- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
61.3K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#233
Part 62 - Jungle And Sea Survival Part I
Spoiler for Jungle And Sea Survival Part I:
Dua hari setelah kejadian gagalnya aku di company check dan harus belajar lagi di kelas—yang entah butuh waktu berapa lama lagi belajarnya, aku dan teman seangkatan tiba-tiba mendapatkan jadwal psikotes untuk mengetahui kesiapan kami dalam mengikuti jungle and sea survival.
Aku yang masih dibaluti oleh rasa kecewa, harus tetap sadar diri kalau aku ga boleh terus sedih, aku harus terus melakukan yang terbaik. Berjuang lagi dan lagi.
Siapa sangka kalau tekadku ini, membuat hasil psikotesku hari itu, meraih nilai tertinggi.
Ya, akulah satu-satunya orang yang siap mengikuti jungle and sea survival. Kog bisa? Aku juga ga tau kenapa bisa begitu.
Mungkinkah karena aku menganggap jungle and sea survivalini adalah bentuk dari self healing? Ya, mungkin! 😅
Begitu kami sudah menjalani psikotes, kami disibukkan dengan mempersiapkan segala perlengkapan yang harus kami bawa selama jungle and sea survival. Perlengkapan yang dibutuhkan cukup banyak, dari kaos kaki, celana panjang yang di ujungnya berkaret agar tidak ada serangga atau kelabang atau semacamnya masuk dan menggigit bagian kaki (4-5 celana), baju berlengan panjang (4-5 baju), masker penutup leher (buff), sunscreen, sandal gunung, senter, gunting, pisau, dan lain-lain. Yang jelas, untuk membeli semua perlengkapan itu cukup menghabiskan tabunganku yang selama ini aku hemat-hematin.
~
Jungle and sea survival saat itu dilaksanakan di Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat di pekan pertama bulan Oktober 2017. Instruktur kami menyampaikan, kami akan berada di hutan selama lima hari + dua hari perjalanan pulang pergi.
Saat perjalanan menuju kesana, kami sempat istirahat sejenak (ga tau dimana) untuk melakukan shalat, makan, dan memasuki masa penyitaan hape dan dompet. Selain itu kami dilarang memakai jam tangan dan hanya boleh membawa barang-barang yang disuruh bawa aja. Naik apa kesananya? Naik ini.
(Foto diambil dari google)
Setelah semua hape dan uang kami disita, kami langsung menuju tempat yang saat itu sebenarnya masih dirahasiakan. Dan anehnya, kami disuruh tidur selama perjalanan.
Matahari mulai terbenam, namun perjalanan kami tak kunjung usai. Bahkan keringat di badan sudah memasuki fase basah kemudian kering berkali-kali. Membuat sekujur tubuhku terasa sangat lengket.
“Ini kapan sampenya sih?”, tanya salah seorang dari batch 51.
“Iyaa nih, bok*ng aku sampe sakit gini!!Panaaas!!”, sahut rekan seangkatannya.
Jadwal jungle and sea survival batch 50 dan batch 51 yang awalnya di tanggal berbeda tiba-tiba berubah dan dijadikan satu. Semoga saja kami bisa kompak ya, mengingat beberapa diantara mereka tidak begitu akur dengan beberapa rekanku di batch 50.
Hari semakin malam, samping kanan kiri kami hanyalah pepohonan.
‘Kita ditengah hutan!’, bathinku lagi.
“Oh pantesan tadi si Icak sampe dimarahin sama Pak Kris ya Bun gegara lupa ga bawa senter, ternyata karena disini segelap ini.”, bisik Mia padaku.
Seketika aku teringat kejadian pagi tadi, kami harus apel dari jam 6 sampai jam 10, karena para instruktur sedang mengecek satu per satu barang bawaan kami. Jika ada diantara kami yang lupa membawa suatu barang, kami disuruh lengkapin saat itu juga. Jadi banyak diantara kami yang harus bolak-balik ke supermarket terdekat untuk membeli barang-barang tersebut.
~
Rasanya sudah berjam-jam truk kami ini melaju di kawasan hutan dan semakin lama bukan suara kendaraan bermotor yang terdengar, melainkan suara jangkrik dan juga suara kodok (?)
Setelah sekian lama duduk berdesak-desakan di dalam truk, kami akhirnya tiba ditengah hutan yang sekelilingnya benar-benar tidak ada lampu penerangan. Kami turun satu per satu dari truk dengan membawa tas punggung yang beratnya mungkin sekitar 10-15kilo ditambah membawa tas ransel yang beratnya 3-5kilo.
Begitu kami sudah turun dari truk satu per satu dengan susah payah, kami diminta untuk mengambil senter yang ada di ransel, lalu disuruh berbaris membuat dua barisan, kemudian kami disuruh berhitung dengan suara lantang, dan setelahnya kami melakukan apel malam.
(Ketika itu, hanya ada beberapa pelatih yang tidak kami kenal menyambut kedatangan kami, sedang instruktur-instruktur kami tak terlihat kehadirannya)
“Selamat malam semua!”, sapa salah satu pelatih kami dengan suara sangat lantang.
“Selamat malam, pelatih!”, jawab kami berusaha kompak.
“Sekarang tepat pukul 01.00 dini hari. Dan kalian dinyatakan menjadi siswa-siswa kami selama lima hari ke depan dan kami bertanggung jawab untuk melatih kalian agar menjadi pribadi yang lebih disiplin, berani, tegas, dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan. Selamat datang di Jatiluhur!”, ujar pelatih kami yang jujur sama sekali tak terlihat wajahnya karena suasana disana sangat gelap.
Selanjutnya, ia meminta kami untuk berjalan lurus sekitar 200 meter, kemudian jalanan pun mulai sedikit naik sehingga membuat kami harus mendaki dengan beban bawaan kami yang sangat berat.
Sekitar satu kilo atau bahkan mungkin dua-tiga kilo kami mendaki, akhirnya kami kembali berjalan di jalanan yang datar sampai bertemu dengan dua orang yang menggunakan baju pelatih di dalam hutan. (Kali ini entah berapa kilo jaraknya, yang jelas jauh banget dan rasanya ga sampe-sampe) 😣
Ohya, saat jalan berbaris itu, barisan harus lurus. Jika ada satu yang berhenti, maka kami harus berhenti semua.
“Guys ada orang di depan kita!!”, bisik rekanku yang berada di barisan paling depan.
“Eh iyaa!! Tapi itu pelatih bukan??”, bisik rekanku yang lain yang ada di sebelahnya.
“Ih kalau ternyata itu bukan orang gimanaaa?”, seru rekanku yang ada di tengah barisan.
“Plis jangan ngaco deh!”, balas yang lain.
Begitu kami melangkah mendekati dua orang pria berbadan tinggi besar yang berada di depan pos penjagaan, kami dengan kompak memastikan apakah kedua orang itu adalah pelatih atau bukan dengan menyenter bagian kaosnya, apakah ada tulisan pelatih atau tidak.
‘Syukurlah mereka itu pelatih!’, ujarku dalam hati.
Begitu barisan kami di depan kedua pelatih, kami pun berhenti dan langsung menghadap ke arah mereka.
Wajah mereka terlihat sekilas karena ada lampu senter—yang entah milik siapa, sempat menyorot ke wajah mereka. Dan sungguh, wajah mereka terlihat sangat garang seolah siap memangsa kami dengan segala hukumannya.
💂: KALIAN CAPE?
👥: Siap, tidak!
💂: Pramugari kog loyo! Jawab yang tegas! KALIAN CAPE??
👥: SIAP, TIDAAK!!
💂: KALIAN NGANTUK?
👥: SIAP, TIDAK!
💂: Kalau gitu kalian duduk!
(Dan kami pun serentak langsung duduk)
💂: KALIAN INI GA PUNYA TATA KRAMA YAA!! DISURUH DUDUK MALAH DUDUK AJA!! BERDIRI SEMUA!!!
(Berdiri lagi lah kami dengan melukin tas raksasa kami yang berat itu. Yaampun padahal baru tiga detik duduk 😭)
💂: SAAT PELATIH MENYURUH KALIAN DUDUK,
JAWAB DULU "SIAP, LAKSANAKAN!",
BARU KALIAN DUDUUK! PAHAM?
👥: SIAP, PAHAM!
💂: SEKARANG DUDUK!!
Inilah awal mula kami dihukum.
Saat pelatih menyuruh kami duduk, sebagian dari kami ada yang menjawab "SIAP LAKSANAKAN!" dan ada juga yang langsung duduk tanpa menjawab pelatih. Alhasil, pelatih kembali murka.
💂: KALIAN INI YA! KURANG JELAS PENJELASAN SAYA?
👥 : Siap tidak!
💂: SEKARANG PELUK TAS PUNGGUNG KALIAN!!
👥 : Siap laksanakan!!
Kami mulai memeluk tas kami yang berat itu.
💂: JONGKOK KALIAM, TARUH LUTUTNYA KE TANAH!
👥 : Siap laksanakan!!
Dengan kaki yang sedikit gemetar, aku mulai jongkok dan meletakkan lututku ke tanah bebatuan.
💂: PASTIKAN KALIAN DUDUK DI TUMIT!!
Tanpa menjawab siap laksanakan, kami kompak duduk di tumit.
💂: SUDAH???
👥 : Siap sudah, pelatih!!
💂: SEKARANG ANGKAT TAS KALIAN DI ATAS KEPALA!"
Apa?? Angkat tas seberat ini di atas kepala??
Rasanya aku ingin menangis saat itu. Hm gimana ya, kaki nih uda cape banget tapi masih disuruh numpu badan dan tas yang beratnya seberat beban hidup itu. 😣
Rekanku yang lain pun berisik, mulai menyalahkan mereka yang tadi langsung duduk saat pelatih memberi perintah. Sedang aku sudah kehabisan tenaga untuk sekedar berbisik.
"Lu sih maen duduk-duduk aja, dihukum kan kita!"
“Yee kan gw ga tau harus ngejawab dulu!”
“Ah kesel banget! Bukannya minta maaf, malah ngejawab lu! Sial!!”
Pelatih mendengar keributan diantara kami dan mereka pun makin murka!
💂: KALIAN INI SATU TIM! SATU SALAH, SALAH SEMUA. GA ADA SALING MENYALAHKAN SATU SAMA LAIN!
👥 : SIAP PELATIH!
💂: HEH ANGKAT TAS KALIAN, GA ADA TANGAN YANG DITEKUK-TEKUK!!
Hukuman ini berat banget, sumpah hiks. Belum lagi lututku ini bukan nempel ke tanah, tapi ke bebatuan yang tajam-tajam. 🥹
Sekitar 3-5 menit ngejalanin hukuman itu, kami kembali dihukum dengan alasan ada beberapa diantara kami yang menekuk tangannya saat mengangkat tas ke atas.
💂: SEKARANG LETAKKAN TAS KALIAN DI DEPAN!
Kami buru-buru berlari sekitar lima meter ke depan, meletakkan tas kami ke arah yang ditunjuk oleh pelatih kami.
Ketika itu, ada cahaya remang-remang yang berasal dari lampu pos jaga yang beberapa saat lalu dinyalakan oleh salah satu pelatih.
💂: AYO BERBARIS SEPERTI TADI!!
Pelatih kembali memerintah kami disaat barisan kami mulai berentakan.
💂: SEKARANG RENTANGKAN TANGAN!
Dengan ogah-ogahan, kami mulai merentangkan tangan.
💂: TURUNKAN!!
Dengan lunglai, kami mulai menurunkan kedua tangan kami.
💂: PERHATIKAN YA!! DALAM HITUNGAN KE-TIGA, KALIAN SUDAH HARUS BERBARING!! SATU!!
Masih dengan wajah kebingungan, kami cepat-cepat berbaring.
💂 : DUA!!!
Dengan penerangan yang seadanya, membuat kami berbaring tak beraturan.
💂: TIGAA!!
Tepat di wajahku, ada sepatu dari rekanku yang berbaris di depanku. Pelan-pelan aku berusaha mundur, menjauh dari sepatu yang alasnya penuh dengan lumpur yang mulai mengering itu.
💂: SEKARANG GULINGKAN BADAN KALIAN KE KANAN! MULAI!!
Aku yang baru saja menghindari kaki rekanku, mulai guling-guling ke kanan.
💂: SEKARANG GULINGKAN BADAN KALIAN KE KIRI! MULAI!
Ketika guling-guling yang entah berapa kali kami melakukannya, membuat mata dan wajahku ketendang berkali-kali dengan mereka yang ada di barisan depan. 😣
~
Setelah guling-gulingan, pelatih membagi kami menjadi empat kelompok. Per-kelompok terdiri dari 12 orang (batch 50 dan batch 51 tercampur secara sempurna).
Belum hilang rasa linu di badan, di kaki, dan wajahku, kami kembali disuruh membawa tas guede itu dan kembali berjalan dari tengah hutan menuju waduk.
Di tepi waduk, sudah ada empat perahu motor yang dilengkapi dengan 12 dayung. Dengan waktu yang sangat singkat, pelatih menjelaskan bagaimana cara mendayung dan memberikan aba-aba dan signal-signal yang harus kami hapalkan dan pahami saat itu juga.
Setelahnya, mereka membagikan baju pelampung dan juga helm berwarna kuning dan menyuruh kami segera menaiki perahu.
Disetiap perahu, ada satu pendamping yang tau cara menyalakan dan mematikan mesin perahu.
Awalnya, kami menyebarangi waduk untuk ke pulau terpencil (maaf aku lupa namanya) dengan mesin perahu yang dinyalakan. Jadi kami hanya duduk aja gitu, bahkan aku malah sempat tertidur. Hehehe.
Sekitar 5 kilo lagi untuk sampai ke pulau terpencil itu, eh mesin perahu tiba-tiba dimatikan.
Sontak pelatih berteriak dan memberikan aba-aba kepada kami agar kami segera mendayung perahu hingga ke tepian waduk di pulau yang dituju. Aku yang awalnya mulai tertidur lelap, mau ga mau kebangun karena kaget oleh teriakan pelatih.
“Ayo dayuuung!!”, teriak rekan satu timku.
“Eh dayungnya kemanaaa? Ini pulaunya juga ada banyak!!! Mana ga keliataaaan!!”, jawab yang lain.
Saat mereka sibuk mendayung dan berdebat, aku malah sibuk meregangkan tubuhku.
‘Ah, segarnyaaa!!’, bathinku bahagia. Ternyata duduk di bagian belakang itu seenak ini yaa. Ga ada yang memperhatikan.
Aku yang masih dibaluti oleh rasa kecewa, harus tetap sadar diri kalau aku ga boleh terus sedih, aku harus terus melakukan yang terbaik. Berjuang lagi dan lagi.
Siapa sangka kalau tekadku ini, membuat hasil psikotesku hari itu, meraih nilai tertinggi.
Ya, akulah satu-satunya orang yang siap mengikuti jungle and sea survival. Kog bisa? Aku juga ga tau kenapa bisa begitu.
Mungkinkah karena aku menganggap jungle and sea survivalini adalah bentuk dari self healing? Ya, mungkin! 😅
Begitu kami sudah menjalani psikotes, kami disibukkan dengan mempersiapkan segala perlengkapan yang harus kami bawa selama jungle and sea survival. Perlengkapan yang dibutuhkan cukup banyak, dari kaos kaki, celana panjang yang di ujungnya berkaret agar tidak ada serangga atau kelabang atau semacamnya masuk dan menggigit bagian kaki (4-5 celana), baju berlengan panjang (4-5 baju), masker penutup leher (buff), sunscreen, sandal gunung, senter, gunting, pisau, dan lain-lain. Yang jelas, untuk membeli semua perlengkapan itu cukup menghabiskan tabunganku yang selama ini aku hemat-hematin.
~
Jungle and sea survival saat itu dilaksanakan di Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat di pekan pertama bulan Oktober 2017. Instruktur kami menyampaikan, kami akan berada di hutan selama lima hari + dua hari perjalanan pulang pergi.
Saat perjalanan menuju kesana, kami sempat istirahat sejenak (ga tau dimana) untuk melakukan shalat, makan, dan memasuki masa penyitaan hape dan dompet. Selain itu kami dilarang memakai jam tangan dan hanya boleh membawa barang-barang yang disuruh bawa aja. Naik apa kesananya? Naik ini.
(Foto diambil dari google)
Setelah semua hape dan uang kami disita, kami langsung menuju tempat yang saat itu sebenarnya masih dirahasiakan. Dan anehnya, kami disuruh tidur selama perjalanan.
Matahari mulai terbenam, namun perjalanan kami tak kunjung usai. Bahkan keringat di badan sudah memasuki fase basah kemudian kering berkali-kali. Membuat sekujur tubuhku terasa sangat lengket.
“Ini kapan sampenya sih?”, tanya salah seorang dari batch 51.
“Iyaa nih, bok*ng aku sampe sakit gini!!Panaaas!!”, sahut rekan seangkatannya.
Jadwal jungle and sea survival batch 50 dan batch 51 yang awalnya di tanggal berbeda tiba-tiba berubah dan dijadikan satu. Semoga saja kami bisa kompak ya, mengingat beberapa diantara mereka tidak begitu akur dengan beberapa rekanku di batch 50.
Hari semakin malam, samping kanan kiri kami hanyalah pepohonan.
‘Kita ditengah hutan!’, bathinku lagi.
“Oh pantesan tadi si Icak sampe dimarahin sama Pak Kris ya Bun gegara lupa ga bawa senter, ternyata karena disini segelap ini.”, bisik Mia padaku.
Seketika aku teringat kejadian pagi tadi, kami harus apel dari jam 6 sampai jam 10, karena para instruktur sedang mengecek satu per satu barang bawaan kami. Jika ada diantara kami yang lupa membawa suatu barang, kami disuruh lengkapin saat itu juga. Jadi banyak diantara kami yang harus bolak-balik ke supermarket terdekat untuk membeli barang-barang tersebut.
~
Rasanya sudah berjam-jam truk kami ini melaju di kawasan hutan dan semakin lama bukan suara kendaraan bermotor yang terdengar, melainkan suara jangkrik dan juga suara kodok (?)
Setelah sekian lama duduk berdesak-desakan di dalam truk, kami akhirnya tiba ditengah hutan yang sekelilingnya benar-benar tidak ada lampu penerangan. Kami turun satu per satu dari truk dengan membawa tas punggung yang beratnya mungkin sekitar 10-15kilo ditambah membawa tas ransel yang beratnya 3-5kilo.
Begitu kami sudah turun dari truk satu per satu dengan susah payah, kami diminta untuk mengambil senter yang ada di ransel, lalu disuruh berbaris membuat dua barisan, kemudian kami disuruh berhitung dengan suara lantang, dan setelahnya kami melakukan apel malam.
(Ketika itu, hanya ada beberapa pelatih yang tidak kami kenal menyambut kedatangan kami, sedang instruktur-instruktur kami tak terlihat kehadirannya)
“Selamat malam semua!”, sapa salah satu pelatih kami dengan suara sangat lantang.
“Selamat malam, pelatih!”, jawab kami berusaha kompak.
“Sekarang tepat pukul 01.00 dini hari. Dan kalian dinyatakan menjadi siswa-siswa kami selama lima hari ke depan dan kami bertanggung jawab untuk melatih kalian agar menjadi pribadi yang lebih disiplin, berani, tegas, dan berdedikasi tinggi terhadap perusahaan. Selamat datang di Jatiluhur!”, ujar pelatih kami yang jujur sama sekali tak terlihat wajahnya karena suasana disana sangat gelap.
Selanjutnya, ia meminta kami untuk berjalan lurus sekitar 200 meter, kemudian jalanan pun mulai sedikit naik sehingga membuat kami harus mendaki dengan beban bawaan kami yang sangat berat.
Sekitar satu kilo atau bahkan mungkin dua-tiga kilo kami mendaki, akhirnya kami kembali berjalan di jalanan yang datar sampai bertemu dengan dua orang yang menggunakan baju pelatih di dalam hutan. (Kali ini entah berapa kilo jaraknya, yang jelas jauh banget dan rasanya ga sampe-sampe) 😣
Ohya, saat jalan berbaris itu, barisan harus lurus. Jika ada satu yang berhenti, maka kami harus berhenti semua.
“Guys ada orang di depan kita!!”, bisik rekanku yang berada di barisan paling depan.
“Eh iyaa!! Tapi itu pelatih bukan??”, bisik rekanku yang lain yang ada di sebelahnya.
“Ih kalau ternyata itu bukan orang gimanaaa?”, seru rekanku yang ada di tengah barisan.
“Plis jangan ngaco deh!”, balas yang lain.
Begitu kami melangkah mendekati dua orang pria berbadan tinggi besar yang berada di depan pos penjagaan, kami dengan kompak memastikan apakah kedua orang itu adalah pelatih atau bukan dengan menyenter bagian kaosnya, apakah ada tulisan pelatih atau tidak.
‘Syukurlah mereka itu pelatih!’, ujarku dalam hati.
Begitu barisan kami di depan kedua pelatih, kami pun berhenti dan langsung menghadap ke arah mereka.
Wajah mereka terlihat sekilas karena ada lampu senter—yang entah milik siapa, sempat menyorot ke wajah mereka. Dan sungguh, wajah mereka terlihat sangat garang seolah siap memangsa kami dengan segala hukumannya.
💂: KALIAN CAPE?
👥: Siap, tidak!
💂: Pramugari kog loyo! Jawab yang tegas! KALIAN CAPE??
👥: SIAP, TIDAAK!!
💂: KALIAN NGANTUK?
👥: SIAP, TIDAK!
💂: Kalau gitu kalian duduk!
(Dan kami pun serentak langsung duduk)
💂: KALIAN INI GA PUNYA TATA KRAMA YAA!! DISURUH DUDUK MALAH DUDUK AJA!! BERDIRI SEMUA!!!
(Berdiri lagi lah kami dengan melukin tas raksasa kami yang berat itu. Yaampun padahal baru tiga detik duduk 😭)
💂: SAAT PELATIH MENYURUH KALIAN DUDUK,
JAWAB DULU "SIAP, LAKSANAKAN!",
BARU KALIAN DUDUUK! PAHAM?
👥: SIAP, PAHAM!
💂: SEKARANG DUDUK!!
Inilah awal mula kami dihukum.
Saat pelatih menyuruh kami duduk, sebagian dari kami ada yang menjawab "SIAP LAKSANAKAN!" dan ada juga yang langsung duduk tanpa menjawab pelatih. Alhasil, pelatih kembali murka.
💂: KALIAN INI YA! KURANG JELAS PENJELASAN SAYA?
👥 : Siap tidak!
💂: SEKARANG PELUK TAS PUNGGUNG KALIAN!!
👥 : Siap laksanakan!!
Kami mulai memeluk tas kami yang berat itu.
💂: JONGKOK KALIAM, TARUH LUTUTNYA KE TANAH!
👥 : Siap laksanakan!!
Dengan kaki yang sedikit gemetar, aku mulai jongkok dan meletakkan lututku ke tanah bebatuan.
💂: PASTIKAN KALIAN DUDUK DI TUMIT!!
Tanpa menjawab siap laksanakan, kami kompak duduk di tumit.
💂: SUDAH???
👥 : Siap sudah, pelatih!!
💂: SEKARANG ANGKAT TAS KALIAN DI ATAS KEPALA!"
Apa?? Angkat tas seberat ini di atas kepala??
Rasanya aku ingin menangis saat itu. Hm gimana ya, kaki nih uda cape banget tapi masih disuruh numpu badan dan tas yang beratnya seberat beban hidup itu. 😣
Rekanku yang lain pun berisik, mulai menyalahkan mereka yang tadi langsung duduk saat pelatih memberi perintah. Sedang aku sudah kehabisan tenaga untuk sekedar berbisik.
"Lu sih maen duduk-duduk aja, dihukum kan kita!"
“Yee kan gw ga tau harus ngejawab dulu!”
“Ah kesel banget! Bukannya minta maaf, malah ngejawab lu! Sial!!”
Pelatih mendengar keributan diantara kami dan mereka pun makin murka!
💂: KALIAN INI SATU TIM! SATU SALAH, SALAH SEMUA. GA ADA SALING MENYALAHKAN SATU SAMA LAIN!
👥 : SIAP PELATIH!
💂: HEH ANGKAT TAS KALIAN, GA ADA TANGAN YANG DITEKUK-TEKUK!!
Hukuman ini berat banget, sumpah hiks. Belum lagi lututku ini bukan nempel ke tanah, tapi ke bebatuan yang tajam-tajam. 🥹
Sekitar 3-5 menit ngejalanin hukuman itu, kami kembali dihukum dengan alasan ada beberapa diantara kami yang menekuk tangannya saat mengangkat tas ke atas.
💂: SEKARANG LETAKKAN TAS KALIAN DI DEPAN!
Kami buru-buru berlari sekitar lima meter ke depan, meletakkan tas kami ke arah yang ditunjuk oleh pelatih kami.
Ketika itu, ada cahaya remang-remang yang berasal dari lampu pos jaga yang beberapa saat lalu dinyalakan oleh salah satu pelatih.
💂: AYO BERBARIS SEPERTI TADI!!
Pelatih kembali memerintah kami disaat barisan kami mulai berentakan.
💂: SEKARANG RENTANGKAN TANGAN!
Dengan ogah-ogahan, kami mulai merentangkan tangan.
💂: TURUNKAN!!
Dengan lunglai, kami mulai menurunkan kedua tangan kami.
💂: PERHATIKAN YA!! DALAM HITUNGAN KE-TIGA, KALIAN SUDAH HARUS BERBARING!! SATU!!
Masih dengan wajah kebingungan, kami cepat-cepat berbaring.
💂 : DUA!!!
Dengan penerangan yang seadanya, membuat kami berbaring tak beraturan.
💂: TIGAA!!
Tepat di wajahku, ada sepatu dari rekanku yang berbaris di depanku. Pelan-pelan aku berusaha mundur, menjauh dari sepatu yang alasnya penuh dengan lumpur yang mulai mengering itu.
💂: SEKARANG GULINGKAN BADAN KALIAN KE KANAN! MULAI!!
Aku yang baru saja menghindari kaki rekanku, mulai guling-guling ke kanan.
💂: SEKARANG GULINGKAN BADAN KALIAN KE KIRI! MULAI!
Ketika guling-guling yang entah berapa kali kami melakukannya, membuat mata dan wajahku ketendang berkali-kali dengan mereka yang ada di barisan depan. 😣
~
Setelah guling-gulingan, pelatih membagi kami menjadi empat kelompok. Per-kelompok terdiri dari 12 orang (batch 50 dan batch 51 tercampur secara sempurna).
Belum hilang rasa linu di badan, di kaki, dan wajahku, kami kembali disuruh membawa tas guede itu dan kembali berjalan dari tengah hutan menuju waduk.
Di tepi waduk, sudah ada empat perahu motor yang dilengkapi dengan 12 dayung. Dengan waktu yang sangat singkat, pelatih menjelaskan bagaimana cara mendayung dan memberikan aba-aba dan signal-signal yang harus kami hapalkan dan pahami saat itu juga.
Setelahnya, mereka membagikan baju pelampung dan juga helm berwarna kuning dan menyuruh kami segera menaiki perahu.
Disetiap perahu, ada satu pendamping yang tau cara menyalakan dan mematikan mesin perahu.
Awalnya, kami menyebarangi waduk untuk ke pulau terpencil (maaf aku lupa namanya) dengan mesin perahu yang dinyalakan. Jadi kami hanya duduk aja gitu, bahkan aku malah sempat tertidur. Hehehe.
Sekitar 5 kilo lagi untuk sampai ke pulau terpencil itu, eh mesin perahu tiba-tiba dimatikan.
Sontak pelatih berteriak dan memberikan aba-aba kepada kami agar kami segera mendayung perahu hingga ke tepian waduk di pulau yang dituju. Aku yang awalnya mulai tertidur lelap, mau ga mau kebangun karena kaget oleh teriakan pelatih.
“Ayo dayuuung!!”, teriak rekan satu timku.
“Eh dayungnya kemanaaa? Ini pulaunya juga ada banyak!!! Mana ga keliataaaan!!”, jawab yang lain.
Saat mereka sibuk mendayung dan berdebat, aku malah sibuk meregangkan tubuhku.
‘Ah, segarnyaaa!!’, bathinku bahagia. Ternyata duduk di bagian belakang itu seenak ini yaa. Ga ada yang memperhatikan.
😅😅😅
JabLai cOY dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas
Tutup