Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

makmiah123Avatar border
TS
makmiah123
INGGIS (TAKUT)...
Salam kenal Gan n Sist.. Ane mau nyoba-nyoba nulis di forum SFTH nih.. Kalo ada saran atau kritik bebas aja yah, asal ga ngelanggar aturan/Kode etik SFTH aja.. Sebagian cerita ini real story berdasarkan pengalaman temen ane yang minta segala macam tentang dia dan tempatnya dirahasiakan dan sebagian lagi fiksi.. Sebagai orang yang baru belajar nulis, pasti banyak banget kekurangan nya yaa Gan n Sist.. Jadi harap maklum saja.. Hehe..



PROLOG..



Ada sesuatu yang membuat dusun indah nan asri tempat ku dilahirkan tak lagi nyaman.. 



INGGIS (TAKUT)...


https://www.kaskus.co.id/show_post/6...10/1/flashback
https://www.kaskus.co.id/show_post/6...akek-misterius
https://www.kaskus.co.id/show_post/6...anehan-mak-tua
Raungan Dinar dan Keanehan Teh Nining
Adu Mulut
Penuturan Rima
Pengakuan Ambu
Fadil Kecewa, Ambu..
Dua Penolong Misterius
Kabar Mengejutkan
Antara Nyata dan Tidak...
Tamu Yang Meresahkan
Curhat..
Bang Kosim Dukun Nyentrik (1)
Bang Kosim Dukun Nyentrik (2)
Bang Kosim Kapok
Ada Apa Lagi Ini, Yaa Tuhan...
Bangle, Daun Kelor dan Tebu Hitam
Kerasukan..
KOMA..
Selamat Jalan, Bunda.. Ayah, Ikhlas...
Apa Yang Ambu Lakukan Membuat Malu..
Jangan Bawa Putri Ku..
Mimpi Buruk...
Mata Batin Chyntia
Bantuan Chyntia..
Keluarkan Perempuan Itu Dari Rumahku...
Permintaan Tolong Ratih..
Apakah Salah Lihat?
Penyakit Aneh..
Penuturan Pak Daus..
Meninggalnya Mbak Nur
Pengobatan(Turuti Ikhlas atau Dendam)
Sepenggal Kisah Abah
Godaan Shalat
Aki Maung Hideung..
Hampir Tertabrak..
Chyntia, Kasihan Gadis Itu..
Perempuan Berkebaya Merah (Bukan Yang Lagi Viral, Yak)
Nyaris Tersesat..
Dukun-Dukun Keparat!!
Sebuah Bisikan..
Diubah oleh makmiah123 20-12-2022 01:06
habibhiev
arieaduh
somatt
somatt dan 37 lainnya memberi reputasi
38
32.1K
268
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
makmiah123Avatar border
TS
makmiah123
#79
Sepenggal Kisah Abah..
“Saya biasa memanggil Abahmu dengan panggilan Akang, Nak Fadil.. Sangat baik saya mengenalnya.. Bahkan saya sudah dianggapnya seperti adik sendiri oleh Abahmu.. Masa 6 tahun yang kami lewati dipondok sangat berkesan bagi saya” Ucap Pak Sutardi di atas balai bambu diserambi rumahnya..

Setelah kejadian janggal yang berlaku atasku tadi, Pak Sutardi memang berjanji akan menjelaskan secara detail bagaimana hubungan baiknya dengan Abah.. Karena rasa penasaran, aku menahan rasa kantuk dengan suguhan kopi pahit buatan Aisyah yang kebetulan terjaga untuk menunaikan Shalat Tahajud.. Tak lupa Pak Sutardi juga meminta putrinya untuk menggoreng beberapa makanan sebagai pengganjal perutku, karena rasa lapar tak dipungkiri telah menyerang sejak tadi..

Sementara Akbar, sahabat sekaligus rekan kerja ku nampak tertidur pulas melingkar di sudut balai bambu.. Dia memang sudah sangat mengantuk sejak tadi dan memutuskan untuk lebih dahulu terlelap..

