Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Pocong Keliling [Epic Horror Story]


Sumber Gambar Asli

Selamat datang di thread cerita horor ane yang baru gan! Kali ini ane bawa cerita yang gak kalah seram!

emoticon-2 Jempol

Ketika orang meninggal, dipercaya arwahnya akan kembali ke Tuhan dan terlepas dari segala urusan dunianya.

Tapi tidak dengan keluarga Pak Joko. Setelah kematiannya, justru ada banyak pocong yang meneror warga setiap malam. Mengetuk pintu satu per satu rumah warga di tengah malam.

Apa yang ia inginkan? Nantikan kisahnya.

emoticon-Ngaciremoticon-Ngaciremoticon-Ngacir

Quote:

emoticon-Takutemoticon-Takutemoticon-Takut

Nantikan part 1 yang akan segera TS update gan!

Pokoknya setiap part akan memberikan ketegangan yang seru! emoticon-Blue Guy Peaceemoticon-Takut (S)

INDEX

1. Part 1 - Kepala Desa
2. Part 2 - Ancaman Tak Kasat Mata
3. Part 3 - Empat Tali Gantung
4. Part 4 - Kok Gak Ajak Aku Ronda?
5. Part 5 - Tamu Tengah Malam
6. Part 6 - Tamu Tengah Malam 2
7. Part 7 - Lantunan Di Rumah Berdarah
8. Part 8 - Tawa Di Belakang Pos
9. Part 9 - Menagih Janji
10. Part 10 - Tali Pocong
11. Part 11 - Mbah Dino
12. Part 12 - Nestapa Penjual Bakso
13. Part 13 - Ilusi
14. Part 14 - Secercah Harapan
15. Part 15 - Linda
16. Part 16 - Teka-teki


Jangan lupa bagi cendol gan! Haus nih. emoticon-Blue Guy Cendol (S)

emoticon-Cendol Gan


Ditulis oleh Harry Wijaya

Cerita ini merupakan karya orisinil dan karangan asli TS, dilarang mengcopas dan mempublikasikan di luar KasKus tanpa izin!
Diubah oleh harrywjyy 03-11-2022 08:58
ryanwayong
cacadloe
margitop
margitop dan 37 lainnya memberi reputasi
38
20K
207
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
#45
Part 13 - Ilusi
Suara sebuah kendaraan roda dua terdengar di jalan desa. Motor dengan barang bawaan yang cukup banyak itu melaju dengan kecepatan sedang. Sang pengendara memakai jaket berwarna merah lengkap dengan helm dan sarung tangan. Di jaketnya terdapat sebuah tanda nama bertuliskan Bima. Sambil melihat sekitar, ia terus menancap gas.

Sesampainya di pertigaan, Bima ambil jalan ke kanan menuju kawasan pemukiman warga. Setelah beberapa puluh meter berjalan sampailah ia di depan rumah megah berlantai dua. Cahaya lampu bersinar terang dari dalam rumah tersebut. Halamannya pun bersih, persis seperti rumah pada umumnya.

Bima menepi dan mengambil sebuah kotak berwarna hitam dari dalam kantung belakang motornya. Ia matikan mesin motor lalu berjalan mendekat ke gerbang rumah sambil melihat sekitar.

“Permisi paket!” teriaknya.

“Iya!” teriak seorang perempuan dari dalam. “Masuk aja, Mas. Gak dikunci!”

“Oke, Bu. Permisi ya.” Bima lalu membuka pintu gerbang rumah yang tidak dikunci. Kakinya lalu melangkah mendekat ke dalam.

“Masuk, Mas! Buka aja pintunya!”

“Saya masuk ke dalem nih, Bu?” tanya Bima.

“Iya gak apa-apa, masuk aja!”

Sesuai permintaan pelanggannya, ia pun membuka pintu. Sebelum masuk, Bima terlebih dulu melihat ke dalam. Tampak bagian dalam rumah yang tak kalah bagus dan mewah, lantainya bersih mengkilap. Foto dan lukisan-lukisan terpajang menghias dinding.

“Permisi, saya masuk ya.” Bima pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

“Malam, Mas!” sapa seseorang dari arah samping.

Saat Bima menoleh, terlihat sesosok pocong dengan wajah Bu Dita istri dari Joko. Dengan wajah pucat dan hidung yang disumbat kapas. Kain kafan yang sudah mulai lusuh membungkus tubuhnya dengan sebuah ikatan di bagian atasnya.

“Malam, Bu!” balas Bima yang balik menyapa tanpa ada rasa takut sedikit pun. “Ini Bu. Ada paket atas nama Riandi.”

“Oh, itu anak saya. Sebentar ya.” Pocong itu menoleh ke atas. “Rian!” teriaknya.

“Iya, Bu!” Tak lama berselang, muncul satu pocong lagi yang turun dari lantai dua dengan cara melayang. Sosok itu menyerupai wajah Rian anak Joko. Wajahnya pucat dan agak membiru, ditambah uratnya yang berwarna keunguan ikut terlihat dari balik kulitnya.

“Ada paket buat kamu.”

“Udah dibayar ya, Mas? Taruh aja di meja,” kata pocong Rian.

“Udah!” Bima menaruh kotak berbungkus hitam itu di meja dekat sofa.

“Mas, duduk dulu aja. Istirahat, kita lagi ada minuman. Mau minum?” kata pocong Bu Dita.

“Boleh, Bu. Kebetulan saya haus.”

“Tunggu ya, duduk aja dulu.”

“Siap, Bu.”

Bima pun langsung duduk bersantai di sofa. Sementara sosok Bu Dita berjalan melayang menuju ke arah dapur. Bima bersandar dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Sambil matanya melihat sekitar. Memperhatikan berbagai barang mewah yang tak bisa ia temui di rumahnya.

“Kapan lagi kita santai di rumah orang kaya,” gumam Bima.

Tak lama berselang, pocong Bu Dita kembali datang dengan segelas minuman di sampingnya yang melayang sendiri. Kemudian gelas itu turun dan mendarat di atas meja depan Bima duduk.

“Wah, enak nih!” kata Bima saat melihat gelas berisi darah segar dan belatung yang menggeliat di dalamnya. Bau amis sekaligus busuk pun tercium dari minuman itu. “Makasih banyak ya, Bu. Jadi ngerepotin.”

“Iya, gak apa-apa. Habisin ya.”

Bima mengangkat gelas itu dan mulai meminumnya. Cairan kental berwarna merah itu pun masuk ke mulutnya. Bersamaan dengan belatung dan juga kotoran-kotoran kecil. Bima meminum sampai setengah saking hausnya.

“Hah, seger! Enak juga nih sirupnya,” ucap Bima dengan mulut yang belepotan dengan darah. Belatung-belatung juga tampak menempel di sekitar bibirnya, tapi dia seakan tidak merasakan jijik atau pun geli sama sekali.

Di hadapannya, sosok pocong Bu Dita masih berdiri memperhatikan. Sambil memperlihatkan senyum lebar yang saking lebarnya hingga sampai ke telinga. Giginya sudah menghitam dan kulitnya keriput.

“Mas, ini ada kue kalau mau,” kata Bu Dita sambil menggerakkan sebauh toples berisi kotoran manusia yang bau. “Cobain deh.”

“Boleh, Bu. Dikit aja tapi.” Bima langsung membuka toples. Tanpa ragu ia ambil kotoran yang lembek dan berwarna kekuningan itu. Dengan cepat ia masukkan ke dalam mulut lalu mengunyahnya sambil mengacungkan jempol. “Mantap!”

Setelah menelan kotoran itu, Bima langsung meminum segelas darah yang sebelumnya disajikan Bu Dita. Ia langsung menenggak darah dan belatung itu sampai gelasnya kosong. “Hah! Udah, Bu! Saya pergi ya, mau anter paket lagi.”

“Iya, Mas. Hati-hati ya udah malem. Nanti ketemu pocong lho,” ucap Bu Dita yang sendirinya juga pocong.

“Ah, gak takut saya sama yang begituan.” Bima berdiri dan merapikan jaketnya lalu berjalan ke arah pintu. “Udah ya, Bu. Saya duluan ya, makasih banyak,” ucapnya sambil membuka pintu lalu berjalan ke luar.

Kakinya melangkah menuju gerbang, kemudian keluar halaman rumah. Setelah keluar dari gerbang, Bima berhenti berjalan. Ia merasa ada yang aneh. Dirinya berpikir beberapa saat. Tak lama kemudian, ia mulai mencium bau amis di sekitar mulut dan hidungnya.

Ditambah bau kotoran yang amat menyengat sampai-sampai membuat perutnya mual. “Uhuk! Uhuk!” Bima mulai terbatuk-batuk sambil memegangi perutnya. Ada perasaan ingin muntah yang datang dari dalam badannya.

Bima pun jatuh berlutut di tanah. “Hueekkk!!” Ia mulai memuntahkan kembali apa yang ia makan dan minum di rumah tadi. “Huek!” Belatung dan darah kental keluar dari mulutnya, ia mulai ketakutan.

Ditambah kotoran manusia berwarna kuning yang bercampur dengan air liurnya ikut keluar dari mulut. Baunya tak tertahankan, bercampur aduk dengan bau amis darah yang malah membuatnya semakin mual. Selama beberapa saat Bima tak berdaya dan terus, memuntahkan isi perutnya.

Seorang warga yang tak sengaja lewat melihat Bima dalam kondisi mengkhawatirkan, warga itu pun langsung berjalan cepat untuk menolong kurir malang itu. “Mas! Mas? Kenapa, Mas? Sakit?” tanyanya saat sudah  berada di depan Bima.

“Uhuk! Gak tau, Pak.” Bima berusaha keras menahan rasa mualnya. “Tadi saya dikasih makan sama pemilik rumah itu.” Tangan Bima menunjuk ke arah rumah Joko.

“Rumah mana, Mas?”

“Itu!” Bima kembali menunjuk ke rumah tempatnya mengantar paket.

“Itu?” Warga itu pun melihat ke arah rumah Joko. “Itu rumah kosong, Mas!”

“Enggak, Pak. Tadi ada orangnya kok. Saya dikasih makan sama minum. Tapi kok udahannya saya muntah-muntah begini ya?”

“Astaghfirullah! Sadar, Mas! Itu rumahnya kosong!”

“Enggak, Pak! Ada orangnya!”

“Sini, Mas!” Warga itu mengangkat badan Bima dan membantunya berdiri, lalu ia arahkan badan pemuda itu ke arah rumah Joko. “Tuh liat sendiri! Mana ada orang, rumah kosong ini!”

Bima kaget bukan main, rumah yang sempat ia masuki tadi kini sudah berubah seratus persen. Rumah yang semula ia lihat mewah dan terang itu kini sudah berubah menjadi rumah kosong. Temboknya retak-retak, ada coretan di beberapa bagian dindingnya.

Rumput di halamannya juga panjang-panjang, rumah itu gelap gulita tanpa penerangan. Kondisi sekitarnya teramat kotor dan tak terurus. Benar-benar seperti rumah kosong pada umumnya.

“Lho, kok? Tadi ada orangnya.” Bima yang bingung lalu melihat ke depan pintu rumah. Di sana sudah  Rian dan Bu Dita dengan bentuk pocongnya. Keduanya tersenyum lebar dengan mata melotot ke arah Bima.

“Pocooong!” teriak Bima. Ia yang semula lemas pun seolah mendapat kekuatan baru. Bima berlari sekuat tenaga sambil ketakutan, motor dan barang bawaannya pun tertinggal.

“Tunggu, woi!” kata warga yang kemudian ikut lari meninggalkan rumah Joko.

.
.
.

Teror belum berakhir. Ikuti terus kelanjutan ceritanya!
ayambucin
viensi
symoel08
symoel08 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Tutup