- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
TS
jurigciwidey
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
SAMPURASUN
Setelah sebelumnya ane menamatkan cerita Rarasukma, yang Insyallah Ide ceritanya akan di filmkan karena sudah dibeli oleh salah satu PH pada bulan Juli kemarin, yang ceritanya bisa kalian baca disini.
Sebelum ane bercerita kelanjutan tentang thread di atas, (Karena banyak yang request untuk melanjutkan ceritanya).
Ane mau bercerita lagi, sebenarnya cerita ini sudah lama ane buat, mungkin ada juga beberapa yang sudah baca cerita ini di tempat lain.
Namun, ane akan sebarkan ceritanya disini.
Semoga kalian bisa terhibur dengan cerita yang ane buat, sambil menunggu kelanjutan cerita Rarasukma yang ane buat.
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
Quote:
JANGAN LUPA, SUPPORT CERITA PENDEK ANE YANG IKUT KOMPETISI KUNCEN DISINI :
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
Maka dari itu, selamat menikmati ceritanya.
Spoiler for BAB 1 : PENJARA:
“ABDI BANGUN!!!!”
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
INDEX :
BAB 2 - 3
BAB 4 - 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
Diubah oleh jurigciwidey 17-10-2023 04:54
sandalGoreng dan 22 lainnya memberi reputasi
23
15.4K
Kutip
299
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#1
Spoiler for BAB 2 : PULANG:
“Kang, Kang, Kang, Hudang Kang! (Kang, Kang, Kang bangun Kang!).”
Ada suara yang terdengar di telingaku, juga suara tepukan di bahuku yang membuat aku tersadar.
“Ini sudah sampe di perbatasan Kabupaten Bandung.”
Aku seketika membuka mataku, dan menengok ke sebelah kanan, terlihat seorang supir truk yang membangunkanku, dan memberitahuku bahwa truk yang dia kendarai sudah sampai ke lokasi yang aku tuju.
Aku baru sadar bahwa aku hari ini baru saja keluar dari penjara di kota, penjara yang selama ini menjadi tempat tinggalku selama tiga tahun kebelakang, dan sekarang adalah hari kebebasanku dan selepas aku bebas, aku memutuskan untuk kembali pulang, pulang ke kampung halamanku yang dulu.
“Eh sudah sampai ya Pak?” Jawabku.
Sopir itu mengangguk, aku lalu turun dari truk secara perlahan dan mengambil tas yang aku simpan di jok depan sebelah tempatku duduk tadi.
"Pak, Terima kasih banyak sudah memberikan tumpangan," kataku kepada sopir tersebut.
Setelah mengucapkan terima kasih aku pun mulai melangkah pergi, namun ketika beberapa langkah berjalan.
“Eh Kang tunggu sebentar!" kata sopir tersebut menghentikan langkahku.
“Emang mau ke mana? Bukanya ini hutan lebat ya?” Sopir truk itu bertanya tujuanku.
“Kampungku ada di tengah hutan ini Pak, jadi dari sini harus berjalan kaki menyusuri hutan,” Jawabku.
“Owh,” kata sopir yang merasa keheranan atas jawaban dariku.
“Ya sudah hati-hati dijalan ya Pak, terima kasih sudah memberikanku tumpangan,” kataku sambil melangkahkan kakiku kembali ke jalan setapak yang terlihat di depanku.
Sopir itu kemudian tersenyum kepadaku lalu kemudian melambaikan tangannya.
Bruum bruum
Terdengar suara truk itu melaju kembali, meninggalkan ku sendirian, aku melangkah menyusuri jalan setapak secara perlahan. Tanpa terasa, aku sudah ada di tengah hutan perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur, namun aku tidak masalah atas hal itu, karena memang jalan setapak ini adalah jalan satu-satunya menuju kampung ku. Yaitu Desa Cihalimun, sebuah desa yang sulit diakses dan letak nya ada di tengah hutan ini.
Aku sudah meninggalkan desa selama 3 tahun semenjak aku ditangkap dan dipenjara, karena aku dituduh melakukan pencurian emas milik Ibu oleh Bapakku sendiri yang sebenarnya sama sekali tidak aku lakukan.
Aku hanya ditugaskan oleh Ibu untuk menjual emas itu keluar desa pada waktu itu, namun Bapak menuduhku membawa kabur emas itu dan akan menjualnya keluar kampung untuk berfoya-foya di sana.
Aku sudah melakukan pembelaan ketika disidang di Balai Desa, namun para warga kampung lebih percaya pada bapak daripada pembelaanku, sehingga aku ditangkap dan dipenjara selama 3 tahun. Dan hari ini adalah hari pertama kepulanganku setelah 3 tahun keluar dari desa.
***
Desa Cihalimun adalah desa yang tersembunyi, letaknya tepat berada di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur, desa tersebut hanya bisa dilalui oleh jalan setapak yang melewati hutan, jalan setapak yang biasa digunakan oleh pejalan kaki dan motor trail ini adalah pintu masuk dan pintu keluar satu-satunya ke Desa Cihalimun, dan itu adalah tempat tinggal sejak aku kecil.
Apabila berjalan dari jalan besar, bisa menempuh waktu selama tiga jam dengan berjalan kaki, dan bisa ditempuh dalam waktu satu jam apabila dilalui dengan motor trail.
Jalanan yang masih berupa tanah dan berbatu, serta banyak terdapat kubangan-kubangan air apabila hujan turun, membuat Desa Cihalimun sangat sulit diakses.
Saking sulitnya, listrik dari pemerintah hingga saat ini masih belum sampai ke Desa tersebut, namun para warga berinisiatif membeli solar panel untuk penerangan desa dengan swadaya sendiri.
Namun di tengah kekurangan itu, para warga memenuhi semua kebutuhannya sendiri, mereka sengaja membeli solar panel untuk penerangan kampung, lalu mereka juga membangun beberapa bangunan untuk segala keperluan kampung.
Sehingga meskipun Desa Cihalimun adalah desa terpencil, namun fasilitas di dalamnya sungguh lengkap.
Dari mulai pasar, sekolah hingga kantor desa semua ada di sana. Sehingga para warga tidak perlu keluar kampung untuk keperluan sekolah dan keperluan lainnya, kecuali apabila liburan atau mengunjungi kerabatnya yang ada di kota, baru mereka keluar desa melewati jalan setapak ini.
“Sepertinya hujan kabut akan turun,” Pikirku sembari memandang ke atas hutan.
Terasa rintik-rintik hujan membasahi kepalaku sekarang, hujan gerimis yang turun yang dibarengi kabut mulai membasahi di sepanjang perjalananku pada waktu itu, terasa pula rasa dingin di sekujur tubuhku yang membuatku harus memakai jaket tebal yang aku simpan di dalam tas.
Sesuai namanya, Desa Cihalimun berarti Desa Kabut dalam Bahasa Indonesia, karena memang di desa ini sering sekali turun kabut dan menutupi seluruh desa, namun karena aku sudah hidup cukup lama di kampung ini, aku sudah terbiasa dengan suasana yang seperti ini.
Benar saja, kepulan asap warna putih seketika turun, menutupi pepohonan hutan dan jalan setapak yang aku lewati.
Jarak pandang yang tadinya luas kini terbatas, yang kulihat hanya warna putih dari kabut yang turun di jalan setapak itu.
Mungkin bagi orang luar kampung, situasi seperti ini akan membuatnya panik, namun tidak denganku, karena aku sudah hafal dengan rute ini sehingga di tengah kabut tebal pun aku terus melangkahkan kakiku menuju desa tanpa ada rasa khawatir sama sekali.
“Wah sudah mau magrib, aku harus segera sampai desa supaya aku tidak kemalaman di jalan,” Pikirku, sembari melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 16:45 sore.
Akhirnya aku mulai mempercepat langkahku, aku menyusuri hutan dengan tergesa-gesa, melewati beberapa kubangan lumpur yang menggenang di jalan setapak tersebut, juga melewati beberapa aliran air yang mengalir ke jalan, sehingga beberapa kali aku harus sedikit melompat untuk menghindari kubangan air itu.
Akhirnya aku sampai, sampai di ujung hutan lebat yang baru saja aku lewati, sisanya tinggal menyebrang ke sebuah jembatan bambu yang menjadi pintu masuk Desa Cihalimun.
Terlihat di depanku jembatan bambu yang kokoh berdiri sebagai pembatas desa dengan hutan lebat itu. Sebuah pintu masuk desa yang sering dipakai orang-orang sebagai pintu masuk terlihat dengan jelas di ujung jembatan.
Namun seketika ada yang aneh.
Ada rasa dingin yang kurasakan seketika menghilang ketika aku melewati jembatan itu.
Secara tiba-tiba aku merasakan langkah yang berat ketika aku berjalan, aku seperti tidak diperbolehkan untuk melintasi jembatan itu.
Namun aku mencoba memaksakan diri, karena mungkin itu hanyalah perasaanku karena sudah tiga tahun aku meninggalkan desa ini sehingga aku merasa takut akan perasaan bapak dan warga kampung ketika aku kembali pulang.
Akhirnya aku memaksakan diri dan melewati jembatan kayu tersebut.
WUSSSSSSSSSS
Ada sensasi aneh ketika aku melintasi jembatan itu kali ini, aku seperti menembus sesuatu yang aku sendiri tidak tahu apa itu.
Sesuatu yang tipis yang menyelimuti kampung dan ketika aku menembuskan diriku masuk, aku merasakan tekanan yang tipis yang terasa oleh tubuhku. Namun ketika aku berbalik aku tidak merasakan apa apa.
“Ah mungkin aku berpikir yang aneh-aneh,” Pikirku mencoba untuk tidak peduli dengan apa yang aku rasakan.
Namun tiba-tiba,
Torok tok tok tok tok
Torok tok tok tok tok
Terdengar suara ketukan dari arah desa, suara ketukan yang terdengar sangat nyaring, seperti ada sesuatu di desa. Seketika aku pun berlari menuju desa, dan ketika aku sampai di pintu masuk.
Aku dikagetkan dengan paniknya orang-orang yang ada di
sana, mereka berlarian ketika suara itu dibunyikan, para pemuda sembari membawa pentungan berlarian memberitahu warga untuk segera masuk ke dalam rumah sembari membunyikan pentungan berkeliling kampung.
"MASUK....!! CEPAT MASUK RUMAH KALIAN!!!"
Suasana yang awalnya tenang kini berubah menjadi kepanikan, anak-anak yang sedang bermain di luar dengan cepat di gendong oleh orang tuanya untuk masuk ke dalam rumah, para pemuda yang sedang berkumpul di depan motor trailnya sengaja meninggalkan motornya dan masuk ke dalam rumah di dekatnya, lalu para bapak-bapak yang asyik berkumpul di depan pos ronda pun mendadak panik dan bubar ke rumah masing-masing.
“KANGGGGGG, KANGGGGGG!!!”
Di tengah kepanikan itu ada seseorang yang berteriak kepadaku, berteriak dengan lantang dari tengah-tengah kampung.
“CEPETAN PULANG, SEGERA MASUK RUMAH, JANGAN SAMPE ADA DILUAR RUMAH, LIMA MENIT LAGI SEMUANYA BERUBAH!!!” Pemuda itu berteriak sembari menyembunyikan pentungan menjauh berlari ke dalam kampung.
