Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
Jalan Panjang Untuk Selalu Pulang
Jalan Panjang Untuk Selalu Pulang
Quote:



Spoiler for song for my heart :


Chapter 1 - A Little step behind

" Saka, kamu sudah ikhlas kan melepaskan dia buat bahagia, nak?" Tanya seorang wanita tua yang selalu dengan senyum teduh di bibirnya berkata kepadaku saat aku membaca sebuah undangan berbucket cantik yang aku temukan tertata secara rapi di meja belajarku dulu.
"Iya, bu. Aku ikut bahagia kok.."
" Kayaknya aku ga bisa datang menghadiri hari bahagia itu.."
" Hari Sabtu besok aku sudah harus berangkat lagi ke Singapura.."
" Pelatihan dari kantor yang aku ikuti mengharuskan aku berada disana sampai 2 Minggu lamanya.."
" Instrukturnya yang orang bule, ga bisa mentolerir alasan apapun tentang ketidakhadiran.."
" Sertifikasiku bisa hangus dan aku harus mengulang di tahun depannya.."
" Jawabku menerawang tak tentu arah.
Aku membayangkan dan berpikir bagaimana untung ruginya..sampai aku melewatkan kesempatan emas yang baru saja aku dapatkan. Di kantor ini, aku baru aja mendapatkan kontrak kerja untuk 2 tahun mendatang.

Sambil menerawang jauh, aku membayangkan kembali, dia.. mempelai wanita itu pastilah sangat cantik dan anggun memakai gaun pengantin panjang warna putih impiannya. Dengan melempar senyum penuh kebahagiaan kepada tamu, teman, sahabat dan relasi keluarga yang menghadiri pernikahannya.

Ah..dia emang layak buat bahagia dan mendapatkan sosok terbaik yang aku doakan semoga aja cocok buat mendampingi hidupnya ke depan.
Ya semoga saja...aku selalu ikut bahagia kalo dia mendapatkan hal terbaik untuk hidupnya.


Esok hari akupun dengan menegarkan hati membulatkan tekad dan keputusan yang sudah aku ambil ..aku tetap berangkat...
Aku menitipkan sebuah kado ke ibuku untuk diserahkan kepada kedua mempelai.. yang nantinya akan menyambut hari bahagianya seminggu ke depan, dan tak lupa aku menitipkan ucapan permintaan maaf melalui ibuku kepada kedua mempelai dan keluarganya perihal ketidakhadiranku.


Maafkan..bukan maksudku menghindari dan tak ikut bersuka cita dengan kebahagiaanmu, tapi semua karena keadaanlah yang memaksaku untuk tidak bisa menghadiri acara itu...karena masa depanku juga sedang aku rintis dan aku pertaruhkan, semuanya tergantung dari urusan kerja yang sedang aku perjuangkan saat ini...

Quote:


Hai perkenalkan semuanya...
Aku adalah Saka, seorang anak laki-laki bungsu satu-satunya di keluargaku, kakakku 2 perempuan yang usianya terpaut sangat jauh denganku. Aku terlahir di Kalimantan, karena ayahku dulunya bekerja di area pertambangan sebagai operator alat berat. Maka semua anak-anaknya lahir dan dibesarkan disana sampai usia sekolah dasar. Aku seringkali mendapat "berkah" bully dan dianggap bukan sebagai anak kandung orangtuaku pada saat keluargaku pulang kembali ke kampung halaman ayahku, karena fisik yang aku miliki yang sangat berbeda secara tampilan fisik dengan semua kakak-kakakku maupun kedua orangtuaku, aku dengan tampilan yang kental oriental, berkulit putih kemerahan, dan bermata sipit yang kuwarisi dari gen kakekku dari ibu, sedangkan kedua kakakku berkulit kuning langsat khas perempuan Jawa. Ya kakekku adalah seorang pria Chinese (please no sara),yang menikah dengan nenekku seorang wanita Jawa. Sedangkan ayahku adalah pria Jawa yang mempunyai sedikit campuran darah keturunan Arab dan Jawa dari kakeknya. Dan warisan gen berkulit putih dan bermata sipit akhirnya hanya jatuh kepadaku di keluargaku dan sepupuku perempuan, anak dari tanteku di semua cucu-cucu kakekku yang Chinese itu. Semua keluargaku sangat menyayangiku walaupun aku berbeda dari mereka semua, aku dulu seringkali merasa bahwa karena fisikku, aku seringkali merasa rendah diri karena merasa aku adalah anak adopsi dari ayah ibuku, ternyata semuanya itu tidaklah benar setelah aku mengetahui kenyataan silsilah sejarah keluarga dari ibuku yang bercerita secara gamblang tentang riwayat keluarganya dan adik-adiknya yang juga mempunyai tampilan bermacam-macam.

"Saka, kamu harusnya mainnya sama teman-temanmu di perumahan kompleks sebelah tuh, disanakan rata-rata anak-anak cina yang kaya. "
" Hei..kamu...! sini.. ! bagi uang..! pasti kamu duit jajannya banyak,secara keluargamu orang kaya..! "
" Kamu ga pantes hidup di kampung sini! kamukan anak adopsi dari orang tuamu, hahaha.."

Kata-kata dan perlakuan kasar dari sesama teman di lingkungan sekitar maupun sekolah, sering aku terima di kehidupan awalku di kota ini. Oh ya, rumah ayahku di kampung yang aku tinggali saat itu, adalah peninggalan warisan dari kakekku, ayahku adalah orang asli kampung disitu. Ayahku sejak masih sangat muda sudah merantau di Kalimantan dan bekerja di pertambangan. Dan saat dirasa sudah cukup untuk waktunya kembali pulang ke kampung halaman, beliau mengajak kami sekeluarga buat pulang ke Jawa. Di kotaku, awalnya aku yang saat itu belum bisa berbahasa Jawa, sering jadi bahan ledekan, dan bullyan, beruntungnya sebagian tetangga di sekitar rumahku adalah sanak saudara ayahku, mereka segera memaklumi dan membantu aku dan kakak-kakakku untuk belajar bahasa Jawa. Aku yang paling kecil diantara keluargaku awalnya terkadang sangat kesulitan beradaptasi terutama bahasa dan kebiasaan yang aku miliki. Kidal, di tradisi Jawa apalagi di kampung ayahku, orang yang berkegiatan dengan menggunakan tangan ataupun kaki kiri adalah sesuatu yang dipandang tidak bagus, ataupun kurang sopan. Aku adalah seorang yang kidal permanen di semua hal, menurut orang tuaku itu semua karena warisan dari kakekku yang Chinese. Beliau selalu melakukan semua aktifitas dengan tangan dan kaki kiri sebagai komponen utama. Jadi kebiasaanku itu jadi sebuah hal yang aneh dan tidak lumrah untuk penduduk kampung situ ( pada waktu itu) sekarang mungkin seiring perkembangan jaman di kampung ayahku mungkin sudah ada juga anak-anak yang kidal juga.Jadi itulah sekilas gambaran masa kecilku yang berbeda dan mendapatkan banyak kenangan masa kecil yang tak akan terlupakan. Untuk menjaga diriku dari kerasnya bullying dan pergaulan masa kecilku yang terkadang sering adu kontak fisik, aku sedari SD sudah diikutkan oleh orang tuaku untuk latihan karate dan taekwondo di sasana-sasana yang dekat dengan rumahku. Hingga aku menginjak masa SMA kelas 3, aku sudah mencapai sabuk hitam Dan 1 untuk karate dan taekwondo di akhir menjelang kelulusan SMA. Namun yang aku sampai serius terjuni adalah taekwondo karena aku sangat menyukai gerakan tendangan kaki yang terangkat ke atas, sejajar dengan dahi, bagiku hal itu seperti layaknya penari balerina yang sangat memukau sekali. Sampai suatu saat karena menekuni hobi di bidang ini bisa mengantarkan aku menjadi atlet profesional taekwondo di tingkat daerah, hingga aku mewakili kotaku untuk berlaga di kejurda.
Cukuplah sekilas gambaran singkat masa kecilku yang bisa aku ceritakan di awal ceritaku ini.

SOME PLACE IN 2***
Di kehidupan SMA aku bersekolah di sekolah swasta milik tentara, dimana sekolahnya berada di kawasan militer, walaupun orangtuaku bukanlah militer, namun keluarga besarku dididik secara militer, jadi aku ga kaget dengan disiplin ala tentara, tapi ya karena aku ga tertarik untuk masuk ke dunia ini jadi aku lebih banyak membangkang. Di sekolah SMA ***** ****** aku masuk di jurusan IPS, disana aku memiliki seorang sohib, Rio namanya karena kami mempunyai kesamaan hobi yang sama yaitu bermain musik, oh ya aku juga menekuni permainan gitar klasik dari mulai SMP kelas 3 hingga mencapai tingkatan grade 6 di akhir menjelang kelulusan SMA ( grade 6 = buku 6 adalah tingkatan paling tinggi untuk siswa kursus gitar klasik umumnya di lembaga kursus gitar klasik Yamahmud). Di sekolah aku membentuk sebuah band, Rio sobatku sebagai drummer, sedangkan aku bermain gitar. Sebagai band SMA kami hanya bermain di pensi sekolah sendiri maupun di sekolah lain yang mau menerima partisipan pengisi acara pensi.

" Bre, bulan depan kita ada kesempatan bermain di pensi SMA ******** yang terkenal dengan cewek-ceweknya yang high quality. " Rio datang memberi kabar di saat aku dan beberapa teman satu band berkumpul di waktu istirahat jam pertama yang biasanya kami gunakan untuk berkumpul di belakang gedung sekolah buat merokok. Ya kami biasanya para pelajar yang sudah kecanduan rokok akan berkumpul di belakang sekolah di kantin belakang, karena disini sangat minim pengawasan dari para guru. Berbeda dengan kantin depan dimana siswa-siswi yang kalo jaman dulu disebut sebagai anak gaul sering dijadikan tempat nongkrong buat jajan.

" Wah boleh juga tuh, siapa tau kita bisa tebar pesona ke cewek-cewek sana ya ? Hehehe.. " sahut Aji tersenyum senang, dia adalah salah satu personil bandku yang emang rada tengil dan paling pemberani kalo kenalan ke cewek-cewek. Selain karena dia mempunyai modal wajah yang agak ganteng kalo menurutku dan teman-teman di komunitas band sekolahku.
" Gimana, Ka?" Tanya Rio kepadaku seolah butuh persetujuanku, apa aku senang dengan kabar gembira ini.
" Oke sih.." jawabku pelan karena sesungguhnya aku sedang fokus melihat ke arah lain, dimana saat itu sepertinya aku melihat sosok yang sangat familiar dan aku kenal. Aku merasa itu seperti teman dekat SMPku, apa emang iya dia bersekolah juga disini? Seseorang dari masa lalu yang masih selalu aku ingat namun sayang aku tak pernah lagi berjumpa dengan dia semenjak aku lulus duluan dan meninggalkan sekolah itu, aku tak pernah tau lagi kabarnya seperti apa. Sekolahku yang sekarang sangatlah jauh dari domisiliku dan dia yang dahulu satu SMP negeri yang notabene sangat dekat dengan kawasan rumah kami. Ah.. mungkin aku hanya berhalusinasi secara mungkin aku sudah lama tak ketemu dia lagi sejak aku lulus duluan dari SMP.
" Emangnya kenapa, Ka? Kok kamu seperti berat gitu menjawab pertanyaanku soal tampilnya band kita disana itu? " Rio keheranan kembali mencecarku dengan alasan jawabanku yang terkesan malas menanggapi kabar gembira itu.
" Bukan masalah itu, sob. Aku tadi sepertinya berhalusinasi melihat teman lamaku waktu di SMP, di kantin depan itu tuh, tapi aku pikir lagi ga mungkin deh dia bersekolah disini yang sangat jauh dari rumahnya dulu. " Jawabku singkat.
" Anaknya yang mana sih? Cewek apa cowok tuh? " Cecar Dimas temanku yang rada kalem akhirnya buka suara juga.
" Ceweklah.. dia adik kelasku di SMP dulu. " Jawabku melongok kembali ke arah kantin depan yang menjual bakso, dimana banyak sekali anak-anak yang sedang antri bergerombol, dan aku kesulitan menemukan siapa yang aku lihat tadi, ah mungkin emang benar tadi aku sedang berhalusinasi aja.

Pulang bubaran sekolah hari ini, seperti biasa aku biasanya naik angkot bersama dengan Rio, rumahnya dan rumahku searah satu jurusan. Bersama dengan anak-anak yang lain kami terkadang berjalan dahulu ke terminal pemberhentian semua jurusan angkot di kotaku, jaraknya lumayan jauh dari sekolah kami, sekitar 2 km, tapi karena kami jalan beramai-ramai dan bersama-sama dengan banyak kawan-kawan, jarak segitu tak terasa jauh, dikarenakan kami ngobrol meneruskan obrolan yang dirasa kurang di sekolah tadi.

" Hai, Rio.." seorang cewek tersenyum ramah berjalan bersama temannya menyapa Rio dan berjalan mendampingi kami berdua, spontan aku dan Rio menoleh ke arah kedua orang gadis itu.
" Hai, Fan.. tumben jalan ke terminal, biasanya kan kamu dianter jemput ya? " Jawab Rio tersenyum ke arah gadis yang dipanggilnya Fan tadi. Aku sih cuek aja masih terus berjalan sambil menikmati rokok yang aku hisap. ( Aku perokok aktif dari mulai kelas 3 SMP, dan sudah bebas merokok walaupun itu di rumah)
" Iya, nih..aku sih kepingin kayak anak-anak lainnya, naik angkot bareng-bareng, bosen berasa kek anak SD aja, kemana-mana dianter jemput, ntar aku ga ngerasain namanya suka duka masa SMA dong ya? Hehehe.." jawab Fani sambil tersenyum yang sekilas pas aku lirik dia waktu tersenyum, ternyata dia manis juga anaknya. Aku sih merasa walaupun satu sekolah tapi baru kali ini mengetahui ada cewek manis selain di kelasku. Ah.. rupanya aku emang cupu dan terlalu cuek , sampai ga peduli sama siapa aja cewek-cewek menarik yang ada di sekolahku.
" Oh gitu ya...oh iya Fan, kenalin nih temanku yang cupu, hehehe..." Jawab Rio sambi meledek mengenalkan aku pada 2 temannya itu.
" Hai, kamu pasti Saka sobatnya Rio ya..aku Fanny, dia banyak cerita soal kamu lho.. hehehe.." Fanny tersenyum sangat manis menyodorkan tangannya padaku.
" Hai Fan ..aku Saka...emangnya nih kunyuk cerita apa ya soal aku? awas aja kalo cerita yang jelek-jelek. !." Aku menyambut jabat tangan Fanny sambil tersenyum tipis, dan kemudian berganti mengarahkan tanganku ke temannya yang ternyata bernama Clara.
" Hai Clara..." Sapaku pada teman Fanny yang penampakan fisiknya sejenis dengan aku, ya Clara nampaknya adalah gadis keturunan Chinese, seperti terlihat dari tampilannya yang sangat beda dengan teman-teman di sekeliling kami.
" Hai juga Saka..kamu anak IPS 3-1 ya? " Tanya Clara sambil tersenyum yang tak kalah manisnya dengan senyuman Fanny.
" Iya, aku IPS 1 beda sama nih provokator..kalo kalian bukan anak IPS kan?" Tanyaku sambil melambatkan langkahku untuk berjalan beriringan dengan mereka bertiga, karena awalnya aku kurang enak karena belum kenal maka aku berinisiatif berjalan di belakang mereka.
" Iya nih, ka. Aku sama Clara kan anak IPA 3-1, aku Clara dan Rio dulu pas kelas 1 itu teman sekelas. " Fanny menerangkan ihwal pertemanan mereka bertiga.
Kok Rio ga pernah cerita ya kalo berteman dengan cewek-cewek manis. Hehehehe..apa emang aku yang terlalu ga peduli sama lingkungan ya, sampai hal itu terlewat begitu aja di pikiranku.
" Oh begitu ya.." jawabku asal.
" Emang nama marga keluarga kamu apa, Saka? " Tanya Clara yang sedikit mengagetkan aku, mengingat nama ayahku tak punya nama keluarga besar.
" Hah ? Maksudnya apa ya, Clar? " tanyaku sambil membelalakkan mataku keheranan dengan maksud pertanyaan Clara barusan.
" Kalo keluargaku kan nama marga Chinese nya itu Ong, kalo keluargamu apa tuh, ka? " Kembali Clara keukeuh ngotot bertanya asal usul keluargaku.
Aku hanya bisa menarik nafas berat dan berpikir, bagaimana aku tau nama Chinese kakekku kalo ibuku tak pernah menceritakan nama asli cina kakekku, secara dia bernama seperti orang Indonesia pada umumnya karena kebijakan pemerintah masa lalu yang mengharuskan kakekku mengganti namanya supaya tak dituduh seperti simpatisan gerakan yang pernah mencoba kudeta pada pemerintah masa lalu.
" Hei Clar..udah aku bilang kan...dia tuh cina kW, abal-abal, tampilannya aja kek koko-koko padahal dia tuh asli Jawa, aku kenal dan tahu semua keluarganya, ayah ibunya..dia kan anak adopsi.. hahaha..becanda bre.." Rio semakin kurang ajar membullyku, ya aku udah terbiasa dengan bullying-bullying seperti ini, malah tak ada perasaan marah sering dikatain seperti itu. Karena aku udah terbiasa dikatain ini itu dari aku masih kecil
" Ayahku orang Jawa asli kota ini, Clar. Sedangkan aku dapat warisan tampang seperti ini ya dari almarhum kakekku, ayahnya ibuku.." jawabku sambil tersenyum kecut.
" Oh begitu ya..aku kira kamu seperti layaknya aku, maaf ya ka..aku jadi merasa ga enak karena kamu pasti marah ya dikatain seperti itu. " Clara menyahut pelan, sepertinya menunjukkan kalo dia menyesal telah bertanya hal seperti itu kepadaku. Nampak sekilas aku melihat matanya berkaca-kaca.
" Clara, ga papa kok..aku tuh udah biasa ditanya seperti itu, aku ga pernah marah kok, jadi santai aja ya, ga usah sampai merasa bersalah apalagi sampai sedih begitu. " Jawabku tersenyum setulus mungkin pada Clara.
" Saka, Clara tuh anaknya perasaannya halus banget, jadi dia itu sensitif sama hal yang dirasa menyentuh hatinya dia pasti mewek .. hehehe.." Fanny mengatakan hal itu padaku yang aku bales dengan senyum tipis.
" Ih Fanny..apaan sih...aku kan jadi malu sama Saka tuh.." jawab Clara tersenyum malu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tak terasa kami berjalan sambil mengobrol akhirnya sampai juga di pangkalan terminal angkot. Aku dan Rio mengantarkan dulu kedua gadis ini ke angkot yang akan mereka naiki, sedangkan aku dan Rio karena jalurnya hanya terpisah dua jalur jadi ga seberapa jauh.
" Saka, bagi nomor HP kamu dong! " Clara berkata manja melongokan kepalanya di sela pintu depan angkot waktu aku dan Rio akan beranjak meninggalkan angkotnya.
" Aku jarang punya pulsa, Clar, percuma juga kamu SMS, pasti nanti jarang aku bales deh. " Candaku padanya, yang dibalas dengan rengutan muka jutek yang dibuat-buat, yang bagiku malah terkesan lucu karena matanya yang sipit malah terkesan ga kelihatan sama sekali.
" Ya seenggaknya kalo kamu ga bales SMS dari aku, ntar aku yang nelpon kamulah..! " Clara menjawab sambil sedikit ngotot yang malah membuat aku, Rio dan Fanny tersenyum senyum karena kelucuannya yang ga disengajanya.
" Nih, catet sendiri ya, aku kan lupa sama nomor HP aku sendiri. " Jawabku sambil menyerahkan ponselku yang sudah aku buka menu di phone book yang menampilkan namaku. Aku emang ga pernah menghapal nomor ponselku, karena jaman dulu buat dapat nomor yang spesial kan harganya sangatlah mahal, manalah mampu aku membeli kartu perdana mahal yang mahal itu, karena untuk pelajar seperti aku ini yang uang jajannya tersedot habis buat kebutuhan membeli rokok, faktor nomor ponsel pokoknya bisa dibuat untuk berSMS dan telpon ( timeline waktu itu hanya SMS dan telpon)
" Makasih ya, Saka..ntar kalo ada waktu luang aku SMS kamu deh... bye bye.. Saka ." Clara mengembalikan ponselku sambil tersenyum sangat manis kemudian melambaikan tangan.
Aku dan Rio segera bergegas menuju angkot jurusan kami, buru-buru buat pulang cepat ke rumah nampaknya bisa meredam panasnya cuaca dan capeknya hari ini bersekolah. Di dalam angkot, aku masih terus bertanya dalam hati ada apakah gerangan sampai gadis secantik Clara ngotot minta nomor HPku? Ah jangan-jangan aku cuma geer semata...dasar cupu...


