- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Panglarangan : Mantra Pengikat Roh Pendatang Di Tanah Kalimantan
![benbela](https://s.kaskus.id/user/avatar/2009/10/12/avatar1137544_13.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
benbela
Panglarangan : Mantra Pengikat Roh Pendatang Di Tanah Kalimantan
Panglarangan : Mantra Pengikat Roh Pendatang di Tanah Kalimantan
![Panglarangan : Mantra Pengikat Roh Pendatang Di Tanah Kalimantan](https://s.kaskus.id/images/2023/07/06/1137544_202307060740290906.jpg)
Assalamualaikum wrwb.
Setelah sekian lama merantau, akhirnya ane balik kandang dengan cerita horor tanah kelahiran ane. Moga aja cerita kali ini gak ada lagi yang nyolong terus diikutin lomba nulis novel, atawa diakuin trus diajuin kontrak ke salah satu platform nulis yang bertebaran di luar sana.
Kali ini ane ngangkat salah satu mitos yang kerap menghantui pendatang yang merantau ke Kalimantan. Kebetulan, cerita ini diangkat berdasarkan pengalaman teman bini ane hingga akhirnya jadilah sebuah cerita.
Semoga agan-agan semua terhibur, mari kita kemon
Prolog.
Mungkin di antara kalian pernah mendengar cerita tentang para perantau dari tanah Jawa yang tidak bisa pulang begitu menginjakkan kaki di tanah Kalimantan. Sebenarnya bukan hanya dari pulau Jawa, beberapa pendatang dari daerah lain juga pernah mengalami kejadian serupa.
Konon, rohnya diikat menggunakan mantra oleh seorang tetua Dayak, dimasukan ke dalam guci, dan dikubur di dalam tanah. Memang terdengar mengada-ada, tapi begitulah selentingan yang sering kudengar.
Suku Dayak di daerah sungai Barito menyebutnya panglarangan, yaitu mantra pengikat roh. Bisa jadi, daerah lainnya di Kalimantan memiliki istilah yang berbeda, tapi tujuannya sama.
Menurut kabar angin, seseorang yang terkena panglarangan akan kesulitan saat hendak pulang kampung. Berbagai kejadian ganjil dan di luar nalar akan segera terjadi, meskipun sang korban hendak pergi diam-diam. Dan, tidak sedikit cerita tentang korban yang terpaksa menghabiskan sisa hidupnya di tanah rantauan.
Tidak sedikit cerita tentang perantau yang mendadak demam panas sewaktu hendak kembali ke kampung halaman. Juga pernah tersiar kabar cerita tentang karyawan sawit yang mendadak kembali ke mess perusahaan dalam keadaan linglung, padahal sudah mencapai bandara.
Bahkan, ada pula yang meregang nyawa dalam perjalanan. Ada penumpamg yang meninggal tanpa sebab di pesawat, ada pula yang menghembuskan napas terakhir saat sedang di atas kapal laut.
Berbagai cerita tersebut, awalnya kuanggap hanyalah isapan jempol. Tidak lebih dari omong kosong untuk menakut-nakuti anak kecil. Selama 34 tahun aku hidup di Kalimantan, tak pernah sekalipun aku bertemu hantu.
Dan, inilah kisahku.
![Panglarangan : Mantra Pengikat Roh Pendatang Di Tanah Kalimantan](https://s.kaskus.id/images/2023/07/06/1137544_202307060740290906.jpg)
Assalamualaikum wrwb.
Setelah sekian lama merantau, akhirnya ane balik kandang dengan cerita horor tanah kelahiran ane. Moga aja cerita kali ini gak ada lagi yang nyolong terus diikutin lomba nulis novel, atawa diakuin trus diajuin kontrak ke salah satu platform nulis yang bertebaran di luar sana.
Kali ini ane ngangkat salah satu mitos yang kerap menghantui pendatang yang merantau ke Kalimantan. Kebetulan, cerita ini diangkat berdasarkan pengalaman teman bini ane hingga akhirnya jadilah sebuah cerita.
Semoga agan-agan semua terhibur, mari kita kemon
Quote:
Prolog
Prolog.
