- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Cerita Mistis! Perjalanan Bus Malam
TS
piendutt
Cerita Mistis! Perjalanan Bus Malam
Quote:
Perjalanan Bus Malam
Part 1. Pulang Kampung
Seorang wanita terlihat sedang sibuk memasukkan beberapa baju ke dalam tas koper kecil di sebuah ruangan. Saat memasukkan peralatan lain ke tas ransel, pandangannya tertuju pada secarik tiket perjalanan bus malam tujuan Sumedang, Jawa barat. Tiba-tiba, ponselnya berdering dan dia pun segera mengangkatnya.
“Iya, Bu. Ini udah siap-siap, kok. Sebentar lagi berangkat,” ujarnya pada sang ibu yang berada di seberang telepon.
“Kenapa kamu harus pergi pakai bus malam, Nak? Bus pagi ‘kan ada. Ibu khawatir, Nak.”
“Ibu, jangan kebanyakan mikir macam-macam. Aku ‘kan udah sering pulang naik bus malam. Nggak akan ada apa-apa, kok. Lagian, aku tuh suka ketenangan. Kalau naik bus pagi, orang-orang pada berisik dan membuatku susah untuk istirahat,” jawabnya berusaha menenangkan sang ibu.
“Iya sudah kalau begitu. Ibu tunggu kedatanganmu, ya. Kalau ada apa-apa, langsung kabari Ibu.”
Perbincangan itu pun berakhir dan Lily pun segera membawa kopernya ke luar rumah, lalu menunggu taksi online yang tadi sudah dipesan untuk mengantarkannya ke terminal bus.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Lily tiba di terminal pukul setengah sepuluh malam dan bergegas menuju ke bus sesuai jurusan dalam tiket yang dipegangnya. Namun, baru saja hendak naik bus tersebut, Lily dicegat seseorang yang berpenampilan seperti pengemis dengan pakaian compang-camping dan aroma tubuh yang menyengat. Orang itu menarik-narik tas milik Lily sambil berteriak menahan langkah wanita itu untuk naik ke bus.
“Jangan naik! Jangan naik! Jangan naik! Bahaya!”
“Ih, apa sih?! Lepas! Lepasin tasku!” teriak Lily sambil berusaha mempertahankan tas miliknya.
Aksi tarik-menarik tas pun terjadi di antara keduanya, sampai akhirnya sopir bus turun tangan membantu Lily.
“Dasar orang gila! Selalu aja gangguin para penumpang!” umpat sopir bus itu seraya mengusir orang aneh itu.
“Dia itu ... orang gila, Pak?” tanya Lily.
“Iya, Mbak. Udah sering dia seperti itu! Udah, jangan diladeni omongannya, Mbak. Ayo, cepat naik! Busnya sudah mau berangkat.”
Lily pun mengangguk, lalu segera naik ke bus dan mencari tempat duduk yang sesuai dengan urutan nomor di tiket miliknya. Setelah ketemu, Lily duduk dan tidak lama kemudian, bus pun mulai melaju perlahan, meninggalkan terminal itu.
Wanita itu sempat menatap ke arah orang aneh yang tadi mencegahnya naik bus. Orang itu masih berdiri tegak di pinggir jalan. Tiba-tiba Lily tersentak saat melihat sesosok wanita berbaju putih yang ikut berdiri di samping orang aneh itu. Wajahnya hancur parah dengan baju berlumuran darah. Lily mengusap matanya beberapa kali, berharap yang dilihatnya itu hanyalah halusinasi. Namun, sosok itu tetap ada di sana hingga bus yang ditumpanginya menjauhi terminal.
***
Lily pun mengatur napasnya kembali, berharap bisa melupakan kejadian yang membuat bulu kuduknya berdiri itu. Setelah merasa tenang, Lily pun memilih untuk memejamkan mata dan tidak lagi ambil pusing dengan kejadian tadi.
Waktu menunjukkan pukul dua belas lebih lima belas menit dan suasana di dalam bus semakin terasa dingin. Badan Lily beringsut dan tangannya meraba-raba selimut yang seharusnya menutupi badannya. Dia pun sedikit membuka mata dan ternyata selimut itu sudah terjatuh.
“Pantas saja terasa dingin,” gumam Lily sambil menunduk dan berniat mengambil selimutnya yang terjatuh.
Tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat saat melihat sesosok wanita dengan wajah hancur tengah merangkul kakinya.
“Arrrhhhh!” Lily spontan berteriak sambil menaikkan kakinya dan tidak menyadari bahwa semua orang sedang memandangnya.
Wanita itu tidak memedulikan orang-orang yang memandangnya dengan tatapan aneh. Pikirannya masih tertuju pada sosok wanita menyeramkan yang tadi merangkul kakinya dan sekarang sosok itu menghilang entah ke mana.
“Mbak, tolong jangan berisik, ya! Anak saya jadi kebangun ini!” seru salah seorang ibu-ibu yang duduk tidak jauh dari tempat duduk Lily.
Lily pun segera meminta maaf dan kembali duduk di posisinya. Dia mengatur napasnya yang sempat tersengal karena terkejut dan mencoba melupakan hal mengerikan yang tadi dilihatnya. Wanita itu mencoba menenangkan diri dengan membuka tirai yang menutupi jendela bus di sampingnya dan ternyata di luar sedang hujan.
Jalanan terlihat sepi dan nyaris tidak ada kendaraan lain yang melintas karena memang sudah tengah malam. Lily pun kembali menikmati perjalanan malam hingga bus yang ditumpanginya melewati area jalan Cadas Pangeran, Sumedang.
Baru beberapa menit melewati area itu, bus mendadak berhenti dan membuat para penumpang kebingungan. Sang sopir pun turun untuk memeriksa keadaan.
Rupanya, jalan yang hendak dilewati sedang ditutup sementara akibat hujan yang turun selama tiga hari berturut-turut di kawasan itu dan membuat beberapa jalan mengalami longsor. Mau tidak mau, bus yang hendak melintas pun terpaksa dialihkan ke jalur alternatif. Sang sopir segera kembali ke bus dan memberitahukan kabar tersebut kepada para penumpang.
“Aduh gimana ini?! Aku nggak mau lewat jalur lain! Jalur alternatif itu dikelilingi hutan belantara menyeramkan dan banyak bus yang mengalami kecelakaan pas lewat jalur itu!” ujar salah satu penumpang yang tidak setuju kalau bus yang ditumpangi melewati jalur alternatif.
Ucapan penumpang itu membuat penumpang lainnya mulai ribut dan ketakutan. Bahkan, beberapa penumpang memilih turun dan menunggu angkutan lain yang lewat. Sementara, penumpang lain memilih tetap berada di dalam bus karena takut tidak mendapatkan tumpangan, apalagi hujan turun semakin lebat.
“Yang mau turun, silakan turun saja di sini! Lagi pula, hujan deras kayak gini nggak akan ada angkutan lain yang lewat! Jadi, jangan menghambat perjalanan ini, ya!” sahut salah satu wanita bergaun hijau yang duduk santai di kursinya.
Setelah sedikit perbedaan pendapat, ada beberapa penumpang yang tetap memilih untuk turun dan sisanya tetap berada di dalam bus untuk melanjutkan perjalanan.
***
Pada pukul dua dini hari, bus pun memasuki kawasan hutan yang menjadi perdebatan di antara para penumpang tadi. Terlihat pohon-pohon pinus menjulang tinggi dan samar-samar juga terlihat beberapa pasang mata hewan buas yang menyala di kegelapan, mengintai di balik pepohonan.
Lily ikut menikmati pemandangan yang menyeramkan itu, tetapi lagi-lagi pandangannya tertuju pada satu sosok wanita berbaju putih yang bergelantungan di atas pohon. Dia mengusap-usap matanya untuk memastikan pandangannya dan benar saja. Saat Lily menatap pohon itu lagi, wanita menyeramkan yang dilihatnya tadi sudah tidak ada.
Bersambung.
Mau tau kelanjutannya? Stay terus di lapak Ratu Horor ini.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Part 1. Pulang Kampung
Seorang wanita terlihat sedang sibuk memasukkan beberapa baju ke dalam tas koper kecil di sebuah ruangan. Saat memasukkan peralatan lain ke tas ransel, pandangannya tertuju pada secarik tiket perjalanan bus malam tujuan Sumedang, Jawa barat. Tiba-tiba, ponselnya berdering dan dia pun segera mengangkatnya.
“Iya, Bu. Ini udah siap-siap, kok. Sebentar lagi berangkat,” ujarnya pada sang ibu yang berada di seberang telepon.
“Kenapa kamu harus pergi pakai bus malam, Nak? Bus pagi ‘kan ada. Ibu khawatir, Nak.”
“Ibu, jangan kebanyakan mikir macam-macam. Aku ‘kan udah sering pulang naik bus malam. Nggak akan ada apa-apa, kok. Lagian, aku tuh suka ketenangan. Kalau naik bus pagi, orang-orang pada berisik dan membuatku susah untuk istirahat,” jawabnya berusaha menenangkan sang ibu.
“Iya sudah kalau begitu. Ibu tunggu kedatanganmu, ya. Kalau ada apa-apa, langsung kabari Ibu.”
Perbincangan itu pun berakhir dan Lily pun segera membawa kopernya ke luar rumah, lalu menunggu taksi online yang tadi sudah dipesan untuk mengantarkannya ke terminal bus.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Lily tiba di terminal pukul setengah sepuluh malam dan bergegas menuju ke bus sesuai jurusan dalam tiket yang dipegangnya. Namun, baru saja hendak naik bus tersebut, Lily dicegat seseorang yang berpenampilan seperti pengemis dengan pakaian compang-camping dan aroma tubuh yang menyengat. Orang itu menarik-narik tas milik Lily sambil berteriak menahan langkah wanita itu untuk naik ke bus.
“Jangan naik! Jangan naik! Jangan naik! Bahaya!”
“Ih, apa sih?! Lepas! Lepasin tasku!” teriak Lily sambil berusaha mempertahankan tas miliknya.
Aksi tarik-menarik tas pun terjadi di antara keduanya, sampai akhirnya sopir bus turun tangan membantu Lily.
“Dasar orang gila! Selalu aja gangguin para penumpang!” umpat sopir bus itu seraya mengusir orang aneh itu.
“Dia itu ... orang gila, Pak?” tanya Lily.
“Iya, Mbak. Udah sering dia seperti itu! Udah, jangan diladeni omongannya, Mbak. Ayo, cepat naik! Busnya sudah mau berangkat.”
Lily pun mengangguk, lalu segera naik ke bus dan mencari tempat duduk yang sesuai dengan urutan nomor di tiket miliknya. Setelah ketemu, Lily duduk dan tidak lama kemudian, bus pun mulai melaju perlahan, meninggalkan terminal itu.
Wanita itu sempat menatap ke arah orang aneh yang tadi mencegahnya naik bus. Orang itu masih berdiri tegak di pinggir jalan. Tiba-tiba Lily tersentak saat melihat sesosok wanita berbaju putih yang ikut berdiri di samping orang aneh itu. Wajahnya hancur parah dengan baju berlumuran darah. Lily mengusap matanya beberapa kali, berharap yang dilihatnya itu hanyalah halusinasi. Namun, sosok itu tetap ada di sana hingga bus yang ditumpanginya menjauhi terminal.
***
Lily pun mengatur napasnya kembali, berharap bisa melupakan kejadian yang membuat bulu kuduknya berdiri itu. Setelah merasa tenang, Lily pun memilih untuk memejamkan mata dan tidak lagi ambil pusing dengan kejadian tadi.
Waktu menunjukkan pukul dua belas lebih lima belas menit dan suasana di dalam bus semakin terasa dingin. Badan Lily beringsut dan tangannya meraba-raba selimut yang seharusnya menutupi badannya. Dia pun sedikit membuka mata dan ternyata selimut itu sudah terjatuh.
“Pantas saja terasa dingin,” gumam Lily sambil menunduk dan berniat mengambil selimutnya yang terjatuh.
Tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat saat melihat sesosok wanita dengan wajah hancur tengah merangkul kakinya.
“Arrrhhhh!” Lily spontan berteriak sambil menaikkan kakinya dan tidak menyadari bahwa semua orang sedang memandangnya.
Wanita itu tidak memedulikan orang-orang yang memandangnya dengan tatapan aneh. Pikirannya masih tertuju pada sosok wanita menyeramkan yang tadi merangkul kakinya dan sekarang sosok itu menghilang entah ke mana.
“Mbak, tolong jangan berisik, ya! Anak saya jadi kebangun ini!” seru salah seorang ibu-ibu yang duduk tidak jauh dari tempat duduk Lily.
Lily pun segera meminta maaf dan kembali duduk di posisinya. Dia mengatur napasnya yang sempat tersengal karena terkejut dan mencoba melupakan hal mengerikan yang tadi dilihatnya. Wanita itu mencoba menenangkan diri dengan membuka tirai yang menutupi jendela bus di sampingnya dan ternyata di luar sedang hujan.
Jalanan terlihat sepi dan nyaris tidak ada kendaraan lain yang melintas karena memang sudah tengah malam. Lily pun kembali menikmati perjalanan malam hingga bus yang ditumpanginya melewati area jalan Cadas Pangeran, Sumedang.
Baru beberapa menit melewati area itu, bus mendadak berhenti dan membuat para penumpang kebingungan. Sang sopir pun turun untuk memeriksa keadaan.
Rupanya, jalan yang hendak dilewati sedang ditutup sementara akibat hujan yang turun selama tiga hari berturut-turut di kawasan itu dan membuat beberapa jalan mengalami longsor. Mau tidak mau, bus yang hendak melintas pun terpaksa dialihkan ke jalur alternatif. Sang sopir segera kembali ke bus dan memberitahukan kabar tersebut kepada para penumpang.
“Aduh gimana ini?! Aku nggak mau lewat jalur lain! Jalur alternatif itu dikelilingi hutan belantara menyeramkan dan banyak bus yang mengalami kecelakaan pas lewat jalur itu!” ujar salah satu penumpang yang tidak setuju kalau bus yang ditumpangi melewati jalur alternatif.
Ucapan penumpang itu membuat penumpang lainnya mulai ribut dan ketakutan. Bahkan, beberapa penumpang memilih turun dan menunggu angkutan lain yang lewat. Sementara, penumpang lain memilih tetap berada di dalam bus karena takut tidak mendapatkan tumpangan, apalagi hujan turun semakin lebat.
“Yang mau turun, silakan turun saja di sini! Lagi pula, hujan deras kayak gini nggak akan ada angkutan lain yang lewat! Jadi, jangan menghambat perjalanan ini, ya!” sahut salah satu wanita bergaun hijau yang duduk santai di kursinya.
Setelah sedikit perbedaan pendapat, ada beberapa penumpang yang tetap memilih untuk turun dan sisanya tetap berada di dalam bus untuk melanjutkan perjalanan.
***
Pada pukul dua dini hari, bus pun memasuki kawasan hutan yang menjadi perdebatan di antara para penumpang tadi. Terlihat pohon-pohon pinus menjulang tinggi dan samar-samar juga terlihat beberapa pasang mata hewan buas yang menyala di kegelapan, mengintai di balik pepohonan.
Lily ikut menikmati pemandangan yang menyeramkan itu, tetapi lagi-lagi pandangannya tertuju pada satu sosok wanita berbaju putih yang bergelantungan di atas pohon. Dia mengusap-usap matanya untuk memastikan pandangannya dan benar saja. Saat Lily menatap pohon itu lagi, wanita menyeramkan yang dilihatnya tadi sudah tidak ada.
Bersambung.
Mau tau kelanjutannya? Stay terus di lapak Ratu Horor ini.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Part 2. Kecelakaan Tragis
Cerita baru
Konten The End 👇
Part 1. Gedung Sekolah Angker
Part 2. Ruang Laboratorium
Part 3. Konten Uji Nyali
Part 4. Kuburan Massal
Diubah oleh piendutt 11-07-2023 12:35
riri49 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
4.5K
Kutip
65
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#33
Konten The End
Quote:
Part 3. Konten Uji Nyali
Setelah bergabung kembali dengan teman-temannya, Nita pun langsung disuruh untuk segera bersiap-siap karena sebentar lagi akan melakukan siaran langsung untuk konten mereka. Beberapa kamera dan satu kursi kayu sudah disiapkan untuk aksi Nita malam ini.
“Nit, gue harap lu nggak ngecewain kita semua,” ujar Erlangga.
“Tenang aja. Gue nggak kayak lu, kok.”
“Yah, sombong amat ni anak! Awas lu! Ketemu setan baru tau rasa lu!” umpat Erlangga.