INI👉 DAFTAR CHAPTERNYA
Spoiler for mmm mmm mmm:


(BERSAMBUNG AJA)emoticon-Kalah
Diubah oleh akukiyut 25-09-2023 12:04
guesiapasih
monsterpinky
pussyabigore
pussyabigore dan 34 lainnya memberi reputasi
35
40.2K
1.2K
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
#178
Quote:

Spoiler for cry for the moon:

CHAPTER 49 - SATU FRAGMEN KOSONG DI HIDUPKU


Quote:


Setelah ngeliat pengumuman kelulusan sekolah, otomatis statusku hari itu adalah resmi pengangguran. Aku beruntung bisa lulus dari sekolah karena nilai Unasku berada di nilai rata-rata teman-teman seangkatanku di sekolah.
Disaat teman-temanku merayakan kelulusan dengan corat-coret seragam dan berkonvoi, aku hanya bisa menggeleng untuk menolak ajakan mereka berkeliling kota yang katanya untuk membuat kenangan masa sekolah untuk hari tua mereka. Aku memutuskan ga mau ikut acara kek gitu, aku memilih hanya duduk-duduk dengan beberapa temanku, termasuk Clara yang ada disitu. Rasanya udah lama banget kemarin-kemarin aku ga ngobrol-ngobrol lagi dengan Clara. Tanpa sungkan dihadapan teman-teman yang sedang duduk di selasar sekolah, Clara menggandeng tanganku ke taman depan gerbang sekolah.

" Kamu abis ini ngelanjutin kuliah kemana, Ka? " Senyuman manis itu kembali tersungging di bibir tipis Clara.
" Mungkin aku mau nyari kerja lagi, Clar. "
" Buat ngumpulin biaya nerusin kuliah. "
" Maklum akukan ga seperti anak-anak pada umumnya. "

Clara tersenyum tipis memandangku.
" Katanya Rio sih, aslinya kamu bisa kuliah. "
" Kalo kamu mau nurut kemauan orang tua. "
" Cuma mungkin kamunya aja yang ga mau kan, Ka? "
Clara kembali tersenyum lembut ke arahku.
" Ah..Rio selalu aja ngaco. "
" Emang beneran kok, Clar.. aku ga ada biaya buat ngelanjutin lagi pendidikanku. "
" Uang pensiun ayahku, biarlah jadi pegangan buat ibuku di masa tuanya."
" Aku ga mau ngerepotin lagi sampai ngebiayain lagi kelanjutan pendidikanku. "
" Makanya aku kudu kerja kalo pingin lanjut kuliah.
" Jawabku tersenyum.
" Pas acara perpisahan sekolah di Bali kemarin, aku berharap banget kamu ngikut, Ka."
" Ternyata kamu ga ikutan. "
" Padahal aku berharap disana aku bisa menghabiskan momen spesial ama kamu, Ka
. " Clara tanpa sungkan meraih tanganku, jarinya menelusup diantara jemariku dan menggenggamnya dengan erat.emoticon-Genit
" Aku kemarin harus nyelesein kerjaan yang ga bisa aku tinggal, Clar. "

" Saka.."
" Ehm..aku kemungkinan akan kuliah sangat jauh dari sini. "
" Mungkin sekarang ini adalah terakhir kalinya kita ketemu
. " pandangan Clara sayu memandang taman depan sekolah, dia tersenyum getir.
" Kan kita masih bisa ketemu kalo kamu sedang pulang ke sini, Clar. "

Clara menggeleng.
" Iya, tapi kemungkinan aku ga akan bisa sering-sering pulang, Ka. "
" Aku akan sangat jauh meninggalkan kota ini. '
" Gapapa, Clar. Sekarang ada medsos, kita bisa rutin berkirim kabar
. "
Clara menoleh ke arahku. Dia tersenyum.
" Akun FB kamu aja jarang pasang status, foto ataupun komen di status teman-teman. " Clara mencibir.
" Aku kan selama ini jadi Silent Reader (SR), Clar. "
" Kalo kamu ada ganti akun, janji ya buat nge-PM aku, Ka. "
" Aku ga mau sampe kita terputus komunikasi. "
" Janji ?
" Clara menunjukkan senyuman terbaik yang dimilikinya, dia menunjukkan jari kelingkingnya.
Aku tersenyum mengangguk dan menyambut kelingking Clara yang aku tautkan dengan jari kelingkingku. Dan aku ingat banget kalo hari itu adalah hari terakhir aku bertemu Clara di masa itu...


XXXXX



Quote:

Sebuah chat dari Ajeng, otomatis mengingatkan ama sebuah janjiku padanya. Janji yang ga sengaja aku ucapkan buat ngebantu Ajeng di hadapan keluarganya, dan waktunya adalah beberapa hari ke depan, aku harus segera menunaikan janjiku ama Ajeng. Aku sendiri hanya akan menjalani peranku di hadapan orang tuanya sebagai pacar "pura-pura" Ajeng. 2 hari menjelang keberangkatan, di suatu sore aku menyempatkan mampir ke kos-kosan Ajeng buat mastiin lagi hari keberangkatan yang Ajeng kasih tau.

" Wah, kenapa kamarmu berubah jadi gudang, Jeng ? "
Dari pintu masuk ke kamarnya, aku ngeliat banyak banget belanjaan yang udah Ajeng beli dan persiapkan buat dibawanya pulang ke rumahnya.
Ajeng menyambutku dengan wajah yang disetel cemberut.
" Kemarin-kemarin aku minta tolong buat ditemenin belanja."
" Kamu selalu ga bisa
. " Ajeng menyahut dengan bibir yang dibuat cemberut. Tangannya terlipat di dada.
" Aku kan masih ada sedikit urusan ama urusan sekolah, Jeng. "
" Jadi emang beneran ga bisa
." Jawabku sembari celingukan ke dalam kamar.
Ajeng langsung cerita kalo dia terpaksa minta tolong untuk diantar dan ditemani berbelanja ama penghuni kostan kamar atas yang aku tau berdasarkan cerita Ajeng, seseorang yang emang naksir dan sering ngasih perhatian-perhatian ke Ajeng. Mas Dodik, Ajeng ngasih tau aku siapa nama orang itu. Hanya dialah penghuni kostan ini yang sedikit berani berakrab diri dengan Ajeng. Aku sendiri ga kenal, cuma sering ngeliat dan sekedar tau aja. Seperti yang pernah Ajeng ceritakan kalo mas Dodik adalah seorang karyawan di sebuah bank swasta. Penampilannya khas seorang pria dewasa yang tampil rapi dan perlente, berkulit sawo matang dengan perawakan badannya yang proposional dengan tinggi rata-rata pria Indonesia. Wajahnya sih standar kalo menurut penilaianku, ga ada yang istimewa untuk diceritakan. Mas Dodik ini sering mengintimidasi aku melalui pandangan matanya yang jelas banget aku artikan sebagai isyarat ketidaksukaannya ama aku. Pandangan itu selalu aku temui kalo kebetulan dia melihatku berkunjung dan pergi keluar ama Ajeng. Padahal aku sendiri ga pernah ngerasa sedang memperebutkan dan ngejar Ajeng, kalaupun dia secara gentle ngomong baik-baik ke aku buat ngejauhin Ajeng, aku akan berbesar hati ngelakuinnya asalkan Ajeng juga minta aku buat ngejauh.

" Sebenarnya kamu ama dia itu setara loh, Jeng? "
" Dia udah mapan kan masa depannya? "
" Kenapa sih kok kamu ga coba buka hati ama dia?"
Aku inget banget percakapanku dengan Ajeng di suatu malam. Saat itu aku dan Ajeng ngobrol-ngobrol di warkop depan kostannya, saat itu kami barusan pulang nonton bioskop. Dan mas Dodik ini berbarengan datang entah darimana. Saat itu Ajeng ga langsung menjawab ucapanku itu, dia hanya memandangku dengan tajam dan sinis. Menandakan dia ga suka banget ama ucapanku tadi.

" Kamu kenapa sih, Ka? "
" Selalu aja kamu itu bikin perasaanku itu sakit tiap kali dekat ama kamu.
" Ucapnya dengan senyum yang dipaksakan. Ajeng tiba-tiba aja mewek.
" Loh? "
" Emangnya aku ada suatu sikap atau perkataan yang bikin kamu sakit, Jeng ?
" Aku beneran ga ngerti kenapa Ajeng bisa langsung menangis. Perasaanku ga ada sesuatu hal yang aku lakukan sampai dia nangis.
" Kamu masih ga tau kalo aku beneran berharap kalo kita pacaran. "
" Kamu kok malah nyuruh aku pacaran ama seseorang yang aku ga suka
. " Ajeng sedikit berteriak menjawab ucapanku.
" Jeng, kamu kan udah tau. "
" Setelah aku putus ama Siska, aku udah janji ama diriku sendiri, sementara aku ga mau buat menjalani hubungan dengan seseorang. "
" Siapapun itu...maaf.. termasuk juga kamu.
" Secara terus terang aku memperjelas kembali sikapku ama Ajeng dan menjawab semua pertanyaan yang seringkali Ajeng tanyakan. Aku harus memperjelas sikapku kepada semua teman cewekku, bukannya buat memberikan mereka harapan untuk menjalin dan menjalani sebuah hubungan. Saat itu aku murni hanya pingin berteman hanya karena saat itu aku udah jarang bergaul dengan banyak teman cowok, dan kebetulan teman ceweklah yang saat itu sering berkomunikasi denganku. Aku ngelakuinnya dan memperlakukan mereka layaknya seperti teman cowok pada umumnya. Kalo ada yang sampai nyaman dengan perilaku dan sikapku, aku ngerasa ya itu resiko kenapa sampai menaruh hati kepadaku.

Dalam perjalanan pulang dari kostan Ajeng, semua pemikiranku tentang hal-hal yang tadi aku obrolin ama Ajeng kembali ngerasa kek aku selalu ada niatan nguber dengan tiap cewek yang dekat denganku. Dari hal inilah aku berjanji aku akan mulai menjaga jarak keakraban dengan siapapun juga. Aku harus kembali fokus menata hidup untuk bekerja mengumpulkan uang demi kelanjutan pendidikanku. Cukuplah kemarin aku sempat ngejalani hubungan dengan Siska dan Eva. Dan rasanya hal itu sedikit banyak memberiku sedikit pelajaran hidup. Bagaimana aku akan bersikap di kemudian hari..


XXXXX



Sabtu pagi ini aku berangkat ke tempat kostan Ajeng dalam kondisi seluruh wilayah kotaku dalam suasana hujan pagi yang syahdu. Sepanjang jalan, aku berpikir rasanya males banget ngelakuin perjalanan menuju ke kota asal Ajeng. Hanya karena aku udah niat menunaikan janji yang aku ucapkan, akhirnya terpaksa aku lakukan walaupun dengan perasaan yang ngeganjal. Semoga ini bukan sebuah firasat buruk..
Rupanya musim hujan masih belum juga habis. Padahal seharusnya bulan ini sudah memasuki musim kemarau. Entahlah..musim aja yang sering diprediksi BMKG sering meleset ga pasti apalagi nasibku yang jelas-jelas BMKG bakalan lebih ruwet memprediksinya.emoticon-Wink

" Kamu ga kehujanan kan, Ka?" Tanya Ajeng yang menyambutku di pintu gerbang kost-kostan. Rupanya dia sedang berbincang dengan mas Dodik di pintu masuk parkiran. Aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan Ajeng barusan.
" Sini.. rambut kamu basah tuh. " tangan Ajeng sengaja menyeka rambutku, aku tau Ajeng emang sengaja berlaku mesra di hadapan mas Dodik. Aku ga tau apa maksudnya, aku cuma bersikap wajar dan ga menunjukkan kalo aku dalam posisi yang menang. Karena sejatinya aku ga pernah menunjukkan sikap bersaing untuk memperebutkan cewek dengan orang yang bernama mas Dodik ini. Aku ga kenal dengan dia, dan ga mempedulikan kalo dia ga suka ama aku karena keakraban antara Ajeng denganku. Bagiku dia ga akan aku anggap sebagai seorang pesaing, karena kalo aku ngerasa dia bersaing denganku. Jelas aku dengan sombongnya bisa membanggakan diriku, aku bukan berstatus kekasih aja, Ajeng dengan sukarela menyerahkan badannya dan ngajak aku bercinta.emoticon-afro

Walaupun cuaca hari ini hujan, terpaksa kami berangkat dalam keadaan cuaca yang suram di sepanjang jalan. Beruntungnya kami berangkat make mobil milik Ajeng. Selama hampir 3 jam, aku menyetir mobil Ajeng menuju kotanya, sebuah kota yang terkenal dengan sebutan kota tahu. Ajeng sendiri sedari tadi memejamkan matanya setelah aku dan dia berdebat panjang dan ga menemukan titik temu masalah bagaimana nanti aku akan menginap. Ajeng ngajak aku menginap semalam di rumahnya, alesannya ada kamar kosong bekas kamar kakaknya. Aku tetap dengan pendirianku untuk mencari penginapan di sebuah losmen yang ga terlalu jauh dari rumah Ajeng. Sore harinya aku akan berkunjung ke sana seperti rencana awal Ajeng.
Memasuki kawasan kota Ajeng berasal, hujan masih setia turun dengan mesranya. Sekilas aku ngelirik ke kursi samping rupanya Ajeng udah terbangun dan mulai mengarahkan petunjuk jalan mobil ke arah rumahnya.

" Kita nyari dulu penginapan buat aku ya, Jeng. "
" Ntar sore, aku pasti akan datang berkunjung ke rumah kamu
. " Ucapku.

Ajeng hanya menoleh ke arahku sekilas.

" Jadi kamu beneran ga mau sekarang ini langsung ikut aku ke rumah dan aku kenalin ama keluargaku, Ka ?"
Aku menggeleng.
Daritadi Ajeng ngotot langsung ngajak aku buat nemani dia langsung ke rumahnya. Aku sendiri ngerasa ga nyaman kalo sampe harus berdiam dan menginap di rumah keluarga Ajeng. Apalagi ini baru pertama kalinya aku diajak ke rumah seseorang yang ga ada status hubungan denganku. Aku selalu ngerasa kalo aku laki-laki yang ga modal sama sekali. Padahal kan kenyataannya emang iya, wkwkwkemoticon-Stick Out Tongue saat ini statusku cuma numpang, dan hanya bersikap sebagai pacar sewaan. Tapi, walaupun gitu aku ngerasa masih punya harga dirilah...argumentasiku ke Ajeng pihak laki-laki ga layak kalo sampai numpang segalanya ama cewek. Akhirnya Ajeng nyerah berdebat dan menerima argumentasku. Aku dicarikannya sebuah penginapan yang terbilang dekat dengan rumahnya. Nanti aku cukup naik angkot atau ojek untuk sampai di rumah Ajeng. Skip..

Quote:


Aku cuma tersenyum membaca dan membalas chat Ajeng.
" Ya kali... aku langsung disuruh tunangan ama orangtuanya Ajeng." Batinku tersenyum jumawa kepedean.
Aku segera berangkat ke rumah Ajeng dengan penampilan terbaikku, memakai setelan batik couple yang emang Ajeng instruksikan dalam chat BBM. Rumah Ajeng sendiri ga seberapa jauh dari tempat penginapanku. Cuma berjarak 4 km aja, udah langsung sampai di kawasan kompleks perumahan orangtuanya Ajeng. Kompleks perumahan yang kelihatannya untuk kalangan menengah. Dengan menumpang ojek, aku udah sampai di depan rumah Ajeng.
Di pintu depan, Ajeng udah menunggu buat menyambutku.

" Ga kesasar kan, Ka? " Tanya Ajeng tersenyum dengan cantiknya, dia langsung merapikan kemeja batik slim fit yang aku kenakan. Ga lupa Ajeng sedikit merapikan rambutku yang sekarang ini aku biarkan mulai memanjang. Aku perhatikan sedikit penampilan Ajeng sore ini di rumahnya. Cetar membahenol bangetemoticon-Wowcantik

" Mosok naik ojek disini masih kesasar juga ? " Jawabku.
Ajeng menggandeng tanganku buat masuk ke rumahnya. Ajeng mengenalkan aku dengan kedua orangtuanya dan juga kedua kakaknya. Dari penilaianku terhadap kedua orangtua Ajeng. Mamanya sangat ramah ama aku, sedangkan papanya Ajeng terlihat sedikit acuh dan menunjukkan gestur sikap ketidaksukaannya dengan kehadiranku di rumahnya. Entahlah..ini hanya sekilas penilaianku dari sikapnya yang segan buat memandangku. Kedua kakak Ajeng terlihat biasa dan sekedar ramah kepadaku.

Aku langsung dipersilahkan orangtuanya Ajeng untuk masuk ke ruang tamu. Aku yakin waktu interogasi akan dimulai dalam hitungan beberapa menit ke depan. Ajeng duduk di sebelahku sambil menggenggam tanganku.

" Kamu udah berapa lama, pacaran ama Ajeng, mas? " Tanya papanya Ajeng dengan aksen bicara tegas dengan pandangan mengintimidasi.
Aku sejenak tersenyum.
" Barusan kok, om. " Jawabku singkat
" Saya tanya ke kamu? "
" Kamu cina
? "
Aku sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan papanya Ajeng, yang biasanya selalu aku jawab dengan sangkalan untuk pertanyaan itu. Tapi untuk kali ini aku mengangguk mengiyakan pertanyaan itu.

" Kenapa emangnya kalo saya cina, Om? " Hanya kata itu yang sengaja aku ucapkan buat memancing jawaban apa yang akan dikeluarkan papanya Ajeng.
" Mulai sekarang lebih baik kamu berhenti buat pacaran sama Ajeng. "
" Saya dari dulu ga suka ama cina dan berharap jangan sampai anak dan keluarga saya sampai berkerabat dengan cina."
" Jadi om ga perlu sampai panjang lebar menjelaskan apa alasannya. "
" Om pikir kamu udah paham dan ngerti
. " Lalu papanya Ajeng berdiri.
" Karena kamu udah jauh-jauh datang dari s******a, om ijinin kamu buat ikut makan malam dengan keluarga om. "
" Sekalian nanti kamu bakalan tau kalo nanti ada calon pendamping Ajeng yang ikut makan malam disini
. " Papanya Ajeng langsung masuk ke dalam rumah. Aku ga kaget dengan sikap ini yang udah aku perkirakan sebelumnya. Untungnya sekarang ini aku hanya menjalani peran pura-pura.

" Aku rapopo. "
" Aku udah biasa diremehkan dan direndahkan orang
. " Aku tersenyum membatin tentang kejadian yang barusan aku alami. Semua keluarga Ajeng yang duduk di ruangan itupun hanya bisa diam begitu papanya Ajeng berucap sesuatu yang jadi sebuah perintah.

" Ka, aku berharap kamu bantu aku memperjuangkan aku di depan orang tuaku. " Bisiknya di sela isak tangisnya.
" Buat apa, Jeng? " Jawabku pelan, karena aku tau ini bukanlah sebuah medan perjuangan sebenarnya yang harus aku menangkan.
" Kata Ajeng kalo cerita ke mama, yang cina itu hanya kakek kamu ya, Ka? " Suara mamanya terdengar di sampingku.

Aku tersenyum mengangguk.
" Iya, tante. "
" Dan dari kejadian ini, sekarang saya ngerasa ga menyesal udah dikasih bagian warisan tampang kek ini dari akung saya. "
" Padahal biasanya saya akan menyangkal kalo saya cina."
" Tapi sekarang saya ngerasa, saya udah capek menyangkal sesuatu yang emang kenyataan di diri saya."
" Jadi...inilah saya adanya
." Jawabku tersenyum getir dengan sedikit penjelasan panjang lebar .

Mamanya Ajeng hanya mengangguk.

" Kamu kerja apa disana, mas ? " Suara kakak tertua Ajeng, mas Bram sedikit memecah keheningan di ruangan tamu ini.
" Saya kerja di pelabuhan, mas. "
" Sebagai tenaga bongkar muat angkutan kapal
. " Jawabku lugas dengan senyum kebanggaan yang aku tunjukkan tentang identitas siapa diriku sebenarnya tanpa aku merasa minder.
" Oh gitu ya. " Hanya jawaban itu yang aku dengar dan udah aku perkirakan sebelumnya.

" Maaf ya dek..kamu kenapa berani macarin Ajeng kalo cuma punya modal kerjaan kek gitu? " Pertanyaan menohok dan menusuk telak di ulu hatiku dari mbak Galuh, kakak Ajeng yang kedua kembali memecah kebisuan di ruangan rumah Ajeng yang terlihat emang akan digunakan sebagai tempat ajang silaturahmi.
" Ehm...kalo itu..."

" Assalamualaikum.."
Suara seorang lelaki di depan teras rumah Ajeng otomatis menjeda ucapanku yang tiba-tiba tersekat tertahan di dalam kerongkonganku. Aku sedikit ngelirik ke arah Ajeng yang tersenyum pahit ke arahku dengan make-upnya yang luntur karena air matanya kini tumpah membasahi dan memenuhi wajahnya.
" Ka...kamu jangan pulang ya..! " Bisik Ajeng di dekat telingaku

Ada beberapa rombongan orang yang datang ke rumah Ajeng, beberapa ada ibu-ibu dengan membawa beberapa bawaan yang terbungkus seperti kotak kado atau entah apa itu namanya... aku ngeliatnya kurang lebih seperti sebuah hantaran. Aku sekarang akan berakting sebagai penerima tamu yang turut menyalami semua orang yang masuk ke dalam ruangan tamu ini. Setelahnya aku langsung berpamitan kepada keluarga Ajeng untuk langsung kembali ke kotaku malam ini juga.


"Maaf..hanya segitu upaya yang bisa aku coba bantu buat kamu."
"Ikhlasin, Jeng..."
hanya kata penghiburan itulah yang bisa aku bisikkan di telinga Ajeng, saat malam itu dia memelukku dengan erat untuk ngelepas kepergianku dari rumahnya.....emoticon-Traveller

Quote:


Spoiler for mulustrasi Saka & Ajeng:




(Capek.. lanjut ntar aja dongs)emoticon-Kalah

Diubah oleh akukiyut 19-06-2023 14:41
namakuve
hitnaru714
aghora
aghora dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup