- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
59.6K
Kutip
1K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#198
Part 52 : Rey Datang Lagi
Spoiler for Rey Datang Lagi:
19 Agustus 2017, Sabtu
“Bundaa, dedek nanti malem mau kencan bolehkah?”, tanya Mia kepadaku saat aku sedang mengepang rambutnya di depan cermin kamarnya yang biasanya ada delapan penghuni disana, namun pagi itu hanya ada Mia dan aku.
Ohya, asal usul dia memanggilku Bunda tuh karena saat dia demam beberapa saat lalu, aku yang ngerawat dia sampe dia bener-bener kembali ceria. Sebenarnya ga sekali dua kali dia demam, setiap dia kecapean dan rindu dengan orangtuanya, pasti demamnya akan kambuh.
“Mba Anes itu keibuan.. setiap ada yang sakit, selalu dirawat dan diperhatiin. Setiap ada yang ga bisa sama suatu materi, Mba Anes yang ngajarin sampe bener-bener paham. Setiap ada yang curhat, Mba Anes selalu menjadi pendengar yang baik. Huhu kalau aku jadi cowok, udah langsung aku ajak ke KUA.”, ujarnya beberapa saat lalu, disaat dia tidur di pangkuanku.
“Mba Anes..”, panggilnya setelah dia menggombal kala itu. Aku yang tengah memijiti kepalanya sembari membaca novel pun kini menatapnya sekilas.
“Hmm? Kenapa?”, ujarku membalasnya.
“Aku panggil Bunda aja yaa mulai sekarang.”
Sejak hari itu-lah dia benar-benar memanggilku Bunda dan akhirnya diikuti oleh beberapa rekanku yang umurnya 3-6 tahun lebih muda dariku. Wkwk 😅
“Siapa yang ngajak kencan?”, tanyaku setelah berhasil mengikat kepangannya dengan karet kecil berwarna hitam.
“Mas FO Bun, yang dedek ceritain minggu lalu.”, jawabnya sembari mengibaskan rambut panjangnya yang kini sudah terkepang dua.
“Hm gitu. Hati-hati yaaa, dedek.”
“Siap Bunda!”, dia tiba-tiba membuka tangan kanannya di depan dada dan menghadapkan jari-jarinya ke atas dan ditempelkannya di pelipis. Dia memberiku hormat. 😅
“Permisi..”, kami menoleh ke arah suara yang berada di depan pintu kamar Mia.
“Eh Mba Anni…”, sapa Mia.
“Mba Anes, maaf, handphonenya bunyi terus. Kayanya telpon penting ini.”, tebak Mba Anni sembari memberikan ponselku yang sengaja ku biarkan tergeletak di atas kasurku.
Aku segera meraihnya dan menatap layar ponselku : Rey.
“Mbaa Anni makasih yaa. Aku izin angkat telpon dulu.”, ujarku kemudian, lalu aku pun keluar dari kamar Mia dan mencari sudut mess yang sepi, meninggalkan mereka yang mulai nge-cie-cie-in aku yang ditelpon sama cowok.
“Haloo..”, kali ini aku memilih telponan di pojokan ruang belajar yang kalau pagi-pagi begini sepi banget.
“Hai Nes.. gimana kabar?”, tanya Rey di balik telpon.
“Hai.. baik Alhamdulillah.”, aku menjawabnya dengan kikuk. Jujur sejak kami berpisah beberapa bulan lalu, kami tak pernah lagi menelpon begini.
“Gimana trainingnya?”, aku sempet kaget dengan pertanyaannya. Karena aku sama sekali ga ngasih tau dia kalau aku lolos sampai di tahap ground trainingini.
“Hm sejauh ini lancar-lancar alhamdulillah.”, jawabku singkat dan dingin.
“Syukurlah. Berapa lama lagi ground trainingnya?”
“Hm 2 pekan lagi kayanya.”
“Wah berarti udah ujian tulis dong Nes?”
‘Iyaa!! Seminggu terakhir ini aku ujian tulis dari maskapai. Lalu lanjut menerima materi yang disampaikan langsung oleh perwakilan Direktorat Jenderal Perhubungan Negara dan ujian tulis lagi setelahnya.’
Jawabku dalam hati.
Nyatanya, aku menjawab pertanyaan Rey hanya dengan: “Iya, sudah..”
“Gimana hasil ujiannya?”, Rey masih berusaha untuk terus bertanya.
“Alhamdulillah lumayan.”
“Syukurlaah kalau gitu.. btw lagi ngapain Nes?”
“Lagi ngobrol sama temen-temen sih. Ohya, kamu apa kabar Rey? Ini lagi dimana?”, akhirnyaaa aku mulai balik bertanya padanya. Hehehe padahal awalnya aku berusaha untuk terus dingin dan ga mau tau tentang dia. Ternyata, ga bisa. 😔
“Aku lagi di rumah sakit nih. Kayanya deket dengan mess kamu.”
“Loh, ngapain?”
“Iyaa aku lagi mau tindakan nih.”
“Hah? Tindakan? Tindakan apaan?”
“Mau ga nemenin aku selama tindakan?”, tanya Rey dengan nada lemah yang berhasil membuatku iba. Ditambah lagi suaranya emang kaya lagi serak-serak gitu.
“Kasih tau dulu, kamu kenapa?”, desakku.
“Nanti aku kasih tau kalau kamu uda disini.”
“Yaudah aku kesana sekarang!!”
Tanpa berpikir panjang, aku segera bersiap untuk menemui Rey.
-
“Mba Anes mau pergi?”, tanya Mba Anni padaku disaat aku baru saja mengganti pakaianku.
“Iya, Mba.. Mau jenguk temen yang lagi sakit..”
“Hm gitu. Ohya, si teteh (penjaga mess) kayanya lagi pergi juga tuh. Nanti biar aku deh yang sampein ke dia kalau Mba Anes lagi izin keluar untuk jenguk temennya ya?”, Mba Anni emang si paling inisiatif tanpa diminta.
“Makasih banyak ya Mba Anni. Ohya Mba, rumah sakit ini deket ga sih dari sini?”, aku menunjukkan foto rumah sakit yang dikirim oleh Rey padanya. Yaa maklum, selama aku disini, aku ga pernah pergi kemana-mana. Makanya nanya ke Mba Anni yang lebih familiar dengan tempat-tempat umum di sekitar sini.
“Ini mah deket banget! Naik motor paling 10 menit doang..”
Ga pake lama, aku segera memesan ojek online untuk mengantarkanku ke rumah sakit yang dimaksud.
Setelah menunggu beberapa saat dengan perasaan yang sedikit cemas, ojek yang ku pesan pun datang. Kini aku sudah duduk di atas motor dengan helm yang kegedean dan bisa-bisanya masih sempat membuka pesan dari Rey yang kali ini dianya ngirimin foto ruangan yang ada di depannya : Ruang Spesialis Penyakit Dalam.
‘Duh dia ini sakit apa sih? Dia bilang tindakan artinya bukan operasi kan ya? Bener-bener ya!! Sekalinya dateng malah bikin khawatir nih orang!!’, bathinku menggerutu.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, aku sudah tiba di rumah sakit yang Rey maksud. Lalu berlari menuju ruang tunggu di bagian dokter spesialis penyakit dalam.
Dengan keadaan yang masih ngos-ngosan karena aku memilih menaiki tangga darurat untuk ke lantai lima ketimbang naik lift untuk mengurangi rasa khawatirku (kalau naik lift kan akunya diem tuh, khawatirku bisa berlebihan, kalau akunya naik tangga, ga ada waktu untuk aku khawatir berlebihan), aku mulai clingukan mencari-cari dimana Rey berada. Tak begitu sulit mencarinya diantara pasien yang sedang duduk mengantre, karena hanya dia yang memancarkan kharismanya meski sedang sakit sekalipun.
‘Ops! Apaan nih? Apakah aku baru saja memujinya?’
“Rey..”, panggilku setelah aku bisa mengatur napasku namun keringat di dahiku mulai mengucur dengan deras.
“Nes!”, jawabnya sembari menatapku begitu dalam. “Jangan bilang kamu kesininya lari?”, ujarnya kemudian.
“Ya enggalah.”, jawabku ketus dan segera duduk di kursi kosong di sebelah Rey.
“Terus? Kenapa keringetan?”
“Abis dikejar setan..”
“Hah? Siang-siang gini ada setan? Dimana?”
“Nih lagi duduk di sebelahku!!”
“Hahaha aku dong setannya??”
“Rey, kog ngantrenya disini?”, tanyaku yang penasaran, mengabaikan candaan Rey.
‘Kog Rey malah duduk di kursi antrean untuk pasien yang akan bertemu dengan dokter spesialis THT ya? Apa jangan-jangan?’, tanyaku dalam hati.
“Iyaa, telingaku sebelah kanan budeg.”
‘Tuhkaaan!! Aku kena prank! Sial!! Padahal aku udah khawatir ga karuan!!’, bathinku lagi-lagi ngedumel.
“Budeg?”
“Iya, gegara flu tapi akunya maksain terbang. Jadi saat pesawat descent semalem, telingaku ngilu. Landing-landing malah budeg.”
(Descent : pesawat menurunkan ketinggiannya)
“Ish! Kamu yaa bener-bener!! Tadi ngapain coba kirim foto ruangan spesialis penyakit dalam?!! Di telpon pake bilang tindakan-tindakan segala!!”, akhirnya aku berhasil mengeluarkan kekesalanku yang sejauh ini hanya aku pendam di dalam hati.
“Yee aku kan ngasih tau kalau aku duduk di depan ruangan itu.”
“Dih ngeselin banget!!”
“Haha kamu kesel karena aku hanya ke THT gitu?”
“Yaa bukan gitu. Aku uda khawatir banget kamu kenapa-kenapa!”
“Hahaha!!”, Rey malah terbahak.
“Kalau aku ga sakit begini, mana mau kamu nemuin aku? Yakan?”, tanyanya kemudian.
“Engga jugaa. Karena kebetulan aja hari ini akunya ga ada schedule apa-apa.”
“Hmm..”
Pagi menjelang siang kala itu, jadwalku yang seharusnya rebahan di mess, berubah secara mendadak menjadi menemani Rey periksain telinganya di rumah sakit. Catat ya, PERIKSAIN TELINGA!! Huhu kesel banget deh! Padahal aku mikirnya dia tuh kenapa-kenapa loh! Tau gitu, aku ga buru-buru kesininya. Atau kalau perlu, ga usah nemuin dia!😬
Bukan Rey namanya kalau membuatku hanya diam membisu.
Ya! Selama menunggu giliran Rey diperiksa, dia berhasil membuatku menceritakan apa saja yang aku alamin selama ground training.
Karenanya, tiga puluh menit pun ga berasa sama sekali.
“Pasien atas nama Reyhaan!”, teriak perawat di depan ruang THT. Kami pun segera beranjak dan memasuki ruangan dokter spesialis THT.
“Pagi dok!”, sapa Rey saat kami memasuki ruangan.
“Pagii..”
“Saya ajak dia masuk ke sini gapapa kan dok?”, tanya Rey sembari menarik pundakku mendekatinya secara tiba-tiba.
“Gapapa dong!”, kami pun duduk secara bersamaan di kursi yang berhadapan dengan dokter wanita yang berkacamata ini.
“Jadi apa yang sedang dikeluhkan, Mas Reyhan?”, tanya dokter kemudian setelah melihat data di formulir pemeriksaan milik Rey.
“Hm telinga kanan saya budeg dokter!”
“Hm Masnya maksain terbang meski lagi flu ya? Yaudah yuk coba kita cek bagian dalam telinganya ya!”, dokter pun beranjak dari kursinya dan meminta Rey untuk ke ‘kursi tindakan’.
“Saya mulai untuk masukin alat ini ke dalam telinga ya?”
“Oke!”
Saat alat itu dimasukin ke dalam telinga Rey, keadaan telinga Rey bisa terlihat dengan jelas di layar monitor loh! Wah aku baru tau nih yang begini-begini wkwk.
“Mas Rey, ini gendang telinganya nyaris pecah loh! Lihat deh, disekitar sini merah meradang warnanya dan juga membengkak!”, ujar dokter.
Aku yang menjadi pemerhati pembicaraan dokter dan Rey, hanya bisa membathin dalam hati :
‘Ternyata serem juga ya disaat lagi flu tapi maksain untuk terbang. Huhu ga kebayang gimana ngilunya.’
“Bundaa, dedek nanti malem mau kencan bolehkah?”, tanya Mia kepadaku saat aku sedang mengepang rambutnya di depan cermin kamarnya yang biasanya ada delapan penghuni disana, namun pagi itu hanya ada Mia dan aku.
Ohya, asal usul dia memanggilku Bunda tuh karena saat dia demam beberapa saat lalu, aku yang ngerawat dia sampe dia bener-bener kembali ceria. Sebenarnya ga sekali dua kali dia demam, setiap dia kecapean dan rindu dengan orangtuanya, pasti demamnya akan kambuh.
“Mba Anes itu keibuan.. setiap ada yang sakit, selalu dirawat dan diperhatiin. Setiap ada yang ga bisa sama suatu materi, Mba Anes yang ngajarin sampe bener-bener paham. Setiap ada yang curhat, Mba Anes selalu menjadi pendengar yang baik. Huhu kalau aku jadi cowok, udah langsung aku ajak ke KUA.”, ujarnya beberapa saat lalu, disaat dia tidur di pangkuanku.
“Mba Anes..”, panggilnya setelah dia menggombal kala itu. Aku yang tengah memijiti kepalanya sembari membaca novel pun kini menatapnya sekilas.
“Hmm? Kenapa?”, ujarku membalasnya.
“Aku panggil Bunda aja yaa mulai sekarang.”
Sejak hari itu-lah dia benar-benar memanggilku Bunda dan akhirnya diikuti oleh beberapa rekanku yang umurnya 3-6 tahun lebih muda dariku. Wkwk 😅
“Siapa yang ngajak kencan?”, tanyaku setelah berhasil mengikat kepangannya dengan karet kecil berwarna hitam.
“Mas FO Bun, yang dedek ceritain minggu lalu.”, jawabnya sembari mengibaskan rambut panjangnya yang kini sudah terkepang dua.
“Hm gitu. Hati-hati yaaa, dedek.”
“Siap Bunda!”, dia tiba-tiba membuka tangan kanannya di depan dada dan menghadapkan jari-jarinya ke atas dan ditempelkannya di pelipis. Dia memberiku hormat. 😅
“Permisi..”, kami menoleh ke arah suara yang berada di depan pintu kamar Mia.
“Eh Mba Anni…”, sapa Mia.
“Mba Anes, maaf, handphonenya bunyi terus. Kayanya telpon penting ini.”, tebak Mba Anni sembari memberikan ponselku yang sengaja ku biarkan tergeletak di atas kasurku.
Aku segera meraihnya dan menatap layar ponselku : Rey.
“Mbaa Anni makasih yaa. Aku izin angkat telpon dulu.”, ujarku kemudian, lalu aku pun keluar dari kamar Mia dan mencari sudut mess yang sepi, meninggalkan mereka yang mulai nge-cie-cie-in aku yang ditelpon sama cowok.
“Haloo..”, kali ini aku memilih telponan di pojokan ruang belajar yang kalau pagi-pagi begini sepi banget.
“Hai Nes.. gimana kabar?”, tanya Rey di balik telpon.
“Hai.. baik Alhamdulillah.”, aku menjawabnya dengan kikuk. Jujur sejak kami berpisah beberapa bulan lalu, kami tak pernah lagi menelpon begini.
“Gimana trainingnya?”, aku sempet kaget dengan pertanyaannya. Karena aku sama sekali ga ngasih tau dia kalau aku lolos sampai di tahap ground trainingini.
“Hm sejauh ini lancar-lancar alhamdulillah.”, jawabku singkat dan dingin.
“Syukurlah. Berapa lama lagi ground trainingnya?”
“Hm 2 pekan lagi kayanya.”
“Wah berarti udah ujian tulis dong Nes?”
‘Iyaa!! Seminggu terakhir ini aku ujian tulis dari maskapai. Lalu lanjut menerima materi yang disampaikan langsung oleh perwakilan Direktorat Jenderal Perhubungan Negara dan ujian tulis lagi setelahnya.’
Jawabku dalam hati.
Nyatanya, aku menjawab pertanyaan Rey hanya dengan: “Iya, sudah..”
“Gimana hasil ujiannya?”, Rey masih berusaha untuk terus bertanya.
