papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Kontrakan Berhantu (Based On True Story)

gambar hanyalah mulustrasi



Kontrakan Baru


Quote:


Awal tahun 2012, papah dan mbak Rara memutuskan untuk pindah kontrakan. Yang tadinya ada di desa Tambak (deket sama pabrik Nikomas), ke desa Kragilan (deket pabrik kertas). Semua itu terjadi, karena di kontrakan lama kami, airnya dijatah emoticon-Mad (S)(air hanya keluar dini hari, sekitar jam 3 subuh sampai jam 6 pagi). Alasannya sih karena penghuni kontrakan udah banyak, dan air lagi susah, makanya dijatah (padahal saat itu sudah masuk musim hujan).

Dan karena mbak Rara ini orangnya esmosian, jadinya daripada belio sering ribut sama yang punya kontrakan gara-gara masalah air (yang punya kontrakan ini suaminya temen papah, saat papah masih jadi kepala toko elektronik). Papah ajak yang di-Pertuan agung ini untuk pindah saja. Gak enak dong, kita putus pertemanan gara-gara air emoticon-Malu.

Saat itu, mbak Rara masih kerja di pabrik Nikomas sebagai QC leader. Sedangkan papah, baru aja nganggur karena suatu hal yang menyebabkan papah milih keluarga daripada pekerjaan emoticon-Cool. Nah, karena nganggur itulah, mbak Rara perutnya jadi mblendung emoticon-Malu.

Awalnya, kami mencari kontrakan yang masih agak dekat dengan pabrik mbak Rara. Karena kalau kejauhan, nantinya, pas mbak Rara mau berangkat, itu jalanan pasti muaceeet parah. Apalagi mbak Rara lagi hamil semester 2, kasihankan klo naik angkotnya kelamaan (saat itu kami belum punya motor, apalagi mobil).

Hari sabtu sore, setelah berkeliling cukup lama, kami masih belum dapet kontrakan yang dirasa cocok. Kontrakan sih banyak yang kosong, tapi harganya itu loh, mehong banget. Rata-rata diatas Rp 500k semua dengan 3 ruangan. Sedangkan saat itu, untuk hidup, kami hanya mengandalkan gaji mbak Rara seorang. Tau gak UMR tahun 2012 kabupaten Serang? Rp 1,3 juta.
Lah klo bayar kontrakan aja 500k sisanya cuman 800k doang buat makan, beli susu ibu hamil dsb emoticon-Sorry yah memang sih, sebagai leader, gaji mbak Rara ada tambahannya emoticon-I Love Indonesia.

Tak berputus asa, dengan berbekal informasi dari seorang intelijen kepercayaan mbak Rara di pabrik, keesokan harinya, hari minggu, kami berdua naik angkot ke arah Kragilan. Menjauh dari pabrik tempat mbak Rara kerja.

Sepuluh menit kemudian, kami sampai di Kragilan. Kami berdua turun disebuah jalan kecil alias gang yang di sampingnya ada sebuah toko nasional. Ya, indomart.

Disana, sudah berdiri seorang wanita muda dengan rambut panjang yang berdiri tepat dibawah bayang-bayang indomart itu. Ia kulihat tengah berdiri sambil memperhatikan kami yang saat itu hendak menyeberang jalan. Matanya dengan tajam kulihat menatap perut buncit mbak rara yang saat itu sudah hamil 6 bulan.

Saat jalanan sepi, mbak Rara sedikit menarik tangan papah karena melihat papah yang sedikit melamun tadi. Dengan sedikit tersentak kaget, ditambah sedikit latah "sopan". Papah melangkahkan kaki dengan digandeng mbak Rara yang lagi hamil emoticon-Malu (aturan kebalikannya ya emoticon-Embarrassment).

"Ayuk!"

Sebuah suara nyaring kudengar dari sosok wanita berambut panjang yang sedari tadi berdiri dibawah bayangan indomart tadi (sue, kok jadi indomart mulu sih ini emoticon-Frown).

Mbak Rara tersenyum kearahnya. Langkah kaki kami sedikit dipercepat (klo gak mau kaki papah diseret oleh ibu-ibu hamil), menuju kearah si wanita berambut panjang yang juga berjalan kearah kami.

"eh Mila, udah lama nungguinnya?" tanya mbak Rara sambil bersalaman.

Mila, si wanita berambut panjang itu hanya tersenyum dengan sekilas mencuri pandang kearah papah emoticon-Wink.

"Enggak kok, yuk. Orang Mila baru sampe kok," jawabnya tersenyum manis.

Kulihat bedak diwajahnya sudah luntur karena keringat yang bercucuran hampir diseluruh wajahnya. Ditambah sepotong es krim yang hanya menyisakan batangnya saja. Itu cukup untuk menjelaskan betapa sebentarnya ia menunggu. Wakakaka...becanda becanda.

Ayuk, adalah panggilan istriku diantara teman-temannya yang orang Sumatra. Dan kebetulan, si Mila ini orang Palembang. Kenapa papah bisa tau, karena memang, kami memiliki sebuah hubungan dimasa lalu emoticon-Wowcantik.

Kedua wanita itu lalu terlibat obrolan yang intinya tentang maksud kami mencari sebuah kontrakan yang cocok.

"kebeneran yuk, aku tau ada kontrakan yang kosong disini. Tempatnya adem, harganya lumayan murah lho, yuk." ujar Mila layaknya SPG yang tengah mempromosikan sebuah produk yang dijualnya.

Kulihat, wajah mbak Rara, istriku terlihat senang mendengar celotehan Mila mengenai kondisi kontrakan yang akan kami lihat kali ini.

Sambil terus berjalan dibelakang kedua wanita itu, mataku berkeliling. Berusaha mengenali keadaan yang apabila aku jadi pindah, akan sering kulihat ini. Tak lama berjalan, kami bertiga belok kearah kiri. Disisi jalan, ada sebuah sekolah dasar dengan cat yang familiar.

Langkah kaki kami berhenti disebuah rumah berwarna hijau dengan pintu gerbang berwarna putih. Rumah itu tepat disebelah SD tadi.

Kulihat Mila membuka gerbang dengan jenis kupu-kupu tersebut, yang tidak dikunci oleh si pemilik.

Mila lalu masuk dengan mengajak kami berdua.

"assalamu'alaikum...," ucap Mila beruluk salam sesampainya ia diteras rumah.

"wa'alaikumsalam...," terdengar sahutan salam dari dalam rumah. Sebuah bayangan tubuh terlihat dikaca rumah yang berbentuk persegi panjang itu.

"ceklek," suara gagang pintu yang dibuka.

Kemudian, keluarlah sesorang ibu-ibu berusia setengah abad lebih dengan jilbab besar.

"lho, neng Mila ternyata. Ibu pikir siapa," sapa ibu berjilbab itu sambil menyalami kami bertiga. Seulas senyum ramah tampak diwajahnya.

"mari masuk, masuk," katanya mempersilahkan kami untuk masuk kedalam sumur. Kedalam rumahnya dooong....bang jali emoticon-Wakaka.

Biar gak panjang, akan papah jelaskan inti dari obrolan para ibu-ibu tersebut (karena papah selama "nimbrung", hanya tersenyum, mengangguk, berkata iya dan baik).

Bu haji itu (yang memang sudah haji ternyata), berkata bahwa ada 3 kontrakan yang saat ini kosong. Dan posisi kontrakan itu, tepat dibelakang rumah bu haji ini. Total ada 7 kontrakan disana. Kontrakan itu, memiliki 2 ruangan utama. Sebelum masuk, ada sebuah teras kecil didepannya, lalu pas masuk akan ada sebuah ruangan yang cukup besar berukuran 3x4 meter yang sepertinya akan kami gunakan sebagai kamar tidur. Lalu dibelakangnya, ada sebuah pintu kecil yang memisahkan antara ruangan kamar dengan ruangan dibelakangnya. Yang ternyata adalah sebuah kamar mandi dan dapur. Sayangnya, ruangan kedua ini kecil. Berukuran panjang 3 meter (yang dibagi 2 buat dapur dan kamar mandi) dan lebar 1,5 meter.