“Kamu tahu, Nak Fadil.. Pondok Pesantren tempat saya dan Abahmu menimba ilmu bukan lah pesantren ternama.. Santrinya pun hanya 15 orang dan gurunya 1 yang kami panggil dengan sebutan Kyai.. Tak ada perbedaan kelas untuk kami.. Tidak ada kurikulum juga.. Yang ada hanya aturan, santri lebih tua harus mengajarkan santri muda.. Kami memang diajari baca, tulis dan menghitung.. Tapi hanya sebatas pengenalan saja agar nantinya kami tak mudah diperdayai orang lain karena buta huruf.. Yang harus kami kuasai adalah hafalan ayat-ayat Suci Al-Qur’an sebanyak 30 juz dalam satu bulan, dan berlanjut dibulan berikutnya.. Itu syarat mutlak jika ingin terus belajar disana”

Aku sempat menghentikan gerakan mengunyah singkong goreng buatan Aisyah, saat Pak Sutardi menatap kosong ke langit gelap dengan wajah terselip senyuman..

“Di Pondok, kami dididik untuk benar- benar mandiri.. Semua kami harus lakukan sendiri, mencuci, membersihkan pondok sampai untuk makan pun kami harus mencari bahannya sendiri.. Tiap pagi selepas Shalat Subuh, Kyai membagi ke 15 santri menjadi 3 kelompok.. Kelompok 1 terdiri dari 5 orang santri bertugas mencari tanaman siap panen diladang miliknya di kaki gunung Salak.. Kelompok 2 tugasnya mengambil air masing-masing 2 kendi besar dari mata air Curug Cangkuang dan 5 orang santri sisanya bertugas untuk mencari hewan buruan sebagai lauk dihutan”

“Semua dilakukan habis Subuh, Pak?” Tanyaku guna meyakinkan diri ini..

Pak Sutardi menoleh ke arah ku dan menganggukkan kepalanya satu kali, lalu mengambil satu singkong goreng untuk dikunyahnya..

Satu tarikan rokok aku hisap dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan, karena khawatir asapnya akan mengganggu Pak Sutardi.. Tapi beliau nampak malah tak mempermasalahkannya dan mulai kembali bertutur..

“Nak Fadil pasti bertanya-tanya bagaimana mungkin bocah dengan usia rata-rata belasan tahun mampu melakukan semua perintah Kyai saat itu?”

Kali ini aku yang menganggukkan kepala mengiyakan pertanyaan Pak Sutardi.. Karena dalam hati memang aku agak ragu mendengar penuturan beliau..

“Selain memperdalam Al-Qur’an, semua santri pun diajarkan ilmu kanuragan sekaligus kebathinan oleh Kyai yang sumbernya diambil dari Kitab Suci kita.. Nak Fadil percaya jika saya bilang hampir semua santri menguasai ilmu kebal? Bukan hanya kebal dari senjata, namun kebal pula dari racun-racun hewan berbisa seperti ular dan kalajengking?”

“Seriusan, Pak?” Tanyaku dengan kedua mata berbinar heran..

Pak Sutardi kembali mengulum senyuman manis, kemudian meneguk kopi panas nan pahit dihadapannya.. Lalu, laki-laki bergamis putih itu perlahan bangkit dari atas balai bambu dan masuk ke dalam rumah.. Begitu keluar dan kembali duduk bersila, beliau menyodorkanku sebilah pisau dapur yang nampak berkilat saat tajamnya diterpa cahaya lampu..

“Coba kau gores telapak tangan saya dengan pisau ini”

Perintah Pak Sutardi membuatku tercekat hingga rokok yang ada diselipan antara jari tengah dan jari telunjukku terjatuh..

“Bapak bercanda?”

Pak Sutardi nampak tertawa sesaat mendengar pertanyaanku.. Kemudian dengan gerakan cepat, laki-laki itu menggoreskan telapak tangan kanannya dengan sisi tajam pisau dapur.. Aku sempat menutup mata karena membayangkan darah sudah pasti akan membuncah ditelapak tangan beliau.. Namun, yang terdengar bukanlah rintihan sakit tapi malah suara tawa lagi dari lisan Pak Sutardi.. Dan ajaib, tangan beliau sama sekali tak terluka.. Semua nampak masih mulus seolah hanya di gores kan mata tumpul pisau..

Aku menatap wajah Pak Sutardi dalam-dalam karena takjub akan ilmu yang entah apa namanya yang beliau dapatkan dari pondok puluhan tahun silam..

“Nak Fadil tahu, jika semua santri yang belajar dipondok Kyai adalah pilihan beliau sendiri”

“Maksudnya apa, Pak?”

“Jadi Kyai sengaja mengutus perwakilannya untuk datang ke beberapa rumah penduduk diseluruh wilayah Jawa Barat dan meminta putera mereka untuk memperdalam ilmu Agama di pesantrennya tanpa biaya sedikitpun.. Konon, tiap-tiap penduduk yang didatangi untuk diminta puteranya mengabdi oleh Kyai, mempunyai garis keturunan ke Kanjeng Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi.. Sosok penguasa tanah Pasundan yang amat termahsyur”

Lagi-lagi aku terkejut mendengar penuturan Pak Sutardi.. Apalagi beliau membawa-bawa nama tokoh legenda yang kisahnya sempat aku baca dari situs situs sejarah.. Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang sampai saat ini masih diyakini banyak orang tetap hidup meski dialam berbeda..

“Berarti Bapak dan Almarhum Abah termasuk keturunan Prabu Siliwangi?”

“Kabar angin memang begitu, Nak Fadil.. Saya sendiri malas mencari tahu kebenarannya, karena jika ada yang bertanya pada Kyai pasti diberi hukuman untuk melakukan tirakat di dalam hutan seorang diri”

“Gila! Sebegitu ketatnya sistem pendidikan yang dienyam Abah dan Pak Sutardi dahulu” Gumamku dalam hati membayangkan apa yang dijelaskan oleh Pak Sutardi..

“Tapi pernah ada satu kejadian yang menurut saya sedikit membuktikan jika kami adalah benar masih keturunan Sang Prabu Siliwangi” Lanjut Pak Sutardi dengan tatapan mata kembali kosong memandangi pekatnya malam..

Aku membenarkan posisi duduk untuk bersiap mendengarkan kelanjutan kisah Pak Sutardi di masa pemondokan..

“Saya ingat betul, waktu itu saya berada di kelompok terakhir.. Anggotanya saya, Kang Sidik, Kang Asep, Kang Dedi dan Kang Muslim.. Ketua kelompok adalah Abah mu, Kang Sidik.. Tugas kami berburu hewan di hutan sebagai lauk utama.. Ba’da Shubuh kami semua sudah bersiap dengan senjata buatan kami sendiri berupa panah dan tombak”

Sepotong singkong goreng kembali aku ambil sebagai pengusir lapar.. Layaknya popcorn, singkong berdaging lembut dan manis itu akan menambah sensasi seru pastinya atas cerita yang mulai dituturkan lagi oleh Pak Sutardi..

“Sesuai arahan Kang Sidik, kami semua dianjurkan untuk menggunakan Ilmu yang bisa membuat tubuh semakin ringan untuk bisa berjalan cepat dan melompat lebih tinggi, agar setibanya kami didalam hutan bisa mendahului matahari terbit.. Begitu tiba di hutan, suasana memang masih temaram.. Kami mulai berpencar menjadi 2 bagian.. Saya bersama Kang Sidik pergi ke arah barat dan ketiga santri lain ke arah sebaliknya”

Sampai disini, Pak Sutardi menjeda cerita dan meneguk kopi pahitnya kembali.. Aku mengikuti beliau melakukan hal sama.. Edan! Kopi pahit, manisnya singkong goreng dan nikmatnya asap rokok ditiap hisapan, kian menambah sensasi seru..

“Sambil berjalan mengendap-endap, Kang Sidik memimpin didepan dan saya mengekor dibelakang dengan tombak terhunus.. Satu anak panah dilepaskan Kang Sidik setelah membaca Basmallah.. Anak panah itu terus melesat ke atas sebuah pohon dan berhasil mengenai seekor burung hingga meluncur jatuh ke dalam semak-semak.. Kang Sidik menyuruh saya untuk segera mengambil hasil buruan.. Dengan cepat saya pun pergi ke arah jatuhnya burung.. Akan tetapi, jantung saya waktu itu terasa seperti berhenti berdetak, begitu dibalik semak belukar bukan jasad burung yang saya dapati, melainkan seekor harimau belang hitam kuning sedang berdiri tegap dengan sorot mata tajam menantang”

Aku terkejut saat Pak Sutardi sudah tiba dibagian paling seru dalam ceritanya.. Bayangkan, anak berusia belasan tahun didalam hutan rimba disuguhkan pemandangan ngeri akan buasnya harimau penghuni hutan..

“Saya hampir menangis karena saking ketakutan.. Tubuh saya bergetar hebat, bahkan tombak ditangan saya juga sampai terjatuh begitu harimau tersebut menyeringai dan menunjukkan gigi-gigi tajamnya ke arah saya.. Tapi, Abahmu malah dengan santai berjalan ke arah harimau setelah melemparkan busur dan panahnya ke samping.. Saya sempat berteriak waktu harimau besar itu melompat untuk menerkam Abah Nak Fadil.. Karena tak mau melihat Kang Sidik mati diterkam harimau, saya langsung bersembunyi dibalik pohon besar sambil menutup mata dan kedua telinga”

Mata ku tak berkedip sebab menunggu kelanjutan cerita Pak Sutardi.. Namun beliau malah kembali meneguk kopi dan memakan singkong goreng.. Dalam hati, aku tahu endingnya Abahku tak akan mati diterkam harimau.. Karena jika saat itu Abah tewas, otomatis aku dan Rima tak akan ada didunia..

“Lanjutkan ceritanya lagi, Pak” Pintaku setengah merengek layaknya anak kecil yang menagih janji untuk dongengnya..

Pak Sutardi tertawa mendengar permintaan ku dan menaruh cangkir berisi kopi pahit buatan Aisyah diatas balai bambu dihadapannya..

“Masih dibalik pohon, saya menunggu akan apa yang terjadi selanjutnya.. Tapi saya mulai curiga sebab yang saya dengar bukan jerit kesakitan Kang Sidik, melainkan suara tawa renyahnya.. Setelah memberanikan diri, saya pun melihat ke arah Kang Sidik.. Dan saya hanya bisa takjub sekaligus terheran-heran saat melihat Kang Sidik malah sedang menggelitik leher harimau belang hitam kuning”

“Harimau itu beneran atau harimau jadi-jadian, Pak?”

“Kata Kang Sidik, harimau itu bukan hewan sejati namun Jin yang mengambil bentuk penguasa rimba.. Harimau itu juga tak berniat jahat dan hanya ingin memperkenalkan diri saja pada kami.. Dan Nak Fadil tahu, selepas kejadian itu Kang Sidik selalu diikuti sosok harimau belang hitam putih sebagai khodamnya”

“Khodam? Apa Kyai tidak melarang Abah mempunyai Khodam, Pak?” Tanya ku bingung..

“Justru Kyai yang paling melarang.. Menurut beliau sebaik-baiknya teman pendamping manusia adalah dari golongan manusia juga.. Bukan dari golongan Jin.. Tapi Jin yang menjelma menjadi harimau itu terus bersikukuh bahwa ia tidak akan menjerumuskan Kang Sidik ke lubang Kemusyrikan dan hanya akan membantunya saat kesulitan hingga ke anak cucunya kelak”

Termenung aku mendengar perkataan Pak Sutardi.. Benakku langsung menghubungkan kejadian janggal yang aku lalui tadi saat proses penyembuhan diri dari santet.. Apa mungkin khodam Abah yang sudah membantuku sembuh?

“Sembuhnya Nak Fadil dari santet itu atas izin Allah SWT.. Tanpa kuasa Nya, meski lewat tangan siapapun sakit Nak Fadil tidak akan bisa diobati”

Ucapan Pak Sutardi benar.. Aku harusnya meyakini jika kesembuhanku adalah atas izin Sang Maha Pemberi Kesembuhan.. Bukan karena bantuan khodam, Jin, atau Mahluk halus jenis apapun..

“Bertahun-tahun kemudian, setelah kami semua dikembalikan ke rumah, saya dan Kang Sidik menjadi jarang sekali bertemu.. Terakhir saya bertemu beliau tepat satu bulan sebelum beliau menikahi Asih, ibu Nak Fadil.. Disitu saya ditunjukkan photo gadis didusunnya yang sangat ia cintai.. Saya ingat, saat pertama kali melihat wajah Asih, ada getaran aneh dalam batin saya.. Bukan rasa apa-apa, melainkan rasa takut dan cemas.. Saya tanya Kang Sidik, dan beliau pun sepaham dengan saya.. Ada sesuatu yang jahat tersirat dari aura gadis itu.. Tapi yah, yang namanya pemuda sedang kasmaran.. Kang Sidik tidak terlalu memikirkan akan hal tersebut.. Beliau hanya bilang akan berusaha membimbing calon istri nya untuk lebih taat lagi pada agama”

Firasat Pak Sutardi memang benar adanya.. Sepeninggal Abah, Ambu kembali ke jalan sesat.. Aku sengaja terdiam tak mau membahas Ambu dengan Pak Sutardi, hingga beliau sendiri yang bertanya..

“Saya pernah mengatakan bahwa Nak Fadil termasuk orang yang istimewa.. Karena saya lihat hawa yang keluar dari tubuh Nak Fadil berubah ubah.. Kadang putih dan hitam.. Hawa putih saya yakin asalnya dari Kang Sidik dan hawa hitam, maafkan jika saya salah, hawa hitam yang kadang keluar dari tubuh Nak Fadil sama dengan hawa yang mengelilingi Ibu mu”

Aku menatap wajah Pak Sutardi yang juga menatapku dengan lekat-lekat.. Tersirat ada jejak cemas disorot mata laki-laki itu.. Kemudian aku menundukkan kepala dan meraih cangkir berisi sisa kopi hitam, lalu meneguknya secara perlahan..

“Saya tahu, Ibu Nak Fadil orang berilmu tinggi.. Kekuatannya juga hebat.. Saya sempat mengalami sesak begitu beliau menjajal saya tempo hari di rumah sakit.. Beruntung Nak Fadil berhasil mengalihkan perhatian beliau, hingga saya bisa langsung menguasai diri”

Karena beban fikiran terkait Ambu dan segala masalah mistis yang aku alami belakangan ini, akhirnya aku pun menceritakan semua pada Pak Sutardi.. Tentang Ambu, tentang almarhum Ratih sampai tentang meninggalnya pembantu rumah ku yang sebelumnya aku pernah ceritakan pula ke beliau..

Pak Sutardi nampak beberapa kali menghela nafas dan menganggukkan kepalanya pertanda ia faham apa yang sudah aku ceritakan.. Lalu laki-laki itu perlahan bangkit dari atas balai bambu dan berdiri menghadapku.. Sayup-sayup terdengar lantunan Adzan Subuh berkumandang..

“Kita Shalat dulu, Nak Fadil.. Bangunkan temanmu.. Jika hari sudah terang, saya ikut Nak Fadil ke rumah.. Ingin saya lihat seperti apa keadaan disana” Ucap Pak Sutardi yang aku balas dengan anggukan kepala..
cotel79
piripiripuru
namakuve
namakuve dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup