handarunaufalAvatar border
TS
handarunaufal
Aku Tidak Melakukan Apapun


Aku Tidak Melakukan Apapun




Cerita ini ku persembahkan untuk......


Ketika roda kehidupan sulit untuk di mengerti, apa kita tetap harus diam dan terus berpikir? Ada saatnya kita memang harus melangkah maju, melangkah untuk menuju masa depan yang indah.

Masa lalu yang kelam biarkan menjadi cerita yang terus terkenang, mengisi lembar-lembar kertas kehidupan.

Daun-daun yang telah jatuh tidak mungkin akan kembali ke tempat asalnya, biarkan daun-daun baru menggantikannya.

Metamorfosa sempurna harus kita lakukan, agar kita menjadi kupu-kupu indah yang terbang bebas, bukan berhenti menjadi ulat yang menjijikan.

Tapi cerita tidak berhenti disitu, karena kita tidak tahu akhir cerita yang sebenarnya tentang kehidupan.


Handaru Naufal






Opening Theme Song









DAFTAR ISI


Quote:





DAFTAR ISI


Quote:




Quote:
Diubah oleh handarunaufal 01-06-2023 08:15
rinandya
candradimuko378
oktavp
oktavp dan 38 lainnya memberi reputasi
39
201.8K
1.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
handarunaufalAvatar border
TS
handarunaufal
#979
Part 12 : Mencoba Bergerak



Sudah 2 bulan semenjak meninggalnya adik tercinta gua, Yunita. Pesan yang masuk di handphone gua juga sangat banyak, diantara mereka. Laila dan Aurora lah yang paling banyak mengirim pesan. Gua keluar dari sekolah dan memutuskan untuk mengambil paket tahun depan.

Untuk Renata, dia saat ini sedang di tahan di sebuah rumah sakit jiwa di kota Palembang. Psikolog dari kepolisian bernama Hadi, yang menangani kasusnya. Gua menyerakan sepenuhnya kepada psikolog itu, bahkan jika memungkinkan, seharusnya Renata disidang dan dihukum mati.

Gua memutuskan untuk pindah dan meninggalkan rumah yang pernah gua tempati bersama Yunita dan juga Iblis Renata. Karena, setiap kali gua mengingat rumah itu, semakin sakit hati gua rasanya. Gua juga menjual hp pemberian Laila dan tidak lagi menggunakan hp. Satu hal lagi, gua tidak sekalipun menyentuh uang Renata dan menitipkan pesan ke para pekerja di rumah itu, jika ibu gua kesini, berikan semuanya ke ibu gua.

Gua pergi dan menjauh dari semua hal dan memutuskan untuk hidup sendirian.

Gua pergi ke daerah pelabuhan di provinsi Lampung, pelabuhan Bakauheni. Gua mencoba bertahan hidup disini dengan menjadi pedagang asongan dan tidur di depan ruko-ruko yang sudah tutup. Bermodalkan koper dan mandi di mushola atau masjid terdekat.

Hidup dijalanan ternyata tak semudah yang gua pikirkan. Banyak preman yang mencoba memalak uang gua yang pas-pasan, untungnya gua belajar bela diri. Yah, bisa dibilang, ini bukan sebuah keuntungan. Semakin gua mencoba melawan, semakin gua terhempas ke tanah. Parasit seperti mereka tidak ada habisnya dan terus membelah diri. Sampai akhirnya, sebuah keputusan yang merubah hidup gua selamanya datang. Dan gua mengambil keputusan itu tanpa keraguan.

Semua berawal dari satu kejadian, saat itu adalah hari ke 3 gua berdagang asongan dan saat itu ada seorang preman yang menghampiri gua dan memalak gua. Karena uang gua yang pas-pasan dan untuk makan, dengan tegas gua menolaknya. Preman itu mempunyai tubuh yang tinggi, dengan tatto yang terlihat jelas di lehernya.

"Woy lu pedagang baru, lu tau gak kalo pedagang kaya lu harus setor uang ke gua."

"Maaf bang, gua gak ada duit. Lagian, gua kan udah setor ke pelabuhan, kenapa gua harus setor ke lu juga?"

Tanpa satu katapun, dia menampar wajah gua dan menjambak rambut gua, kemudian dia menampar wajah gua sekali lagi.

"Anjing lu bocah! Kok lu nyolot!?"

Ini jelas situasi yang berbeda ketika gua berhadapan dengan anak-anak sekolah, situasi ini adalah situasi antara hidup dan mati. Mau tidak mau, gua memang harus melawannya. Dalam pertempuran jalanan, tidak ada wasit yang akan memisahkan. Kecurangan dan kelicikan adalah hal yang lumrah di jalanan. Secara cepat, gua layangkan kaki kanan gua ke arah kemaluannya dengan sangat keras. Preman itu berteriak sekencang-kencangnya, jelas. Itu adalah rasa sakit yang teramat sangat, gua sebagai seorang pria, tak pernah mau membayangkan rasa sakit apa yang dia rasakan.

Dia melepaskan tangannya dari rambut gua dan memegang kemaluannya. Situasi berbalik dengan cepat. Melawan orang yang lebih besar dari gua, bisa gua menangkan dengan cara seperti ini.

Tanpa menunggu dia membalas, gua pegang kepalanya dan mencengkramnya dengan kedua tangan gua. Posisi dia sedikit menunduk, dengan mudah gua melancarkan serangan lutut yang sangat keras ke arah wajahnya. Dapat dipastikan dia langsung tumbang, hanya dengan satu serangan lutut.