Untuk bulanannya, hanya Rp 200k sudah sama listrik dan air. Kemudian, ada sebuah sumur tepat disamping kontrakan. Sebuah sumur timba tradisional yang bisa digunakan bebas oleh para penghuni kontrakan. Terakhir, ada sebuah kebun pisang kecil disamping sumur itu. Dan, yang perlu digaris bawahi adalah, kontrakan kami, berbatasan langsung dengan sebuah sekolahan SD.

denah


ingat baik-baik denahnya gan/sis


Setelah berdiskusi dengan cukup alot, kami akhirnya memilih untuk "yes"(sebenarnya papah sih hanya bisa pasrah saja waktu ntu). Meskipun dengan konsekuensi, jarak antara kontrakan dengan pabrik mbak Rara kerja jadi semakin jauh.

Setelah memberikan DP, kami berdua lalu pulang. Dan akan mulai pindahan hari sabtu depannya. Tak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Mila.

"sama-sama, yuk. Mudah-mudahan kalian kerasan tinggal disini,"ujarnya dengan senyum manis diwajah cantiknya.

Aku hanya bisa melengos. Takut tergoda dengan senyuman yang dulu sempat membuat papah semangat kerja.

Fyi, Mila tidak ngontrak disitu. Hanya saja, tempatnya nge-kost memang tidak terlalu jauh dari situ. Atuh bisa bahaya bree, klo mantan tinggal satu area emoticon-Cape d.... Bisa-bisa....akh sudahlah, masa lalu biarlah berlalu, ygy.

Sore itu, diangkot warna merah, papah dan mbak Rara bisa bernafas lega. Karena sudah bisa menemukan tempat tinggal baru.

Quote:




Index



1. Kontrakan baru
2. Sambutan tengah malam
3. Si penunggu sumur
4. Hilangnya sebuah prinsip
5. Teriakan malam hari
6. Masih diganggu part. 1
7. Masih diganggu part. 2
8. Tetangga nackal part 1
+ berita dukacita
9. Senandung dimalam hari
10. Mereka mendekat
11. Hantu sekolahan
12. Penghuni baru
13. Anggun dan jiwa mudaku
14. Aku dan mbak Ratih
15. Kesurupan dan kesempatan part. 1 (18+)
16. Kesurupan dan kesempatan part. 2 (18+)

***
Diubah oleh papahmuda099 20-12-2023 07:39
littlesmith
alcipea
JabLai cOY
JabLai cOY dan 51 lainnya memberi reputasi
52
35.8K
789
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#119
Anggun Dan Jiwa Mudaku









Hari minggu...

Seperti rutinitas yang biasa kulakukan. Selepas sholat subuh, sekitar jam 5 lewat, aku keluar guna jogging pagi. Istriku tetap dirumah karena ingin istirahat, apalagi usia kandungannya yang juga semakin membesar membuatnya tak bisa berjalan lama. Oya, aku juga tidak membawa Hp. Karena hanya akan mengganggu saja.

Sesampainya dijalan raya, aku memutuskan untuk berlari kearah kiriku yang mana akan sampai di pasar Tambak. Setelah melakukan sedikit pemanasan kembali, aku mulai bersiap untuk mulai berlari kecil.

Tapi tiba-tiba, sebuah suara tiba-tiba saja memanggil namaku.

"Mas indra!"

Aku menoleh.

"Anggun,"Ucapku pelan.

Gadis SMA itu berlari pelan ke arahku. Dari pakaian dan setelannya, ia juga sepertinya akan berolahraga pagi ini.

Setelah ia sampai didekat ku, gadis bertubuh padat ini lalu bertanya.

"Mau joging?"

Aku mengangguk.

"Anggun sendiri?" Tanyaku.

"Sama," Jawabnya.

"Mau kearah mana?" Tanyaku lagi.

"Emm, gak tau nih. Masih bingung. Kemana ya enaknya," Jawabnya sambil sesekali mengarahkan pandangannya kearah kanan dan kiri. Mungkin ia tengah mempertimbangkan kearah mana ia akan berolahraga.

"Mau ikut sama aku?" Tawarku padanya.

