Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

trilaksonocakepAvatar border
TS
trilaksonocakep
Fenomena Jualan Motivasi di Era Media Sosial, Kritis dan Bijak dalam Memilih
Halo semua...Kembali lagi dengan thread aneemoticon-I Love Indonesia
Kali ini ane akan bahas tentang dunia motivasi sisi gelap dan terangnya,selamat membacaemoticon-excited

Jualan motivasi memang udah lama banget jadi tren di berbagai belahan dunia. Seiring berkembangnya zaman, jualan motivasi juga udah menjangkau media sosial. Kamu pasti sering banget nge-scroll Instagram atau Facebook dan tiba-tiba muncul iklan-iklan produk motivasi gitu kan?

Tapi, sayangnya di balik tren ini, ada sisi gelapnya juga. Banyak banget pelaku bisnis motivasi yang nggak bertanggung jawab. Mereka seringkali memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan produk motivasi yang sebenarnya tidak bermanfaat, atau bahkan merugikan konsumen.

Ada juga praktik penjualan yang sangat agresif dan manipulatif. Mereka memaksa konsumen untuk membeli produk atau mengikuti seminar motivasi dengan janji-janji palsu yang tidak realistis, atau bahkan dengan menggunakan teknik-teknik hipnotis yang membuat konsumen kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Selain itu, banyak juga pelaku bisnis motivasi yang mengutip kutipan-kutipan motivasi dari tokoh-tokoh terkenal tanpa izin dan tanpa sumber yang jelas. Padahal, hak cipta dan kekayaan intelektual itu sangat penting, dan nggak boleh diabaikan begitu saja.

Nah, buat kamu yang ingin membeli produk motivasi atau mengikuti seminar motivasi, hati-hati ya! Jangan langsung percaya sama janji-janji manis dari pelaku bisnis motivasi. Lakukan riset terlebih dahulu, dan pastikan bahwa produk atau jasa yang ditawarkan memang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhanmu. Jangan sampai kamu terjebak dalam jeratan jualan motivasi yang nggak bertanggung jawab dan hanya membuang-buang uangmu saja.
Tidak hanya itu, fenomena jualan motivasi di media sosial juga seringkali menggunakan retorika yang berlebihan dan tidak realistis untuk mempengaruhi calon konsumen. Mereka seringkali menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti "revolutionary", "life-changing", "never before seen", dan sebagainya.

Selain itu, banyak juga pelaku bisnis motivasi yang menggunakan testimonial palsu atau mengedit hasil karya mereka agar terlihat lebih mengesankan dan berhasil. Hal ini dapat membuat konsumen tertarik dan terpikat pada produk atau jasa yang ditawarkan.

Sayangnya, sisi gelap dari fenomena jualan motivasi ini seringkali terabaikan. Banyak orang yang terjebak dalam jaringan penjualan motivasi yang tidak bertanggung jawab, dan akhirnya merasa kecewa karena produk atau jasa yang ditawarkan tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.

Namun, bukan berarti semua pelaku bisnis motivasi adalah tidak bertanggung jawab. Masih banyak juga pelaku bisnis motivasi yang memiliki tujuan mulia dan memberikan manfaat yang nyata bagi konsumennya. Mereka juga melakukan riset dan uji coba produk mereka sebelum mempromosikannya kepada masyarakat.

Jadi, intinya adalah kita harus lebih berhati-hati dan bijak dalam memilih produk atau jasa motivasi yang ditawarkan di media sosial. Lakukan riset terlebih dahulu dan pastikan bahwa produk atau jasa yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan kita. Jangan mudah terjebak dengan janji-janji yang tidak realistis dan bersikap kritis dalam mengevaluasi produk atau jasa yang ditawarkan.

Selain itu, kita juga perlu mengingat bahwa motivasi sebenarnya berasal dari dalam diri kita sendiri, bukan dari luar. Pelaku bisnis motivasi seharusnya memotivasi kita untuk mencapai potensi terbaik kita, bukan menggantikan posisi motivasi dari dalam diri kita.

Terakhir, fenomena jualan motivasi di era media sosial juga dapat memicu masalah kesehatan mental. Banyak konsumen yang merasa tertekan karena merasa harus selalu terlihat berhasil dan memiliki hidup yang sempurna seperti yang ditampilkan oleh pelaku bisnis motivasi di media sosial.

Kita harus ingat bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, dan tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kita perlu belajar menerima kegagalan dan kelemahan sebagai bagian dari proses belajar dan tumbuh sebagai manusia.

Dalam menghadapi fenomena jualan motivasi di era media sosial, kita perlu tetap bersikap kritis dan bijak dalam memilih produk atau jasa yang ditawarkan. Kita juga perlu mengingat bahwa motivasi sebenarnya berasal dari dalam diri kita sendiri, dan bukan dari luar. Terakhir, kita juga harus selalu menjaga kesehatan mental kita dan belajar menerima kegagalan dan kelemahan sebagai bagian dari proses belajar dan tumbuh.
UchieSuciani
UchieSuciani memberi reputasi
1
908
4
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
acmdAvatar border
acmd
#2
Motivasi itu hanya akan menjadi tulisan saja dan tidak akan berarti apa apa, bila kita tidak pernah dapat memahami dan menerapkan apa apa yang menjadi maknanya.

Dimana motivasi (tulisan) itu dapat dimaknai;
sebagai kumpulan dari huruf demi huruf, kata demi kata dan kalimat demi kalimat yang akan dapat menjadi suatu harapan.

Dan apa bila harapan itu, dikabulkan/diterima/dinyatakan, maka jadilah harapan itu suatu kisah nyata yang dapat dikisahkan.

Dimana,
Huruf (ide) demi hurufnya (ide),
Akan menjadi kata (tindakan).

Kata (tindakan) demi katanya (tindakan),
Akan menjadi kalimat (kebiasaan).

Kalimat (kebiasaan) demi kalimatnya (kebiasaan),
Akan menjadi kisah (karakter).

Dan kisah (karakter) demi kisahnya (karakter),
Akan menjadi sempurna dan akan menjadi nyata kisahnya (menjadi takdir/destiny/tujuan hidupnya).

Semakin baik diri yang memotivasinya dan semakin baik diri yang dapat maknainya maka akan semakin baiklah segala sesuatunya yang menjadi kisahnya.
0
Tutup