- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Cerita Mistis! Perjalanan Bus Malam
TS
piendutt
Cerita Mistis! Perjalanan Bus Malam
Quote:
Perjalanan Bus Malam
Part 1. Pulang Kampung
Seorang wanita terlihat sedang sibuk memasukkan beberapa baju ke dalam tas koper kecil di sebuah ruangan. Saat memasukkan peralatan lain ke tas ransel, pandangannya tertuju pada secarik tiket perjalanan bus malam tujuan Sumedang, Jawa barat. Tiba-tiba, ponselnya berdering dan dia pun segera mengangkatnya.
“Iya, Bu. Ini udah siap-siap, kok. Sebentar lagi berangkat,” ujarnya pada sang ibu yang berada di seberang telepon.
“Kenapa kamu harus pergi pakai bus malam, Nak? Bus pagi ‘kan ada. Ibu khawatir, Nak.”
“Ibu, jangan kebanyakan mikir macam-macam. Aku ‘kan udah sering pulang naik bus malam. Nggak akan ada apa-apa, kok. Lagian, aku tuh suka ketenangan. Kalau naik bus pagi, orang-orang pada berisik dan membuatku susah untuk istirahat,” jawabnya berusaha menenangkan sang ibu.
“Iya sudah kalau begitu. Ibu tunggu kedatanganmu, ya. Kalau ada apa-apa, langsung kabari Ibu.”
Perbincangan itu pun berakhir dan Lily pun segera membawa kopernya ke luar rumah, lalu menunggu taksi online yang tadi sudah dipesan untuk mengantarkannya ke terminal bus.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Lily tiba di terminal pukul setengah sepuluh malam dan bergegas menuju ke bus sesuai jurusan dalam tiket yang dipegangnya. Namun, baru saja hendak naik bus tersebut, Lily dicegat seseorang yang berpenampilan seperti pengemis dengan pakaian compang-camping dan aroma tubuh yang menyengat. Orang itu menarik-narik tas milik Lily sambil berteriak menahan langkah wanita itu untuk naik ke bus.
“Jangan naik! Jangan naik! Jangan naik! Bahaya!”
“Ih, apa sih?! Lepas! Lepasin tasku!” teriak Lily sambil berusaha mempertahankan tas miliknya.
Aksi tarik-menarik tas pun terjadi di antara keduanya, sampai akhirnya sopir bus turun tangan membantu Lily.
“Dasar orang gila! Selalu aja gangguin para penumpang!” umpat sopir bus itu seraya mengusir orang aneh itu.
“Dia itu ... orang gila, Pak?” tanya Lily.
“Iya, Mbak. Udah sering dia seperti itu! Udah, jangan diladeni omongannya, Mbak. Ayo, cepat naik! Busnya sudah mau berangkat.”
Lily pun mengangguk, lalu segera naik ke bus dan mencari tempat duduk yang sesuai dengan urutan nomor di tiket miliknya. Setelah ketemu, Lily duduk dan tidak lama kemudian, bus pun mulai melaju perlahan, meninggalkan terminal itu.
Wanita itu sempat menatap ke arah orang aneh yang tadi mencegahnya naik bus. Orang itu masih berdiri tegak di pinggir jalan. Tiba-tiba Lily tersentak saat melihat sesosok wanita berbaju putih yang ikut berdiri di samping orang aneh itu. Wajahnya hancur parah dengan baju berlumuran darah. Lily mengusap matanya beberapa kali, berharap yang dilihatnya itu hanyalah halusinasi. Namun, sosok itu tetap ada di sana hingga bus yang ditumpanginya menjauhi terminal.
***
Lily pun mengatur napasnya kembali, berharap bisa melupakan kejadian yang membuat bulu kuduknya berdiri itu. Setelah merasa tenang, Lily pun memilih untuk memejamkan mata dan tidak lagi ambil pusing dengan kejadian tadi.
Waktu menunjukkan pukul dua belas lebih lima belas menit dan suasana di dalam bus semakin terasa dingin. Badan Lily beringsut dan tangannya meraba-raba selimut yang seharusnya menutupi badannya. Dia pun sedikit membuka mata dan ternyata selimut itu sudah terjatuh.