Posisi dia tumbang dan jatuh berbaring ke tanah, anehnya saat ini gua tidak merasakan emosi sedikitpun. Yang ada di dalam pikiran gua saat ini, gua harus menang.

Walaupun dia sudah jatuh, gua tetap menghantam kepalanya dengan kaki gua, bukan hanya sekali, gua lakukan itu secara bertubi-tubi, sampai tiba-tiba ada seseorang yang menyekap tubuh gua dan menahan gerak tubuh gua.

"Berhenti! Woy berhenti!" Dia berteriak sembari menahan tubuh gua

Kekuatannya sangat kuat, gua tidak bisa menggerakan tubuh gua sama sekali. Secara cepat, tubuh gua tiba-tiba terkaruh ke tanah. Ini adalah takedown pertama gua, setelah sekian lama. Gua menatap pria yang menjatuhkan gua, wajahnya tampan dengan bekas luka di pelipisnya, lukanya terlihat seperti goresan pisau. Tubuhnya tidak begitu tinggi, tapi otot dari kedua lenganya, terlihat dengan jelas. Rambutnya gondrong dengan gaya belah tengah, sekilas, dia mirip dengan Leonardo Di Caprio.

"Lu siapa? Kenapa ikut campur?"

"Lu udah gila? Lu ga kenal siapa dia? Ayo ikut gua, sebelum ada saksi mata."

Dia mengulurkan tangannya dan mencoba menolong gua yang terbaring, gua menangkap tangannya dan menarik tubuhnya, hingga dia terjatuh dan gua segera bangkit. Gua segera memasang kuda-kuda tapak suci dan bersiap untuk menyerangnya, dia dengan cepat segera berdiri dan membersihkan debu di bajunya.

"Kuda-kuda lemah seperti itu, sepertinya kita disini bukan untuk mengobrol."

"Jangan bayak bacot, maju sini."

Sejujurnya gua sedikit gemetar ketika dia memasang kuda-kuda yang tidak gua ketahui, rasanya seperti memandang ombak yang besar tepat di hadapan gua. Orang ini, bukan orang biasa.

Blak bluk

Dua serangannya, gua tidak bisa melihatnya sama sekali dan gua jatuh pingsan.

***

Gua terbangun di sebuah ruangan kecil, saat ini gua terbaring di sebuah kasur lantai berwarna ungu. Kepala gua masing pusing, gua duduk dan melihat segelas air berada tepat di sebelah gua. Sudah jelas, air ini untuk gua. Gua minum air itu, sampai seseorang masuk ke ruangan ini.

Anehnya gua merasa tidak asing dengan orang ini, sepertinya gua pernah melihatnya di suatu tempat. Ah, gua ingat. Dia Syasya.

"Syasya?"

"Ternyata kamu masih ingat, untung kamu dibawa kesini sama Bahar."

"Bahar?"

"Ya dia yang membuat kamu pingsan, Daru. Sebaiknya kamu jangan tinggal disini lagi, lingkungan disini berbahaya."

"Apa maksud kamu?"

"Yang baru saja kamu buat babak belur adalah salah satu anak buah preman besar di pelabuhan ini. Mereka adalah gerakan bawah terbesar di pelabuhan ini, perdagangan manusia, narkoba, dan juga perjudian. Saat ini mereka sedang mencari kamu, sebaiknya kamu pergi dari sini."

Untuk anak seumuran gua, semua yang baru saja disebutkan oleh Syasya benar-benar tidak masuk akal, apakah mereka semacam mafia yang bergerak di Lampung? Apakah di Indonesia ada gerakan mafia seperti itu?

"Mereka mafia?"

"Lupakan semuanya, ini uang untuk kamu. Bahar sudah menunggu dengan mobil di depan, dia yang nanti bakal bawa kamu pergi. Saranku, jangan lagi tinggal di Lampung."

Gua sangat ketakutan sekarang, tapi bukankah lebih baik jika gua bergabung dengan mereka? Jika gua bisa bergabung, artinya hidup gua bisa lebih mudah bukan?

"Bagaimana jika aku bergabung dengan mereka?"

"Kamu gila Daru, ini bukan permainan anak-anak, dengarkan aku dan turuti saja permintaanku."

"Aku yang memutuskan hidupku sendiri."

Syasya tidak lagi bisa menjawab perkataanku, aku bangun dan berjalan keluar dari ruangan ini. Pria yang bernama Bahar sedang duduk tepat di depan pintu.

"Gua denger semuanya, pilihan lu benar-benar ke kanak-kanakan."

"Lu gak kenal gua, jadi jangan sok ngehakimin gua."

"Kalu lu mau ketemu bos besarnya, gua bisa bawa lu ke dia."

"Memang lu siapa?"

"Gua Bahar."

Kemudian dia tersenyum. Sialan ini, gua bukan bertanya tentang nama, tapi dia seakan pura-pura tidak mengerti maksud dari pertanyaan gua.

"Ayo, kenapa lu malah bengong?" Tanya Bahar lagi

Gua menangguk dan mengikuti Bahar yang berjalan ke arah mobil. Syasya kemudian keluar dari berteriak ke arah kami.

"Daru! Lu serius?"

Dengan senyuman kecil, gua mengangguk ke arahnya. Gua dan Bahar segera pergi menuju tempat bos besarnya. Entah gua akan kembali menjadi mayat atau nyawa tetap menempel di dalam raga gua, hanya takdir yang bisa menjawabnya.
Diubah oleh handarunaufal 26-05-2023 15:11
bahajitam
oktavp
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 2 lainnya memberi reputasi
3