“Alhamdulillah lumayan.”
“Syukurlaah kalau gitu.. btw lagi ngapain Nes?”
“Lagi ngobrol sama temen-temen sih. Ohya, kamu apa kabar Rey? Ini lagi dimana?”, akhirnyaaa aku mulai balik bertanya padanya. Hehehe padahal awalnya aku berusaha untuk terus dingin dan ga mau tau tentang dia. Ternyata, ga bisa. 😔
“Aku lagi di rumah sakit nih. Kayanya deket dengan mess kamu.”
“Loh, ngapain?”
“Iyaa aku lagi mau tindakan nih.”
“Hah? Tindakan? Tindakan apaan?”
“Mau ga nemenin aku selama tindakan?”, tanya Rey dengan nada lemah yang berhasil membuatku iba. Ditambah lagi suaranya emang kaya lagi serak-serak gitu.
“Kasih tau dulu, kamu kenapa?”, desakku.
“Nanti aku kasih tau kalau kamu uda disini.”
“Yaudah aku kesana sekarang!!”
Tanpa berpikir panjang, aku segera bersiap untuk menemui Rey.
-
“Mba Anes mau pergi?”, tanya Mba Anni padaku disaat aku baru saja mengganti pakaianku.
“Iya, Mba.. Mau jenguk temen yang lagi sakit..”
“Hm gitu. Ohya, si teteh (penjaga mess) kayanya lagi pergi juga tuh. Nanti biar aku deh yang sampein ke dia kalau Mba Anes lagi izin keluar untuk jenguk temennya ya?”, Mba Anni emang si paling inisiatif tanpa diminta.
“Makasih banyak ya Mba Anni. Ohya Mba, rumah sakit ini deket ga sih dari sini?”, aku menunjukkan foto rumah sakit yang dikirim oleh Rey padanya. Yaa maklum, selama aku disini, aku ga pernah pergi kemana-mana. Makanya nanya ke Mba Anni yang lebih familiar dengan tempat-tempat umum di sekitar sini.
“Ini mah deket banget! Naik motor paling 10 menit doang..”
Ga pake lama, aku segera memesan ojek online untuk mengantarkanku ke rumah sakit yang dimaksud.
Setelah menunggu beberapa saat dengan perasaan yang sedikit cemas, ojek yang ku pesan pun datang. Kini aku sudah duduk di atas motor dengan helm yang kegedean dan bisa-bisanya masih sempat membuka pesan dari Rey yang kali ini dianya ngirimin foto ruangan yang ada di depannya : Ruang Spesialis Penyakit Dalam.
‘Duh dia ini sakit apa sih? Dia bilang tindakan artinya bukan operasi kan ya? Bener-bener ya!! Sekalinya dateng malah bikin khawatir nih orang!!’, bathinku menggerutu.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, aku sudah tiba di rumah sakit yang Rey maksud. Lalu berlari menuju ruang tunggu di bagian dokter spesialis penyakit dalam.
Dengan keadaan yang masih ngos-ngosan karena aku memilih menaiki tangga darurat untuk ke lantai lima ketimbang naik lift untuk mengurangi rasa khawatirku (kalau naik lift kan akunya diem tuh, khawatirku bisa berlebihan, kalau akunya naik tangga, ga ada waktu untuk aku khawatir berlebihan), aku mulai clingukan mencari-cari dimana Rey berada. Tak begitu sulit mencarinya diantara pasien yang sedang duduk mengantre, karena hanya dia yang memancarkan kharismanya meski sedang sakit sekalipun.
‘Ops! Apaan nih? Apakah aku baru saja memujinya?’
“Rey..”, panggilku setelah aku bisa mengatur napasku namun keringat di dahiku mulai mengucur dengan deras.
“Nes!”, jawabnya sembari menatapku begitu dalam. “Jangan bilang kamu kesininya lari?”, ujarnya kemudian.
“Ya enggalah.”, jawabku ketus dan segera duduk di kursi kosong di sebelah Rey.
“Terus? Kenapa keringetan?”
“Abis dikejar setan..”
“Hah? Siang-siang gini ada setan? Dimana?”
“Nih lagi duduk di sebelahku!!”
“Hahaha aku dong setannya??”
“Rey, kog ngantrenya disini?”, tanyaku yang penasaran, mengabaikan candaan Rey.
‘Kog Rey malah duduk di kursi antrean untuk pasien yang akan bertemu dengan dokter spesialis THT ya? Apa jangan-jangan?’, tanyaku dalam hati.
“Iyaa, telingaku sebelah kanan budeg.”
‘Tuhkaaan!! Aku kena prank! Sial!! Padahal aku udah khawatir ga karuan!!’, bathinku lagi-lagi ngedumel.
“Budeg?”
“Iya, gegara flu tapi akunya maksain terbang. Jadi saat pesawat descent semalem, telingaku ngilu. Landing-landing malah budeg.”
(Descent : pesawat menurunkan ketinggiannya)
“Ish! Kamu yaa bener-bener!! Tadi ngapain coba kirim foto ruangan spesialis penyakit dalam?!! Di telpon pake bilang tindakan-tindakan segala!!”, akhirnya aku berhasil mengeluarkan kekesalanku yang sejauh ini hanya aku pendam di dalam hati.
“Yee aku kan ngasih tau kalau aku duduk di depan ruangan itu.”
“Dih ngeselin banget!!”
“Haha kamu kesel karena aku hanya ke THT gitu?”
“Yaa bukan gitu. Aku uda khawatir banget kamu kenapa-kenapa!”
“Hahaha!!”, Rey malah terbahak.
“Kalau aku ga sakit begini, mana mau kamu nemuin aku? Yakan?”, tanyanya kemudian.
“Engga jugaa. Karena kebetulan aja hari ini akunya ga ada schedule apa-apa.”
“Hmm..”
Pagi menjelang siang kala itu, jadwalku yang seharusnya rebahan di mess, berubah secara mendadak menjadi menemani Rey periksain telinganya di rumah sakit. Catat ya, PERIKSAIN TELINGA!! Huhu kesel banget deh! Padahal aku mikirnya dia tuh kenapa-kenapa loh! Tau gitu, aku ga buru-buru kesininya. Atau kalau perlu, ga usah nemuin dia!😬
Bukan Rey namanya kalau membuatku hanya diam membisu.
Ya! Selama menunggu giliran Rey diperiksa, dia berhasil membuatku menceritakan apa saja yang aku alamin selama ground training.
Karenanya, tiga puluh menit pun ga berasa sama sekali.
“Pasien atas nama Reyhaan!”, teriak perawat di depan ruang THT. Kami pun segera beranjak dan memasuki ruangan dokter spesialis THT.
“Pagi dok!”, sapa Rey saat kami memasuki ruangan.
“Pagii..”
“Saya ajak dia masuk ke sini gapapa kan dok?”, tanya Rey sembari menarik pundakku mendekatinya secara tiba-tiba.
“Gapapa dong!”, kami pun duduk secara bersamaan di kursi yang berhadapan dengan dokter wanita yang berkacamata ini.
“Jadi apa yang sedang dikeluhkan, Mas Reyhan?”, tanya dokter kemudian setelah melihat data di formulir pemeriksaan milik Rey.
“Hm telinga kanan saya budeg dokter!”
“Hm Masnya maksain terbang meski lagi flu ya? Yaudah yuk coba kita cek bagian dalam telinganya ya!”, dokter pun beranjak dari kursinya dan meminta Rey untuk ke ‘kursi tindakan’.
“Saya mulai untuk masukin alat ini ke dalam telinga ya?”
“Oke!”
Saat alat itu dimasukin ke dalam telinga Rey, keadaan telinga Rey bisa terlihat dengan jelas di layar monitor loh! Wah aku baru tau nih yang begini-begini wkwk.
“Mas Rey, ini gendang telinganya nyaris pecah loh! Lihat deh, disekitar sini merah meradang warnanya dan juga membengkak!”, ujar dokter.
Aku yang menjadi pemerhati pembicaraan dokter dan Rey, hanya bisa membathin dalam hati :
‘Ternyata serem juga ya disaat lagi flu tapi maksain untuk terbang. Huhu ga kebayang gimana ngilunya.’
Diubah oleh aymawishy 30-04-2023 10:01
JabLai cOY dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas
Tutup