio keheranan kembali mencecarku dengan alasan jawabanku yang terkesan malas menanggapi kabar gembira itu.
" Bukan masalah itu, sob. Aku tadi sepertinya berhalusinasi melihat teman lamaku waktu di SMP, di kantin depan itu tuh, tapi aku pikir lagi ga mungkin deh dia bersekolah disini yang sangat jauh dari rumahnya dulu. " Jawabku singkat.
" Anaknya yang mana sih? Cewek apa cowok tuh? " Cecar Dimas temanku yang rada kalem akhirnya buka suara juga.
" Ceweklah.. dia adik kelasku di SMP dulu. " Jawabku melongok kembali ke arah kantin depan yang menjual bakso, dimana banyak sekali anak-anak yang sedang antri bergerombol, dan aku kesulitan menemukan siapa yang aku lihat tadi, ah mungkin emang benar tadi aku sedang berhalusinasi aja.

Pulang bubaran sekolah hari ini, seperti biasa aku biasanya naik angkot bersama dengan Rio, rumahnya dan rumahku searah satu jurusan. Bersama dengan anak-anak yang lain kami terkadang berjalan dahulu ke terminal pemberhentian semua jurusan angkot di kotaku, jaraknya lumayan jauh dari sekolah kami, sekitar 2 km, tapi karena kami jalan beramai-ramai dan bersama-sama dengan banyak kawan-kawan, jarak segitu tak terasa jauh, dikarenakan kami ngobrol meneruskan obrolan yang dirasa kurang di sekolah tadi.

" Hai, Rio.." seorang cewek tersenyum ramah berjalan bersama temannya menyapa Rio dan berjalan mendampingi kami berdua, spontan aku dan Rio menoleh ke arah kedua orang gadis itu.
" Hai, Fan.. tumben jalan ke terminal, biasanya kan kamu dianter jemput ya? " Jawab Rio tersenyum ke arah gadis yang dipanggilnya Fan tadi. Aku sih cuek aja masih terus berjalan sambil menikmati rokok yang aku hisap. ( Aku perokok aktif dari mulai kelas 3 SMP, dan sudah bebas merokok walaupun itu di rumah)
" Iya, nih..aku sih kepingin kayak anak-anak lainnya, naik angkot bareng-bareng, bosen berasa kek anak SD aja, kemana-mana dianter jemput, ntar aku ga ngerasain namanya suka duka masa SMA dong ya? Hehehe.." jawab Fani sambil tersenyum yang sekilas pas aku lirik dia waktu tersenyum, ternyata dia manis juga anaknya. Aku sih merasa walaupun satu sekolah tapi baru kali ini mengetahui ada cewek manis selain di kelasku. Ah.. rupanya aku emang cupu dan terlalu cuek , sampai ga peduli sama siapa aja cewek-cewek menarik yang ada di sekolahku.
" Oh gitu ya...oh iya Fan, kenalin nih temanku yang cupu, hehehe..." Jawab Rio sambi meledek mengenalkan aku pada 2 temannya itu.
" Hai, kamu pasti Saka sobatnya Rio ya..aku Fanny, dia banyak cerita soal kamu lho.. hehehe.." Fanny tersenyum sangat manis menyodorkan tangannya padaku.
" Hai Fan ..aku Saka...emangnya nih kunyuk cerita apa ya soal aku? awas aja kalo cerita yang jelek-jelek. !." Aku menyambut jabat tangan Fanny sambil tersenyum tipis, dan kemudian berganti mengarahkan tanganku ke temannya yang ternyata bernama Clara.
" Hai Clara..." Sapaku pada teman Fanny yang penampakan fisiknya sejenis dengan aku, ya Clara nampaknya adalah gadis keturunan Chinese, seperti terlihat dari tampilannya yang sangat beda dengan teman-teman di sekeliling kami.
" Hai juga Saka..kamu anak IPS 3-1 ya? " Tanya Clara sambil tersenyum yang tak kalah manisnya dengan senyuman Fanny.
" Iya, aku IPS 1 beda sama nih provokator..kalo kalian bukan anak IPS kan?" Tanyaku sambil melambatkan langkahku untuk berjalan beriringan dengan mereka bertiga, karena awalnya aku kurang enak karena belum kenal maka aku berinisiatif berjalan di belakang mereka.
" Iya nih, ka. Aku sama Clara kan anak IPA 3-1, aku Clara dan Rio dulu pas kelas 1 itu teman sekelas. " Fanny menerangkan ihwal pertemanan mereka bertiga.
Kok Rio ga pernah cerita ya kalo berteman dengan cewek-cewek manis. Hehehehe..apa emang aku yang terlalu ga peduli sama lingkungan ya, sampai hal itu terlewat begitu aja di pikiranku.
" Oh begitu ya.." jawabku asal.
" Emang nama marga keluarga kamu apa, Saka? " Tanya Clara yang sedikit mengagetkan aku, mengingat nama ayahku tak punya nama keluarga besar.
" Hah ? Maksudnya apa ya, Clar? " tanyaku sambil membelalakkan mataku keheranan dengan maksud pertanyaan Clara barusan.
" Kalo keluargaku kan nama marga Chinese nya itu Ong, kalo keluargamu apa tuh, ka? " Kembali Clara keukeuh ngotot bertanya asal usul keluargaku.
Aku hanya bisa menarik nafas berat dan berpikir, bagaimana aku tau nama Chinese kakekku kalo ibuku tak pernah menceritakan nama asli cina kakekku, secara dia bernama seperti orang Indonesia pada umumnya karena kebijakan pemerintah masa lalu yang mengharuskan kakekku mengganti namanya supaya tak dituduh seperti simpatisan gerakan yang pernah mencoba kudeta pada pemerintah masa lalu.
" Hei Clar..udah aku bilang kan...dia tuh cina kW, abal-abal, tampilannya aja kek koko-koko padahal dia tuh asli Jawa, aku kenal dan tahu semua keluarganya, ayah ibunya..dia kan anak adopsi.. hahaha..becanda bre.." Rio semakin kurang ajar membullyku, ya aku udah terbiasa dengan bullying-bullying seperti ini, malah tak ada perasaan marah sering dikatain seperti itu. Karena aku udah terbiasa dikatain ini itu dari aku masih kecil
" Ayahku orang Jawa asli kota ini, Clar. Sedangkan aku dapat warisan tampang seperti ini ya dari almarhum kakekku, ayahnya ibuku.." jawabku sambil tersenyum kecut.
" Oh begitu ya..aku kira kamu seperti layaknya aku, maaf ya ka..aku jadi merasa ga enak karena kamu pasti marah ya dikatain seperti itu. " Clara menyahut pelan, sepertinya menunjukkan kalo dia menyesal telah bertanya hal seperti itu kepadaku. Nampak sekilas aku melihat matanya berkaca-kaca.
" Clara, ga papa kok..aku tuh udah biasa ditanya seperti itu, aku ga pernah marah kok, jadi santai aja ya, ga usah sampai merasa bersalah apalagi sampai sedih begitu. " Jawabku tersenyum setulus mungkin pada Clara.
" Saka, Clara tuh anaknya perasaannya halus banget, jadi dia itu sensitif sama hal yang dirasa menyentuh hatinya dia pasti mewek .. hehehe.." Fanny mengatakan hal itu padaku yang aku bales dengan senyum tipis.
" Ih Fanny..apaan sih...aku kan jadi malu sama Saka tuh.." jawab Clara tersenyum malu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tak terasa kami berjalan sambil mengobrol akhirnya sampai juga di pangkalan terminal angkot. Aku dan Rio mengantarkan dulu kedua gadis ini ke angkot yang akan mereka naiki, sedangkan aku dan Rio karena jalurnya hanya terpisah dua jalur jadi ga seberapa jauh.
" Saka, bagi nomor HP kamu dong! " Clara berkata manja melongokan kepalanya di sela pintu depan angkot waktu aku dan Rio akan beranjak meninggalkan angkotnya.
" Aku jarang punya pulsa, Clar, percuma juga kamu SMS, pasti nanti jarang aku bales deh. " Candaku padanya, yang dibalas dengan rengutan muka jutek yang dibuat-buat, yang bagiku malah terkesan lucu karena matanya yang sipit malah terkesan ga kelihatan sama sekali.
" Ya seenggaknya kalo kamu ga bales SMS dari aku, ntar aku yang nelpon kamulah..! " Clara menjawab sambil sedikit ngotot yang malah membuat aku, Rio dan Fanny tersenyum senyum karena kelucuannya yang ga disengajanya.
" Nih, catet sendiri ya, aku kan lupa sama nomor HP aku sendiri. " Jawabku sambil menyerahkan ponselku yang sudah aku buka menu di phone book yang menampilkan namaku. Aku emang ga pernah menghapal nomor ponselku, karena jaman dulu buat dapat nomor yang spesial kan harganya sangatlah mahal, manalah mampu aku membeli kartu perdana mahal yang mahal itu, karena untuk pelajar seperti aku ini yang uang jajannya tersedot habis buat kebutuhan membeli rokok, faktor nomor ponsel pokoknya bisa dibuat untuk berSMS dan telpon ( timeline waktu itu hanya SMS dan telpon)
" Makasih ya, Saka..ntar kalo ada waktu luang aku SMS kamu deh... bye bye.. Saka ." Clara mengembalikan ponselku sambil tersenyum sangat manis kemudian melambaikan tangan.
Aku dan Rio segera bergegas menuju angkot jurusan kami, buru-buru buat pulang cepat ke rumah nampaknya bisa meredam panasnya cuaca dan capeknya hari ini bersekolah. Di dalam angkot, aku masih terus bertanya dalam hati ada apakah gerangan sampai gadis secantik Clara ngotot minta nomor HPku? Ah jangan-jangan aku cuma geer semata...dasar cupu...


INI👉 DAFTAR CHAPTERNYA
Spoiler for mmm mmm mmm:


(BERSAMBUNG AJA)emoticon-Kalah
Diubah oleh akukiyut 25-09-2023 12:04
guesiapasih
monsterpinky
pussyabigore
pussyabigore dan 34 lainnya memberi reputasi
35
38.5K
1.2K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
#220
Spoiler for menanti sebuah jawaban:


CHAPTER 58 - THE ANSWER IS..
Quote:


Setelah azan subuh berkumandang di Minggu pagi, aku berkendara ke kawasan tengah kota. Bukan buat menjalankan kewajiban sebagai sopir taksi yang pagi-pagi kudu langsung cuss nyari rejeki. Aku sekarang kudu jemput Mala yang sedari semalam neror terus-terusan buat ngajak dia ngebolang ke M*l**g. Dia kalo udah dijanjiin apa aja bakalan nagih terus sampe janji itu terwujud. Ya terpaksa hari Minggu ini, aku ijin buat ga kerja, demi bayar utang janji ke Mala.

" Ka, pake motorku aja ya? "
" Tapi kamu tetep jadi joki buat PP loh kek janji kamu.
" Mala ternyata udah siap banget. Sedari sebelum subuh dia udah manasin motornya. Atau jangan-jangan dia semalaman ga tidur karena terlalu bersemangat buat perjalanan pertamanya bermotor jarak jauh.

Quote:


Udah hampir 3 bulan aku ga ketemu Eva lagi. Intensitas chatting BBM juga rada jarang. Aku bisa memahami, aku ga mau ganggu kesibukan Eva sebagai maba di sebuah universitas swasta disana.


Perjalanan ke sana bakalan makan waktu sekitar kurang lebih 2 jam. Perkirakanku kalo nanti sekitar jam 09.00, aku udah duduk ngopi santuy ama Mala di warung-warung lesehan area sekitar bukit p*nd*r**n. Nanti bakalan banyak list destinasi yang kami rencanakan kunjungi. Aku emang udah lama bikin rencana ini. Tapi harapan tinggal harapan, kenyataan ga seindah dan semulus harapan. Waktu hampir memasuki kota di jembatan fly over, tiba-tiba hujan deras tumpah ruah deres banget. Airnya turun ga pake intro pemanasan langsung byur aja. Padahal di kotaku tadi suasananya jauh dari cuaca mendung. Hujan Minggu pagi hari, sedikit ngerusak rencana kami untuk memulai petualangan di kota ini. Dan warkop pinggir jalan cuma satu-satunya pilihan yang tersedia di situasi kek gini. Dan beruntungnya warkop yang kami hampiri buat neduh tempatnya rada besar. Jadi kami bisa leluasa nyari tempat mojok yang nyaman.

