Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
Mirror



Quote:


INDEKS :

Part 1 Kematian Lili
Part 2 Ramon
Part 3 Telepon dari Rangga
Part 4 Penghuni Rumah Rangga
Part 5 Apartemen
Part 6 teror
Part 7 Bang Cen
Part 8 Teror wanita penghuni apartemen
Part 9 Dibalik tabir
Part 10 Psikopat
Part 11 Pemilik Apartemen baru
Part 12 Apartemen baru
Part 13 Pemakaman Aidil
Part 14 Live streaming Horor
Part 15 Desi
Part 16 Teror yang dialami Oma
Part 17 Keanehan
Part 18 cerita Koh Rudi
Part 19 Satria diculik
Part 20 pengakuan Raja
part 21 bang cen datang
Part 22 akhir tragedi
Part 23 memulai hidup baru
Part 24 teman lama
Part 25 menjenguk Ramon
Part 26 Tragedi Rumah Sakit Jiwa
Part 27 tim pemburu hantu
Part 28 Selamat Tinggal
Part 29 Korea Selatan
Part 30 misteri kematian antonio
Part 31 petunjuk baru
Part 32 Siapakah Lee?
Part 33 Kehidupan Lee yang sebenarnya
Part 34 Rumah Baru Daniel
Part 35 Penculikan Yuna
Part 36 cermin aneh
Part 37 Dalam Cermin
Part 38 Papa
Part 39 pulang
Part 40 Gangguan di kamar baru
Part 41 Rencana Liburan
Part 42 Tetangga Samping
Part 43 teror ular
Part 44 Ratu ular
Part 45 i still love you
Part 46 Jalan Jalan tipis
Part 47 Haris
Part 48 Sarang Kuntilanak
Part 49 Pulang
Part 50 Dunia sebelah
Part 51 kebersamaan
Part 52 hari pertama kerja
Part 53 musuh lama
Part 54 Hotel
part 55 serangan lagi
part 56 lee
part 57 papaku mantan gengster
part 58 wanita bunuh diri
part 59 gladis
Part 60 Salah Paham
Part 61 bukan manusia
Part 62 Teror di rumah
Part 63 nasib rizal
Part 64 Aku dilamar
Part 64 Awal hidup baru

TAMAT
Diubah oleh ny.sukrisna 23-04-2023 05:26
sukhhoi
itkgid
arieaduh
arieaduh dan 3 lainnya memberi reputasi
4
4.6K
111
Thread Digembok
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#15
Part 15 Desi
"Ros, elu betah di sini?" tanya Rangga sambil menyuap mie instan ke dalam mulutnya. Dia terus menggerutu meminta dibuatkan makanan. Sementara aku sedang malas memasak. Jadi alternatif terbaik adalah mie instan.

"Eum, gitu deh," kataku, menopang dagu dan menatapnya yang asyik makan.

"Gitu deh? Maksudnya? Iya atau enggak?"

"Sebenarnya aku betah-betah aja sih. Cuma kadang ...," jelas ku menggantung sambil menatap sekitar, Rangga pun mengikuti ke arah yang kutatap.

"Kenapa? Ada setan? Ah elu, di mana mana, kan, emang ada setan kali, Ros? Kan udan ada di Al Quran. Manusia dan jin diciptakan hidup berdampingan. Di kitab agama lain juga sama." Kuah mie ia seruput sehingga menimbulkan suara riuh.

"Iya, tau. Tapi kali ini lain." Aku lantas merebahkan kepalaku di meja. Rangga menuntaskan kegiatan makannya, mengelap mulut dengan tissue dan bersiap melanjutkan diskusi ini. Biasanya akan ada perdebatan sengit di antara kami. Dia yang sedikit skeptis dengan makhluk tidak terlihat, sementara aku yang selalu berhadapan dengan makhluk-makhluk itu.

"Lain gimana?"

"Ada sesuatu yang lain, dan belum pernah gue lihat sebelumnya."

"Setannya maksud lu?"

"Hm, gue nggak tau harus menyebutnya apa."

"Memangnya kenapa?"

"Udah ah, nggak usah dibahas! Males!"

"Ya ampun, baru mau mulai diskusi."

"Diskusi apaan? Debat, iya!"

"Nah itu yang namanya diskusi. Elu sampaikan pendapat elu, gue sampaikan pendapat gue. Nah, kalau menemukan perbedaan kita bahas bareng. Gitu, kan?"

"Tapi nanti ujung-ujungnya kita malah berantem."

"Nah kalau itu kan udah biasa." Rangga lantas tertawa lepas. Ekspresinya membuatku kesal tapi dalam hati ingin ikut tertawa juga. Bagiku setiap melihat dia tersenyum, seolah aku ikut terseret dalam pusaran bahagia yang ia ciptakan sendiri.

Jam sudah menunjukkan pukul 24.00. Rangga masih berada di apartemenku, memainkan gawai di tangannya. Aku juga masih sibuk mengetik bahan cerita duduk di sampingnya.

"Akhirnya!" seruku, merentangkan tangan ke atas lalu ke samping.

"Beres?"

"Beres dong."

"Bagus. Ya udah gue balik, atau enggak nih?" tanyanya membuatku berpikir keras.

"Eum, jangan dong, Ngga. Jangan pulang," rengekku sambil memeluk lengannya. Rangga memperhatikan tangannya sendiri lalu beralih kepadaku.

"Lah kenapa? Kan udah ditemenin sampai beres nulis? Terus pintu udah di benerin, si penjahat gila itu udah ditangkap polisi. Apa lagi yang bikin takut coba?"

Aku diam beberapa saat, lalu menatap sekitar. Rangga terus memperhatikanku. "Heh! Malah melamun! Kenapa gue nggak boleh balik? Oh, masih kangen?" ujarnya dengan pertanyaan yang segera membuatku melepaskan tangan. Tentu berakhir dengan tawa Rangga untuk kesekian kalinya.

"Iya! Masih kangen! Puas?!" sahutku dengan antusias.

"Ya udah yuk, tidur. Kasur nya luas, kan?" Rangga menarik tanganku dan aku langsung memukulnya.

"Rangga ih!"

.
.
.

"Ros, nyium bau busuk nggak?" tanya Rangga dengan hidung yang bergerak. Kepalanya pun mulai tengak tengok ke segala arah.

"Bau apa?" tanyaku yang memang tidak menyadarinya.

"Bau busuk gitu. Apa ada bangkai tikus, ya? Ke cium nggak sih, baunya? Menyengat gini loh!" ujarnya lalu beranjak.

Aku ikut berdiri dan baru mencium aroma tidak sedap ini. Perasaanku tidak enak, kejadian ini bagai Dejavu, dan pikiranku pun mulai kembali ke beberapa waktu lalu.

Rangga berjalan keluar. Aku hanya mengekor terus padanya. Ternyata saat kami membuka pintu, Raja juga melakukan hal yang sama.

"Bau apa sih ini?" tanya Rangga.

"Bangkai. Coba cek tiap tempat sampah!" suruh Raja. Dia segera memakai sarung tangan karet dan mulai pencarian. Sepertinya Raja memang sudah terbiasa dengan hal ini.

"Bangkai?" Rangga mengulang kata itu dengan wajah kebingungan.

"Udah yuk, kita cari aja sampai ketemu. Baunya lama-lama makin menyengat!" ajakku.

Satu persatu tempat sampah kami periksa. Bahkan Raja tidak segan-segan membuka kantung plastik di tiap tong sampah yang ia temukan. 10 tong sampai kami periksa. Tapi tidak ada satupun bangkai hewan yang kami temukan.

"Mungkin bukan di tempat sampah," ujar Rangga.

"Aneh. Biasanya selalu di tempat sampah," cuma Raja terlihat berpikir keras.

"Raja, maksud dari perkataan kamu kemarin tentang bangkai hewan ini ... Apa benar?"

"Iya. Selama ini yang gue perhatikan ya seperti itu."

"Maksudnya apa?"

"Yang aku ceritain tadi, Rangga!"

"Oh oke. Eh, kan, elu belum cerita semua, Once!"

Aku lantas menatap lurus ke koridor ujung dekat tangga, tak menanggapi ocehan Rangga yang memang sengaja kubuat kesal. Di sudut itu hanya ada tiga kamar, sementara di sisi ini ada tujuh kamar.

"Kita coba cek ke sana!" tunjuk ku ke tiga kamar di sana.

"Lu yakin?" tanya Raja.

"Coba aja."

Di antara tiga kamar itu, hanya dua kamar yang lampunya menyala. Raja segera mendekat ke kamar paling tengah. Tapi aku justru mendekat ke pintu kamar paling timur, dekat dengan tangga.

"Wah, baunya kuat banget di sini," kata Rangga yakin.

"Siapa yang tinggal di sini?"

"Eum, mahasiswi. Tapi kerja paruh waktu juga di kelontong nya Koh Rudi."

"Iya, kah?" tanyaku yang memang tidak tau tentang profil penghuni apartemen.

"Kenapa elu curiga sama kamar ini, On?"

"On?" tanyaku tidak paham dan segera menoleh ke Rangga. Rangga lantas menatapku dan melebarkan senyumnya. "Once?" Dia lalu tertawa dan segera kupukul perutnya.

Raja melirik kami berdua lalu geleng-geleng kepala. "Biar gue cek. Harusnya dia udah pulang!"

Raja lantas mengetuk pintu kamar mahasiswi tersebut. Tapi, anehnya pintu itu malah terbuka dengan sendirinya. Kami bertiga saling tatap dengan kerutan di dahi masing-masing. Rangga mengangguk, Raja menanggapi dengan gerakan serupa.

Raja mendorong pintu itu agar terbuka lebar. Tidak berani masuk karena kami juga tidak tau apa yang terjadi di dalam sana. Suasana yang gelap membuat keadaan di sana tidak tampak jelas dari tempat kami berdiri.

Aku merasakan sesuatu yang menjatuhi kepala. Aku mengusap kepala dan merasakan rambutku yang kotor terkena debu. Aku lantas mendongak. Langit-langit di atas kami terlihat bergerak-gerak. Aku menyipitkan mata dan berusaha menebak apa yang ada di sana.

Perlahan gerakan itu makin cepat dan jelas, hingga akhirnya langit-langit tersebut roboh. Rangga menarik tanganku di saat yang tepat. Betapa terkejutnya kami, saat melihat sesuatu yang aneh jatuh dari atas. Beberapa bangkai tikus jatuh berserakan dengan perut tercerai berai. Isi perutnya tentu terurai keluar. Aku langsung menutup mulut menahan mual.

Raja segera menoleh kembali ke kamar tersebut. Dia menyalakan lampu senter dari ponselnya dan segera masuk.

"Kok bisa tikus sebanyak ini mati gerombolan di satu tempat, ya?"

"Ini semacam pertanda di tempat ini," kataku.

"Pertanda apa, Ros?"

"Ada yang meninggal!" kataku menatap mata Rangga dalam.

"Apa? Serius?"

Raja memanggil kami, dan kami pun masuk. Rupanya gadis itu benar-benar meninggal. Dia terkapar di atas bath up. Air di dalamnya berwarna merah, pergelangan tangannya tersayat dalam. Sepertinya ini bunuh diri.

.
.
.

Aku makin mengeratkan pelukan. Terus masuk ke dalam cekung leher seseorang. Irama napasnya seakan melodi tersendiri yang menenangkan. Embusan udara yang keluar dari hidungnya, terasa di punggung tangan. Beberapa detik kemudian aku mulai sadar, kalau aku tengah memeluk seseorang. Segera ku lepaskan tanganku dan menjauh. Pria di sampingku masih terlelap dengan selimut yang menutupi setengah tubuh kami berdua.

Aku baru ingat, kalau Rangga akhirnya menginap. Kejadian semalam membuat dia benar-benar terjebak di apartemen ini. Aku benar-benar takut pada hal tersebut. Desi, meninggal dan akan segera dimakamkan sore ini juga. Bedanya, jenazah Desi akan dikembalikan ke rumah orang tuanya di kampung.

"Rangga! Bangun!" Aku mengguncangkan tubuh pemuda di depanku yang masih terlelap tidur.

Dia yang masih memejamkan mata lantas bergerak, tubuhnya menggeliat, tapi justru malah menarik tanganku. Aku diam, berada di pelukan nya. Tapi lima detik kemudian aku mendorong tubuh Rangga menjauh. Dia malah tertawa lepas dan bangun.

"Sengaja banget deh!" omelku memukulinya habis-habisan.

"Habisnya, ngeledek!"

"Siapa? Aku? Ngeledek apa?!"

"Iya, enggak kok. Aku bercanda. Uh, kita manis banget ya, pagi-pagi gini udah romantis banget. Mirip pasangan aja," sindir nya.

"Bangun ih! Kerja sana!" kataku lalu beranjak dan pergi meninggalkan dia.
pulaukapok
pulaukapok memberi reputasi
1
Tutup