papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Kontrakan Berhantu (Based On True Story)

gambar hanyalah mulustrasi



Kontrakan Baru


Quote:


Awal tahun 2012, papah dan mbak Rara memutuskan untuk pindah kontrakan. Yang tadinya ada di desa Tambak (deket sama pabrik Nikomas), ke desa Kragilan (deket pabrik kertas). Semua itu terjadi, karena di kontrakan lama kami, airnya dijatah emoticon-Mad (S)(air hanya keluar dini hari, sekitar jam 3 subuh sampai jam 6 pagi). Alasannya sih karena penghuni kontrakan udah banyak, dan air lagi susah, makanya dijatah (padahal saat itu sudah masuk musim hujan).

Dan karena mbak Rara ini orangnya esmosian, jadinya daripada belio sering ribut sama yang punya kontrakan gara-gara masalah air (yang punya kontrakan ini suaminya temen papah, saat papah masih jadi kepala toko elektronik). Papah ajak yang di-Pertuan agung ini untuk pindah saja. Gak enak dong, kita putus pertemanan gara-gara air emoticon-Malu.

Saat itu, mbak Rara masih kerja di pabrik Nikomas sebagai QC leader. Sedangkan papah, baru aja nganggur karena suatu hal yang menyebabkan papah milih keluarga daripada pekerjaan emoticon-Cool. Nah, karena nganggur itulah, mbak Rara perutnya jadi mblendung emoticon-Malu.

Awalnya, kami mencari kontrakan yang masih agak dekat dengan pabrik mbak Rara. Karena kalau kejauhan, nantinya, pas mbak Rara mau berangkat, itu jalanan pasti muaceeet parah. Apalagi mbak Rara lagi hamil semester 2, kasihankan klo naik angkotnya kelamaan (saat itu kami belum punya motor, apalagi mobil).

Hari sabtu sore, setelah berkeliling cukup lama, kami masih belum dapet kontrakan yang dirasa cocok. Kontrakan sih banyak yang kosong, tapi harganya itu loh, mehong banget. Rata-rata diatas Rp 500k semua dengan 3 ruangan. Sedangkan saat itu, untuk hidup, kami hanya mengandalkan gaji mbak Rara seorang. Tau gak UMR tahun 2012 kabupaten Serang? Rp 1,3 juta.
Lah klo bayar kontrakan aja 500k sisanya cuman 800k doang buat makan, beli susu ibu hamil dsb emoticon-Sorry yah memang sih, sebagai leader, gaji mbak Rara ada tambahannya emoticon-I Love Indonesia.

Tak berputus asa, dengan berbekal informasi dari seorang intelijen kepercayaan mbak Rara di pabrik, keesokan harinya, hari minggu, kami berdua naik angkot ke arah Kragilan. Menjauh dari pabrik tempat mbak Rara kerja.

Sepuluh menit kemudian, kami sampai di Kragilan. Kami berdua turun disebuah jalan kecil alias gang yang di sampingnya ada sebuah toko nasional. Ya, indomart.

Disana, sudah berdiri seorang wanita muda dengan rambut panjang yang berdiri tepat dibawah bayang-bayang indomart itu. Ia kulihat tengah berdiri sambil memperhatikan kami yang saat itu hendak menyeberang jalan. Matanya dengan tajam kulihat menatap perut buncit mbak rara yang saat itu sudah hamil 6 bulan.

Saat jalanan sepi, mbak Rara sedikit menarik tangan papah karena melihat papah yang sedikit melamun tadi. Dengan sedikit tersentak kaget, ditambah sedikit latah "sopan". Papah melangkahkan kaki dengan digandeng mbak Rara yang lagi hamil emoticon-Malu (aturan kebalikannya ya emoticon-Embarrassment).

"Ayuk!"

Sebuah suara nyaring kudengar dari sosok wanita berambut panjang yang sedari tadi berdiri dibawah bayangan indomart tadi (sue, kok jadi indomart mulu sih ini emoticon-Frown).

Mbak Rara tersenyum kearahnya. Langkah kaki kami sedikit dipercepat (klo gak mau kaki papah diseret oleh ibu-ibu hamil), menuju kearah si wanita berambut panjang yang juga berjalan kearah kami.

"eh Mila, udah lama nungguinnya?" tanya mbak Rara sambil bersalaman.

Mila, si wanita berambut panjang itu hanya tersenyum dengan sekilas mencuri pandang kearah papah emoticon-Wink.

"Enggak kok, yuk. Orang Mila baru sampe kok," jawabnya tersenyum manis.

Kulihat bedak diwajahnya sudah luntur karena keringat yang bercucuran hampir diseluruh wajahnya. Ditambah sepotong es krim yang hanya menyisakan batangnya saja. Itu cukup untuk menjelaskan betapa sebentarnya ia menunggu. Wakakaka...becanda becanda.

Ayuk, adalah panggilan istriku diantara teman-temannya yang orang Sumatra. Dan kebetulan, si Mila ini orang Palembang. Kenapa papah bisa tau, karena memang, kami memiliki sebuah hubungan dimasa lalu emoticon-Wowcantik.

Kedua wanita itu lalu terlibat obrolan yang intinya tentang maksud kami mencari sebuah kontrakan yang cocok.

"kebeneran yuk, aku tau ada kontrakan yang kosong disini. Tempatnya adem, harganya lumayan murah lho, yuk." ujar Mila layaknya SPG yang tengah mempromosikan sebuah produk yang dijualnya.

Kulihat, wajah mbak Rara, istriku terlihat senang mendengar celotehan Mila mengenai kondisi kontrakan yang akan kami lihat kali ini.

Sambil terus berjalan dibelakang kedua wanita itu, mataku berkeliling. Berusaha mengenali keadaan yang apabila aku jadi pindah, akan sering kulihat ini. Tak lama berjalan, kami bertiga belok kearah kiri. Disisi jalan, ada sebuah sekolah dasar dengan cat yang familiar.

Langkah kaki kami berhenti disebuah rumah berwarna hijau dengan pintu gerbang berwarna putih. Rumah itu tepat disebelah SD tadi.

Kulihat Mila membuka gerbang dengan jenis kupu-kupu tersebut, yang tidak dikunci oleh si pemilik.

Mila lalu masuk dengan mengajak kami berdua.

"assalamu'alaikum...," ucap Mila beruluk salam sesampainya ia diteras rumah.

"wa'alaikumsalam...," terdengar sahutan salam dari dalam rumah. Sebuah bayangan tubuh terlihat dikaca rumah yang berbentuk persegi panjang itu.

"ceklek," suara gagang pintu yang dibuka.

Kemudian, keluarlah sesorang ibu-ibu berusia setengah abad lebih dengan jilbab besar.

"lho, neng Mila ternyata. Ibu pikir siapa," sapa ibu berjilbab itu sambil menyalami kami bertiga. Seulas senyum ramah tampak diwajahnya.

"mari masuk, masuk," katanya mempersilahkan kami untuk masuk kedalam sumur. Kedalam rumahnya dooong....bang jali emoticon-Wakaka.

Biar gak panjang, akan papah jelaskan inti dari obrolan para ibu-ibu tersebut (karena papah selama "nimbrung", hanya tersenyum, mengangguk, berkata iya dan baik).

Bu haji itu (yang memang sudah haji ternyata), berkata bahwa ada 3 kontrakan yang saat ini kosong. Dan posisi kontrakan itu, tepat dibelakang rumah bu haji ini. Total ada 7 kontrakan disana. Kontrakan itu, memiliki 2 ruangan utama. Sebelum masuk, ada sebuah teras kecil didepannya, lalu pas masuk akan ada sebuah ruangan yang cukup besar berukuran 3x4 meter yang sepertinya akan kami gunakan sebagai kamar tidur. Lalu dibelakangnya, ada sebuah pintu kecil yang memisahkan antara ruangan kamar dengan ruangan dibelakangnya. Yang ternyata adalah sebuah kamar mandi dan dapur. Sayangnya, ruangan kedua ini kecil. Berukuran panjang 3 meter (yang dibagi 2 buat dapur dan kamar mandi) dan lebar 1,5 meter.

Untuk bulanannya, hanya Rp 200k sudah sama listrik dan air. Kemudian, ada sebuah sumur tepat disamping kontrakan. Sebuah sumur timba tradisional yang bisa digunakan bebas oleh para penghuni kontrakan. Terakhir, ada sebuah kebun pisang kecil disamping sumur itu. Dan, yang perlu digaris bawahi adalah, kontrakan kami, berbatasan langsung dengan sebuah sekolahan SD.

denah


ingat baik-baik denahnya gan/sis


Setelah berdiskusi dengan cukup alot, kami akhirnya memilih untuk "yes"(sebenarnya papah sih hanya bisa pasrah saja waktu ntu). Meskipun dengan konsekuensi, jarak antara kontrakan dengan pabrik mbak Rara kerja jadi semakin jauh.

Setelah memberikan DP, kami berdua lalu pulang. Dan akan mulai pindahan hari sabtu depannya. Tak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Mila.

"sama-sama, yuk. Mudah-mudahan kalian kerasan tinggal disini,"ujarnya dengan senyum manis diwajah cantiknya.

Aku hanya bisa melengos. Takut tergoda dengan senyuman yang dulu sempat membuat papah semangat kerja.

Fyi, Mila tidak ngontrak disitu. Hanya saja, tempatnya nge-kost memang tidak terlalu jauh dari situ. Atuh bisa bahaya bree, klo mantan tinggal satu area emoticon-Cape d.... Bisa-bisa....akh sudahlah, masa lalu biarlah berlalu, ygy.

Sore itu, diangkot warna merah, papah dan mbak Rara bisa bernafas lega. Karena sudah bisa menemukan tempat tinggal baru.

Quote:




Index



1. Kontrakan baru
2. Sambutan tengah malam
3. Si penunggu sumur
4. Hilangnya sebuah prinsip
5. Teriakan malam hari
6. Masih diganggu part. 1
7. Masih diganggu part. 2
8. Tetangga nackal part 1
+ berita dukacita
9. Senandung dimalam hari
10. Mereka mendekat
11. Hantu sekolahan
12. Penghuni baru
13. Anggun dan jiwa mudaku
14. Aku dan mbak Ratih
15. Kesurupan dan kesempatan part. 1 (18+)
16. Kesurupan dan kesempatan part. 2 (18+)

***
Diubah oleh papahmuda099 20-12-2023 07:39
littlesmith
alcipea
JabLai cOY
JabLai cOY dan 51 lainnya memberi reputasi
52
35.8K
789
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#41
Hilangnya Sebuah Prinsip



Maaf kalau kalian menunggu lama, karena seperti yang papah bilang diawal. Papah hanya bisa menulis kalau lagi masuk shift sore atau malam saja. Oke, lanjut ke ceritanya gesss...



Keesokan harinya, setelah mengantar istriku, mbak Rara, berangkat kerja, yah...meskipun hanya sampai dipinggir jalan raya saja sih. Aku memutuskan untuk segera mengajukan komplain dan juga beberapa pertinyiin kepada pemilik kontrakan.

Dijalan, sebelum sampai depan gerbang area kontrakan. Aku berpapasan dengan sebuah motor matic yang ternyata dikendarai oleh Mila. Ia yang juga akan berangkat kerja lalu menepikan motornya :mudik.

"Lho, mas Indra,"sapanya dengan senyum manis dibibirnya.

Aku yang terkaget, balik tersenyum.

"Eh ada Mila. Mau berangkat?" tanyaku basa-basi. Karena rasanya gak enak aja gitu, kalau ketahuan sama bu haji. Karena posisi kami yang bisa dilihat dari jendela besar yang ada diteras rumah beliau.

"Iya, nih. Mau nganterin?" tanyanya menggodaku.

Aku hanya tersenyum kecil.

"Ada-ada aja kamu ini, Mil," ucapku.

Setelah ngobrol sebentar, ia lalu berpamitan. Dan sambil menganggukkan kepal, aku juga mempersilahkannya lewat.

Sejenak aku memandangi tubuh gitar Spanyol miliknya. Tubuh yang pernah ku rengkuh dengan kedua tangan nakal ku beberapa tahun yang lalu emoticon-Betty.

"Haaahhh....," aku menghela nafas panjang. Berusaha untuk menjauhkan segala pikiran negatif dikepala ini.

Aku lalu kembali melangkahkan kakiku. Sesampainya di depan pintu bu haji, aku mengetuk pintu.

"Assalamualaikum...," ucapku beruluk salam.

Samar-samar kudengar ada suara langkah kaki halus yang berjalan mendekat.

Lalu, "cekrek," suara kunci pintu yang dibuka. Disusul menyembul nya sebuah kepala dengan rambut panjang yang tampak basah.

Bukan, itu bukan kuntilanak yang abis keramas karena semalam udah wikwik skadipapap sama poci. Tapi seorang anak gadis SMA dengan poni panjang dan tulisan OSIS yang cukup besar emoticon-Bukan IGO

"Waalaikumsalam, ada apa ya?" tanyanya sambil berdiri memandangi ku dengan tatapan sedikit menyelidik.

Dengan sedikit tergagap, karena saat itu tengah fokus membaca tulisan OSIS, akupun menjawab.

"Eh, anu... Bu hajinya ada?"

"Oh mamah. Mamah ada di dapur. Masnya siapa ya?"
tanyanya kembali.

"Aku yang ngontrak dibelakang rumah ini. Penghuni baru. Mau ada yang aku tanyakan," jawabku.

"Oh, kalau gitu masnya mendingan masuk lewat belakang aja. Dapurnya pas ada dibelakang rumah kok. Deket sama empang ikan," jelasnya.

"Oke, oh iya, adeknya anaknya bu haji?" tanyaku balik. Sekedar iseng.

Gadis sma ber-OSIS besar itu mengangguk.

"Iya, aku anak bungsunya. Kenalin, aku Anggun," katanya sembari mengulurkan tangannya.

"Aku indra. Penghuni baru," kataku pula sembari menerima uluran tangan kecilnya.

Kurasakan ada sedikit cengkaram halus dari tangannya. Yang mungkin memiliki arti, "kamar kosong mas," wahahahaha... enggak enggak emoticon-Ngakak.

Setelah mengucapkan terima kasih. Akupun lalu berjalan menuju belakang rumah.

Dan saat akan melewati sumur yang tepat disamping kamar kontrakan ku, tak terasa bulu-bulu halus di tanganku berdiri. Mungkin refleks teringat pengalaman semalam.

"Astaghfirullah," ucapku beristighfar dalam hati sambil lanjut jalan.

Dan benar saja kata Anggun tadi. Jikalau dapur rumah ini tepat ada disamping kolam ikan. Karena bisa kulihat aktivitas bu haji yang tengah asik memasak. Aku bisa lihat karena pintu belakang rumah itu terbuka.

"Assalamu'alaikum, bu haji," kataku memberi salam.

"Waalaikummussalam," jawabnya sambil menoleh.

"Lho, ada mas mas Indra?" tanya beliau sambil membereskan peralatan masaknya.

Sambil tersenyum, aku lalu berkata, "oh, gini bu haji. Ada yang mau saya tanyakan mengenai kontrakan,"

Dengan alis yang sedikit berkerut, bu haji terdiam sejenak. Kemudian ia berkata, "kalau gitu didepan aja, mas indra ngobrolnya. Gak enak berdiri gini,"

Skip.

Kami sudah duduk diruang tamunya.

Didepanku sudah duduk bu haji serta Anggun, si OSIS besar.

"Pak haji udah berangkat, bu?" tanyaku membuka obrolan.

"Iya, si bapak mah dari subuh mas berangkatnya," jawab bu haji sambil mempersilahkan aku untuk minum teh manis yang baru saja disuguhkan oleh Anggun.

"Lho, ini Anggun gak berangkat sekolahnya?" tanyaku sambil menatap gadis itu yang sedari tadi menatapku.

Ia yang kutanya tiba-tiba agak salah tingkah.

"Eh iya nih. Ini anak biasanya udah berangkat malah ikutan duduk disini. Sana berangkat, nanti telat," suruh bu haji yang sepertinya juga baru sadar, kalau anak bungsunya ini belum berangkat ke sekolah.

Kulihat raut wajah gadis itu sedikit kesal. Ia lalu berdiri dan tanpa mengucapkan apa-apa segera masuk kamarnya.

"Nah mas Indra, sekarang kalau boleh ibu tahu. Apa yang akan mas Indra tanyakan?" tanya bu haji.

Sedikit ragu aku untuk menjawabnya. Akan tetapi, aku juga tak mau, bila kejadian teror semalam menghantui aku dan istriku lagi.

"Emm... jadi gini bu haji. Saya minta maaf sebelumnya, jika nantinya ada omongan saya yang menyinggung perasaan bu haji...,"

Kulihat beliau menganggukan kepalanya. Tanda agar aku kembali melanjutkan ucapan.

"Jadi gini bu haji. Semalam, saya dan istri saya diganggu oleh sesosok hitam yang sepertinya berasal dari sumur itu," kataku perlahan.

Lagi-lagi takut, kalau perkataanku menyinggung hatinya. Tapi kulihat beliau biasa-biasa saja. Maka aku lalu melanjutkan perkataanku.

"Selain itu, ada juga suara berisik seperti ada anak-anak kecil yang sedang main-main dibelakang kontrakan. Yang baru saya sadari sekarang, kalau kemungkinan besar, suara itu berasal dari sekolah. Hal ini mungkin akan saya abaikan kalau hanya mengganggu saya saja. Yaa...mungkin mereka mau ajak saya kenalan gitu. Tapi, lain ceritanya kalau sudah mulai mengganggu keluarga saya, yaitu istri. Apalagi istri saya lagi hamil, bu haji," kataku panjang lebar.

"Memangnya apa yang dilakukan oleh mereka sama istri mas Indra?" tanya bu haji dengan wajah serius.

Sebelum aku sempat menjawab. Anggun, keluar dari kamarnya dengan menggendong sebuah tas kecil.

"Anggun berangkat, mah," katanya sambil mencium tangan ibunya itu.

"Iya, hati-hati ya, nak," balas bu haji sambil mengelus kepala anak bungsunya itu. Tak sengaja, aku melihat gadis yang mulai berkembang itu mencuri pandang kepadaku. Tapi ia segera melengos dan berlari kecil setelahnya.

Sesaat setelah Anggun pergi, aku dan bu haji kembali melanjutkan obrolan kami yang sempat tertunda tadi.

"Jadi bu haji, sosok hitam itu berani mengelus-elus perut istri saya. Tepat di depan mata. Nah, yang saya takutkan, hal itu akan berimbas nantinya dengan keselamatan ataupun kesehatan dari anak saya," tutupku dengan nada sedikit menekan dibagian akhir.

"Hmmm,"

Kulihat bu haji sedikit merenung. Jari-jari tangan kanannya tampak sedikit melakukan gerakan seperti meremas-remas sesuatu yang tak kasar mata.

Kemudian ia bertanya, "istrinya hamil berapa bulan?"

"Enam bulan, bu haji,"

"Istrinya di pakein bangle enggak?"


Aku menggeleng.

"Lho kenapa?"

Sedikit aku menghela nafas sebelum menjawabnya.

"Mohon maaf bu haji. Saya sebenarnya gak terlalu percaya, sama hal-hal seperti bangle ataupun kayak gunting kecil, yang diselipin dibawah bantal biar gak diganggu sama makhluk halus. Yah, mungkin karena didikan dan juga lingkungan saya dibesarkan, yang tidak mempercayai hal-hal seperti itu," jawabku.

"Masnya orang Jawa kan?" tanya bu haji.

Aku mengangguk.

"Saya dari jawa tengah, bu haji. Dari Kabupaten Purbalingga," jawabku.

Kulihat beliau seperti menganggukkan kepala pelan.

Aku lalu berkata kembali, "maaf sebelumnya bu haji. Saya tidak mau pasang bangle, karena saya berpikir, banyak ruginya daripada untungnya. Contohnya, kalau tiba-tiba saja istri saya tertusuk peniti, ataupun ujung dari guntung kecil di bangle tersebut. Dan, satu hal yang saya percaya adalah, keputusan orang-orang memasang bangle, agar terhindar dari gangguan makhluk halus, itu sesungguhnya berasal dari para makhluk halus itu sendiri,"

bangle


sumber : [url]S E N S O Rtheasianparent.com/q/mitos-kehamilan/3374880[/url]


Bu haji sedikit mengerutkan kedua alisnya.

"Maksudnya mas Indra?"

"Maksud saya bu haji, bisa saja, kalau kepercayaan itu sesungguhnya adalah sesuatu yang memang sudah direncanakan oleh "mereka" sendiri yang bersekutu dengan para dukun-dukun jaman dulu, untuk menyebarkan hal ini (pasang bangle supaya orang hamil terhindar dari gangguan makhluk halus). Hingga akhirnya, orang-orang ini akan percaya. Kalau, mereka tidak memasang bangle di tubuhnya, mereka akan diganggu. Dan kalau mereka memakai bangle, mereka tidak akan diganggu. Dan itulah tujuan dari para makhluk halus tersebut. Mereka bertujuan untuk membuat kita, menyekutukan Allah dengan lebih mempercayai bangle daripada Allah itu sendiri,"
kataku panjang lebar.

Bu haji tampak menganggukkan kepalanya.

Suasana agak hening. Karena masing-masing dari kami, hanya terdiam.

Tak lama kemudian, bu haji berkata.

"Jadi gini, mas. Ada ujar-ujar yang berkata, dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Yang artinya, dimana kaki kita berdiri, maka hormatilah adat atau kebiasaannya. Bukan bermaksud untuk mengajarkan kesyirikan atau apapun itu namanya. Tetapi, hanya menyampaikan hal-hal dari nenek moyang kita jalani dari waktu ke waktu. Boleh mas percayai atau tidak, itu semua terserah mas pribadi. Hanya saja, disini, di tanah banten ini. Hal-hal gaib adalah sesuatu yang sering dan lumrah terjadi. Memang, di tempat lain juga ada. Tapi, yang kita bicarakan adalah sekarang, dan saat ini. Dimana mas berada. Yaitu di banten. Sekarang bu haji mau tanya...," ujarnya dengan nada serius.

Akupun bersiap mendengarkan.

"Dari mas kecil, sampai sebelum datang kemari, kewilayah banten, apakah mas indra sering mengalami hal-hal ataupun kejadian yang ganjil?"

Aku sedikit mengingat-ingat.

"Pernah bu haji, tapi gak sering dan gak se-intens ini," jawabku.

"Nah itu dia yang bu haji ingatkan. Lain disini, lain juga disana. Dan bagaimana cara mengatasinya? Yaitu dengan cara yang orang-orang sini lakukan. Karena percaya tidak percaya, hal itu (pasang bangle) sudah teruji. Meskipun tidak 100% berhasil. Karena mau bagaimanapun juga, kesempurnaan hanya milik Allah SWT saja," kata beliau.

"Berarti dengan memasang bangle, tidak menutup kemungkinankan, kalau istri saya tidak bakal diganggu lagi sama makhluk itukan?" tanyaku yang masih tetep kukuh dengan pendirian ku.

Dengan tersenyum, bu haji lalu berkata.

"Yang kita lakukan adalah ikhtiar, mas Indra. Semuanya tetap akan kembali kepada Allah SWT. Ibarat kata begini. Kita, sebagai manusia, diberikan akal oleh sang Pencipta. Dan kalau ucapan mas Indra benar, yang katanya pake bangle supaya gak di ganggu, itu buatan jin-jin itu sendiri, dengan tujuan agar kita syirik secara tidak sadar itu benar. Maka kitalah yang seharusnya lebih pintar,"

Aku agak bingung dengan ucapan perempuan setengah abad lebih ini.

"Emmm, maksud bu haji?"

"Jadi gini mas, kita jangan mau kalah dengan kecerdikan jin-jin itu. Kalau mereka buat, katakanlah peraturan, pake bangle sama dengan tidak diganggu. Maka kita manfaatkan hal itu,"

"Caranya?"
tanyaku yang mulai sedikit paham kemana perkataan nenek-nenek berkerudung putih panjang ini.

Sebelum menjawab, bu haji tersenyum lebih dahulu.

"Caranya adalah, kita ikuti aturan mereka, tapi, kita tetap harus meyakini dan melandasi perbuatan kita pakai bangle adalah, hanya semata ber-ikhtiar saja. Tidak meyakini, apalagi mempercayai kalau bangle akan memberikan kita keselamatan. Kalau kita meyakini pakai bangle akan menyelamatkan kita, itu baru jatuhnya musyrik. Tapi, kalau kita memakai bangle hanya sebagai sebuah ikhtiar saja, tetapi tetap mempercayakan keselamatan kita kepada tuhan yang Maha Esa, maka itu diperbolehkan. Kenapa? Karena selain berdoa, kita juga diwajibkan untuk ber-ikhtiar. Karena kalau hanya berdoa tanpa ikhtiar, itu jatuhnya sia-sia. Dan kalau ikhtiar tanpa doa, jatuhnya akan sombong," jawab bu haji.

Aku mengangguk-angguk.

"Jadi, kesimpulannya adalah, kita boleh pakai bangle, sebagai ikhtiar agar istri kita tidak diganggu oleh makhluk halus. Tapi, selain itu juga kita diwajibkan untuk berdoa kepadaNYA. Meminta perlindungan dan juga keselamatan keluarga kita. Gitu mas Indra," tutup bu haji.

"Hufft...," aku menarik nafas panjang. Pertama karena paham dengan maksud perkataan bu haji, dan yang kedua adalah, aku harus mengenyahkan prinsipku selama ini. Karena memang, apa yang bu haji katakan sangat benar.

"Kalau setan buat aturan begitu, maka manfaatkan dengan selalu percaya kepada Tuhan," gumamku pelan sambil berjalan pulang.

Tapi, apakah hal itu benar-benar membuat kami sekeluarga aman?




***
Diubah oleh papahmuda099 11-01-2023 13:29
aan1984
arinu
sampeuk
sampeuk dan 21 lainnya memberi reputasi
22
Tutup