"Boleh, kebetulan malah ada temennya," Jawabnya sumringah.

"Tapi aku ma jauh joggingnya. Masih mau ikut?" Kembali aku bertanya.

"Emm..., ya tergantung mau kemana. Kalau masih jalan raya Anggun si oke-oke aja," Jawabnya dengan sedikit menantang.

"Kuat gak?" Tantangku.

"Idih..., mas Indra kali yang Anggun takutin gak kuat lawan Anggun," Ucapnya sambil tertawa meledek.

"Yee, bocil. Ngeledek aja kerjanya, ayok taro-taroan siapa yang nafasnya putus duluan. Nanti dapet hukuman," Tantangku. Tentunya dengan pikiran yang sedikit agak menyimpang emoticon-Betty

"Boleh juga," Jawab Anggun dengan tantangan ku.

"Lalu, kita mau kearah mana nih?" Tanyaku.

"Bebas, tapi kita kearah Ciruas aja, mas. Finishnya di pasar Ciruas," Kata Anggun.

"Busett, jauh amet ni anak nantanginnya," Kataku dalam hati.

Bayangin aja agan-agan semua. Dari kragilan ke pasar ciruas, itu hampir 10 km lho. Bisa-bisa sejam lebih kami nanti joggingnya.

"Tapi kapan lagi coba, jalan berduaan sama si Anggun," Pikirku lagi dengan melirik ke sebuah arah. Sesuatu yang menantang untuk disentuh. Yaitu hatinya, hatinya woy hatinya, hahaha.

Kami sepakat.
emoticon-Shakehand2

Lalu dimulailah acara jogging mesum, eh, jogging sehat itu. Kami berdua lari santai. Keadaan memang masih agak sepi. Palingan kami hanya melihat beberapa kendaraan angkutan umum maupun truk-truk pabrik yang berseliweran dijalan emoticon-Ngacir2.

Wilayah Ciujung dan Cisait telah kami lewati. Keadaan juga mulai ramai karena waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Nafasku masih teratur. Tapi nafas Anggun aku dengar sudah mulai agak ngos-ngosan. Aku melirik ke sisi kiriku dimana gadis itu berlari pelan. Pupil hitam mataku sejenak ikut naik turun mengikuti irama benda tersebut.

"Capek?" Tanyaku singkat setelah berhasil mengkondisikan mata.

Gadis itu sepertinya enggan untuk menjawab. Ia hanya fokus berlari saja. Aku mendesah pelan. Gadis ini ternyata memiliki watak yang keras kepala.

Kami masih terus berlari, hingga akhirnya sampai di perempatan Nambo. Tiba-tiba kami disapa oleh seorang pemuda yang menggunakan sebuah sepeda motor jenis matic berlambang garputala. Pemuda itu baru keluar dari salah satu gang disana.

"Hey, Anggun!" Sapanya sedikit berteriak.

Aku dan Anggun menoleh kearah pemuda tadi. Anggun hanya mengangguk pelan tapi tak mengurangi laju larinya yang semakin pelan (namun guncangannya masih tetap konstan emoticon-Embarrassment). Sedangkan aku sendiri hanya memilih untuk diam.

Mungkin merasa diacuhkan oleh Anggun, pemuda tadi langsung menggeber motornya kearah yang berlawanan dengan kami.

"Siapa tuh?" Tanyaku disela-sela nafasku yang mulai berantakan.

Anggun diam.

Tapi, entah karena lelah atau apa. Tiba-tiba saja ia berhenti berlari dan memilih untuk mengarahkan kakinya ke sebuah warung yang masih tertutup. Ia lalu duduk di kursi panjang yang ada didepan warung tersebut.

Gadis bertampang cuek tapi cantik dan besar anunya itu akhirnya menghembuskan nafas panjang. Aku hanya bisa tersenyum sambil mengikutinya duduk disampingnya, ehem koreksi, duduk tepat di sampingnya hingga kedua bahu kami bersentuhan.

Aku mengikuti apa yang ia tengah lakukan. Dalam hati aku juga heran. Kok bisa ya, enggak terlalu capek buat joging dengan jarak yang lumayan jauh ini.

Setelah beberapa saat, aku mengajaknya kembali bergerak. Namun ia menolak.

"Udah, mas. Gak sanggup lagi. Kaki Anggun udah gak kuat buat jalan lagi," Ucapnya menyerah.

"Hahaha, apa yang kubilang. Jangan berani-beraninya nantangin atlet ini buat lomba olahraga," Jawabku sambil menepuk dada bertingkah sombong.

Anggun hanya tertawa kecil. Ia lalu mengaku kalah.

"Ya udah deh, Anggun ngaku kalah. Terus hukumannya apa?" Tanyanya.

"Waduh, apa ya?" Aku malah jadi bingung sendiri.

"Itu aja deh, kita nanti pulangnya naik angkot. Anggun bayarin aja, gimana," Tawarnya.

Aku tersenyum dan mengangguk. Karena hampir saja aku mengusulkan hal lainnya emoticon-Malu.

Aku menoleh ke kiri dan kanan.

"Cari apa, mas?" Tanya Anggun.

"Nyari warung yang buka. Anggun pasti hauskan," Jawabku.

Anggun tersenyum dengan perhatian yang kutunjukan. Dan itu, cukup untuk membuatku salting. Tapi sayangnya, kami berhenti ditempat yang salah. Tak ada warung disekitar kami yang buka saat itu.

"Ya udahlah, kita istirahat aja dulu disini. Nanti kalo udah mendingan, kita langsung pulang aja ya," Kata Anggun memutuskan setelah melihatku duduk dengan kecewa.

Aku mengangguk lemah. Kulirik gadis bertubuh sintal disebelahku. Iseng, aku menyenggol bahunya. Tak ada yang bergoyang, menandakan masih "ori" emoticon-Wowcantik.

"Ngomong-ngomong siapa tuh yang tadi nyapa Anggun?" Tanyaku yang masih penasaran dengan pemuda tadi.

"Oh, si Kosta itu," Jawabnya singkat seolah malas dengan pertanyaanku.

"Widih, keren juga namanya. Kaya nama orang luar negeri. Kosta," Kataku.

Anggun tertawa. Gigi-giginya yang putih dan rapi tampak diantara bibirnya yang ranum.

"Kalo mas tau nama panjangnya. Pasti ngakak," Ujarnya sambil menutup mulutnya.

"Lah, kok bisa. Emang siapa nama panjangnya?"

"Kostaman,"
Jawabnya sambil diikuti tawanya yang renyah.

Aku yang mendengar nama si Kosta tadi mau tak mau juga ikutan tertawa.
emoticon-Ngakak

Aku dan Anggun lalu membahas beberapa saat lagi. Terutama mengenai sekolahnya dan apa rencananya apabila telah lulus nanti.

Hampir 10 menit kami berdua mengobrol. Hingga tiba-tiba saja perasaanku berubah menjadi tak enak. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi, dan itu hal yang tak baik.

"Eh, kita pulang yuk," Ajakku sambil melihat kelangit. Disana matahari mulai naik dan memancarkan panasnya.

Anggun menghela nafasnya sejenak, lalu ia mengangguk.

Kami lantas berdiri bersama dan menyebrangi jalanan yang mulai ramai. Entah setan mana yang masuk, aku dengan berani menggandeng tangannya. Deg-degan sih, tapi beruntungnya tak ada penolakan dari gadis itu. Jiwaku yang masih muda berusaha untuk menguasai diriku. Genggaman tangan ini ingin rasanya tak ku lepaskan. Namun, alhamdulillahnya, diantara jiwa dan hawa nafsu itu, masih tersisa sebuah rasa tanggung jawab akan keadaan diriku saat ini.

"Sadar, ndra. Kamu sudah menikah. Sebentar lagi punya anak. Ingat istrimu yang sudah bekerja keras membanting tukang sendirian disaat hamil besar pula. Jangan mau kalah sama hawa nafsumu," Sebuah pikiran jernih muncul. Membuatku dengan berat hati melepaskan genggaman tangan yang sudah erat menempel ini.

"Andai aku belum menikah. Andai aku tak memutuskan untuk menikah di usia muda ini," Keluhku sedikit menyesali keputusan yang sudah ku buat ini.

Sekilas ku lirik gadis muda yang usianya hanya terpaut 4 tahun saja dariku ini. Namun cepat-cepat aku tundukan lagi saat mata kami saling bertemu. Karena selain malu, aku juga melihat ada sesuatu yang terpancar di kedua mata gadis muda ini. Sebuah pancaran cahaya yang aku mungkin paham dengan arti yang tersirat didalamnya. Namun aku bertekad untuk menolak dan mengenyahkan perasaan yang mulai bergejolak didada ini.

Tak lama kemudian, sebuah angkot datang. Aku lalu menyetop kendaraan umum berwarna merah itu. Kulihat isi didalamnya sudah agak penuh. Tapi masih muatlah buat kami berdua.

Aku lalu mempersilahkan Anggun untuk naik terlebih dahulu, aku menyusul kemudian. Kami berdua duduk tepat dibagian paling belakang, di baris yang panjang ntu tuh kursinya. Anggun dipojokan sedangkan aku disebelahnya. Angkot merah pun kemudian melajukan kembali tugasnya ke arah timur.

Aku melihat Anggun duduk dengan tangan kanannya yang terbuka menghadap keatas. Padahal wajahnya saat itu tengah menoleh ke kaca belakang. Mungkin sedang melihat beberapa kendaraan yang melaju dibelakang angkot ini.

Tapi dasarnya sudah punya pengalaman dengan para ladies, aku melihat sebuah cahaya yang terpantul dikaca mobil belakang itu. Samar, tapi aku sekilas bisa melihatnya. Cahaya itu adalah tatapan mata Anggun yang terpantul dikaca mobil ini. Dan, tatapan matanya itu tengah melihatku dengan cara yang tak biasa. Membuat jantungku berdebar. Sadar bahwa aku bisa melihat matanya lewat pantulan kaca, Anggun membuang lirikannya kearah lain.

Aku segera sadar akan arti tangan terbuka itu. Hampir-hampir aku meraih tangannya dan menggenggamnya dengan erat. Namun, sisi kesadaran ku muncul disaat yang tepat.

"Astaghfirullah, sadar kamu ndra. Kamu sudah beristri, lagi hamil pula. Kasian istrimu yang sedang hamil anakmu itu. Dia kerja keras banting tulang, kamu malah selingkuh dan bersenang-senang sama perempuan lain,"

Seketika itu juga, terbayang wajah istriku dengan wajah galaknya yang membuatku jatuh cinta. Seorang perempuan dari keluarga berada, yang kuambil tapi sayangnya malah kubuat susah.
emoticon-Nyepi

"Apakah aku bisa sejahat itu? Apakah aku akan setega itu kepadanya?"

Begitulah isi otak ku, yang saling bertentangan dengan jiwa mudaku yang taunya hanya bersenang-senang saja. Tanpa memikirkan segala resikonya. Hingga tanpa aku sadari, sebuah suara yang familiar terdengar agak keras.

"Pak kiri, pak!"

Aku menoleh ke samping, Anggun rupanya yang berkata barusan. Aku lalu menengok lagi kearah depan. Ternyata kami sudah sampai didepan gang yang menuju kontrakan ku.

Aku awalnya hendak turun lebih dahulu, tapi Anggun dengan cepat sudah mendahului. Sekilas dan terakhir, gadis muda itu meliriku tajam dengan tatapan yang sudah berbeda dengan tadi saat kami joging bersama.

Saat aku tengah turun, Anggun menepati janjinya untuk membayarkan ongkos ku juga. Lalu, tanpa menungguku lagi, ia langsung berjalan cepat kearah tempat tinggal kami. Aku hanya bisa berjalan sambil terdiam melihat tingkah gadis muda itu.

"Apakah ia marah? Kecewa?" Tanyaku dalam hati.

Dan tanpa kusadari, itulah terakhir kalinya kami saling bertemu dan bertegur sapa.





***
Diubah oleh papahmuda099 24-09-2023 07:34
MFriza85
aan1984
sydney89
sydney89 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Tutup