Mungkin di antara kalian pernah mendengar cerita tentang para perantau dari tanah Jawa yang tidak bisa pulang begitu menginjakkan kaki di tanah Kalimantan. Sebenarnya bukan hanya dari pulau Jawa, beberapa pendatang dari daerah lain juga pernah mengalami kejadian serupa.
Konon, rohnya diikat menggunakan mantra oleh seorang tetua Dayak, dimasukan ke dalam guci, dan dikubur di dalam tanah. Memang terdengar mengada-ada, tapi begitulah selentingan yang sering kudengar.
Suku Dayak di daerah sungai Barito menyebutnya panglarangan, yaitu mantra pengikat roh. Bisa jadi, daerah lainnya di Kalimantan memiliki istilah yang berbeda, tapi tujuannya sama.
Menurut kabar angin, seseorang yang terkena panglarangan akan kesulitan saat hendak pulang kampung. Berbagai kejadian ganjil dan di luar nalar akan segera terjadi, meskipun sang korban hendak pergi diam-diam. Dan, tidak sedikit cerita tentang korban yang terpaksa menghabiskan sisa hidupnya di tanah rantauan.
Tidak sedikit cerita tentang perantau yang mendadak demam panas sewaktu hendak kembali ke kampung halaman. Juga pernah tersiar kabar cerita tentang karyawan sawit yang mendadak kembali ke mess perusahaan dalam keadaan linglung, padahal sudah mencapai bandara.
Bahkan, ada pula yang meregang nyawa dalam perjalanan. Ada penumpamg yang meninggal tanpa sebab di pesawat, ada pula yang menghembuskan napas terakhir saat sedang di atas kapal laut.
Berbagai cerita tersebut, awalnya kuanggap hanyalah isapan jempol. Tidak lebih dari omong kosong untuk menakut-nakuti anak kecil. Selama 34 tahun aku hidup di Kalimantan, tak pernah sekalipun aku bertemu hantu.
Dan, inilah kisahku.
Quote:
Diubah oleh benbela 22-10-2023 11:44
![tatatt](https://s.kaskus.id/user/avatar/2023/08/25/default.png)
![jenggalasunyi](https://s.kaskus.id/user/avatar/2019/07/31/avatar10662509_10.gif)
![bruno95](https://s.kaskus.id/user/avatar/2019/11/28/avatar10755550_4.gif)
bruno95 dan 74 lainnya memberi reputasi
73
33.8K
Kutip
394
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
![benbela](https://s.kaskus.id/user/avatar/2009/10/12/avatar1137544_13.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
benbela
#52
Quote:
Bab 3 : Rencana Busuk
Sejenak aku bisa lepas. Di belakang, mobil Ateng Kayau tak terlihat lagi. Sepertinya aku terlalu paranoid, bisa saja mereka belum mengenaliku. Kupelankan laju mobil seiring kumandang adzan magrib yang mulai bergema.
Kuurungkan niat untuk melarikan diri, uang Rp.10 juta terlalu sayang untuk ditinggalkan pergi. Kuarahkan mobil menuju mesjid terdekat, numpang parkir. Aku lalu melangkah menuju warung lalapan yang baru membuka tenda jualan di seberang jalan.
*****
Pukul tujuh malam kurang 15 menit, telepon genggamku berdering. Di layar tertulis nama Mina Kurik melakukan panggilan. Mina adalah panggilan bagi wanita suku Dayak Ngaju, artinya tante. Setelah ngobrol beberapa menit, aku beranjak dari warung lalapan menuju halaman mesjid.
Sesuai petunjuk, kuarahkan mobil menuju penginapan. Sepanjang jalan aku merasa cemas. Mataku tak pernah lepas dari spion, takut ada kelompok Ateng Kayau tiba-tiba mengikuti. Mengusir ketegangan, aku menyalakan rokok. 10 menit berlalu, aku akhirnya tiba di tempat yang disepakati.
Di depan penginapan, seorang wanita paruh baya terlihat gelisah sembari menggenggam handphone. Ia memanggul tas rambat, tas yang terbuat dari anyaman rotan.
Di kursi panjang, sepasang suami istri berusia 50an tahun duduk bersandar. Mereka tampak risau, seperti sedang memendam masalah.
Berdiri di samping, seorang pria muda terlihat cemas. Setelah menghirup inhaler obat asma, ia membuat tanda salib dengan tangan di dahi dan pundak, lalu menunduk penuh khidmat. Dengan jemari saling merangkul dan menggenggam rosario, ia tenggelam dalam doa. Entah apa yang ia doakan, aku tak tahu dan tak mau tahu. Yang jelas, ia tampak terpelajar.
Beberapa barang bawaan, tas, dan sebuah koper berukuran besar, tergeletak di depan kursi panjang. Yang tampak menonjol adalah tiga kisa rotan yang masing-masing berisi ayam jantan.
Kuparkir mobil persis di depan mereka, lalu turun dengan wajah sumringah. Bagaimanapun juga, aku harus terlihat ramah.
"Mina Kurik?" tanyaku dengan senyum lebar.
Ia mengangguk pelan, "Ancah?" tanyanya.
Wanita di hadapanku berkulit putih dan bermata sipit, khas wanita Dayak. Kutaksir usianya lebih dari 45 tahun, tapi belum mencapai 50 tahun. Aku tertegun sejenak, kakinya pincang sebelah.
"Iya, Mina. Saya Suriansyah alias Ancah. Saya akan mengantar anda dan rombongan dengan selamat sampai tujuan, he…he…he…" kataku sambil membusung dada.
Mina Kurik memasang wajah ketus, sikap ramahku tak mempan. Ia justru menatapku lekat-lekat, mengamati dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia lantas menggeleng dan bergumam, "manusia tak seimbang."
Wanita Aneh! ia yang pincang, kenapa aku yang dicap tak seimbang?gerutuku dalam hati,
Sepasang suami istri serta anaknya yang duduk di kursi panjang langsung berdiri dan menghampiri. Dari tampangnya, aku tahu mereka orang Jawa. Bisa jadi pegawai perusahaan tambang yang pensiun atau transmigran yang ingin mudik.
"Selamat malam pakde, bude, mas. Mau pulang kampung, ya?" cerocosku seraya mengulurkan tangan. Tak lupa, senyum termanis kupajang di wajah.
"Eh.. Iya mas. Besok siang jam 11.00 wita kapal akan berangkat. Jadi, sekitar jam 09.wita kita harus sudah ada di pelabuhan. Bisa kan, mas?" sahut Pakde seraya mengulurkan tangan dengan wajah penuh harap.
"Hmmm…" Aku mengangguk-angguk, "jam 11.00 wita, berarti jam 10.wib waktu sini. Perjalanan kita sekitar 12 jam. Kalau berangkat sekarang, kita nyampe pelabuhan pukul 07.00 pagi. Tenang saja, Pakde. Kalian akan sampai pelabuhan tepat waktu," ujarku penuh sesumbar.
Pakde tersenyum lega, begitu juga Bude dan si pemuda. Dari tampilannya, jelas sekali mereka ini orang kaya. Kalau tidak salah, sebutannya priyayi.
Sewaktu menerima uluran tangan si Bude, gelang emas melingkar di pergelangan tangan kiri dan kanan. Begitu juga di bagian leher, kalung emas seberat 10 gram tampak sangat bersinar, terselip di kerah baju. Ciri khas wanita kaya.
"Ehm.. Tapi, Pakde. Uang mukanya dulu. Sesuai perjanjian, lima juta bayar di depan," desakku seraya menunjukkan lima jari telapak tangan.
Pakde terlihat kaget lalu mengangguk-angguk, "eh, iya iya. Hampir kelupaan. Bu, uang mukanya, sini."
Kuterima amplop uang itu dengan hati berbunga. Tanpa ragu, kusobek ujungnya dan menghitung isinya. Kulirik, Mina Kurik merengut. Sedangkan Pakde dan Bude tetap bersikap tenang. Si lelaki muda, wajahnya masih terlihat cemas.
"Waduh…kurang sejuta, Pakde. Emangnya, Ilham gak bilang, 10 juta belum termasuk bbm? Solar dari sini ke Banjarmasin itu satu juta. Itu juga ngepas banget," suaraku memelas.
Pura-pura kukembalikan uang itu dengan raut muka penuh kecewa. Mina Kurik yang sedari tadi hanya merengut, tiba-tiba maju ke depan dengan mata melotot.
"Hei, sopir sialan! jangan coba-coba menipu! Kalau tak mau, kami cari sopir lain," sentaknya penuh emosi. Jemarinya yang kurus menunjuk wajahku.
Aku tak gentar. Kukeluarkan kemampuan bersilat lidah hingga mereka terpojok dan tak ada pilihan.
"Ya, silahkan saja. Semua sopir travel sudah berangkat tadi sore. Paling telat jam tiga sore. Datang ke agen travel juga percuma. Pasti disuruh berangkat besok pagi," ucapku seraya pura-pura membalik badan.
Mina Kurik yang pincang sudah memonyongkan bibir, hendak memaki, tapi keburu dicegah Pakde.
"Sudah…sudah…wes rapopo. Satu juta kan!? Yowes, gak apa-apa," timpal Pakde dengan ekpresi tak iklas.
Kena, kau! seruku dalam hati.
Sambil nyengir, kuterima uang tambahan satu juta itu. Aku tak peduli mina Kurik yang kesal, Bude yang marah dalam bahasa Jawa, atau si pemuda milenial yang melongo. Uang lebih penting dari harga diri yang tak seberapa.
"Nah…kalau begini kan, enak. Nanti kita isi minyak dulu di eceran. Pom bensin sudah tutup dan dikuasai pelangsir," jelasku seraya menyimpan tambahan uang ke tas pinggang.
Beberapa saat kemudian, aku sudah membantu mereka memasukkan barang bawaan ke dalam mobil. Namun, ada sesuatu yang mengganjal sewaktu hendak mengangkat koper yang paling besar. Mina Kurik dengan kasar menepis tanganku, "yang ini jangan ikut campur!" hardiknya.
Aku mundur selangkah sambil mengangkat pundak. Kubiarkan saja mereka melakukan apa maunya. Aku tersenyum demi melihat mereka kesusahan mengangkat koper yang berat itu.
"Terus…! Terus…! Dikit lagi!" seruku menyemangati.
Mina Kurik hanya diam menahan dongkol. Aku bergegas membuka pintu tengah, karena mereka tak mau koper itu ditaruh di bagasi. Sekilas, aku jadi curiga apa isi koper itu.
"Apa isinya, Pakde? Kok kayaknya berat sekali? Barang penting?" selidikku.
"Mboten nggih mas. Bukan apa-apa kok."
Jelas sekali ia berbohong. Pastilah isi koper itu barang berharga. Bisa jadi, isinya adalah uang yang ditutupi pakaian. Atau…benda antik. Ya, isinya pastilah benda antik.
Dugaanku, isinya piring keramik china kuno milik leluhur orang Dayak. Aku pernah melihat benda itu di museum. Untuk satu piring harganya ratusan juta, bahkan milyaran. Konon, orang-orang Dayak jaman dahulu membawa benda-benda keramik dari tanah asal mereka di negeri China sewaktu bermigrasi ke Nusantara.
Seketika aku gugup, membayangkan betapa mahalnya barang yang kubawa selama perjalanan 12 jam nanti. Kemungkinan benda antik itu mereka dapatkan dari para tetua Dayak di hulu sungai sana.
"Heh, jangan melamun! Tutup pintunya mobilnya!"
Aku terlonjak kaget mendengar hardikan mina Kurik. Sampai-sampai aku mengelus dada. Meski badannya mungil, wanita itu punya suara menyakitkan telinga. Setelah pintu tengah tertutup, terseret ia melangkah dengan kaki pincang menuju kap mobil.
Mina Kurik tertegun sejenak, menatap bergantian pada Pakde, Bude, serta si pemuda yang belum kutahu namanya. Mereka bertiga lantas mendekat, berdiri beberapa langkah di dekat Mina Kurik.
"Kita mulai ritualnya," kata Mina sembari mengeluarkan barang dari tas rotan yang ia panggul.
"Ritual? Ritual apaan?"
Aku bergegas hendak mencegah tapi segera mengurungkan niat. Aku menelan ludah tatkala mina Kurik mengeluarkan Dohong, belati khas suku Dayak. Sebuah belati yang terbuat dari mata tombak, dengan kumpang (sarung) yang memiliki ukiran yang rumit.
Kulirik, ada banyak sekali isi dalam tasnya. Setidaknya ada tujuh gulungan tikar purun yang dipotong kecil, dengan panjang sekitar 20 sentimeter.
"Ritual Tampung Tawar, agar perjalanan kita selamat sampai tujuan," jelas mina Kurik. "Dibyo, ambilkan aqua gelas!" perintahnya kemudian.
Si pemuda yang belakangan kutahu bernama Dibyo, bergegas menuju pintu tengah mobil dan kembali membawa tiga aqua gelas.
"Cukup satu saja," tambah mina sambil meraih aqua gelas dari tangan Dibyo.
Sreet…
Mina Kurik memotong bagian atas gelas plastik dengan dohong yang tajam, serta mengeluarkan lagi beberapa isi dari tas rotan yang tergeletak di samping kakinya.
Kini kecurigaanku semakin jelas. Pantas saja mereka berani bayar mahal. Yang mereka bawa adalah benda berharga. Ritual itu pastilah untuk menenangkan para mahluk penunggu barang antik tadi.
Meski setengah percaya, kudengar kalau orang-orang Dayak suka memasukan arwah leluhur mereka pada benda-benda kuno dan pusaka.
Sekarang terjawab, kenapa orang-orang berduit ini memilih naik kapal laut, bukan pesawat. Benda berharga jauh lebih mudah diselundupkan lewat laut daripada bandara.
Andai saja barang antik itu milikku, pastilah bisa kugunakan untuk membayar hutang. Bahkan, menjadikanku kaya mendadak, aku membatin.
Kenapa tidak dirampas saja?
Seketika pikiran kotor bergelayut di kepalaku. Semakin ditepis, semakin niat jahat itu terus menghantui.
Ia, rampok saja. Bikin seolah-seolah terjadi perampokan. Kalau perlu, gunakan kekerasan!
Aku tertegun, bahkan tubuhku mulai panas dingin karena tak menyangka pikiranku bisa sekotor itu. Aku memang kriminal, aku memang suka berjudi dan pecandu narkoba. Tapi merampok, tak pernah kulakukan sebelumnya.
Kejahatan terbesarku hanyalah memukuli istri, serta hampir membunuhnya beserta anakku. Oleh karena itulah aku akhirnya mendekam di penjara dan kemudian bercerai.
Sejenak aku menimbang-nimbang, apakah akan kembali berbuat jahat atau hidup lurus-lurus saja tapi dalam keadaan miskin. Bayangan Ateng Kayau tadi sore kembali meneguhkanku untuk merampok orang-orang malang ini.
Bisa saja, Ateng Kayau dan anak buahnya mencegatku di tengah jalan dan merampas benda antik itu.
Tidak! Barang antik itu tidak boleh jatuh ke tangan Ateng Kayau. Aku harus berhasil merebutnya terlebih dahulu sebelum mereka merampasnya dengan paksa.
Sebelum memulai ritual, mina Kurik menoleh dan kubalas dengan anggukan kepala. Kutatap wajah mereka satu-persatu dengan senyum lebar. Kini, sebuah rencana telah tersusun di benakku.
Para pendatang ini, mereka takkan pernah menginjakkan kakinya di tanah Jawa dalam keadaan selamat.
…bersambung…
Sampai Jumpa di Malam Senen. Jangan lupa sukreb, komeng dan syer ewer-ewer. Tabe😇🙏
Wahai kaskuser yang baik, jangan lupa dukunga ane di mari yak buat beli quota dan jajan anak 🤣
https://karyakarsa.com/benbela/panglarangan-bab-34
Atau dimari juga bisa https://saweria.co/bangbeben
Terima kasih 😇😇😇
![redbaron](https://s.kaskus.id/user/avatar/2007/04/30/avatar268132_6.gif)
![Sexbomb](https://s.kaskus.id/user/avatar/2004/04/25/avatar36743_28.gif)
![bruno95](https://s.kaskus.id/user/avatar/2019/11/28/avatar10755550_4.gif)
bruno95 dan 32 lainnya memberi reputasi
33
Kutip
Balas
Tutup