“Pantas saja terasa dingin,” gumam Lily sambil menunduk dan berniat mengambil selimutnya yang terjatuh.
Tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat saat melihat sesosok wanita dengan wajah hancur tengah merangkul kakinya.
“Arrrhhhh!” Lily spontan berteriak sambil menaikkan kakinya dan tidak menyadari bahwa semua orang sedang memandangnya.
Wanita itu tidak memedulikan orang-orang yang memandangnya dengan tatapan aneh. Pikirannya masih tertuju pada sosok wanita menyeramkan yang tadi merangkul kakinya dan sekarang sosok itu menghilang entah ke mana.
“Mbak, tolong jangan berisik, ya! Anak saya jadi kebangun ini!” seru salah seorang ibu-ibu yang duduk tidak jauh dari tempat duduk Lily.
Lily pun segera meminta maaf dan kembali duduk di posisinya. Dia mengatur napasnya yang sempat tersengal karena terkejut dan mencoba melupakan hal mengerikan yang tadi dilihatnya. Wanita itu mencoba menenangkan diri dengan membuka tirai yang menutupi jendela bus di sampingnya dan ternyata di luar sedang hujan.
Jalanan terlihat sepi dan nyaris tidak ada kendaraan lain yang melintas karena memang sudah tengah malam. Lily pun kembali menikmati perjalanan malam hingga bus yang ditumpanginya melewati area jalan Cadas Pangeran, Sumedang.
Baru beberapa menit melewati area itu, bus mendadak berhenti dan membuat para penumpang kebingungan. Sang sopir pun turun untuk memeriksa keadaan.
Rupanya, jalan yang hendak dilewati sedang ditutup sementara akibat hujan yang turun selama tiga hari berturut-turut di kawasan itu dan membuat beberapa jalan mengalami longsor. Mau tidak mau, bus yang hendak melintas pun terpaksa dialihkan ke jalur alternatif. Sang sopir segera kembali ke bus dan memberitahukan kabar tersebut kepada para penumpang.
“Aduh gimana ini?! Aku nggak mau lewat jalur lain! Jalur alternatif itu dikelilingi hutan belantara menyeramkan dan banyak bus yang mengalami kecelakaan pas lewat jalur itu!” ujar salah satu penumpang yang tidak setuju kalau bus yang ditumpangi melewati jalur alternatif.
Ucapan penumpang itu membuat penumpang lainnya mulai ribut dan ketakutan. Bahkan, beberapa penumpang memilih turun dan menunggu angkutan lain yang lewat. Sementara, penumpang lain memilih tetap berada di dalam bus karena takut tidak mendapatkan tumpangan, apalagi hujan turun semakin lebat.
“Yang mau turun, silakan turun saja di sini! Lagi pula, hujan deras kayak gini nggak akan ada angkutan lain yang lewat! Jadi, jangan menghambat perjalanan ini, ya!” sahut salah satu wanita bergaun hijau yang duduk santai di kursinya.
Setelah sedikit perbedaan pendapat, ada beberapa penumpang yang tetap memilih untuk turun dan sisanya tetap berada di dalam bus untuk melanjutkan perjalanan.
***
Pada pukul dua dini hari, bus pun memasuki kawasan hutan yang menjadi perdebatan di antara para penumpang tadi. Terlihat pohon-pohon pinus menjulang tinggi dan samar-samar juga terlihat beberapa pasang mata hewan buas yang menyala di kegelapan, mengintai di balik pepohonan.
Lily ikut menikmati pemandangan yang menyeramkan itu, tetapi lagi-lagi pandangannya tertuju pada satu sosok wanita berbaju putih yang bergelantungan di atas pohon. Dia mengusap-usap matanya untuk memastikan pandangannya dan benar saja. Saat Lily menatap pohon itu lagi, wanita menyeramkan yang dilihatnya tadi sudah tidak ada.
Bersambung.
Mau tau kelanjutannya? Stay terus di lapak Ratu Horor ini.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Part 1. Pulang Kampung
Seorang wanita terlihat sedang sibuk memasukkan beberapa baju ke dalam tas koper kecil di sebuah ruangan. Saat memasukkan peralatan lain ke tas ransel, pandangannya tertuju pada secarik tiket perjalanan bus malam tujuan Sumedang, Jawa barat. Tiba-tiba, ponselnya berdering dan dia pun segera mengangkatnya.