" Yah.. ini jadinya gimana ceritanya, Ka?" Tanya Mala dengan bibir manyun. Aku kasihan ama dia, padahal semangat ngebolangnya harus aku akuin tiada lawan. Untuk acara ngebolang hari ini Mala totalitas banget, salut.
Gimana ga totalitas? Mala tadi di rumah udah packing maksimal, di dalam tas backpack-nya Mala sampe bawa bekal sleeping bag. Berasa dia mau kemping aja, padahal kan kita cuma jalan aja keliling motoran ke banyak tempat. Bukan buat nginep semalam.

" Nunggu sampe terang ya, Mal. "
" Baru kita lanjutin perjalanan
. " jawabku. Nampaknya Mala rada kedinginan soalnya dia cuma bawa sweater Hoodie yang tipis, yang biasa dia pake buat keluar rumah. Sweater yang cocok banget dipake di kota kami yang mataharinya di musim kemarau ada 4. emoticon-Stick Out Tongue

" Nih kamu pake jacketku, Mal ! "
" Ini rada tebelan daripada punyamu. "
" Kamu kedinginan dikit ?
. " jacket yang selalu aku bawa dan penghuni tetap di tas backpack-ku aku kasih ke Mala.

" Kalo dari sini ke rumahnya Eva sebenarnya lumayan dekat." batinku ngebayangin Eva sekarang pasti abis mandi. emoticon-Genit

Aku tadi sempat nanya ama penjual warkop dimana petunjuk arah alamat yang Eva kasih ke aku tempo hari. Dari petunjuknya katanya cuma berjarak sekitar 7 km, dan hanya memerlukan waktu ga sampe setengah jam buat nyampe di rumah Eva.

" Apa Mala mau kalo aku ajak dia mampir ke rumah Eva ? "
" Kalo ga pingin Eva bad mood karena aku ngajak teman, mosok Mala kudu aku suruh nganterin aja ke rumahnya Eva
. " batinku bermonolog.

Rasanya kepalaku pusing mikirin hal itu, mana hujan sedari tadi ga juga terang. Padahal aku udah pesan kopi sampe hampir habis 2 gelas dan sebat udah abis berbatang-batang.

Intro Bohemian Rhapsody yang aku pake sebagai nada dering, berbunyi. Eva nelpon..

" Halo? "
" Kamu hari ini jadi ke M*l**g , Ka? "
" Aku udah ada di sekitar flyover arj*s**, Va. "
" Loh ? Beneran kamu disitu? "
" Iya, ini kejebak hujan deres. "
" Kamu sendirian kan, Ka? "
" Aku ama temen, Va. "
" Cewek apa cowok ? "
" Cewek. "
" Tuutttt..
"

Bener dugaanku, Eva pasti langsung bad mood. Aku bisa tau, karena aku paham banget sifat Eva yang pencemburu. Walaupun kami ga sedang berpacaran, dia akan selalu bad mood kalo tau aku keluar ama teman cewek.

Quote:

hanya itu chat yang Eva kirimkan. Mana ketikannya pake huruf besar semua, capslock kibord di ponselnya keknya rusak.

Aku sengaja ga bales chat Eva, kalo aku ngeladeni amarahnya, aku takut kejadian kek dulu bakal terulang lagi. Hubungan kami udah baik-baik aja, aku ga mau gara-gara emosinya yang labil dan ga terkendali akan merugikan dirinya lagi.

" Siapa, Ka? " sedari tadi Mala nyenderin kepalanya ke punggungku buat jadi bantal kepalanya.
" Temen yang harusnya rumahnya bisa buat tempat kita mampir. "
" Ya udah, abis ini kita cuss kesana
. " jawab Mala.
" Ga jadi, katanya dia mau pergi. " jawabku bohong.

Daripada nutupin hal yang sebenarnya ke Mala, terpaksa aku ceritain apa adanya maksudku ke kota ini sebenarnya juga buat nemuin Eva, beruntungnya Mala mau ngerti. Dia ga akan ikut masuk ke rumah Eva. Dia akan nunggu rada jauh dari daerah rumah eva yang ada sekitar kawasan kl*j*n.

" Ya udah kamu tinggal aku di cafe itu aja, Ka. "
" Tapi inget jangan lama-lama. "
" Takutnya kamu disana nanti kamu lama-lamain soalnya lagi enak-enak ama dia
. " cibir Mala dengan bibir manyun 3 senti. WTH?emoticon-Mad
Darimana Mala tau kalo aku pernah enak-enak ama Eva? Padahal aku ga pernah cerita sedikitpun masalah itu ama dia.

Rumah Eva ada di sebuah perkampungan yang ga seberapa padat penduduknya. Rasanya suasananya lumayan enak daripada di kampungku. Deretan rumahnya juga ga terlalu berdekatan jadi tiap rumah rata-rata masih memiliki pekarangan.
Aku sengaja ga ngasih tau Eva kalo sekarang aku datang ke rumahnya. Aku pikir kalo dia sekarang kondisinya lagi bad mood yang ada aku bakalan kena semprot terus emoticon-Leh Uga

Sebuah rumah yang asri dengan pekarangan yang ga terlalu luas, saat ini pagar di rumahnya sengaja dibuka sedikit mungkin ngebiarin tamu langsung masuk ke dalam pekarangan. Sebelum menuju ke rumah Eva, aku sempat bertanya ke tetangganya. Buat mastiin kalo rumah itu beneran rumahnya Eva. Seorang ibu sibuk nyiram bunga di halaman rumahnya. Dia tersenyum ramah menyambut kedatanganku di depan rumahnya.

" Iya itu rumahnya Eva. "
" Sampeyan siapa? Kelihatannya bukan orang sini ya
? " tanya ibu itu memandang detil penampilanku kek dia seorang intel yang tertukar.

" Saya temannya Eva dari s*rab**a, Bu. " jawabku mencoba ramah. Ternyata ucapanku malah langsung dibalas ama sikap cemberut di bibirnyaemoticon-Ngakak (S)

" Ah iya, pasti gara-gara masalah itu."
" Aku bisa ngerti kok kalo orang daerah sini beda banget menyingkapi hal kek gitu
. "

Motor Mala sengaja aku tuntun masuk ke pekarangan rumah Eva yang pagarnya terbuka. Ada motor terparkir disana. Pasti itu tamu orangtuanya Eva. Ada seorang ibu lagi duduk di teras, dia sedang sibuk menulis di buku-buku yang bertumpuk di depan mejanya. Aku yakin itu mamanya Eva, dia seorang guru. Eva pernah cerita ke aku kalo mamanya ngajar di sebuah SMP negeri.

" Permisi, Evanya ada, bu? " aku tersenyum ke orang yang wajahnya emang mirip dengan wajah Eva.

Mamanya Eva menoleh menatapku dan hanya mengangguk. Dia sama sekali ga bersuara buat menjawab pertanyaanku tadi. Dia masuk ke dalam rumah buat manggilin Eva.

" Loh ? Kamu kok jadi kesini sih, Ka ? " Eva kaget ama kehadiranku di rumahnya. Penampilan Eva cetar banget berasa kek dia mau pergi. Eva make dress panjang resmi yang biasa dipake kalo ke acara kondangan. Dan wajahnya sekarang bermake up. Rupanya dia mau pergi.
Aku cuma mengangguk tersenyum.

" Kan udah aku bilang ga usah mampir ke rumahku. " Ucap Eva menggandengku menjauh dari teras rumahnya. Kek aku beneran mau diarahkan ke motorku. Alias diusir.

" Ya udah, kalo kamu emang ga bolehin aku mampir. "
" Pokoknya aku udah nepatin janjiku. "
" Aku udah tau rumah kamu, Va
. "

" Bukan ga boleh, sekarang aku mau pergi ke kondangan temanku sekolah, Ka. "
" Makanya tadi aku bilang kamu ga usah mampir sekarang
. " omel Eva sedikit nyubit ke tanganku.

" Ya udahlah, kebenaran juga sih "
" Kasihan Mala nungguin aku sendirian
." batinku.

Aku ngerasa, ada sedikit perubahan sikap Eva yang lain dari waktu terakhir aku kunjungi. Beda ama sewaktu dia diungsikan ke rumah neneknya. Jadi mungkin ini penyebabnya dia udah mulai jarang berchat- denganku

" Semoga kamu ga lagi terjerumus dan jatuh di lubang yang sama, Va. "

Walaupun dengan rada marah dan cuek ama kehadiranku di rumahnya, aku tetap berinisiatif buat menjaga keakraban ama Eva.Sampai aku berpamitan pulang dari rumahnya, ga ada lagi satupun kata-kata perhatiannya kek waktu di rumah neneknya dulu.
" Aku rapopo kok, Jum. " batinkuemoticon-Malu (S)

" Kok cuma sebentar? " tanya Mala heran, dia aku ajak pindah duduk di meja luar. Suasananya disini enak banget banyak angin sejuk.
" Kan udah aku bilang dari tadi kalo temanku mau pergi. " padahal tadi aku bohong ngomong kek gitu ke Mala. Kenyataannya ternyata Eva beneran mau pergi.

Suasana di kawasan ini benar-benar enak banget. Lalu lalang kendaraan di depan cafe ini juga ga terlalu rame, makanya Mala kok dari tadi diajak pergi rada berat. Suasana hati dan moodku sekarang juga tenang, tapi hal itu ga berlangsung lama. Waktu ada sebuah motor lewat di depanku yang aku bisa kenali adalah motor yang tadi parkir di rumah Eva. Seorang pria yang mengemudi motor itu tadi dengan Eva memeluk perutnya. Di sepersekian detik waktu terasa berhenti bagi aku dan Eva. Saat pandangan mata kami bertemu dan beradu tajam. Dia hanya bertahan sebentar lalu tertunduk waktu aku semakin tajam memandang ke arahnya. Rupanya emang Eva emang ga ada niatan sedikitpun buat berhenti. Pandangan matanya lurus ke depan dialihkannya buat menghindari kontak mata denganku.

" Aku ikut bahagia dan senang, Va. "
" Ternyata kamu udah nemu jawaban dari semua batas kesabaran penantianmu
. " batinku.

Aku emang udah capek, mungkin udah saatnya...


XXXXX



Ada sebuah perumpamaan, siapa yang menabur dia akan menuai. Dan nampaknya buah dari hasil yang aku tanam dari masalah yang aku buat terhadap Arthur, siap-siap akan aku panen untuk ke depannya. Sudah beberapa hari aku dapat teror dari sebuah nomor telepon yang mengingatkan aku untuk waspada.

Quote:

Ucapan itu yang terakhir kali aku dengar dari sambungan telepon penerorku.

Saat aku telpon balik ke nomor itu, dia langsung mematikan dan menonaktifkan ponselnya. Rasanya aku udah punya feeling yang bener kalo suatu waktu efek yang kemarin aku akibatkan bakalan terjadi sekarang.

Berbekal modal relasi pertemanan, aku mampir di sebuah tempat pusat penjualan ponsel di kotaku. Aku punya kenalan seorang teman, yang kerja sebagai tenaga security di sebuah perusahaan layanan provider. Temanku ini dulu rutin ikut latihan di Dojo karate tempatku.

" Mas, aku bisa minta tolong. "
" Tolong apa, Ka? "
" Kalo mau utang uang aku ga ada. "
" Kamu tau sendiri berapa gajiku disini
" ucapnya bercanda.
" Yaelah mas. "
" Mosok mukaku tampang susah. "
" Sampe kamu ngira aku bakalan utang duit segala. "
" Yang bener aku tuh mau minta uang ama kamu...hahaha.
" sekalian aja aku becandain.
" Lapo, Ka? Sampe kamu repot-repot nyamperin aku kesini, ga mungkin kalo sekedar main-main aja. " mas Pras ini dulu sebelum kerja jadi security aslinya adalah seorang private trainer di sebuah tempat kebugaran. Badannya beneran six pack dalam artian yang sebenarnya.
" Mas, tolong lacak posisi nomor ini, ada di wilayah mana? "
" Loh? Kamu ada masalah
? " tanyanya dengan mimik wajah serius.
" Belum, tapi.. keknya bakalan iya. "
" Mana sini nomornya
. " dia langsung minta ponsel yang aku serahkan padanya. Bagi lingkungan circleku di Dojang maupun Dojo, yang rata-rata berhubungan dan berkaitan dengan dunia pengamanan. Hal yang aku bicarakan ama mas Pras ini, semua orang jelas udah paham tanpa kami ngomongin dulu maksud ama tujuan. Potensi ancaman, teror adalah sesuatu yang kami ketahui secara insting tanpa kami pelajari darimana. Seolah itu udah menyatu dalam aliran darah kami. Semua orang yang kerja di dunia ini bakalan paham ama langkah-langkah apa yang harus dilakukan kalo menghadapi situasi kek gitu.

Mas Pras masuk ke gerai tersebut, dan sedikit ngobrol dengan seorang pria yang seumuran dengannya. Pria itu manggut-manggut waktu mas Pras tangannya bergerak menjelaskan apa yang dia maksudkan. Aku ga bisa denger, mereka ngomong apa. Aku nunggu di luar gerai.

" Ini nomornya posisinya masih di sekitaran kota sini kok, Ka. "
" Dia ada di Utara, di kawasan jembatan s*r*mad*. "
" Terdaftar atas nama orang yang berdomisili disana. "
" Maaf aku ga bisa kasih kamu info detilnya, karena itu kewenangan pihak berwajib. "
" Cuma perkiraan info itu aja yang bisa aku kasih ke kamu.
" ucap mas Pras.
." Gapapa, mas. "
" Makasih banget buat info penting itu. "

" Dia baru dapat transfer pulsa sebesar 200 ribu dari sebuah nomor cantik. "
" Untuk sementara cluenya itu dulu. "
" Sebenarnya aku bisa matiin dan hangusin nomor itu, pake alasan sistemnya error. "
" Orang yang transfer pulsa ke nomor itu bakalan ketahuan juga kok kalo dia siapa.
" bisik mas Pras tersenyum.

Sebuah arahan dan petunjuk yang berharga dari seorang teman.
Aku ngerasa ga perlu ngelibatin seseorang siapapun untuk urusanku ini. Kalo ada apa-apa ama kerjaannya aku yang susah, karena hal itu terkait ama mata pencaharian untuk keberlangsungan hidup keluarganya.

" Makasih banyak mas. "
" Petunjuk itu aja buatku udah agak terang, mas. "
" Aku jadi ngerti ama siapapun yang ada di balik motif dia ngelakuin ini
. " aku berpamitan ama mas Pras, lanjut buat narik lagi. Dan beruntungnya keluar dari parkiran mall ini, aku langsung nganterin penumpang ke arah yang deket ama perkiraan posisi nomor yang ngirim ancaman ke nomorku.

Aku paham di daerah sini adalah daerah yang dihuni ama mayoritas penduduknya berbasis dari sebuah suku yang berasal dari seberang. Aku hanya manggut-manggut.

" Hmm.. nampaknya dia preman bayaran yang disuruh buat nakutin aku. " batinku.


XXXXX



Menjelang magrib sebelum waktunya aku balikin mobil ke pool perusahaan. Aku inget, pagi tadi ibuku titip beberapa pakaian baru untuk pak Jamil. Semua pakaian itu masih tersegel rapi dalam plastik, belum sempat dibuka apalagi dipake ayahku sama sekali, keburu beliau meninggal duluan. Ada beberapa kemeja, baju koko, sarung dan peci yang rencananya buat ngerayain lebaran tahun ini. Aku emang cerita ke ibuku kalo pasangan shift taksi yang aku pegang seumuran ama ayah. Ibuku bilang ada beberapa barang baru yang masih terbungkus plastik rencana untuk ayahku. Bisa aku kasihkan untuk pak Jamil daripada dikasihkan ke saudara ayahku yang rata-rata masih mampu ama hidupnya. Pak Jamil antusias banget mengingat sekarang dia di kota ini, ngekost di tempat yang kecil. Karena uang hasil kerjanya kudu dia kirimkan ke desa, buat keberlangsungan hidup istrinya dan hutang modal usaha yang kemarin gagal panen.

" Semoga semua barang ini berguna buat bapak , semuanya ini masih baru. "
" Belum sempat dipake ama ayah saya, keburu ayah saya pergi.
" ucapku tersenyum haru. Entah kenapa kalo aku selalu ketemu figur pria yang sekiranya seumuran ayahku, perasaanku akan langsung mellow. Apa aku emang lagi kangen ama ayahku ya? emoticon-Frown

" Terimakasih ya Saka. "
" Bapak seneng banget dan merasa terhormat boleh memiliki barang yang sebenarnya adalah milik ayah kamu. "
" Semoga ayah kamu tenang disana, husnul khotimah dan bangga punya anak kek kamu.
" jawab pak Jamil tersenyum tulus menepuk pundakku.

Aku membalas ucapan pak Jamil itu dengan senyum tipis, aku ga mau mengamini ucapan dan doa yang barusan diucapkan pak Jamil. Setelah kepergian ayahku, aku ga mau lagi berhubungan dengan kepercayaan apapun yang berkaitan dengan Tuhan. Aku akan selalu menyangkalnya. Aku emang udah dilabeli sebagai atheis ama lingkungan sekitarku. Aku sama sekali ga peduli. Aku percaya(waktu itu) kalo kebenaran hidupku yang aku yakini ada di dalam hati dan sanubariku. Sedang garis hidupku akan berjalan nantinya dengan aku sendiri yang akan menentukan ke arah mana jalan tujuannya.( itu dulu)emoticon-Stick Out Tongue


XXXXX



"Apakah nomor telepon yang transfer pulsa ke nomor penerorku bernomor cantik berakhiran triple 9, mas ?" aku inget banget nomor teleponnya Arthur yang emang mudah banget dihapal karena nomornya yang banyak kembarnya.

" Kamu berarti udah mecahin petunjuk cluenya. " jawab mas Pras.

" Sekali lagi, makasih banyak ya mas. "

" Ka, kamu kalo bisa jangan gegabah main langsung sikat. "
" Tunggu mereka nyerang dulu aja. "
" Kalo kamu langsung nyerang dia sekarang, kamu sendiri yang bakalan rugi dan kena urusan hukum. "
" Teror secara verbal susah buat diproses hukum, kecuali kamu sekarang ada rekaman percakapan di ponsel kamu. "
" Kalo cuma bukti dari SMS, you know aparat hukum kita jelas akan ragu ama laporan kamu, tau sendiri aparat disini hanya memproses laporan berdasarkan who you are. "
" Nomor yang dipake penerormu adalah nomor buangan, tapi mereka kurang pinter dalam menyusun rencana, walaupun nomormya buangan tapi umurnya udah lebih dari 2 tahun dipake. Dan sering diisi pulsa buat hidupin masa aktifnya. "
" Jadi posisinya bisa dipastikan. "
terang mas Pras.

Sedikit banyak apa yang disampaikan mas Pras tadi aku udah tau, karena aku pernah bantuin kakak iparku ngelacak seseorang yang nyewa jasa grupnya, buat nyari peneror dan menangkapnya. Aparat hukum ga bisa leluasa bertindak (waktu itu sebelum ada UU ITE ) walaupun udah ada laporan, ditambah masa itu, aktivasi nomor perdana walaupun udah make KTP tapi ga di cross check ama kartu keluarga)

Seperti dugaan dan perkiraanku sebelumnya kalo Arthurlah orang yang jelas dan pasti ada di balik teror yang aku terima. Dia emang lagi menyiapkan pembalasan sakit hatinya kepadaku. Walaupun aku udah tau gelagat itu akan mengarah ke dia. Aku ga mau gegabah, apalagi sampai bikin Arthur langsung celaka. Aku bisa aja nyulik dia, dan bikin dia hilang secara senyap. Toh, orang-orang ga pernah tau kalo aku bermusuhan ama dia. Mungkin dengan cara nungguin dia akan bertindak kek apa itu cuma satu-satunya cara yang aku rasa bener. Menurut kabar, cewek yang meminta pertanggungjawaban Arthur dapat uang kompensasi tutup mulut untuk ga nerusin lagi tuntutan mereka. Aku ga kaget ama fakta yang aku dengar langsung dari bang Rizal. (Koh Rudy secara sengaja cerita ke bang Rizal kalo karena ulah Arthur itu, papanya harus membayar kompensasi yang lumayan buat bungkam cewek itu. Karena pria kakak si cewek mengancam akan menuntut di jalur hukum, walaupun untuk pembuktian kasus kek gini itu sumir. Sangat ribet, kecuali ada fakta nyata berupa bukti video dan foto.)


Apakah aku takut ama kondisi kek gitu? Rasanya sedari pertama aku memutuskan ikut kerja sebagai tenaga pengamanan dan pengawalan, aku udah paham dan siap ama semua resiko yang bakalan aku terima dan hadapi. Semuanya tinggal waktu yang akan menjawabnya.

Yok opo kabare, Jum? emoticon-Menang



(Beneran capek beud dongs.. lanjutan bisa diagendakan)emoticon-Kalah
Diubah oleh akukiyut 26-09-2023 14:23
namakuve
hitnaru714
pussyabigore
pussyabigore dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Tutup