Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

faiztaporaAvatar border
TS
faiztapora
KU ANTAR EMAK MENJEMPUT JODOHKU
"Berapa lama lagi kau akan terus sendiri?"

Acapkali Emak bertanya seperti itu. Saat aku seminggu sekali pulang dari kosan, memanfaatkan libur kerja. Kadang, Emak juga sengaja menelepon, bertanya kabar dan tentu yang satu itu. Entah. Aku pun belum tahu jawaban dari pertanyaan itu.
Jujur, meski aku sudah bekerja, dari gaji saja masih belum cukup. Sekedar biaya nikah serta meramaikannya dengan sederhana. Belum lagi, nanti bila telah hidup bersama. Ada tanggung jawab besar, bukan sekedar untuk cukup makan saja. Banyak kebutuhan lainnya.

Dan, pagi ini, handphone-ku berdering. Dari Emak. Aku sudah bersiap berangkat kerja. Motor yang baru saja ku-starter, seketika kumatikan.

"Ya.. Mak.."
"Gimana kabarmu? ..."
Baru satu kalimat itu, aku merasa ada yang berbeda dari suara Emak. Suara paraunya sedikit gemetaran. Mungkinkah sedang tak enak badan? 
"Mak sendiri gimana? Sehat kah Mak?"
"Mak gak papa, kamu udah mau berangkat kerja...?"
Tanyanya menggantung. Aku tahu, ada sesuatu yang disembunyikan Emak.
"Iya Mak, ini sudah siap di motor, Aku berangkat dulu ya Mak..?"
"Ya sudah.. Maaf Emak menganggu pagi-pagi.."

Usai Emak menutup panggilannya. Aku segera menelepon teman kantor, minta diijinkan ke Pak Bos. Hari ini aku tidak masuk kantor. Emak ku sakit, begitu alasanku. Segera saja, kunyalakan motor, kupacu pulang. Jarak hanya dua jam dari kota tempatku bekerja.
***


Assalamu'alaikum.. Mak..
Langsung aku masuk, dari pintu depan yang memang tidak dikunci. Hening. Tak ada sautan dari Emak, menjawab salamku. Di dapur, di halaman belakang tak kujumpai Emakku. Dugaanku, Emak ada di kamar. Ku ketuk pelan pintu kamar Emak.

"Mak.. di dalam..? Ini aku Mak, Mirul pulang.."
Kutarik gagang pintu perlahan. Saat pintu sudah terbuka setengah. Kulihat Emak, berbaring dengan wajah yang sedikit pucat. Segera kudekati, aku duduk di sebelahnya. Ku genggam tangan Emak, ku kecup kepalannya. Emak belum sadar aku datang. Kutempelkan tanganku di dahi Emak. Tak panas, hanya bulir-bulir keringat dingin mulai bermunculan menitik.

Hingga saat kusekakan tanganku, mengusap dahi yang mulai basah. Emak, sedikit terkaget. Matanya lamat-lamat terbuka.

"Mirul..? kamu disini?
"Iya Mak, ini Mirul."
"Kamu nggak kerja?"
"Emak sakit?" Hampir bersamaan aku dan Emak saling bertanya.
"Iya Mak, Mirul bolos hari ini. Emak sudah minum obat? Emak sudah makan?"
"Emak puasa, Mirul.. "
"Emak batalin saja ya puasanya.. biar Emak minum obat."
Aku tahu, Emak biasa puasa senin-kamis. Tapi, hari ini bukan hari Senin ataupun hari Kamis. Ini baru hari Rabu, Emak puasa apa? Batinku, bertanya kosong.
"Mak.. Emak minum obat ya? Atau mau periksa ke dokter saja?"
"Enggak Mirul.. Emak tetap mau puasa."
"Baiklah Mak.. tapi kalo Emak kenapa-kenapa. Mirul bawa Emak ke dokter ya.."

Emak kembali, tertidur. Dengan mata yang tak rapat menutup. Beberapa kali, dahinya berkernyit. Sungguh, aku tak tega. Aku tahu Emak menahan demam di badan.

Ku kipas Emak perlahan dengan ilir. Kipas anyaman bambu yang banyak dipakai Tukang sate mengipas bakarannya. Semilir anginnya, membuat Emak sedikit nyaman dalam tidurnya.

Sembari mengipas, rupa-rupa aku hanyut. Menyelam, tenggelam dalam lamunan.
***

Azan dzuhur, membuyarkan segala perkara lamunanku. Pikiranku, yang trenyuh melihat Emak terbaring sakit. Emak yang masih mempertahankan puasanya. Yang entah puasa apa. Dan tentu, kupersiapkan mentalku menghadapi pertanyaan yang acap ditanyakan Emak.

Namun, aku tak mau berangan buruk dengan sakitnya Emak kali ini.
Segera aku beranjak dari balai ranjang tempat Emak terbaring. Aku ke sumur belakang, mengambil wudhu. Lalu bergegas, ke mushola yang berjarak tiga rumah dari rumah Emak. Tempat biasa aku mengaji waktu kecil.

Terus terang, sedari kecil hingga SMP aku rajin mengaji. Namun, ketika masuk bersekolah STM. Aku hampir-hampir tak pernah lagi baca Qur'an. Sholatku pun terkadang semrawut.

Terlebih sekarang, saat aku kerja. Berkeliling sebagai sales roti kemasan. Sholat pun dimana tempat yang bisa aku mampir dalam perjalanan. Mencari toko konsinyasi, atau sembari mengecek jumlah roti yang ku titip jualkan. Itupun kadang sudah mepet waktunya.

Paling tidak aku masih menjaga sholatku, sebagaimana pesan Emak. Ya, walaupun masih semauku sendiri.

Usai, pulang dari mushola. Dengan sedikit bernostalgia dengan suasana dan beberapa jamaahnya. Para tetangga yang mengenal baik siapa aku. Hampir sudah tak ada kawan sebaya yang masih tinggal di kampungku ini. 

Mereka memilih merantau, mencari peruntungan di kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya. Hanya setahun sekali mereka pulang kala lebaran.

Sama juga seperti kakak perempuanku, pulang sekali setahun. Karena turut dibawa suaminya, yang bekerja di Kalimantan. Kondisi dan biaya menjadi faktor alasan, kakakku tak bisa sesering mungkin menjenguk Emak.

Sama saja denganku. Aku saja, yang dekat malah hanya seminggu sekali. Dengan alasan pekerjaan. Padahal, seharusnya, di usia senjanya, di kesendiriannya, Emak harus kutemani setiap saat.

Mungkin hal ini, yang menyebabkan Emak selalu bertanya padaku perihal menikah. Paling tidak bila aku bekerja, akan ada istriku yang menemani Emak di rumah.
***

Sepulang dari mushola, aku segera menengok Emak. Barangkali masih tertidur, dzuhur sudah terlewat satu jam lebih. Tak dinyana, ketika aku masuk kamar. Emak telah selesai mengerjakan sholat. Ia masih bersimpuh bermunajat, memanjatkan doa. Tak sengaja kudengarkan. Dalam doanya, melalui lantaran berpuasa di hari wetonku, Emak mendoakanku.

Aku memilih untuk keluar, duduk di kursi ruang tengah. Sembari membuka ponsel, barangkali ada kabar apa daribteman atau tentang kerjaanku.

"Kau sudah makan Mirul?"
Aku kaget, Emak sudah berdiri disampingku. Sudah berganti pakaian, berkerudung rapi. Sebagaimana biasa bila Emak keluar rumah, bila ada acara, kondangan, maupun ke bank. Bila mau mencairkan uang pensiunan almarhum Bapak, atau sekedar uang transferan dari kakakku.

Segera kusambar tubuh Emak. Ku rangkul dan ku papah, untuk ikut duduk.
"Tadi di mushola ada yang bagi-bagi nasi bungkus gratis."
"Mau temani Emak? Antar Emak?"
"Kemana Mak?"

Emak tak menjawab. Ah, mungkin Emak mau diantar ke dokter. Aku menggamit kunci motor. Ku tuntun Emak keluar. Lalu mendudukkannya di atas boncengan motor. Emak masih tak memberi tahu tujuannya. Aku hanya berpikir untuk mengantarkan Emak ke dokter di desa sebelah.

Sesampainya, aku sengaja berhenti dan parkir di halaman rumah orang, yang tepat bersebelahan dengan  rumah dokter.

Bukannya minta ditatih ke tempat dokter. Emak justru minta diantarkan ke rumah yang halamannya ku jadikan tempat parkir. Rumah yang cukup sederhana, namun berkesan mewah sebagai rumah keluarga terpandang diantara warga desa.
Usai menuturkan salam, seorang ibu keluar. Si empunya rumah tersenyum ramah menyambut. Dan mengajak kami untuk masuk, menuju ruang tamu.

Disana, aku dan Emak duduk pada sofa panjang yang cukup untuk dua orang saja. Aku masih bingung, ada gerangan apa Emak mengajakku kemari. Beberapa hidangan pun tersaji. Seperti memang dipersiapkan untuk kehadiran kami.

"Gimana kabarnya, Mbakyu..? Akhirnya, keturutan juga bisa bersilaturahmi kesini.."

Aku masih terheran-heran. Bapak berkumis itu, menyapa ramah Emak. Sembari mengakrab-akrabi. Begitu juga dengan perempuan di sebelahnya.Yang tadi menyambut kedatangan kami. Yang kukira adalah istri dari si Bapak berkumis. Turut menganguk-angguk dan tersenyum.

"Ah, iya.. Alhamdulillah.. dan mohon maaf baru bisa sempat, hari baru datang kesini.."

Aku hanya termangu, diam. Sedikit canggung dengan nuansa keakraban yang terjalin antara Emak dan keluarga ini. Lagi-lagi aku hanyut. Telingaku serasa tuli, sama sekali tak mendengar percakapan antar mereka.

Hingga tiba-tiba, Emak menepuk lenganku.
"Gimana Mirul.. kamu setuju kan..?"
"Setuju apa Mak..?"
Spontan, aku merespon pertanyaan Emak dengan tanya. Ketahuan sekali, bila dari tadi aku sedang melamun.

"Ini.. Emak jodohkan kamu dengan anak gadis di keluarga ini.. Sesuai amanat Bapakmu."

Lagi-lagi, aku diam tergugu. Apakah ini mimpi di siang bolong?? [fz]

gambar ilustrasi ngantar emak-emak


 


Diubah oleh faiztapora 07-07-2023 03:52
MFriza85
fernando4231
bolapantai
bolapantai dan 8 lainnya memberi reputasi
9
1K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
kulipriokAvatar border
kulipriok
#1
Lanjutkan gan..
faiztapora
faiztapora memberi reputasi
1
Tutup