“Iya, Bu. Ini udah siap-siap, kok. Sebentar lagi berangkat,” ujarnya pada sang ibu yang berada di seberang telepon.
“Kenapa kamu harus pergi pakai bus malam, Nak? Bus pagi ‘kan ada. Ibu khawatir, Nak.”
“Ibu, jangan kebanyakan mikir macam-macam. Aku ‘kan udah sering pulang naik bus malam. Nggak akan ada apa-apa, kok. Lagian, aku tuh suka ketenangan. Kalau naik bus pagi, orang-orang pada berisik dan membuatku susah untuk istirahat,” jawabnya berusaha menenangkan sang ibu.
“Iya sudah kalau begitu. Ibu tunggu kedatanganmu, ya. Kalau ada apa-apa, langsung kabari Ibu.”
Perbincangan itu pun berakhir dan Lily pun segera membawa kopernya ke luar rumah, lalu menunggu taksi online yang tadi sudah dipesan untuk mengantarkannya ke terminal bus.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Lily tiba di terminal pukul setengah sepuluh malam dan bergegas menuju ke bus sesuai jurusan dalam tiket yang dipegangnya. Namun, baru saja hendak naik bus tersebut, Lily dicegat seseorang yang berpenampilan seperti pengemis dengan pakaian compang-camping dan aroma tubuh yang menyengat. Orang itu menarik-narik tas milik Lily sambil berteriak menahan langkah wanita itu untuk naik ke bus.
“Jangan naik! Jangan naik! Jangan naik! Bahaya!”
“Ih, apa sih?! Lepas! Lepasin tasku!” teriak Lily sambil berusaha mempertahankan tas miliknya.
Aksi tarik-menarik tas pun terjadi di antara keduanya, sampai akhirnya sopir bus turun tangan membantu Lily.
“Dasar orang gila! Selalu aja gangguin para penumpang!” umpat sopir bus itu seraya mengusir orang aneh itu.
“Dia itu ... orang gila, Pak?” tanya Lily.
“Iya, Mbak. Udah sering dia seperti itu! Udah, jangan diladeni omongannya, Mbak. Ayo, cepat naik! Busnya sudah mau berangkat.”
Lily pun mengangguk, lalu segera naik ke bus dan mencari tempat duduk yang sesuai dengan urutan nomor di tiket miliknya. Setelah ketemu, Lily duduk dan tidak lama kemudian, bus pun mulai melaju perlahan, meninggalkan terminal itu.
Wanita itu sempat menatap ke arah orang aneh yang tadi mencegahnya naik bus. Orang itu masih berdiri tegak di pinggir jalan. Tiba-tiba Lily tersentak saat melihat sesosok wanita berbaju putih yang ikut berdiri di samping orang aneh itu. Wajahnya hancur parah dengan baju berlumuran darah. Lily mengusap matanya beberapa kali, berharap yang dilihatnya itu hanyalah halusinasi. Namun, sosok itu tetap ada di sana hingga bus yang ditumpanginya menjauhi terminal.
***
Lily pun mengatur napasnya kembali, berharap bisa melupakan kejadian yang membuat bulu kuduknya berdiri itu. Setelah merasa tenang, Lily pun memilih untuk memejamkan mata dan tidak lagi ambil pusing dengan kejadian tadi.
Waktu menunjukkan pukul dua belas lebih lima belas menit dan suasana di dalam bus semakin terasa dingin. Badan Lily beringsut dan tangannya meraba-raba selimut yang seharusnya menutupi badannya. Dia pun sedikit membuka mata dan ternyata selimut itu sudah terjatuh.
“Pantas saja terasa dingin,” gumam Lily sambil menunduk dan berniat mengambil selimutnya yang terjatuh.
Tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat saat melihat sesosok wanita dengan wajah hancur tengah merangkul kakinya.
“Arrrhhhh!” Lily spontan berteriak sambil menaikkan kakinya dan tidak menyadari bahwa semua orang sedang memandangnya.
Wanita itu tidak memedulikan orang-orang yang memandangnya dengan tatapan aneh. Pikirannya masih tertuju pada sosok wanita menyeramkan yang tadi merangkul kakinya dan sekarang sosok itu menghilang entah ke mana.
“Mbak, tolong jangan berisik, ya! Anak saya jadi kebangun ini!” seru salah seorang ibu-ibu yang duduk tidak jauh dari tempat duduk Lily.
Lily pun segera meminta maaf dan kembali duduk di posisinya. Dia mengatur napasnya yang sempat tersengal karena terkejut dan mencoba melupakan hal mengerikan yang tadi dilihatnya. Wanita itu mencoba menenangkan diri dengan membuka tirai yang menutupi jendela bus di sampingnya dan ternyata di luar sedang hujan.
Jalanan terlihat sepi dan nyaris tidak ada kendaraan lain yang melintas karena memang sudah tengah malam. Lily pun kembali menikmati perjalanan malam hingga bus yang ditumpanginya melewati area jalan Cadas Pangeran, Sumedang.
Baru beberapa menit melewati area itu, bus mendadak berhenti dan membuat para penumpang kebingungan. Sang sopir pun turun untuk memeriksa keadaan.
Rupanya, jalan yang hendak dilewati sedang ditutup sementara akibat hujan yang turun selama tiga hari berturut-turut di kawasan itu dan membuat beberapa jalan mengalami longsor. Mau tidak mau, bus yang hendak melintas pun terpaksa dialihkan ke jalur alternatif. Sang sopir segera kembali ke bus dan memberitahukan kabar tersebut kepada para penumpang.
“Aduh gimana ini?! Aku nggak mau lewat jalur lain! Jalur alternatif itu dikelilingi hutan belantara menyeramkan dan banyak bus yang mengalami kecelakaan pas lewat jalur itu!” ujar salah satu penumpang yang tidak setuju kalau bus yang ditumpangi melewati jalur alternatif.
Ucapan penumpang itu membuat penumpang lainnya mulai ribut dan ketakutan. Bahkan, beberapa penumpang memilih turun dan menunggu angkutan lain yang lewat. Sementara, penumpang lain memilih tetap berada di dalam bus karena takut tidak mendapatkan tumpangan, apalagi hujan turun semakin lebat.
“Yang mau turun, silakan turun saja di sini! Lagi pula, hujan deras kayak gini nggak akan ada angkutan lain yang lewat! Jadi, jangan menghambat perjalanan ini, ya!” sahut salah satu wanita bergaun hijau yang duduk santai di kursinya.
Setelah sedikit perbedaan pendapat, ada beberapa penumpang yang tetap memilih untuk turun dan sisanya tetap berada di dalam bus untuk melanjutkan perjalanan.
***
Pada pukul dua dini hari, bus pun memasuki kawasan hutan yang menjadi perdebatan di antara para penumpang tadi. Terlihat pohon-pohon pinus menjulang tinggi dan samar-samar juga terlihat beberapa pasang mata hewan buas yang menyala di kegelapan, mengintai di balik pepohonan.
Lily ikut menikmati pemandangan yang menyeramkan itu, tetapi lagi-lagi pandangannya tertuju pada satu sosok wanita berbaju putih yang bergelantungan di atas pohon. Dia mengusap-usap matanya untuk memastikan pandangannya dan benar saja. Saat Lily menatap pohon itu lagi, wanita menyeramkan yang dilihatnya tadi sudah tidak ada.
Bersambung.
Mau tau kelanjutannya? Stay terus di lapak Ratu Horor ini.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Part 2. Kecelakaan Tragis
Cerita baru
Konten The End 👇
Part 1. Gedung Sekolah Angker
Part 2. Ruang Laboratorium
Part 3. Konten Uji Nyali
Part 4. Kuburan Massal
Diubah oleh piendutt 11-07-2023 12:35
riri49 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
4.5K
Kutip
65
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#32
Konten The End
Quote:
Part 2. Ruang Laboratorium
Setelah keluar dari kamar mandi, Nita dan Dinda dikejutkan oleh asap putih yang sudah memenuhi seluruh area. Kedua wanita itu merasa heran karena saat hendak masuk ke area kamar mandi, tidak terlihat asap apa pun. Dinda yang sudah ketakutan pun semakin takut dan buru-buru mengajak Nita meninggalkan tempat itu.
Keanehan kembali terjadi saat mereka tidak kunjung menemukan tempat ketiga temannya berada meskipun sudah berjalan cukup lama dan kelelahan.
“Lu ngerasa nggak kalau dari tadi tuh kita cuma muter-muter aja di area sini?” tanya Dinda tiba-tiba dengan napas sedikit tersengal.
“Kalau dipikir-pikir sih ... iya juga,” jawab Nita sambil menatap sekeliling.
Cekrek!
Terdengar suara pintu yang terbuka dengan sendirinya. Dinda pun ketakutan setengah mati dan spontan melilitkan tangannya ke lengan Nita dengan erat.
“Coba kita cek ruangan itu, yuk!” ajak Nita seolah tidak mengenal rasa takut.
“Ihh! Mau ngapain sih?”
“Udah, ikut aja. Cuma bentar aja, kok.”
Rasa penasaran membuat Nita bersikeras memasuki ruangan yang pintunya terbuka tadi. Sementara, Dinda hanya bisa pasrah mengikuti Nita meskipun rasa takut semakin menyelimuti.
***
Rupanya, ruangan itu adalah sebuah laboratorium. Terlihat banyak peralatan untuk percobaan ilmiah di dalamnya. Nita dan Dinda berjalan perlahan sambil memeriksa sekeliling ruangan. Saat keduanya tengah fokus memeriksa sekeliling ruangan, sekelebat bayangan melintas dari belakang dan Dinda bisa merasakannya.
“Nit, lu ngerasa kayak ada orang lewat nggak?” bisik Dinda.
“Nggak ada, kok,” jawab Nita enteng.
Jawaban Nita itu tidak berhasil meredakan ketakutan yang dirasakan Dinda. Wanita itu terus merasa ada sesuatu yang tengah mengawasi mereka dari jauh.
Brakkkk!
Kedua wanita itu langsung tersentak mendengar suara pintu yang tiba-tiba tertutup sendiri dengan kencang. Mereka pun berbalik dan mencoba membuka pintu itu kembali. Namun, pintu itu tidak bisa dibuka, seolah ada yang menguncinya dari luar.
“Ngga! Jangan main-main lu, ya, sama gue! Bukain nggak?!” bentak Nita yang mengira pintu itu dikunci dari luar oleh Erlangga.
“Jangan bercanda deh, Nggak! Gue takut, nih! Buruan bukain!” timpal Dinda ikut-ikutan.
Nita pun semakin geram karena tidak kunjung mendapat respon dan saking kesalnya, dia menendang pintu itu dengan keras. Namun, Dinda mendadak menghentikan aksinya itu.
“Nit, lu denger sesuatu nggak?”
“Apaan sih?!”
“Diem dulu! Lu denger baik-baik! Itu suara apa? Kok kayak ada suara orang nangis, ya?”
Nita pun menuruti perintah Dinda dan menajamkan pendengarannya.
Huhuhuhu … hiks! Huhuhuu!
Benar saja. Terdengar suara tangisan yang menggema ke seluruh ruangan. Nita dan Dinda pun mencari sumber suara itu berasal dan menemukannya. Suara itu berasal dari bawah sebuah meja dan terlihat ada seseorang duduk menunduk dengan memakai baju seragam sekolah yang sudah lusuh. Wajahnya susah untuk dikenali karena tertutup oleh rambutnya yang panjang.
“Hei, kamu siapa?” Nita langsung melontarkan pertanyaan pada orang yang tidak dikenal itu.
Sosok itu pun berhenti menangis, lalu mengangkat wajahnya dan menyibakkan rambutnya. Ia menatap Nita dan Dinda yang bergidik ngeri menyaksikan wajahnya yang mengerikan karena dipenuhi belatung dan kelabang yang menjalar di mana-mana.
Spontan, Nita dan Dinda pun berteriak histeris dan segera berlari menuju ke arah pintu keluar. Mereka panik dan menggedor pintu itu sambil berteriak-teriak minta tolong. Sementara, sosok yang menyeramkan itu terlihat menyeret tubuhnya, menghampiri Nita dan Dinda yang semakin panik karena pintu tidak kunjung bisa dibuka.
Nita yang melihat sosok menyeramkan itu semakin mendekat, langsung menarik tangan Dinda untuk pergi dan bersembunyi ke tempat lain. Mereka menyusuri sekeliling ruangan laboratorium yang cukup besar itu dan tidak lama, Nita menemukan sebuah lemari besi. Wanita itu pun mendapatkan ide untuk bersembunyi di dalam lemari itu.
“Hah?! Serius? Lu yakin kita nggak akan ketahuan?” tanya Dinda yang meragukan ide Nita.
“Udah! Jangan bawel! Masuk aja dulu! Nanti kita telepon siapa gitu dan menyuruh mereka datang ke sini!”
Dinda pun mengangguk dan langsung masuk ke lemari dan disusul oleh Nita. Setelah merasa aman, Dinda pun merogoh saku untuk mencari ponselnya. Setelah menemukannya, wanita itu langsung menelepon Beni, sang kekasih.
“Kamu ke mana aja sih, Sayang? Masak ke kamar mandi aja lama banget!” seru Beni yang langsung buka suara dari seberang telepon.
“Sayang, tolongin! Kami berdua terkunci di ruang laboratorium! Cepetan ke sini, ya! Please!”
Beni belum sempat bertanya lebih lanjut saat panggilan telepon dari kekasihnya itu dimatikan. Pria itu pun merasa khawatir dengan sang kekasih dan bergegas menuju ke ruang laboratorium untuk mencari keberadaan Nita dan Dinda.
***
Sementara itu, Nita terlihat sedang mengintip dari celah-celah lemari tempat persembunyiannya. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak melihat pergerakan apa pun. Tiba-tiba suara isak tangis itu muncul kembali. Anehnya, kali ini suara itu terdengar begitu dekat. Nita pun memberikan sinyal pada Dinda untuk menoleh ke belakang, tetapi kekasih Beni itu menolak saking ketakutan.
Keringat dingin mulai bercucuran saat suara isak tangis itu menggema ke telinga mereka. Nita dan Dinda menoleh ke belakang, berharap tidak ada apa-apa di sana. Namun, alangkah terkejutnya mereka saat melihat sosok wanita berseragam sekolah tadi ternyata sudah meringkuk di sana.
Belum sempat mereka berteriak, sosok itu mendekat dan langsung mencakar kedua wanita itu dengan kuku tajamnya. Nita dan Dinda pun berteriak histeris meminta bantuan sambil berusaha melarikan diri.
Saat mereka berdua berhasil keluar dari lemari, sosok itu langsung mencakar kaki kedua wanita itu dan menarik tubuh mereka kembali. Dinda meronta minta dilepaskan, tetapi justru mendapatkan cakaran di bagian wajah dan membuatnya berlumuran darah.
“Arghhhhh!” Dinda terus saja berteriak-teriak histeris sambil memejam, hingga guncangan dari seseorang membuatnya membuka mata.
***
“Kalian ngapain malah tidur di sini, sih?” tanya Beni keheranan sambil menatap sang kekasih.
Dinda langsung meraba-raba wajahnya yang tadi berlumuran darah, tetapi tidak menemukan apa pun. Wanita itu merasa heran karena kejadian menyeramkan tadi seolah hanya mimpi saja.
“Woi, Nita! Bangun!” Beni pun membentak Nita yang terlihat masih tertidur pulas.
“Hah! Tolong!” Nita langsung tersentak, lalu melihat sekeliling dan keheranan karena keadaan di sekitarnya seperti tidak terjadi apa-apa.
“Aneh kalian berdua, tuh! Katanya ke kamar mandi, eh malah enak-enakan tidur di sini!” gerutu Beni.
“Sayang, tadi itu—”
Ucapan Dinda segera dipotong oleh Nita yang menggelengkan kepalanya sebagai isyarat supaya Dinda tidak membahas kejadian menyeramkan tadi.
“Ya sudah, buruan balik! Bentar lagi kita mau on air!” ujar lBeni seraya menggandeng tangan sang kekasih dan membawanya keluar dari ruangan itu. Sementara, Nita pun turut berjalan di belakang pasangan kekasih itu.
Bersambung.
Setelah keluar dari kamar mandi, Nita dan Dinda dikejutkan oleh asap putih yang sudah memenuhi seluruh area. Kedua wanita itu merasa heran karena saat hendak masuk ke area kamar mandi, tidak terlihat asap apa pun. Dinda yang sudah ketakutan pun semakin takut dan buru-buru mengajak Nita meninggalkan tempat itu.
Keanehan kembali terjadi saat mereka tidak kunjung menemukan tempat ketiga temannya berada meskipun sudah berjalan cukup lama dan kelelahan.
“Lu ngerasa nggak kalau dari tadi tuh kita cuma muter-muter aja di area sini?” tanya Dinda tiba-tiba dengan napas sedikit tersengal.
“Kalau dipikir-pikir sih ... iya juga,” jawab Nita sambil menatap sekeliling.
Cekrek!
Terdengar suara pintu yang terbuka dengan sendirinya. Dinda pun ketakutan setengah mati dan spontan melilitkan tangannya ke lengan Nita dengan erat.
“Coba kita cek ruangan itu, yuk!” ajak Nita seolah tidak mengenal rasa takut.
“Ihh! Mau ngapain sih?”
“Udah, ikut aja. Cuma bentar aja, kok.”
Rasa penasaran membuat Nita bersikeras memasuki ruangan yang pintunya terbuka tadi. Sementara, Dinda hanya bisa pasrah mengikuti Nita meskipun rasa takut semakin menyelimuti.
***
Rupanya, ruangan itu adalah sebuah laboratorium. Terlihat banyak peralatan untuk percobaan ilmiah di dalamnya. Nita dan Dinda berjalan perlahan sambil memeriksa sekeliling ruangan. Saat keduanya tengah fokus memeriksa sekeliling ruangan, sekelebat bayangan melintas dari belakang dan Dinda bisa merasakannya.
“Nit, lu ngerasa kayak ada orang lewat nggak?” bisik Dinda.
“Nggak ada, kok,” jawab Nita enteng.
Jawaban Nita itu tidak berhasil meredakan ketakutan yang dirasakan Dinda. Wanita itu terus merasa ada sesuatu yang tengah mengawasi mereka dari jauh.
Brakkkk!
Kedua wanita itu langsung tersentak mendengar suara pintu yang tiba-tiba tertutup sendiri dengan kencang. Mereka pun berbalik dan mencoba membuka pintu itu kembali. Namun, pintu itu tidak bisa dibuka, seolah ada yang menguncinya dari luar.
“Ngga! Jangan main-main lu, ya, sama gue! Bukain nggak?!” bentak Nita yang mengira pintu itu dikunci dari luar oleh Erlangga.
“Jangan bercanda deh, Nggak! Gue takut, nih! Buruan bukain!” timpal Dinda ikut-ikutan.
Nita pun semakin geram karena tidak kunjung mendapat respon dan saking kesalnya, dia menendang pintu itu dengan keras. Namun, Dinda mendadak menghentikan aksinya itu.
“Nit, lu denger sesuatu nggak?”
“Apaan sih?!”
“Diem dulu! Lu denger baik-baik! Itu suara apa? Kok kayak ada suara orang nangis, ya?”
Nita pun menuruti perintah Dinda dan menajamkan pendengarannya.
Huhuhuhu … hiks! Huhuhuu!
Benar saja. Terdengar suara tangisan yang menggema ke seluruh ruangan. Nita dan Dinda pun mencari sumber suara itu berasal dan menemukannya. Suara itu berasal dari bawah sebuah meja dan terlihat ada seseorang duduk menunduk dengan memakai baju seragam sekolah yang sudah lusuh. Wajahnya susah untuk dikenali karena tertutup oleh rambutnya yang panjang.
“Hei, kamu siapa?” Nita langsung melontarkan pertanyaan pada orang yang tidak dikenal itu.
Sosok itu pun berhenti menangis, lalu mengangkat wajahnya dan menyibakkan rambutnya. Ia menatap Nita dan Dinda yang bergidik ngeri menyaksikan wajahnya yang mengerikan karena dipenuhi belatung dan kelabang yang menjalar di mana-mana.
Spontan, Nita dan Dinda pun berteriak histeris dan segera berlari menuju ke arah pintu keluar. Mereka panik dan menggedor pintu itu sambil berteriak-teriak minta tolong. Sementara, sosok yang menyeramkan itu terlihat menyeret tubuhnya, menghampiri Nita dan Dinda yang semakin panik karena pintu tidak kunjung bisa dibuka.
Nita yang melihat sosok menyeramkan itu semakin mendekat, langsung menarik tangan Dinda untuk pergi dan bersembunyi ke tempat lain. Mereka menyusuri sekeliling ruangan laboratorium yang cukup besar itu dan tidak lama, Nita menemukan sebuah lemari besi. Wanita itu pun mendapatkan ide untuk bersembunyi di dalam lemari itu.
“Hah?! Serius? Lu yakin kita nggak akan ketahuan?” tanya Dinda yang meragukan ide Nita.
“Udah! Jangan bawel! Masuk aja dulu! Nanti kita telepon siapa gitu dan menyuruh mereka datang ke sini!”
Dinda pun mengangguk dan langsung masuk ke lemari dan disusul oleh Nita. Setelah merasa aman, Dinda pun merogoh saku untuk mencari ponselnya. Setelah menemukannya, wanita itu langsung menelepon Beni, sang kekasih.
“Kamu ke mana aja sih, Sayang? Masak ke kamar mandi aja lama banget!” seru Beni yang langsung buka suara dari seberang telepon.
“Sayang, tolongin! Kami berdua terkunci di ruang laboratorium! Cepetan ke sini, ya! Please!”
Beni belum sempat bertanya lebih lanjut saat panggilan telepon dari kekasihnya itu dimatikan. Pria itu pun merasa khawatir dengan sang kekasih dan bergegas menuju ke ruang laboratorium untuk mencari keberadaan Nita dan Dinda.
***
Sementara itu, Nita terlihat sedang mengintip dari celah-celah lemari tempat persembunyiannya. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak melihat pergerakan apa pun. Tiba-tiba suara isak tangis itu muncul kembali. Anehnya, kali ini suara itu terdengar begitu dekat. Nita pun memberikan sinyal pada Dinda untuk menoleh ke belakang, tetapi kekasih Beni itu menolak saking ketakutan.
Keringat dingin mulai bercucuran saat suara isak tangis itu menggema ke telinga mereka. Nita dan Dinda menoleh ke belakang, berharap tidak ada apa-apa di sana. Namun, alangkah terkejutnya mereka saat melihat sosok wanita berseragam sekolah tadi ternyata sudah meringkuk di sana.
Belum sempat mereka berteriak, sosok itu mendekat dan langsung mencakar kedua wanita itu dengan kuku tajamnya. Nita dan Dinda pun berteriak histeris meminta bantuan sambil berusaha melarikan diri.
Saat mereka berdua berhasil keluar dari lemari, sosok itu langsung mencakar kaki kedua wanita itu dan menarik tubuh mereka kembali. Dinda meronta minta dilepaskan, tetapi justru mendapatkan cakaran di bagian wajah dan membuatnya berlumuran darah.
“Arghhhhh!” Dinda terus saja berteriak-teriak histeris sambil memejam, hingga guncangan dari seseorang membuatnya membuka mata.
***
“Kalian ngapain malah tidur di sini, sih?” tanya Beni keheranan sambil menatap sang kekasih.
Dinda langsung meraba-raba wajahnya yang tadi berlumuran darah, tetapi tidak menemukan apa pun. Wanita itu merasa heran karena kejadian menyeramkan tadi seolah hanya mimpi saja.
“Woi, Nita! Bangun!” Beni pun membentak Nita yang terlihat masih tertidur pulas.
“Hah! Tolong!” Nita langsung tersentak, lalu melihat sekeliling dan keheranan karena keadaan di sekitarnya seperti tidak terjadi apa-apa.
“Aneh kalian berdua, tuh! Katanya ke kamar mandi, eh malah enak-enakan tidur di sini!” gerutu Beni.
“Sayang, tadi itu—”
Ucapan Dinda segera dipotong oleh Nita yang menggelengkan kepalanya sebagai isyarat supaya Dinda tidak membahas kejadian menyeramkan tadi.
“Ya sudah, buruan balik! Bentar lagi kita mau on air!” ujar lBeni seraya menggandeng tangan sang kekasih dan membawanya keluar dari ruangan itu. Sementara, Nita pun turut berjalan di belakang pasangan kekasih itu.
Bersambung.
sirluciuzenze dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas