afryan015Avatar border
TS
afryan015
Sekamar Kos Dengan "Dia" 2 ( Pengalaman Tempat Kerja)


emoticon-Ultah Hallooooo agan agan sekalian, masih ingat kan dengan ku Ryan si penakut hehe.......
ini adalah cerita ku selanjutnya masih dalam lanjutan cerita yang kemarin hanya saja tempatnya kini sedikit berbeda dari sebelumnya.

Mungkin bisa agan agan yang belun baca thread ane silahkan dibaca dulu thread ane sebelumnya



Bagi yang belum kenal dengan ku, kenalin Namaku Ryan dan untuk mengenal ku lebih detail silahkan baca trit ku yang sebelumnya, dan bagi yang sudah mengenalku silahkan saja langsung baca dan selamat menikmati emoticon-Shakehand2

Oh iya jangan lupa emoticon-Toast emoticon-Rate 5 Star

Quote:



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Diubah oleh afryan015 06-12-2022 04:14
3.maldini
aldomaverick18
aguzblackrx
aguzblackrx dan 202 lainnya memberi reputasi
193
225.1K
2.5K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#850
Part 15
Melihat respon Deby yang seperti itu, dan terus menarik tanganku untuk masuk, sepontan, Shinta melayangkan sebuah tamparan kecil ketangan Deby dengan tujuan untuk melepaskanku darinya, orang biasa pasti akan merasakan sakit yang lumayan bila terkena tamparan dari Shinta walau hanya sedikit, dulu saja kalau kalian masih ingat, saat Shinta meniup telingaku, seketika aku menjadi tuli dan tidak bisa mendengar apapun sama sekali.
Sepertinya Deby sedikit tidak suka dengan penolakan yang dilakukan oleh Shinta, mata sinis Deby terlihat memandang Shinta yang dibalas dengan tatapan Shinta yang tak kalah Shinis juga.
Deby pun melepaskan tanganku walaupun terlihat terpaksa, dan berkata tidak masalah jika memang tidak mau masuk, tapi setidaknya Deby meminta nomer HP ku untuk disimpan dan dihubungi jika sekali kali dia membutuhkan bantuanku, sempat berkata kalau dia sedikit kangen dengan masa masa dulu saat kita masih sering bersama.
“itu Deb nomer ku, kalau ada apa apa atau butuh bantuan boleh kok hubungi aja” ucapku ramah sambil menyembunyikan rasa tidak enaku untuk menolak masuk keruangan
“ok deh yan, ya udah kalau nggak mau masuk, terus mau ngapain disini, aku soalnya harus ngerjain bahan presentasi didalam?” tanya Deby yang berubah sedikit sinis karena perlakuan Shinta
“eee…. Sekarang sudah hampir waktunya Sholat Dzuhur, palingan aku balik ke Rumah Sakit buat tahu keadaan kakak ku Deb” jawabku sambil melihat jam di HP ku
“oh ya udah deh, kalau gitu, aku masuk dulu ya, sampai ketemu lagi, salam buat istrimu” sambil menyalamiku, Deby kemudian masuk kekantornya.
Akupun akhirnya berjalan menjauhi kantor Deby dan berencana untuk langsung keluar dari area kampus untuk kemudian langsung ke Rumah sakit, takutnya dokter atau suster sudah memberikan hasil pemeriksaan dan melaporkan perkembangan mas Bono.
Baru saja aku berjalan di lorong yang berada didepan kantor Deby ini, hanya berselang beberapa langkah saja, dari belakangku teriakan dari Shinta terdengar “AAAAAAARHh” berbarengan dengan Shinta yang terlempar kedepan melewati samping kananku, terkejut dengan Shinta yang tiba tiba terlempar oleh suatu serangan, aku memutar badanku untuk melihat siapa sosok yang menyerang Shinta itu.
Belum sempat aku menengok kebelakang, bayangan hitam seperti ekor kerbau menjerat kaki kiriku dan menarik kakiku kebelakang yang membuat aku kehilangan keseimbangan hingga terbentur lantai tepat di dadaku, bukan hanya terbentur, seketika setelah itu, entah kenapa aku sama sekali tidak bisa menarik nafas, semakin aku berusaha untuk bernafas, dadaku terasa sangat sempit dan paru paru ku terasa tidak bisa bergerak sama sekali.
Shinta yang sudah bangkit kemudian langsung melesat dan mengejar sosok yang kemungkinan menyerangnya, mungkin dia tidak melihat kondisiku terlebih dahulu karena sudha terbakar oleh emosinya, padahal aku benar benar berfikir akan mati saat itu karena tidak bisa bernafas, pandanganku mulai sedikit kabur, yang terlihat hanya pandangan buram seseorang yang berdiri dari pintu kantor Deby melihatku terkapar sambil menganga berusaha untuk bernafas, namun orang itu sama sekali tidak berjalan mendekat kearahku seolah membiarkanku saja, dan alhasil aku tidak sadarkan diri.
Terdengar HP ku berbunyi disamping kepalaku, dan seketika aku membuka mata, yang pertama kali aku lihat adalah langit langit dengan lampu neon panjang yang menyala, kutengok ke kanan dan kekiri dan baru kusadari aku berada di klinik kampus, dengan Deby yang sudah berada disana menungguku duduk di kursi.
“Shinta, Shinta mana Deb” respon pertamaku malah memanggil Shinta sembari aku bangun dari tempat tidur, dan tidak memperdulikan HP ku yang sedang berbunyi
“tadi ada kok, tapi nggak tau sekarang kemana, keliatannya dia sebel sama aku makanya dia pergi” jawabnya dengan santai.
“aduh, aku kenapa sih Deb, kok disini?” tanyaku menanyakan kejadian setelah aku tidak bisa bernafas, dan itu yang terakhir aku ingat.
“aku malah justru yang mau tanya itu sama kamu, aku didalam kantor aja kaget mahasiswa ku pada ribut diluar ada apa, eh kamu udah tergeletak tak sadarkan diri, kenapa sih kamu yan” Deby malah balik tanya padaku
“yang aku ingat hanya ada bayangan yang menjerat kaki ku, terus aku kebanting, abis itu udah aku nggak ingat apa apa, eh jam berapa ini” saat itu aku baru sadar aku harus kembali ke Rumah sakit
“sekarang jam empat lewat limabelas, kenapa emang” tanya deby
“sial, aku harus balik ke Rumah Sakit” sambil tergesa gesa aku bangkit dari ranjang klinik
Aku membuka HP ku sembari berjalan keluar klinik, Deby sempat menanyakan keadaanku apakah sudah benar benar enak atau belum, dan jika belum Deby bersedia untuk mengantarkanku ke tempat mas Bono.
Di HP ku sudah ada beberapa kali misscall dari supir dan kakak iparku, wah pasti mereka sudah siap siap mau pergi kewonosobo, bakal ditinggal nih aku, lalu aku sempatkan untuk menelpon kakak iparku dulu, dan untung masih diangkat olehnya
“halo, kamu dimana sih yan, ditelfon dari tadi gak diangkat udah jam berapa ini, mas Bono udah boleh pulang, ini lagi mau siap siap masuk mobil, kamu ikut nggak, atau mau naik motor sendiri, kalo mau ikut, nanti motor kamu dititipin sama adik ku aja yang lagi disini” tanya kakak iparku dengan banyak pertanyaan
“maaf mbak, ketiduran ditempat temen malah ini hehe” jawabku beralasan
“yaudah jadi gimana mau ikut mobil atau pake motor, kalo pake motor mbak tinggal nih, kalo ikut tak tungguin” tanya kakak iparku
Saat aku keluar dari klinik aku baru merasakan kakiku sakit, bukan seperti terkilir, tapi perih panas, dan saat aku lihat kakiku ternyata ada bekas jeratan di kaki kiriku, dan semakin dilihat semakin terasa rasa sakit itu
“ih yan, itu kenapa kaki kamu” tanya Deby panik
“nggak tahu ini, udah lah gak apa nanti aku obati dirumah, tapi aku minta tolong dianter ke rumah sakit yang disana ya Deb, aku mau nganter kaka ku pulang soalnya” jawabku panik dan meminta Deby untuk mengantarku.
“halo, yan gimana, ditungguin lho ini jawabannya” kakak iparku tanya lagi
“halo mbak, iya Ryan ikut mbak aja pake mobil” jawabku sepontan
“ya udah kalo gitu kita tunggu di parkitan rumah sakit ya, pake mobil biasanya” jawab kakak iparku
“iya mbak ok ok”
Deby meyakinkanku apakah aku beneran mau pulang atau tidak, atau mau kejadian ini diusut terlebih dahulu, Deby sepertinya mengetahui kalau ini adalah perbuatan makhluk alam sebelah, tapi kalau aku tidak ikut pulang yang ada nantinya akan menjadi bahan pertanyaan oleh ibuku, kakak ku pulang kok malah aku yang nggak pulang.
Aku tetap mengatakan pada Deby aku, akan tetap pulang, urusan ini gampang nanti akan aku obati sendiri dirumah, aku juga tidak bisa membiarkan bang Damar dan mbah Margono berjuang sendiri.
Setelah aku mantab untuk tetap pulang, akhirnya Deby pun mengantarkan ku ke parkiran rumah sakit dimana kakaku dan kakak iparku menunggu disana dengan sopir. Dan setelah sampai diparkiran rumah sakit aku langsung berpamitan pada Deby namun sebelumnya aku minta untuk dipapah dan diantarkan untu menitipkan kunci motorku kepada adik kakak iparku yang juga sudah berada disana.
Melihatku berjalan sedikit pincang dan dipapah oleh Deby, sesampainya didalam mobil mas Bono bertanya padaku.
“loh kenapa kakimu yan? Nggak abis jatuh dari motor kan?” tanya kakaku yang sudah duduk bersender di kursi tengah mobil
“nggak mas tadi Cuma kesandung ada terus jatuh di depan kos temen hehe” jawabku asal
“mas…” sapa Deby pada kakaku
“eh mbak, maaf ngrepotin tuh Ryan” ucap kakak ku
“ah nggak papa mas udah biasa hehe” jawab Deby singkat
“ah udah ah, aku masuk dulu ya Deb, makasih udah bantuin aku hehe, kalo ada kabar kabar nanti kasih tau aja, sama sesekali main lah ketempatku” aku berterimakasih kemudian masuk kedalam mobil
“ah gampang itu mah, yaudah hati hati dijalan ya, mari mas, mbak” salam ramah Deby pada kakak kakaku
Setelah aku masuk kedalam mobil, kitapun langsung berangkat, rasa nyeri yang kurasakan terasa semakin parah kurasakan, bekas jeratan yang tadinya berwarna samar kemerahan kini berubah menjadi kebiruan, entah apa yang sebenarnya menyerangku tadi.
Disepanjang perjalanan mas Bono tertidur karena mungkin masih merasakan lelah atau masih ada rasa tidak enak padan, atau malah memang dia suka molor hehe, dan diperjalanan itu, Shinta kembali muncul, wajahnya tidak terlihat seperti biasanya, dia terlihat sedang sangat marah.
Shinta datang tanpa berkata sedikitpun, hingga membuatku merasa canggung, tidak biasanya dia datang dan hanya berdiam diri seprti ini, apakah sudah terjadi hal hal yang tidak beres, atau dia marah karena aku bertemu dengan Deby, yang sejatinya memang Shinta tidak suka sejak awal kalau aku bertemu dengan Deby.
Beberapa menit telah berlalu dan Shinta masih belum memulai pembicaraan ataupun cerewet dan bertingkah seperti biasanya, namu sempat saat aku melirik dia, dia terlihat sedang memperhatikan luka yang ada pada kakiku, alias luka jeratan, melihat Shinta mulai memperhatikan ku, kuputuskan untuk membuka obrolan terlebih dahulu.
“kamu kenapa Ta, kok nggak seperti biasanya, kenapa diem terus” tanyaku perlahan pada Shinta
“luka itu….” Tanya Shinta singkat
“iya, aku sedikit terluka tadi, nggak papa kok, udah nggak usah marah, atau aku ada salah” tanyaku kembali
“kenapa sih kamu masih deket sama Deby” tanya Shinta tanpa melihat kearahku
“aku nggak ada apa apa, Cuma sekedar menyapa saja” terangku pada Shinta
“tapi lihat apa yang kamu dapat itu, itu bukan luka biasa, itu serangan, kamu tahu kan itu serangan, aku udah berfirasat sejak dulu, awal kamu ketemu dia, ada hal yang tidak biasa” ucap Shinta yang terlihat sangat mengkhawatirkanku, dan marah karena aku tetap kekeh dengan pendirian ku untuk menemui Deby.
“kamu Khawatirkan aku kan, udah nggak usah bingung, nanti akan sembuh kok” jawabku enteng
“Bodoh!!, Ceroboh!!!, kamu masih sama seperti dulu, suka gampangin dan buat seolah semuanya mudah dilalui, sama persis dengan bapak mu” emosi Shinta sepertinya sudah memuncak.
“e… maaf, bukan…..” belum aku selesai berbicara Shinta langsung memeluku
“nggak, bukan kamu yang harusnya minta maaf, tapi aku, aku yang belum bisa menjagamu sepenuhnya, aku lalai hingga tadi berhasil diserang tanpa diketahui, tolong jangan meminta maaf” dalam pelukan nya, terasa diapun meneteskan air mata.
“kalau kamu tahu yan, saat aku mencoba melawan dia, ternyata aku bukanlah tandingannya, level dia sudah dipastikan diatas ku, aku kuwalahan menghadapinya dan kabur, entah apakah Gufron dan lain bisa menghadapi sosok itu atau tidak, dan aku berharap dia bukan salah satu kelompok dari Bajra” ucap Shinta sambil melepaskan pelukannya.
“kamu juga tidak perlu meminta maaf, kita harusnya saling percaya dan saling mempercayai, baiklah Ta, aku akan merubah caraku bersikap”
“aku pergi dulu, kamu tetap jaga kesadaranmu jangan tidur hingga sampai rumah nanti” ucap Shinta sambil berlalu pergi menembus atap mobil.
Dan ternyata selama obrolan tak kusadari, keringat dingin sudah mulai bermunculan, dan orang pertama yang mengetahui adalah kakak iparku, saat melihat kondisi mas Bono, keringat dingin sudah muncul dan membuat baju yang kukenakan menjadi basah, sedangkan wajahku sudah mulai berubah menjadi pucat menurut kakak iparku.
“yan kamu nggak papa kan, atau masuk angin” tanya kakak iparku dari kursi depan mobil
“eee.. apa mbak, Ryan nggak papa kok” aku merasa mata mulai terasa berat
“yang benar, coba sini sebentar, liha suhu badanmu biar mbak cek” kakak iparku menyodorkan tangannya untuk memeriksa suhu badan ku dari keningku
“iya mbak aku nggak papa kok…. Mas Bono, mas bono gimana mbah” tanyaku dengan nada mulai lemas
“ini kamu demam yan, nih pake jaket mbak buat ngagetin badan kamu buran pake” kakak iparku menyodorkan jaketnya
“eeee iya mbak makasih” setelah aku menerima jaket untuk berselimut, aku pun mulai hilang kesadaran
fredielogan14
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 19 lainnya memberi reputasi
20