Spoiler for BAB 3 : KEPANIKAN:
Aku yang tidak mengerti atas kepanikan ini hanya bisa terdiam, teriakan dari seorang pemuda itu juga aku tidak tahu maksudnya apa, dia berlari kesana kemari berkeliling desa secara berkelompok, dia memberi peringatan kepada semua orang yang sedang beraktifitas di sore itu, semuanya terasa riuh, mereka dengan terburu-buru menyelamatkan dirinya dan masuk ke rumahnya masing-masing.
Aku baru kali ini melihat pemandangan seperti ini, pemandangan para warga yang berlarian ketika pertama kali aku pulang ke rumah, aku tidak tahu tentang apa yang terjadi saat ini.
Yang aku tahu saat ini adalah aku sudah sampai ke desa dan aku akan segera pulang ke rumah.
Tik...
Tok...
Tik...
Tok...
Pukul 17:58 dan aku masih berdiri melihat para warga yang berlarian menuju rumahnya masing-masing, aku merasa heran atas perilaku warga sekarang, biasanya di jam segini para warga masih asyik berkumpul di depan rumah sembari mengobrol atau beraktifitas dengan warga lain, namun kali ini seketika berubah.
Brak... Brak.. Brak.. Suara pintu-pintu mulai tertutup satu persatu.
Dalam sekejap semua rumah tampak sepi. Terlihat kini Desa Cihalimun tampak kosong, rumah-rumah terkunci rapat, tidak ada seorangpun yang berada diluar, suara pentungan dari beberapa pemuda yang berlarian juga kini tidak terdengar lagi.
Kebingungan masih dirasakan olehku, karena sebelum aku dipenjara suasana kampung ketika magrib tidak seperti ini.
Namun baru saja aku berpikir seperti itu, tiba-tiba secara mengejutkan aku merasakan hawa yang kuat datang dan membuat tubuhku merinding, sebuah cahaya merah tiba-tiba muncul dari atas, menutupi bintang dan bulan yang akan muncul ketika malam tiba, cahaya merah yang redup itu tiba-tiba menutupi Desa secara perlahan.
Lalu perlahan-lahan kabut muncul, kabut di malam hari yang menutupi seluruh desa, namun kali ini kabut yang seharusnya putih justru berwarna merah.
Aku bergidik melihat pemandangan tersebut, karena baru kali ini aku melihat kejadian yang seperti ini.
Baru kali ini aku melihat kabut merah di desa, karena biasanya hanya tertutup kabut putih tipis yang menutupi seluruh desa.
Aku hanya bisa terdiam, kakiku sangat berat untuk melangkah ke dalam kampung, aku hanya berdiri di depan gerbang desa yang terbuat dari batu yang dibentuk sedemikian rupa, sebagai penanda bahwa itu adalah pintu masuk Desa Cihalimun.
"Ini benar Desa Cihalimun, tapi kenapa..... " pikirku yang nampak kebingungan.
Trang
Trak
Trak
Trak
Trak
"Astaga apalagi ini? "
Aku tiba-tiba terkejut atas apa yang kulihat.
Suara-suara retakan kini terdengar, suara-suara itu datangnya dari dalam desa. Aku samar-samar melihat desa yang tertutup kabut itu dari depan gerbang, namun aku seakan tidak percaya atas apa yang kulihat, desa yang selama ini aku lihat secara perlahan-lahan mulai berubah.
“Kenapa ini?” kataku seakan-akan aku tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Trak
Trak
Trak
Aku secara spontan mundur beberapa langkah, tiba-tiba tanah yang ada di depanku tiba-tiba retak, retakan itu menjadi beberapa retakan kecil dan menjalar ke tengah desa, tiba-tiba dari dalam retakan itu keluar asap.
“Uhhhh bau belerang," kataku sembari menutup hidungku dengan tanganku saat itu.
Aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang kulihat, semua yang ada di depanku berubah, pohon-pohon yang ada di pekarangan rumah kini mendadak layu, daun-daun nya tiba-tiba terbakar dengan sendirinya menyisakan batang pohon yang mengering, lalu rumah-rumah yang ada di kampung itu pun perlahan-lahan terkelupas
Dinding yang kokoh tersebut seketika terkelupas secara perlahan, lampu yang ada di halaman rumah tiba-tiba memancarkan warna yang berbeda, menjadi warna merah yang redup yang membuatnya semakin mengerikan, juga ditambah dinding yang terkelupas yang kini berubah berwarna merah darah yang menyeramkan.
Aku panik dengan apa yang kulihat, aku sempat berpikir sepertinya kabut tebal yang ada di dalam hutan itu membuatku tersesat, sehingga membuatku memasuki kampung bunian, kampung yang selama ini dipercaya oleh beberapa orang, terutama orang-orang yang tinggal di Jawa Barat.
Sebuah kampung hantu yang biasanya muncul di tengah hutan ketika malam tiba, dan sepertinya aku salah memasuki desa, karena Desa Cihalimun tidak menyeramkan seperti ini.
Namun aku masih tidak mengerti, jembatan penghubung desa, gerbang masuk desa, hingga rumah-rumah yang aku lihat tadi sama persis dengan desa tempat di mana aku tinggal, bahkan orang-orang yang berkumpul di depan motor trail tadi, adalah teman-temanku sewaktu sekolah dulu.
“Kenapa tempat tinggalku menjadi seperti, jadi seperti ini?”
Arghhh
Aku seketika merasakan pusing akibat memikirkan tentang kejadian ini terlalu jauh.
“Ini tidak benar, aku harus keluar dari sini untuk sementara waktu,” Pikirku.
Aku mencoba berbalik, mencoba menjauhi desa yang berubah menjadi sesuatu yang mengerikan di depan mataku.
Dengan sedikit berlari, aku kembali turun ke arah jembatan, berusaha menyeberang kembali.
Trak
Trak
Trak
Trak
Trang
Kini suara retakan-retakan itu hilang, namun aku tidak ingin memasuki desa terlebih dahulu sebelum mengetahui apa yang terjadi, aku lebih baik melintasi jembatan dan kembali ke hutan, mencoba berdiam diri di dalam hutan hingga pagi tiba, karena mungkin ketika pagi hari tempat tinggalku akan kembali seperti semula.
Karena aku akan menemukan banyak warga desa yang keluar untuk berdagang ataupun bekerja, sehingga aku bisa memastikan bahwa yang kulihat ini adalah Desa Cihalimun atau bukan.
Drap drap drap.......
Aku terus-menerus berlari, hingga akhirnya aku sampai di jembatan yang menjadi perbatasan kampung dengan hutan.
Namun,
Aku seketika berhenti, karena jembatan itu mendadak tidak ada di sana, yang ada hanya ada jurang yang sangat dalam, yang menganga mengelilingi desa.
Jurang itu sangat luas, hingga aku tidak melihat ujung dari jurang itu. Di seberang pun tidak terlihat hutan yang aku lewati tadi.
"Bagaimana ini? Aku tidak mungkin kembali ke dalam desa yang mengerikan itu tapi jika aku tetap di sini juga seperti nya tidak akan aman."
Aku hanya bisa terdiam melihat jurang itu, aku yakin, tadi ada jembatan di sini,
Namun semuanya hilang seketika, pikiranku tiba-tiba buntu, aku tidak bisa kembali melintasi jembatan. Aku terjebak, aku semakin tidak mengerti tentang semua ini, kenapa tiba-tiba kampungku berubah menjadi seperti ini.
Aku yang sedang berpikir dalam keadaan panik tiba-tiba mendengar suara dari atas, seperti suara wanita yang sedang tertawa kepadaku, tertawa yang menyeramkan, dia seperti menertawakanku yang sedang kebingungan.
Hihihihi...
“Aya jelema anu masih diluar imah peuting ieu. (Ada manusia yang masih diluar rumah malam ini.)”
viensi dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Kutip
Balas
Tutup