Novena.LiziAvatar border
TS
Novena.Lizi
Perebutan Cawapres NU Demi Kunci Kemenangan di Pulau Jawa
Perebutan Cawapres NU Demi Kunci Kemenangan di Pulau Jawa

Rabu, 10 Mei 2023 08:55 WIB



Sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama saat ini disebut menjadi sosok potensial menjadi cawapres pada pemilu 2024. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah tokoh dari kalangan Nahdlatul Ulama digadang-gadang menjadi sosok potensial untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024.

Bahkan, muncul isu PDIP menginginkan kader NU menjadi sosok pendamping Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang telah ditunjuk sebagai calon presiden (capres) pada pemilu mendatang.

Isu tersebut pun telah ditanggapi oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozi alias Gus Fahrur. Dalam pernyataannya, ia meminta agar NU tak diseret dalam konflik kepentingan dalam Pilpres 2024.

"Silakan setiap capres memilih pasangan dari NU secara langsung. Akan tetapi, tanpa melibatkan institusi organisasi agar tidak menyeret nama NU dalam pusaran konflik kepentingan," ujar Gus Fahrur, Senin (8/5).

Fahrur turut menduga kandidat merasa nyaman berpasangan dengan kader NU lantaran sudah dikenal sebagai ormas moderat. Karenanya, banyak capres yang ingin kadernya menjadi pasangan pada Pilpres 2024.

Kendati demikian, kata Fahrur, pihaknya tetap mengingatkan kader NU menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.

Di sisi lain, Ketua bidang Kesra PBNU Jusuf Hamka mengklaim sudah banyak yang minta kader NU untuk menjadi cawapres di Pilpres 2024. Namun ia menegaskan Ketua Umum PBNU Yahya Staquf memutuskan tidak cawe-cawe di dalam Pemilu 2024.

"Kalau saya sih berharap siapa pun dia harus putra-putri terbaik. Enggak perlu dari ormas, menurut saya karena hal itu akan menimbulkan perpecahan. Jadi, siapapun itu lebih baik kita dukung saja," kata dia.

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam mengatakan tak bisa dipungkiri NU memiliki basis suara cukup besar untuk Pemilu 2024. Hal ini menjadi salah satu faktor kenapa kader NU diminati oleh partai politik.

Tak hanya itu, kata dia, banyak tokoh NU yang memiliki pesantren maupun lembaga pendidikan. Alhasil, para santri maupun alumninya otomatis tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.

"Yang ketiga ada kaitannya dengan sejarah tokoh-tokoh nahdliyin kalau digabung dengan nasionalis sejauh ini dalam tanda kutip seirama gitu ya, istilahnya sebagai pasangan itu selalu setia kan gitu, tidak dalam kerangka bersaing tidak, biasanya saling melengkapi," ucap Surokim saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (9/5).

Surokim berpendapat sosok nasionalis yang disatukan dengan tokoh dari NU bakal menjadi pasangan yang memiliki modal kuat pada persaingan Pilpres 2024 mendatang.

Terlebih, dari tiga nama capres yang saat ini beredar, tidak ada satu sosok yang mendominasi. Baik itu Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, maupun Anies Baswedan.

"Untuk hitung-hitungan ketika tidak ada capres yang dominan, maka posisi cawapres itu akan juga turut menentukan. Kalau dulu Pak SBY memilih Budiono atau Pak Jokowi memilih Kiai Ma'ruf itu pengecualian, karena posisi keduanya dominan. Tapi di 2024 itu enggak ada yang dominan, semuanya sama tidak terlampau jauh, oleh karena itu posisi wakil tentu akan signifikan memberikan kontribusi," tuturnya.

Senada, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menyebut sosok tokoh NU saat ini memang dibutuhkan oleh semua capres. Tujuannya untuk memperkuat suara dukungan bagi mereka.

Ganjar misalnya, ia adalah sosok yang identik dengan partai nasionalis. Karenanya, dibutuhkan partai religius yang menurut Agung bisa diasosiasikan dengan NU untuk melengkapi sosok Ganjar.

Mirip dengan Ganjar, Prabowo juga selalu diidentikan sebagai sosok ataupun partai nasionalis. Dengan demikian, Prabowo membutuhkan sosok religius untuk melengkapi dirinya.

"Sementara kalau di kubu Anies selama ini identik dengan pemilih berlatarbelakang Islam perkotaan, pemilih Muslim terdidik, bahkan beberapa cenderung pemilihnya Islam konservatif, sehingga butuh agar seimbang pemilih dari kalangan Muslim tradisional yang selama ini diasosiasikan dengan NU," ucap Agung.

"Jadi wajar ketika NU diperebutkan oleh poros Prabowo, Ganjar, maupun Anies karena capres-capres ini membutuhkan NU dalam konteks melengkapi basis massa yang sudah mereka miliki hari ini," sambungnya.

Agung turut menyinggung hadirnya sosok tokoh NU ini juga untuk memastikan kemenangan suara di Pulau Jawa, khususnya untuk mengambil suara di wilayah Jawa Timur. Sebab, dari ketiga capres itu tak satupun yang memiliki basis suara di Jawa Timur.

Ganjar diketahui memiliki basis massa di Jawa Tengah, apalagi saat ini dia juga merupakan Gubernur di sana. Sementara Prabowo dan Anies, sama-sama memiliki basis massa di Jawa Barat.

"Akhirnya Jawa Timur menjadi ladang perebutan para capres untuk memastikan kemenangan mereka sehingga menjadi relevan karena NU di sana sangat besar, di Jawa Timur," kata Agung.

Walaupun, kata Agung, Ganjar pun pasti akan kampanye habis-habisan untuk bisa meraup suara di Jawa Barat yang menjadi ladang suara bagi Anies dan Prabowo. Begitu juga, Prabowo dan Anies tentu akan maksimal untuk bisa merebut suara di Jawa Tengah.

"PR ini yang harus mereka selesaikan sebelum menambah di wilayah luar 3 Jawa, karena ini (Jawa) basis populasi massa terbesar, istilahnya Jawa adalah kunci kan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur," ujarnya.


Ilustrasi. Sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama saat ini disebut menjadi sosok potensial menjadi cawapres pada pemilu 2024. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Sementara itu, Surokim berpandangan sosok NU kultural ataupun struktural tak begitu penting untuk menentukan siapa yang cocok dijadikan sebagai cawapres. Sebab, kata dia, saat ini pemilih nahdliyin sudah tergolong dinamis.

"Ada NU kultural, ada NU struktural, faksi-faksi seperti itu menambah dinamika grassroot NU kian cair, tidak seperti pada pemilu sebelumnya," ujarnya.

Menurut Surokim, NU kultural maupun struktural tak bisa dipandang sebagai faktor tunggal. Sebab, kata dia, pengalaman di bidang pemerintah, latar belakang akademik dan hal lainnya juga menjadi faktor penentu.

"(NU kultural atau struktural) enggak bisa (dijadikan patokan), saya kira faktor yang berpengaruh itu faktor omni, faktor gabungan, kian banyak kriteria yang menempel pada tokoh NU, dia akan semakin kompetitif," ucap Surokim.

Senada, Agung juga berpendapat sejumlah faktor yang diperhitungkan oleh partai politik dalam menentukan siapa kader NU yang akan digandeng sebagai cawapres. Dan ini tak hanya berkutat pada masalah NU kultural maupun struktural semata.

Agung menyebut faktor-faktor itu antara lain elektabilitas, aksestablibitas, hingga isi tas atau pembiayaan.

"Ini akan menjadi perdebatan di kalangan internal (partai politik) apakah sisi logistik lebih diutamakan atau soal elektabilitas atau soal aksestabiltas. Karena akhirnya variabel keempat yakni kapasitas menjai nomor empat," kata dia.


Infografis - Deret Tokoh NU Potensial Jadi Cawapres

https://www.cnnindonesia.com/nasiona...-di-pulau-jawa

krn jawa adlh kunciemoticon-Cool




nomorelies
rajin.meremas
viniest
viniest dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.3K
110
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
logic2022Avatar border
logic2022
#2
ane prefernya sih ke mahmud MD
peternakkadrun
rinandya
bhagarvani
bhagarvani dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup