watcheatnsleepAvatar border
TS
watcheatnsleep
AMURTI


Season 2 dari Awakening : Sixth Sense


Sinopsis : 


Di saat Rama telah pulih kembali dari kecelakaan yang menimpanya, semesta seakan belum puas untuk menguji dirinya. Masalah yang baru satu-persatu menghampiri dan menghantamnya secara bertubi-tubi. Menimbulkan keretakan pada sisi keluarga, cinta, dan pertemanan dalam hidupnya. Dekapan kegelapan pun tak bisa terelakkan oleh batin Rama.

Diterpa kerasnya realita hidup akhirnya membuat Rama memutuskan untuk mengikuti Mahendra. Sesosok pria misterius yang acap kali mendorong Rama sampai ke titik nadirnya. Sebuah anomali yang intensinya tak bisa diterka oleh Rama.

Pengalaman demi pengalaman yang dialami Rama pun seakan menuntun dirinya pada rentetan kisah yang sudah lama terkubur, berharap untuk segera dihidupkan kembali. Menghadapkan Rama pada sebuah takdir yang tak akan pernah bisa dihindari.




INDEKS :














UPLOAD SETIAP JAM 12 MALAM.
KECUALI SABTU & MINGGU

Wattpad : @vikrama_nirwasita
Karyakarsa : vikrama
Instagram : @vikrama_nirwasita

Diubah oleh watcheatnsleep 12-04-2023 14:06
Sexbomb
key.99
xue.shan
xue.shan dan 13 lainnya memberi reputasi
14
8.5K
92
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
watcheatnsleepAvatar border
TS
watcheatnsleep
#17
CHAPTER 6
Dentuman musik kian bergema memenuhi setiap sudut. Mengisi kehampaan dengan memicu dopamin setinggi-tingginya. Berjoget ria untuk melupakan segenap masalah hidup yang ada. Cukup tersenyum, nikmati musik. Menyatulah pada kerumunan yang haus akan kebahagiaan.

“Tuh, namanya Fahri, bokapnya kontraktor besar di Riau. Malam ini dia yang bayarin kita.” Aryo menunjuk seorang pria gempal yang sedang dihimpit oleh lima sampai enam wanita berpakaian seksi.

“Emangnya udah pasti, Yo?” tanyaku ragu. “Dia kan gak kenal sama gua.”

Aryo menggelengkan kepalanya sembari tertawa kecil. “Yaelah, Ram … Ram. Kalo mau, satu club ini juga bisa dia bungkus malam ini. Bayarin kita mah geli-geli buat dia.”

“Oke, deh kalo gitu,” ucapku mempercayainya.

Kuteguk whiskey di dalam gelas kaca yang berukuran setinggi satu jari manis. Aku dan Aryo duduk di bar counter, tak terasa sudah dua sampai tiga gelas whiskey kami habiskan sembari bercakap-cakap.

Perhatianku pun tertarik pada kerumunan yang sedang berjoget di tengah. Ada yang menikmati irama musik dengan bergoyang pelan, ada juga yang sudah berjoget all-out sejak awal.

Aku penasaran, apa mereka datang bersenang-senang di sini untuk melupakan segenap masalah yang sedang mereka hadapi, atau ada tujuan lain. Pikiranku pun mulai melayang bertanya-tanya dan merenung akan banyak hal. Hingga akhirnya, celotehan Aryo pun berhasil membangunkanku dari lamunan.

“Banyak yang bening-bening tuh, Ram.” Matanya tampak sibuk menelusuri kerumunan.

“Di warteg banyak juga, tuh,” jawabku ngasal.

“Itu mah sayur bening, pret!” ucap Aryo. “Coba gua deketin ya ….”

“Terserah lo, tapi jangan pake bawa-bawa gua, ya.”

“Oke, meluncur!” ucap Aryo sambil mengulurkan kepalan tangannya, bergaya bak superman.

Dengan percaya dirinya dia melangkah mendekati wanita dengan dress merah yang sedang bergerak minim layaknya menikmati alunan musik. Tak terpaut lama, mereka tampak berbicara dengan akrab. Bahkan sesekali wanita itu tampak tertawa lepas. Aku tak tahu jurus apa yang dikeluarkan oleh Aryo, hingga wanita itu bisa menanggapinya secepat itu.

“Sendirian?” Tiba-tiba muncul suara halus di sampingku.

Aku menoleh dan melihat seorang wanita mengenakan crop top berpadu dengan rok mini berwarna hitam sedang berdiri di sebelahku. Wajahnya unik, tampak seperti blasteran western dengan timur tengah.

Pesonanya berhasil menarik perhatian orang-orang. Dari kejauhan banyak yang meliriknya, tetapi jarang ada yang kuat untuk menatapnya dari dekat. Begitu juga aku yang lebih merasa risih karena menjadi pusat perhatian.

Aku menggeleng lalu menjawabnya, “Berdua sama temen.”

“Gapapa, kan?” ucapnya sembari menunjuk bangku kosong di sebelahku.

“Ya, gapapa.” Aku mengangguk dengan canggung.

“Jomblo?” tanyanya dengan logat bule.

Aku kaget seketika, tak menyangka pertanyaan itu muncul dari wajah asing yang baru beberapa detik kutemui.

Sorry, I dont mean to offend,” ucapnya dengan cepat.
(Maaf, aku tak bermaksud menyinggung.)

Kugoyangkan telapak tanganku ke kiri dan kanan, sebagai tanda tak apa-apa.

Wanita itu lalu bertanya, “Boleh tau namanya?”

“Rama, kalau —“

Belum sempat aku bertanya, dia sudah terlebih dahulu memberi jawaban singkat.

“Beatrix.”

Did I bother you?” Beatrix tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan menatapku dalam.
(Apakah aku menganggumu?)

No ….” Aku spontan memalingkan wajahku. Aku tak menyangka jika malam ini akan bertemu wanita seagresif dia.

Dia pun tertawa melihat reaksiku. “Then why your eyes keep looking to another side?
(Jadi, kenapa matamu selalu menoleh ke sisi lain?)

I just feel a little awkward.” Kugaruk rambutku yang tak gatal.
(Aku hanya merasa sedikit canggung.)

Beatrix memegang kedua tanganku. “Lets relax and play a little game.
(Mari rileks dan bermain sedikit permainan.)

Mungkin karena efek alkohol yang kukonsumsi. Entah kenapa, kepercayaan diriku meningkat saat itu. Tak ada rasa takut, malah muncul rasa tertantang.

What kind of game?” tanyaku penasaran.
(Permainan apa?)

Dia tersenyum nakal seakan ingin menjebakku. “You must answer the question when we lock our eyes.” (Kamu harus menjawab pertanyaan sembari mata kita bertemu.)

If your eyes move, you must finish this one,” ucapnya sembari mengangkat dan menggoyangkan gelas. (Kalau matamu bergerak, kamu harus menghabiskan satu gelas minuman.)

Okay, same rules for you too, right?”
(Ok, aturan yang sama untukmu juga, kan?)

“Yeah, of course. Me first, then.”
(Iya, tentu saja. Aku duluan kalau begitu)

Do you want to kiss my lips now?
(Apakah kamu ingin mencium bibirku sekarang?)

Mataku lepas kontrol dan sekilas menatap bibir tebalnya yang merah merona. Beatrix pun tertawa melihat reaksi spontanku.

Drink up,” ucapnya sembari mengangkat gelas ke arahku.
(Habiskan)

Aku pun cuma bisa menggelengkan kepala dan menghabiskan minuman itu dalam satu tegukan.

Your turn now.
(Giliranmu sekarang.)

“Why did you come to me? Do you like me?”
(Kenapa kamu mendekatiku? Apa kamu menyukaiku?)

Yeah, I like you at the first sight,” jawabnya santai.
(Iya, aku menyukaimu pada pandangan pertama.)

Mataku seketika membelalak dan hilang fokus.

One more,” Dia tertawa sembari mengangkat gelas.
(Satu lagi.)

Aku pun seketika memprotesnya. “I’m the one asking question tho.
(Aku yang bertanya, kok)

Are you gonna be like this?” ucapnya dengan bibir manyun.
(Apa kamu tega?)

Lagi-lagi, aku hanya bisa menggelengkan kepala karena tak dapat membantahnya. Aku pun dengan sekuat tenaga meneguk habis minuman di gelas itu. Nyali pun tak sanggup menuruti keangkuhan, sebab nalar sudah berada di ambang batas keambrukan.

I’m done playing. I think I can’t handle it anymore.” (Aku berhenti, aku gak kuat lagi.)

Aku menyerah karena aku mulai merasakan sensasi lemas dan keseimbanganku telah goyah. Seluruh badanku mulai terasa berat.

You only drink two sips.” Beatrix tertawa seakan meremehkanku.
(Kamu baru minum dua teguk saja)

It’s a fuckin two full glasses,” ucapku meracau. Emosiku tiba-tiba tak stabil, entah kenapa aku rasanya ingin marah saja. Tapi di sisi lain, aku juga merasakan sebuah kesedihan. Sungguh suatu perasaan yang aneh dan rumit untuk dijelaskan.
(Itu dua gelas penuh.)

Tiba-tiba Beatrix memelukku dengan erat sembari berbisik, “Sorry, my dear. Do you feel hurt inside?” (Maaf, sayang. Apa kamu sedang merasa sakit hati?)

Yes ….” Aku hanya bisa mengangguk pelan, layaknya seorang anak jatuh di pelukan sang ibu.

Just release it and hug me tightly.” (Keluarkan dan peluklah aku dengan erat.)

Tanpa memerdulikan semua orang di sekitarku, aku pun memeluk tubuhnya seerat-eratnya. Dia pun membalas pelukanku sembari mengusap-usap rambutku. Hingga samar-samar, terdengar sebuah desahan pelan di dekat telingaku.

Rasionalitas otakku buntu seketika. Aku merasakan suatu kebebasan mutlak, di mana diriku bebas akan suatu hal yang bernama pikiran. Muncul keinginan untuk menikmati sensasi ini untuk selama-lamanya.

Tiba-tiba kurasakan sebuah sentuhan dingin di daguku. Sentuhan itu mulai mengarahkan pandanganku pada wajah wanita berwajah blasteran itu. Wajahnya yang tampak sangat menggoda, membuat seluruh tubuhku menjadi terasa panas.

Are you a virgin?” (Apa kamu perjaka?)

Penglihatanku sudah kabur dan sempoyongan, tetapi suara halus itu terdengar sangat nyaring, seakan masuk ke rongga telingaku yang terdalam. Aku pun hanya bisa mengangguk pelan, berusaha tetap sadar, untuk menikmati sebuah sensasi nikmat yang baru pertama kali kurasakan.

Maybe, you’ll lose it tonight.” (Mungkin, kamu akan kehilangannya malam ini.)

Itulah kata-kata terakhir yang kudengar, sebelum seluruh kendali atas kesadaranku tenggelam dan sepenuhnya menghilang dari permukaan.

<><><>


Kegelapan yang senyap kian buyar oleh beberapa kicauan merdu. Dinding putih menjadi hal pertama yang tampak pada pandangan mataku yang sedang berkabut. Kepala terasa berdenyut layaknya sedang ditusuk-tusuk oleh jarum.

Terasa gerah dan lengket di sekujur badan. Sesaat aku merasakan suatu kejanggalan. Refleks aku menyentuh dadaku beberapa kali dan seketika aku memandang ke bawah. Ternyata tak ada sehelai benang pun yang menempel di badanku.

Aku terperanjat dan seketika mencari jejak pakaian di sekelilingku. Ternyata pakaianku sedang berserakan di lantai. Dengan panik aku cepat-cepat mengambilnya dan segera memakainya.

Kepanikanku tak kian mereda, sebab aku masih sibuk bertanya-tanya di batinku. Siapa pemilik ruangan asing ini, di mana aku sebenarnya berada dan bagaimana bisa aku terdampar ke ruangan ini.

Aku duduk di pinggir kasur dan mencoba sebisa mungkin untuk mengingat apa yang telah terjadi kemarin. Sialnya, tak ada satu pun memori yang muncul di otakku. Pikiranku ngeblank seakan orang yang lagi linglung.

Kuhimpun seluruh keberanianku untuk perlahan membuka pintu. Aku melangkah pelan, mencoba mengamati area sekitar. Di arah kiriku, tampak kompor dan kulkas, kusimpulkan itu adalah area dapur. Aku pun memutuskan melangkah ke arah kanan, ke arah yang tampaknya seperti ruang tamu. Ada sofa yang arahnya membelakangiku, dan di depannya terpampang sebuah televisi dengan ukuran berkisar 24 inch.

Suasana terasa sangat sepi. Lampu ruangan padam. Situasi seperti remang-remang karena hanya ada segelintir sinar matahari yang berhasil menembus masuk ke dalam ruangan. Oleh sebab itu, aku merasa agak was-was.

Hingga tiba-tiba suara tawa yang parau terdengar di telingaku. Perasaan ganjil pun seketika muncul di batinku, diikuti dengan fenomena bulu kuduk yang berdiri. Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengolah nafasku dan mencoba untuk memagari diri dengan energi. Sebagai penutup, aku memusatkan perhatianku pada titik di antara kedua alis.

Perasaan ganjil yang kurasakan pun seketika terjawab oleh penampakan sesosok makhluk yang sedang menempel di langit-langit dengan posisi kayang, tepat di atas posisi sofa berada.

Tampak banyak kerutan di wajahnya yang pucat. Rambut putihnya panjang berantakan, darah mengalir dari lubang kedua matanya. Dia mengenakan kain berwarna coklat. Lidahnya menjulur sepanjang dagu. Dia menatapku dengan air liur yang menetes dari lidahnya.

Baru saja kuniatkan untuk mengaktifkan ajianku, tiba-tiba makhluk itu berteriak kencang dan tumbang menimpa sofa. Aku pun tertegun di dalam suasana yang seketika hening kembali.

Sejenak kemudian, muncul wajah Aryo yang masih setengah terpejam dari balik sofa, tepat pada posisi makhluk itu terjatuh.

Aryo menguap sembari mengusap-usap kedua matanya. “Wih, udah bangun, Ram,”

“Kenapa bengong doang lo?” ucapnya bingung. “Kayak abis liat setan aja.”

Aku hanya tersenyum, tak menyangka ucapannya tepat. Jika kupikir-pikir, dia tak mungkin akan percaya seandainya kukatakan ada nenek-nenek yang sedang kayang di atasnya, sewaktu dia tidur tadi.

Aryo tiba-tiba tersenyum sambil memicingkan matanya. “Enak gak, tadi malam?”

“Enak?” tanyaku sembari mengernyitkan dahi.

“Ah, gak usah pake pura-pura begolah.”

“Serius gua gak ngerti, Yo.”

Aryo menepuk jidatnya sendiri. “Jiah, malah black out si mamang!”

“Emangnya semalam gua ngapain aja, Yo?” tanyaku penasaran.

“Ingat Beatrix gak?”

“Beatrix …,” gumamku. “Fuck, semalam kita berdua ngapain?” Mataku membelalak seketika.

“Turnamen gulat.”

Aku langsung meninju perutnya. “Serius, Yo. Gua beneran panik, nih.”

“Hahahaha ….” Aryo malah tertawa terbahak-bahak.

“Turnamen gulatnya seru banget sih, sampe ada yang menjerit-jerit.”

“Jerit-jerit kenikmatan tapinya,” ucapnya sambil menahan tawa.

“Bangke lu! Kaga percaya gua!”

“Ikut gua sini.” Aryo lalu berjalan menuju kamar yang kutempati tadi.

Kedua matanya sibuk mengamati setiap sudut ruangan dengan teliti. Beberapa menit dia mondar-mandir mencari barang bukti untuk meyakinkanku.

“Udah, Yo. Ngaku bohong aja susah amat, sih,” ucapku dengan perasaan setengah cemas.

Aryo tak mau menyerah, dia mulai naik ke atas kasur yang berantakan. Dia membolak-balikkan selimut yang berantakan, tapi tak ada apa pun yang muncul. Bahkan dia sampai mengorek ruang sempit di ujung kasur. Hingga beberapa saat kemudian, gerakannya terhenti dan dia memandangku dengan tajam.

“Jadi, ini apaan?” Aryo memegang sebuah celana dalam berwarna hitam dengan sebuah lubang di posisi bawahnya.

Serasa di sambar petir, aku seketika tumbang hingga bersimpuh pada lantai.

“Mampus dah gua,” ucapku dalam batin.

Bersambung …
khodzimzz
masbawor
erman123
erman123 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Tutup