yellowmarkerAvatar border
TS
yellowmarker
Tanggapi Menkes Soal ‘Bisnis’ Izin Praktik Dokter Raup Triliunan, IDI: Jangan
Jangan Buat Gaduh!


Tanggapi Menkes Soal 'Bisnis' Izin Praktik Dokter Raup Triliunan, IDI: Jangan Buat Gaduh! (ilustrasi/ist)

JAKARTA, Waspada.co.id –Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) merespons pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter meraup keuntungan hingga lebih dari Rp1 triliun.

Wakil Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto mengatakan, pernyataan Budi Gunadi Sadikin tidak benar. Sebab, biaya yang dikeluarkan dokter untuk mendapatkan rekomendasi sebelum penerbitan STR dan SIP tidak lebih dari Rp1 juta per lima tahun.

“Saya tidak tahu yang disampaikan Menteri Kesehatan datanya dari mana, saya tidak tahu. Harusnya seorang Menteri Kesehatan menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan IDI,jangan membuat kegaduhan, kan jadinya fitnah kalau tidak benar, kata Slamet, melansir Merdeka.com, Kamis (23/3).

Slamet menjelaskan, STR dokter diterbitkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), lembaga independen yang bertanggung jawab langsung terhadap Presiden Joko Widodo. Sementara SIP dikeluarkan pemerintah daerah.

Namun, sebelum memiliki STR dan SIP, dokter harus mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi seperti IDI. Sementara untuk mendapatkan rekomendasi, dokter harus memenuhi Satuan Kredit Profesi (SKP).

“Mengenai untuk mendapatkan STR harus seminar jadi IDI menetapkan 250 SKP tapi tidak semuanya seminar. Jadi, tidak semuanya seminar, yang seminar hanya 30-an persen. Iya di bawah 50 dan maksimal 50%, 125 SKP dalam lima tahun. Jadi per tahunnya berapa, 125 dibagi 5, ya 22 SKP per tahun lah ya. 22 SKP itu sekali seminar antara 2 SKP sampe 10 SKP kalau workshop, rata-rata 4 SKP lah,” jelasnya.

“Sekarang seminar itu dilakukan secara online bahkan gratis. Misalnya IDI DKI selama pandemi menyelenggarakan seminar gratis, hampir semua IDI di Indonesia juga sama. Jadi, untuk memperoleh itu, 24 SKP itu hanya meremlah istilahnya karena pakai online, lewat zoom dan hampir semua IDI menyelenggarakan di seluruh Indonesia dan itu bisa diakses,” imbuhnya.

Slamet mengungkap dasar penyelenggaraan seminar sebagai syarat bagi dokter mendapatkan rekomendasi IDI. Dia menyebut, hal itu sudah diatur dalam UU Praktik kedokteran yang mewajibkan setiap dokter untuk melakukan pendidikan berkelanjutan, dalam bentuk seminar atau workshop.

Slamet menegaskan, saat ini tidak ada seminar berbayar yang diselenggarakan IDI. Dia mengakui, beberapa tahun silam, dokter harus mengeluarkan biaya untuk mengikuti seminar. Biaya tersebut digunakan dokter untuk membayar tempat penginapan. Sebab, seminar digelar secara offline atau tatap muka.

“Sekarang sudah ada online, ngapain offline. Ya sekali-kali dokter punya uang sedikit kepengen offline ya enggak jadi masalah tapi kita mengendalikan juga agar tidak over kemahalan,” ujarnya.

Slamet tak membantah dokter harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan rekomendasi dari IDI sebelum penerbitan STR dan SIP. Namun, angkanya hanya sekitar Rp100.000 hingga Rp500.000.

“Untuk wilayah DKI Jakarta sekitar Rp500.000. Wilayah lain biasanya di bawah dari itu,” kata Slamet.

Calon Ketum PB IDI tahun 2025 ini meminta Budi Gunadi membangun komunikasi yang baik dengan IDI. Dengan begitu, Budi Gunadi bisa mendapatkan informasi valid terkait besaran biaya penerbitan STR dan SIP.

“Tanya saja ke IDI, telepon ke ketua benar nggak, biar dijelaskan. Jadi sebaiknya Menteri Kesehatan itu menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan organisasi profesi, tidak hanya dengan dokter, tapi perawat, bidan dan yang lain. Sehingga didapatkan data yang valid, yang benar. Kalau sudah disampaikan di media massa dan tidak benar, itu gimana jadinya,” tandas Slamet.

Menkes Bongkar ‘Bisnis’ Izin Praktik Dokter

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap ‘bisnis’ Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter di Indonesia. Menurut Budi, bisnis itu bisa menghasilkan keuntungan hingga triliunan.

Budi menyebut, dalam setahun sebanyak 77.000 STR diterbitkan. Sementara besaran biaya untuk penerbitan STR berkisar Rp6 juta per orang.

“Ya aku kan bankir 77.000 kali Rp6 juta kan Rp430 miliar. Oh pantes ribut, Rp400 miliar setahun,” kata Budi pada Rabu (15/3).

STR merupakan dokumen atau bukti tertulis yang menunjukkan dokter telah mendaftarkan diri dan sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan serta telah diregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Sementara SIP merupakan bukti tertulis yang secara sah diberikan oleh pemerintah daerah kepada Tenaga Kesehatan (Nakes) sebagai tanda telah diberi kewenangan untuk menjalankan praktik.

Untuk memperoleh STR, kata Budi, seorang peserta didik kedokteran membutuhkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP) yang dapat diperoleh dengan mengikuti kegiatan tertentu, salah satunya seminar. Sekali penyelenggaraan seminar, kata Budi, rata-rata memperoleh empat SKP dengan biaya berkisar Rp1 juta per peserta.

“Jadi, kalau ada 250 SKP per tahun, menjadi Rp62 juta, dikali 140.000 jumlah dokter, itu kan Rp1 triliun lebih. Pantas ramai,” katanya.

Budi mengatakan, besaran biaya itu harus ditanggung dokter untuk menebus kelulusan. “Kasihan dokternya, karena mereka harus membayar. Kalau dokternya enggak bayar, nanti dibayarin orang lain, dan obat jadi mahal karena sales and marketing expances jadi naik. Menderita juga rakyatnya,” katanya. (merdeka/pel/d1)



Kasihan ketua IDI gaes, dahinya luka.

emoticon-Roll Eyes (Sarcastic)

Diubah oleh yellowmarker 25-03-2023 08:44
imam.sengkon
agus774
agh05t
agh05t dan 5 lainnya memberi reputasi
6
4.4K
45
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
billynsAvatar border
billyns
#2
rekomendasi di salah 1 kota dekat jkt itu bisa Rp 6 juta, itu tahun 2005. dilapor ke samrat katanya itu kewenangan cabang. hapus aja rekomendasi & wajib jadi anggota.
Jalan Cinta
agus774
pheeroni
pheeroni dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup