- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
TS
jurigciwidey
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
SAMPURASUN
Setelah sebelumnya ane menamatkan cerita Rarasukma, yang Insyallah Ide ceritanya akan di filmkan karena sudah dibeli oleh salah satu PH pada bulan Juli kemarin, yang ceritanya bisa kalian baca disini.
Sebelum ane bercerita kelanjutan tentang thread di atas, (Karena banyak yang request untuk melanjutkan ceritanya).
Ane mau bercerita lagi, sebenarnya cerita ini sudah lama ane buat, mungkin ada juga beberapa yang sudah baca cerita ini di tempat lain.
Namun, ane akan sebarkan ceritanya disini.
Semoga kalian bisa terhibur dengan cerita yang ane buat, sambil menunggu kelanjutan cerita Rarasukma yang ane buat.
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
Quote:
JANGAN LUPA, SUPPORT CERITA PENDEK ANE YANG IKUT KOMPETISI KUNCEN DISINI :
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
Maka dari itu, selamat menikmati ceritanya.
Spoiler for BAB 1 : PENJARA:
“ABDI BANGUN!!!!”
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
INDEX :
BAB 2 - 3
BAB 4 - 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
Diubah oleh jurigciwidey 17-10-2023 04:54
sandalGoreng dan 22 lainnya memberi reputasi
23
15.4K
Kutip
299
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#29
Spoiler for BAB 10 - SORE:
“Berhentiii!” kata salah satu orang yang mengejarku pada saat itu.
Beberapa orang yang ada di depannya mendadak berhenti, tepat ketika langkah kaki mereka akan melewati lorong gelap yang sudah aku lewati sebelumnya pada saat itu.
“Sepertinya tidak mungkin lari ke sebelah sini, karena disini ada lorong gelap yang kita sendiri pun tidak tahu ujungnya seperti apa, karena lorong ini sudah ada dari zaman leluhur kita dulu. Kita harus waspada karena banyak sekali tempat yang bisa membahayakan kita di tempat ini.”
“Lebih baik kita balik lagi ke belakang dan memberitahu bahwa orang yang menguping pembicaraan kita tidak lewat sini.”
Beberapa orang yang mendengar ucapan itu akhirnya mengangguk, mereka akhirnya membalikan badannya dan berjalan kembali ke sebuah ruangan kecil tempat yang menjadi pintu keluar dari lorong ini.
Tampak, beberapa orang yang lain sedang duduk dan berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke arah dinding di ruangan kecil tersebut. Mereka terlihat menunggu sambil menghisap rokok sehingga ruangan yang kecil itu penuh akan asap rokok yang memenuhi ruangan tersebut.
“Bagaimana, sudah ketemu orangnya?” kata seseorang yang tampak duduk bersila di dekat lorong pintu keluar sambari menatap tajam ke arah orang-orang yang mengejarku dengan rokok yang dia hisap.
“Aku tidak menemukan orang itu, hingga sampai batas lorong gelap yang ada di ujung sana. Aku yakin dia tidak akan berani berlari ke lorong gelap itu, karena hal itu dilarang bahkan oleh orang-orang yang mengetahui tempat ini selain kita,” katanya sambil sedikit menunduk.
“Hmmmmmm, sepertinya dia lari keluar, sepertinya memang dia sudah tahu tentang tempat ini, juga tentang lorong ini,”
“Berarti, ada seseorang di antara tiga keluarga besar yang membocorkan tempat ini. Ada informasi yang bocor keluar, sebuah informasi yang seharusnya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu di tempat ini.”
“Atau,” tiba-tiba orang itu menunjuk kepada dua orang yang tadi aku ikuti.
“Kalian berdua membawa orang lain ke tempat ini,” katanya dengan tatapan yang tajam.
Dua orang yang aku ikuti hanya menggelengkan kepala, mereka bahkan berkata bahwa ketika mereka berdua masuk ke tempat ini, mereka berdua tidak diikuti oleh siapapun, sehingga mereka benar-benar tidak tahu siapa yang masuk ke tempat ini dan menguping tentang apa yang dibicarakan.
Ketika mereka saling berpandangan dan memikirkan siapa yang menguping pembicaraan mereka, tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki yang terasa sangat berat. Seseorang yang sudah paruh baya dengan perawakannya yang gemuk dengan memakai tongkat yang selalu dia bawa ketika sedang berjalan.
“Dung, kamu sudah tahu siapa yang menguping pembicaraan kita?” kata orang itu yang berjalan secara perlahan dari lorong yang menuju pintu besi di ujung sana.
Orang yang merokok dan dipanggil Dudung oleh sosok itu, tiba-tiba merubah tatapan tajamnya menjadi tatapan yang penuh hormat. Dia yang duduk bersila pun langsung berdiri dan mendekati orang tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Punten Pak (Maaf Pak), sepertinya aku dan teman-temanku yang lain tidak bisa menemukan orang itu sekarang,” katanya sambil menunduk.
“Hmmmmmmmm,” sosok tersebut tiba-tiba mengambil sebuah pipa rokok kecil yang ada di dalam saku bajunya, tubuhnya yang gemuk tampak kesusahan mengambil pipa rokok itu.
Dengan cekatan Dudung yang melihat dirinya akan merokok langsung mengambil batang rokok miliknya dan membukanya sehingga tembakaunya terbuka dan memasukannya tembakau itu ke ujung pipa tersebut untuk dia bakar.
“Ingat Dung, apa yang kita lakukan ini pernah dilakukan oleh leluhur kita. Meskipun kita harus melakukannya diam-diam, tapi apa yang kita kerjakan bisa membuat desa ini normal kembali,” kata orang tersebut sambil menghisap pipa rokok yang sudah berisi tembakau yang sudah menyala.
“Waktu kita tidak banyak Dung, kita tidak bisa terus-menerus membiarkan desa kita diteror setiap malamnya,”
Fuhhhhhhhhh
“Kalian tidak mau hal ini terjadi berlarut-larut kan?” kata orang tersebut yang tiba-tiba menoleh kepada orang-orang yang ada di dalam ruangan kecil itu.
Mereka semua tiba-tiba menganggukan kepalanya, yang mengisyaratkan bahwa mereka setuju atas apa yang dia ucapkan.
“Sekarang, usahakan cari orang tersebut! Buat dia diam atas apa yang kita lakukan sekarang, bahkan kalau perlu ajak dia agar dia tahu apa yang kita lakukan di tempat ini, karena kita melakukan ini untuk para warga kampung yang terjebak di tempat ini.”
“Namun ingat, semuanya itu butuh pengorbanan, karena Desa Cihalimun sudah melakukan ini selama ratusan tahun lamanya.”
“Panen yang melimpah, jabatan-jabatan yang sudah kalian duduki ketika kalian kerja di kota, juga rezeki yang terus-menerus mengalir bagaikan air membuat Desa Cihalimun ini penuh kemakmuran ketika para leluhur kita melakukan hal ini selama ratusan tahun lalu.”
“Tapi,”
“Entah mengapa, sekarang semuanya menjadi seperti ini. Seperti ada yang salah dengan apa yang sudah kita lakukan, sehingga harus segera mengakhirinya.”
Sosok tersebut berbicara dengan kewibawaan yang sangat tinggi, sehingga orang-orang yang ada disana pun mengikutinya dengan sangat hormat kepadanya. Dia berbicara dengan banyak hal, terutama menyangkut apa yang mereka lakukan di tengah-tengah teror yang sedang mereka alami di kampung ini.
Sosok itu terus-menerus memberitahu bahwa mereka secepatnya harus menyelesaikan atas apa yang sudah mereka diskusikan di dalam tadi, karena itu adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk menghilangkan teror yang menunggu mereka ketika malam tiba.
Hingga,
Tring, tring, tring,
Suara alarm HP mereka berbunyi ketika waktu menunjukan tepat jam lima sore. Meskipun HP mereka sekarang tidak bisa menangkap sinyal untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di luar desa. Namun HP mereka masih bisa berfungsi untuk saat-saat seperti ini.
Dudung yang mendengar suara alarm dari HPnya yang menyala pun langsung mengambil HP dari saku celananya dan mematikannya. Lalu dia berkata kepada seseorang yang dia hormati di depannya agar segera keluar dari tempat ini karena waktu akan berganti malam satu jam kemudian.
“Pak, sudah jam lima sore, sebaiknya aku mengantar pulang Bapak dan orang-orang lain yang ada disini harus segera melaksanakan tugasnya untuk memberitahu warga agar mereka masuk ke dalam rumahnya masing-masing ketika malam tiba.”
“Paling untuk orang yang menyusup kesini akan aku cari besok hari Pak, karena aku yakin dia pasti sudah pulang sekarang setelah dia diketahui oleh kita semua.”
“Jadi mari Pak,”
“Aku antarkan Bapak pulang, karena kalau kita berdiam di tempat ini pada malam hari. Aku yakin, kita semua tidak akan ada yang selamat dan tidak ada yang bisa melihat matahari pagi lagi ketika mereka sudah muncul di depan mata kita semua,” katanya sambil berjalan menuntun orang tersebut pulang melewati lorong panjang yang berujung ke sebuah bangunan tua dekat persawahan.
Beberapa orang yang ada di depannya mendadak berhenti, tepat ketika langkah kaki mereka akan melewati lorong gelap yang sudah aku lewati sebelumnya pada saat itu.
“Sepertinya tidak mungkin lari ke sebelah sini, karena disini ada lorong gelap yang kita sendiri pun tidak tahu ujungnya seperti apa, karena lorong ini sudah ada dari zaman leluhur kita dulu. Kita harus waspada karena banyak sekali tempat yang bisa membahayakan kita di tempat ini.”
“Lebih baik kita balik lagi ke belakang dan memberitahu bahwa orang yang menguping pembicaraan kita tidak lewat sini.”
Beberapa orang yang mendengar ucapan itu akhirnya mengangguk, mereka akhirnya membalikan badannya dan berjalan kembali ke sebuah ruangan kecil tempat yang menjadi pintu keluar dari lorong ini.
Tampak, beberapa orang yang lain sedang duduk dan berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke arah dinding di ruangan kecil tersebut. Mereka terlihat menunggu sambil menghisap rokok sehingga ruangan yang kecil itu penuh akan asap rokok yang memenuhi ruangan tersebut.
“Bagaimana, sudah ketemu orangnya?” kata seseorang yang tampak duduk bersila di dekat lorong pintu keluar sambari menatap tajam ke arah orang-orang yang mengejarku dengan rokok yang dia hisap.
“Aku tidak menemukan orang itu, hingga sampai batas lorong gelap yang ada di ujung sana. Aku yakin dia tidak akan berani berlari ke lorong gelap itu, karena hal itu dilarang bahkan oleh orang-orang yang mengetahui tempat ini selain kita,” katanya sambil sedikit menunduk.
“Hmmmmmm, sepertinya dia lari keluar, sepertinya memang dia sudah tahu tentang tempat ini, juga tentang lorong ini,”
“Berarti, ada seseorang di antara tiga keluarga besar yang membocorkan tempat ini. Ada informasi yang bocor keluar, sebuah informasi yang seharusnya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu di tempat ini.”
“Atau,” tiba-tiba orang itu menunjuk kepada dua orang yang tadi aku ikuti.
“Kalian berdua membawa orang lain ke tempat ini,” katanya dengan tatapan yang tajam.
Dua orang yang aku ikuti hanya menggelengkan kepala, mereka bahkan berkata bahwa ketika mereka berdua masuk ke tempat ini, mereka berdua tidak diikuti oleh siapapun, sehingga mereka benar-benar tidak tahu siapa yang masuk ke tempat ini dan menguping tentang apa yang dibicarakan.
Ketika mereka saling berpandangan dan memikirkan siapa yang menguping pembicaraan mereka, tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki yang terasa sangat berat. Seseorang yang sudah paruh baya dengan perawakannya yang gemuk dengan memakai tongkat yang selalu dia bawa ketika sedang berjalan.
“Dung, kamu sudah tahu siapa yang menguping pembicaraan kita?” kata orang itu yang berjalan secara perlahan dari lorong yang menuju pintu besi di ujung sana.
Orang yang merokok dan dipanggil Dudung oleh sosok itu, tiba-tiba merubah tatapan tajamnya menjadi tatapan yang penuh hormat. Dia yang duduk bersila pun langsung berdiri dan mendekati orang tersebut sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Punten Pak (Maaf Pak), sepertinya aku dan teman-temanku yang lain tidak bisa menemukan orang itu sekarang,” katanya sambil menunduk.
“Hmmmmmmmm,” sosok tersebut tiba-tiba mengambil sebuah pipa rokok kecil yang ada di dalam saku bajunya, tubuhnya yang gemuk tampak kesusahan mengambil pipa rokok itu.
Dengan cekatan Dudung yang melihat dirinya akan merokok langsung mengambil batang rokok miliknya dan membukanya sehingga tembakaunya terbuka dan memasukannya tembakau itu ke ujung pipa tersebut untuk dia bakar.
“Ingat Dung, apa yang kita lakukan ini pernah dilakukan oleh leluhur kita. Meskipun kita harus melakukannya diam-diam, tapi apa yang kita kerjakan bisa membuat desa ini normal kembali,” kata orang tersebut sambil menghisap pipa rokok yang sudah berisi tembakau yang sudah menyala.
“Waktu kita tidak banyak Dung, kita tidak bisa terus-menerus membiarkan desa kita diteror setiap malamnya,”
Fuhhhhhhhhh
“Kalian tidak mau hal ini terjadi berlarut-larut kan?” kata orang tersebut yang tiba-tiba menoleh kepada orang-orang yang ada di dalam ruangan kecil itu.
Mereka semua tiba-tiba menganggukan kepalanya, yang mengisyaratkan bahwa mereka setuju atas apa yang dia ucapkan.
“Sekarang, usahakan cari orang tersebut! Buat dia diam atas apa yang kita lakukan sekarang, bahkan kalau perlu ajak dia agar dia tahu apa yang kita lakukan di tempat ini, karena kita melakukan ini untuk para warga kampung yang terjebak di tempat ini.”
“Namun ingat, semuanya itu butuh pengorbanan, karena Desa Cihalimun sudah melakukan ini selama ratusan tahun lamanya.”
“Panen yang melimpah, jabatan-jabatan yang sudah kalian duduki ketika kalian kerja di kota, juga rezeki yang terus-menerus mengalir bagaikan air membuat Desa Cihalimun ini penuh kemakmuran ketika para leluhur kita melakukan hal ini selama ratusan tahun lalu.”
“Tapi,”
“Entah mengapa, sekarang semuanya menjadi seperti ini. Seperti ada yang salah dengan apa yang sudah kita lakukan, sehingga harus segera mengakhirinya.”
Sosok tersebut berbicara dengan kewibawaan yang sangat tinggi, sehingga orang-orang yang ada disana pun mengikutinya dengan sangat hormat kepadanya. Dia berbicara dengan banyak hal, terutama menyangkut apa yang mereka lakukan di tengah-tengah teror yang sedang mereka alami di kampung ini.
Sosok itu terus-menerus memberitahu bahwa mereka secepatnya harus menyelesaikan atas apa yang sudah mereka diskusikan di dalam tadi, karena itu adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk menghilangkan teror yang menunggu mereka ketika malam tiba.
Hingga,
Tring, tring, tring,
Suara alarm HP mereka berbunyi ketika waktu menunjukan tepat jam lima sore. Meskipun HP mereka sekarang tidak bisa menangkap sinyal untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di luar desa. Namun HP mereka masih bisa berfungsi untuk saat-saat seperti ini.
Dudung yang mendengar suara alarm dari HPnya yang menyala pun langsung mengambil HP dari saku celananya dan mematikannya. Lalu dia berkata kepada seseorang yang dia hormati di depannya agar segera keluar dari tempat ini karena waktu akan berganti malam satu jam kemudian.
“Pak, sudah jam lima sore, sebaiknya aku mengantar pulang Bapak dan orang-orang lain yang ada disini harus segera melaksanakan tugasnya untuk memberitahu warga agar mereka masuk ke dalam rumahnya masing-masing ketika malam tiba.”
“Paling untuk orang yang menyusup kesini akan aku cari besok hari Pak, karena aku yakin dia pasti sudah pulang sekarang setelah dia diketahui oleh kita semua.”
“Jadi mari Pak,”
“Aku antarkan Bapak pulang, karena kalau kita berdiam di tempat ini pada malam hari. Aku yakin, kita semua tidak akan ada yang selamat dan tidak ada yang bisa melihat matahari pagi lagi ketika mereka sudah muncul di depan mata kita semua,” katanya sambil berjalan menuntun orang tersebut pulang melewati lorong panjang yang berujung ke sebuah bangunan tua dekat persawahan.
viensi dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Kutip
Balas