Nita pun tidak memedulikan ucapan Erlangga itu dan memilih langsung duduk di kursi yang sudah disediakan dan mempersiapkan dirinya sebelum menghadap ke kamera. Sementara, Beni berbicara menggunakan mikrofon untuk menyapa para penggemarnya. Siaran langsung pun dimulai dan para penggemar yang sudah menunggu video mereka segera memanggil teman-teman lainnya. Aksi sapa menyapa pun terjadi sebelum masuk ke acara utama.
“Tepat pada pukul dua belas malam ini, kita semua akan membuktikan ada tidaknya makhluk halus di gedung ini seperti ucapan kalian. Jadi, jangan pernah pindah channel dan tetap ikuti siaran kami sampai selesai!” ujar Beni kepada para penggemarnya.
Para penggemar acara mereka sangat antusias. Tidak ketinggalan, ada juga beberapa netizen yang juga turut hadir menyaksikan siaran langsung acara Beni. Seperti biasa, komentar netizen itu selalu saja bernada negatif dan menyayat hati. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa sikap mereka berlima itu konyol dan hanya akan merugikan diri sendiri. Namun, justru dengan ucapan dari netizen itulah, Beni dan teman-temannya tetap bertekad melakukan siaran langsung dan berharap akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Saat Beni sedang sibuk menyapa penggemarnya, Nita terlihat masih duduk dengan tenang di kursinya meskipun sesekali tangannya menepuk bagian kaki yang terasa gatal akibat digigit hewan kecil pengisap darah.
Brakkkk!
Suara nyaring seperti benda jatuh itu membuat semua orang terkejut, tidak terkecuali Beni dan teman-temannya. Tidak jauh dari tempat Nita menunggu, sebuah kursi usang tergeletak di lantai. Tentu saja hal itu membuat para penonton histeris dan mengatakan bahwa kursi itu dijatuhkan oleh setan. Namun, Nita tidak sependapat dengan opini para penonton. Dia mengamati kursi usang di sampingnya dan melihat ada tali tambang di bawah kursi itu. Nita pun berpikiran bahwa tentu itu tadi adalah perbuatan teman-temannya.
“Ngga! Lu yang narik tuh kursi, ya?” tanya Dinda memastikan.
“Ya, iyalah! Masak iya setan, sih!” jawab Erlangga sekenanya.
“Lu kok nggak ngomong dulu ke Nita? Dia jadi kaget tuh!”
“Emang niatnya biar dia kaget, Dinda. Jadi, semakin kelihatan alami. Kalau dikasih tau dulu, kagetnya jadi beda, Dinda Sayang.”
“Oo ... gitu.”
Beberapa saat kemudian, kembali terjadi pergerakan. Entah bagaimana caranya, tali tambang yang hanya dipersiapkan untuk menarik kursi, bisa berpindah ke leher Nita secara tiba-tiba. Bahkan, tali itu seperti ditarik ke atas oleh sesuatu tak kasat mata.
“Aakkkkhhh!” jerit Nita yang merasa kesakitan dan mencoba meminta bantuan.
“Erlangga, kenapa ada adegan tarik leher segala, sih? Lu ngerubah script gue, ya?” tanya Doni yang memang menjabat sebagai penulis skenario.
“Sumpah! Itu bukan gue! Lihat aja tangan gue masih di sini, nih!”
“Lhah? Kalau bukan lu … jangan-jangan ....”
Beni tidak melanjutkan perkataannya dan langsung menyuruh teman-temannya untuk membantu melepaskan tali yang mengikat leher Nita. Setelah tali itu terlepas, Nita pun beranjak dan berniat menumpahkan kemarahannya karena berpikir itu semua ulah Erlangga. Namun, belum sempat dia mendekat dan berbicara tentang masalah itu, mendadak sekelebat bayangan putih melintas bersamaan dengan terdengarnya suara yang mengerikan.
Hihihhihihihii!
Suara itu menggema ke seluruh ruangan dan langsung membuat mereka berlima ketakutan. Setelah suara yang mengerikan itu perlahan menghilang, tiba-tiba dari atap ruangan tersebut muncul beberapa sosok yang bergelantungan. Tubuh mereka dipenuhi darah hitam dan wajah mereka sangat menyeramkan. Beni dan teman-temannya segera berlari keluar meninggalkan ruangan tersebut. Panik dan rasa ketakutan luar biasa, itulah yang mereka rasakan sekarang. Bahkan, mereka sudah tidak peduli lagi pada siaran yang masih berlangsung.
***
Baru beberapa langkah berjalan, kaki Doni ditarik oleh tali tambang hingga tergantung ke atas atap. Sontak, pria itu meronta-ronta meminta pertolongan. Teman-temannya ingin membantu, tetapi nahas, sosok yang bergelantungan tadi sudah mendekat. Salah satu dari mereka langsung mencakar dan menggigit tubuh milik Doni hingga darah segar bercucuran. Pria itu pun tewas mengenaskan dengan bersimbah darah. Nita dan teman-temannya hanya bisa terpaku tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Buruan lari! Kalau nggak, kita semua bisa mati di sini!” seru Erlangga yang terlebih dulu berlari menghindari makhluk mengerikan itu.
Dinda yang masih syok melihat temannya mati secara mengenaskan itu, terus saja menangis. Untung saja, ada Beni yang terus berusaha menenangkannya.
“Kita sembunyi di sini dulu!” ujar Beni sambil memasuki sebuah ruangan dan menutup pintunya.
“Gimana sekarang? Apa kita bisa keluar dari tempat yang mengerikan ini?” tanya Dinda di sela isak tangisnya.
“Setidaknya untuk sementara kita aman, tetapi kita nggak boleh lengah. Tetap harus waspada terhadap apa pun itu!” ucap Beni tegas.
Mendadak mereka dikejutkan dengan sekelebat bayangan hitam yang berlalu-lalang di depan jendela dan membuat keadaan kembali menegang.
Prang!
Tanpa disangka, satu per satu jendela kaca di ruangan itu tiba-tiba pecah tanpa alasan yang jelas. Semua orang di dalam ruangan itu pun menutup telinga karena suara bising yang mengerikan itu. Bersamaan dengan suara kaca pecah itu, muncul sosok berbadan hitam dengan matanya yang hampir copot, tengah merangkak memasuki ruangan tersebut. Seketika, Dinda berteriak histeris dan menyuruh sang kekasih untuk segera membuka pintu.
“Sial, pintunya kekunci dari luar!” umpat Beni.
“Minggir sebentar biar gue yang buka!” teriak Erlangga sambil mengeluarkan sebuah pisau belati dari dalam tas, kemudian memukul bagian gagang pintu hingga rusak.
“Cepetan, Ngga! Itu mereka udah makin dekat,” pinta Nita yang tidak sabaran.
Sosok dengan tubuh menghitam itu sudah merangkak semakin dekat. Beruntung, pintu pun akhirnya bisa dibuka. Tanpa menunggu lama, mereka pun segera berhamburan keluar. Namun, Beni yang hendak keluar dan berada paling belakang, tidak mengira sesuatu akan menarik tubuhnya kembali memasuki ruangan dan pintu pun langsung tertutup dengan sendirinya.
“Tidaaaakkk! Ngga, tolongin Beni!” teriak Dinda yang histeris melihat sang kekasih terjebak di dalam ruangan bersama sosok mengerikan itu.
“Sial pintunya nggak bisa dibuka!” umpat Erlangga yang berusaha mendobrak pintu itu.
Dinda pun berlari ke arah jendela dan melihat tubuh Beni dihempaskan hingga menempel ke kaca. Setelahnya, sosok yang mengerikan itu menusukkan kukunya yang tajam hingga menembus ke mata Beni. Pria itu berteriak histeris sebelum akhirnya meregang nyawa.
“Tidaaaakkk! Beniii!” Dinda terus berteriak histeris karena tidak percaya melihat sang kekasih tewas mengenaskan di depan matanya.
“Ayo, cepat tinggalkan tempat ini! Sekolah ini benar-benar nggak aman!” seru Nita pada kedua temannya yang tersisa.
Bersambung.
Setelah bergabung kembali dengan teman-temannya, Nita pun langsung disuruh untuk segera bersiap-siap karena sebentar lagi akan melakukan siaran langsung untuk konten mereka. Beberapa kamera dan satu kursi kayu sudah disiapkan untuk aksi Nita malam ini.
“Nit, gue harap lu nggak ngecewain kita semua,” ujar Erlangga.
“Tenang aja. Gue nggak kayak lu, kok.”
“Yah, sombong amat ni anak! Awas lu! Ketemu setan baru tau rasa lu!” umpat Erlangga.
Nita pun tidak memedulikan ucapan Erlangga itu dan memilih langsung duduk di kursi yang sudah disediakan dan mempersiapkan dirinya sebelum menghadap ke kamera. Sementara, Beni berbicara menggunakan mikrofon untuk menyapa para penggemarnya. Siaran langsung pun dimulai dan para penggemar yang sudah menunggu video mereka segera memanggil teman-teman lainnya. Aksi sapa menyapa pun terjadi sebelum masuk ke acara utama.
“Tepat pada pukul dua belas malam ini, kita semua akan membuktikan ada tidaknya makhluk halus di gedung ini seperti ucapan kalian. Jadi, jangan pernah pindah channel dan tetap ikuti siaran kami sampai selesai!” ujar Beni kepada para penggemarnya.
Para penggemar acara mereka sangat antusias. Tidak ketinggalan, ada juga beberapa netizen yang juga turut hadir menyaksikan siaran langsung acara Beni. Seperti biasa, komentar netizen itu selalu saja bernada negatif dan menyayat hati. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa sikap mereka berlima itu konyol dan hanya akan merugikan diri sendiri. Namun, justru dengan ucapan dari netizen itulah, Beni dan teman-temannya tetap bertekad melakukan siaran langsung dan berharap akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Saat Beni sedang sibuk menyapa penggemarnya, Nita terlihat masih duduk dengan tenang di kursinya meskipun sesekali tangannya menepuk bagian kaki yang terasa gatal akibat digigit hewan kecil pengisap darah.
Brakkkk!
Suara nyaring seperti benda jatuh itu membuat semua orang terkejut, tidak terkecuali Beni dan teman-temannya. Tidak jauh dari tempat Nita menunggu, sebuah kursi usang tergeletak di lantai. Tentu saja hal itu membuat para penonton histeris dan mengatakan bahwa kursi itu dijatuhkan oleh setan. Namun, Nita tidak sependapat dengan opini para penonton. Dia mengamati kursi usang di sampingnya dan melihat ada tali tambang di bawah kursi itu. Nita pun berpikiran bahwa tentu itu tadi adalah perbuatan teman-temannya.
“Ngga! Lu yang narik tuh kursi, ya?” tanya Dinda memastikan.
“Ya, iyalah! Masak iya setan, sih!” jawab Erlangga sekenanya.
“Lu kok nggak ngomong dulu ke Nita? Dia jadi kaget tuh!”
“Emang niatnya biar dia kaget, Dinda. Jadi, semakin kelihatan alami. Kalau dikasih tau dulu, kagetnya jadi beda, Dinda Sayang.”
“Oo ... gitu.”
Beberapa saat kemudian, kembali terjadi pergerakan. Entah bagaimana caranya, tali tambang yang hanya dipersiapkan untuk menarik kursi, bisa berpindah ke leher Nita secara tiba-tiba. Bahkan, tali itu seperti ditarik ke atas oleh sesuatu tak kasat mata.
“Aakkkkhhh!” jerit Nita yang merasa kesakitan dan mencoba meminta bantuan.
“Erlangga, kenapa ada adegan tarik leher segala, sih? Lu ngerubah script gue, ya?” tanya Doni yang memang menjabat sebagai penulis skenario.
“Sumpah! Itu bukan gue! Lihat aja tangan gue masih di sini, nih!”
“Lhah? Kalau bukan lu … jangan-jangan ....”
Beni tidak melanjutkan perkataannya dan langsung menyuruh teman-temannya untuk membantu melepaskan tali yang mengikat leher Nita. Setelah tali itu terlepas, Nita pun beranjak dan berniat menumpahkan kemarahannya karena berpikir itu semua ulah Erlangga. Namun, belum sempat dia mendekat dan berbicara tentang masalah itu, mendadak sekelebat bayangan putih melintas bersamaan dengan terdengarnya suara yang mengerikan.
Hihihhihihihii!
Suara itu menggema ke seluruh ruangan dan langsung membuat mereka berlima ketakutan. Setelah suara yang mengerikan itu perlahan menghilang, tiba-tiba dari atap ruangan tersebut muncul beberapa sosok yang bergelantungan. Tubuh mereka dipenuhi darah hitam dan wajah mereka sangat menyeramkan. Beni dan teman-temannya segera berlari keluar meninggalkan ruangan tersebut. Panik dan rasa ketakutan luar biasa, itulah yang mereka rasakan sekarang. Bahkan, mereka sudah tidak peduli lagi pada siaran yang masih berlangsung.
***
Baru beberapa langkah berjalan, kaki Doni ditarik oleh tali tambang hingga tergantung ke atas atap. Sontak, pria itu meronta-ronta meminta pertolongan. Teman-temannya ingin membantu, tetapi nahas, sosok yang bergelantungan tadi sudah mendekat. Salah satu dari mereka langsung mencakar dan menggigit tubuh milik Doni hingga darah segar bercucuran. Pria itu pun tewas mengenaskan dengan bersimbah darah. Nita dan teman-temannya hanya bisa terpaku tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Buruan lari! Kalau nggak, kita semua bisa mati di sini!” seru Erlangga yang terlebih dulu berlari menghindari makhluk mengerikan itu.
Dinda yang masih syok melihat temannya mati secara mengenaskan itu, terus saja menangis. Untung saja, ada Beni yang terus berusaha menenangkannya.
“Kita sembunyi di sini dulu!” ujar Beni sambil memasuki sebuah ruangan dan menutup pintunya.
“Gimana sekarang? Apa kita bisa keluar dari tempat yang mengerikan ini?” tanya Dinda di sela isak tangisnya.
“Setidaknya untuk sementara kita aman, tetapi kita nggak boleh lengah. Tetap harus waspada terhadap apa pun itu!” ucap Beni tegas.
Mendadak mereka dikejutkan dengan sekelebat bayangan hitam yang berlalu-lalang di depan jendela dan membuat keadaan kembali menegang.
Prang!
Tanpa disangka, satu per satu jendela kaca di ruangan itu tiba-tiba pecah tanpa alasan yang jelas. Semua orang di dalam ruangan itu pun menutup telinga karena suara bising yang mengerikan itu. Bersamaan dengan suara kaca pecah itu, muncul sosok berbadan hitam dengan matanya yang hampir copot, tengah merangkak memasuki ruangan tersebut. Seketika, Dinda berteriak histeris dan menyuruh sang kekasih untuk segera membuka pintu.
“Sial, pintunya kekunci dari luar!” umpat Beni.
“Minggir sebentar biar gue yang buka!” teriak Erlangga sambil mengeluarkan sebuah pisau belati dari dalam tas, kemudian memukul bagian gagang pintu hingga rusak.
“Cepetan, Ngga! Itu mereka udah makin dekat,” pinta Nita yang tidak sabaran.
Sosok dengan tubuh menghitam itu sudah merangkak semakin dekat. Beruntung, pintu pun akhirnya bisa dibuka. Tanpa menunggu lama, mereka pun segera berhamburan keluar. Namun, Beni yang hendak keluar dan berada paling belakang, tidak mengira sesuatu akan menarik tubuhnya kembali memasuki ruangan dan pintu pun langsung tertutup dengan sendirinya.
“Tidaaaakkk! Ngga, tolongin Beni!” teriak Dinda yang histeris melihat sang kekasih terjebak di dalam ruangan bersama sosok mengerikan itu.
“Sial pintunya nggak bisa dibuka!” umpat Erlangga yang berusaha mendobrak pintu itu.
Dinda pun berlari ke arah jendela dan melihat tubuh Beni dihempaskan hingga menempel ke kaca. Setelahnya, sosok yang mengerikan itu menusukkan kukunya yang tajam hingga menembus ke mata Beni. Pria itu berteriak histeris sebelum akhirnya meregang nyawa.
“Tidaaaakkk! Beniii!” Dinda terus berteriak histeris karena tidak percaya melihat sang kekasih tewas mengenaskan di depan matanya.
“Ayo, cepat tinggalkan tempat ini! Sekolah ini benar-benar nggak aman!” seru Nita pada kedua temannya yang tersisa.
Bersambung.
kemintil98 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Kutip
Balas