- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Santet ( Ketamakan Membawa Petaka)
TS
piendutt
Santet ( Ketamakan Membawa Petaka)
Quote:
SANTET
Part 1. Mimpi Buruk
Kriiing! Kriiing!
Sebuah tangan terlihat meraba-raba berusaha menggapai jam weker yang terus berbunyi dan Cumiakkan telinga itu. Sang pemilik tangan pun bangun dari tidurnya.
"Whoaaamm!"
Seorang gadis dengan rambut sebahu menguap sambil mengusap-usap mata, kemudian berjalan sempoyongan menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri.
Tidak lama kemudian, gadis itu menuju ke lantai bawah dan melihat seorang pria yang tidak lain adalah sang papa yang bernama Fajar, tengah duduk sambil membaca korang di sofa. Gadis cantik yang masih mengenakan piyama itu bernama Isna. Dia berjalan ke arah dapur sambil mengendus aroma sedap dari masakan wanita berkerudung yang terlihat sedang mencicipi sup buatannya. Wanita itu adalah sang mama yang bernama Fatimah. Kedua orang tuanya Isna memang sedang berlibur karena hari Minggu.
Tanpa menunggu lama, Isna pun langsung melingkarkan tangannya ke pinggul wanita yang dikaguminya itu.
"Mama masak apa? Sedap banget baunya," tanya Isna dengan nada manja.
"Ini sup ceker kesukaan kamu, Sayang,' jawab sang mama.
Mendadak, dari depan pintu dapur. Isna dikejutkan oleh suara lain yang memanggil namanya.
"Isna! Ngapain kamu di situ?"
Isna pun menoleh ke arah pintu, gadis itu terkejut melihat sang mama sedang berdiri tegak seraya menatapnya.
'Tunggu! Jika Mama ada di sana, lalu siapa yang kurangkul ini?' batin Isna.
Gadis itu menelan ludah, keringat dingin pun telah membasahi keningnya. Ia merenggangkan tangan, melepaskan rangkulan tangannya dan perlahan melongok ke atas untuk melihat siapa wanita yang berada di hadapannya.
Seketika, netranya terbelalak saat melihat wanita yang dikira sang mama tadi sudah berubah. Wanita itu berwajah pucat dengan tetesan darah hitam yang mengalir di seluruh wajahnya, matanya pun melotot tajam ke arah Isna.
"Arrrrhhhhhhhh!" Isna berteriak dan terbangun dari tidurnya bersamaan dengan dering jam weker di meja samping tempat tidurnya. Gadis itu terengah-engah, lalu mematikan jam weker yang terus berbunyi itu. Kemudian ia mengatur nafasnya kembali.
"Astagfirullahaladzim! Mimpi apa itu tadi?" Dia masih bertanya-tanya, lalu membersihkan diri dan turun ke lantai bawah.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Jangan lupa mampir bawa ya gan, terimakasih.
Part 1. Mimpi Buruk
Kriiing! Kriiing!
Sebuah tangan terlihat meraba-raba berusaha menggapai jam weker yang terus berbunyi dan Cumiakkan telinga itu. Sang pemilik tangan pun bangun dari tidurnya.
"Whoaaamm!"
Seorang gadis dengan rambut sebahu menguap sambil mengusap-usap mata, kemudian berjalan sempoyongan menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri.
Tidak lama kemudian, gadis itu menuju ke lantai bawah dan melihat seorang pria yang tidak lain adalah sang papa yang bernama Fajar, tengah duduk sambil membaca korang di sofa. Gadis cantik yang masih mengenakan piyama itu bernama Isna. Dia berjalan ke arah dapur sambil mengendus aroma sedap dari masakan wanita berkerudung yang terlihat sedang mencicipi sup buatannya. Wanita itu adalah sang mama yang bernama Fatimah. Kedua orang tuanya Isna memang sedang berlibur karena hari Minggu.
Tanpa menunggu lama, Isna pun langsung melingkarkan tangannya ke pinggul wanita yang dikaguminya itu.
"Mama masak apa? Sedap banget baunya," tanya Isna dengan nada manja.
"Ini sup ceker kesukaan kamu, Sayang,' jawab sang mama.
Mendadak, dari depan pintu dapur. Isna dikejutkan oleh suara lain yang memanggil namanya.
"Isna! Ngapain kamu di situ?"
Isna pun menoleh ke arah pintu, gadis itu terkejut melihat sang mama sedang berdiri tegak seraya menatapnya.
'Tunggu! Jika Mama ada di sana, lalu siapa yang kurangkul ini?' batin Isna.
Gadis itu menelan ludah, keringat dingin pun telah membasahi keningnya. Ia merenggangkan tangan, melepaskan rangkulan tangannya dan perlahan melongok ke atas untuk melihat siapa wanita yang berada di hadapannya.
Seketika, netranya terbelalak saat melihat wanita yang dikira sang mama tadi sudah berubah. Wanita itu berwajah pucat dengan tetesan darah hitam yang mengalir di seluruh wajahnya, matanya pun melotot tajam ke arah Isna.
"Arrrrhhhhhhhh!" Isna berteriak dan terbangun dari tidurnya bersamaan dengan dering jam weker di meja samping tempat tidurnya. Gadis itu terengah-engah, lalu mematikan jam weker yang terus berbunyi itu. Kemudian ia mengatur nafasnya kembali.
"Astagfirullahaladzim! Mimpi apa itu tadi?" Dia masih bertanya-tanya, lalu membersihkan diri dan turun ke lantai bawah.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Jangan lupa mampir bawa ya gan, terimakasih.
Bab selanjutnya 👇
Part 1. Mimpi Buruk
Part 2. Ibu-ibu Arisan
Part 3. Musibah
Part 4. Perkenalan
Part 5. Mengobati Fatimah
Part 6. Kiriman Santet
Part 7. Cinta pada Pandangan Pertama
Part 8. Isna Terkena Santet
Part 9. Sang Dalang
Part 10. Percobaan Pembunuhan
Diubah oleh piendutt 05-10-2022 07:16
terbitcomyt dan 20 lainnya memberi reputasi
21
10.4K
Kutip
111
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#41
Santet
Quote:
Part 8. Isna Terkena Santet
Keesokan harinya, Putra menepati janjinya dan benar-benar datang ke rumah Isna. Sebelumnya, gadis itu sudah menceritakan kejadian semalam kepada kedua orang tuanya. Fatimah masih saja tidak percaya, sampai kemudian Putra menemukan sebuah kotak kecil di belakang rumah mereka. Ketika kotak itu dibuka oleh Putra, barulah Fatimah percaya.
Kotak itu berisi sebuah boneka kecil dari kain yang dililit oleh beberapa helai rambut.
"Astagfirullahaladzim! Siapa yang tega melakukan ini pada kita, Pa?" ucap Fatimah menahan tangis.
"Ini adalah ilmu santet. Entah apa yang diinginkan orang itu," gumam Putra.
"Lalu, siapa yang mengubur kotak itu di rumah ini?" tanya Fajar geram.
"Ini pasti perbuatan orang yang dekat dengan keluarga Om. Apakah Om punya seseorang yang bisa dicurigai?" tanya Putra.
"Papa nggak pernah bawa temen ke rumah, apalagi aku yang nggak punya temen," ucap Isna. Lalu, mereka semua menatap ke arah Fatimah.
"Loh? Kok, jadi pada ngeliatin, sih? Tante emang sering bawa ibu-ibu kompleks ke sini buat arisan, tapi bukan berarti mereka pelakunya, kan?" ujar Fatimah yang terus berusaha untuk tetap berprasangka baik.
"Pelakunya bisa jadi orang terdekat Tante, karena ia bisa dengan mudah mengambil rambut Tante," sahut Putra.
"Hah?! Nggak mungkin!" sergah Fatimah tidak percaya.
Putra meletakkan kotak itu di atas lantai, lalu membaca doa. Tidak berapa lama kemudian, kotak itu terbakar beserta isinya.
"Kalian nggak perlu khawatir. Saya sudah memusnahkan benda itu. Sekarang, keadaan akan lebih aman," ucap Putra pada mereka.
"Terima kasih, ya, Nak Putra," ujar Fatimah.
Putra mengangguk cepat dan mereka semua pun merasa lega.
***
Suatu hari di restoran, Fatimah yang sudah merasa dalam kondisi baik itu ikut membantu untuk membuka restoran. Sementara, Isna sedang mencuci sayuran yang akan dimasak nanti di dapur restoran. Gadis itu sedang memikirkan perkataan Putra kemarin.
‘Maukah kamu menjadi pacarku?’
Perkataan Putra itu masih terngiang-ngiang dalam pikiran Isna dan membuatnya senyum-senyum sendiri. Senyuman Isna menghilang saat matanya melihat sesosok wanita yang terlihat berlari ke pintu belakang.
"Siapa itu?! Ma! Itu Mama, ya?" tanya Isna yang berpikir bahwa sosok itu adalah sang mama, tetapi tidak ada sahutan sama sekali.
Isna pun berjalan menuju pintu belakang dan melihat wanita berdiri menatapnya dengan wajah penuh darah. Sosok itu pun balas menatap Isna dan berjalan mendekati gadis itu.
"Arghhhh!" teriak Isna, lalu berlari ke luar dari dapur, tetapi sosok itu berhasil menjambak rambut dan mencekik lehernya.
Isna tidak bisa berteriak lagi. Tangannya ingin meraih gagang pintu yang hanya berjarak kurang dari satu meter, tetapi suara tawa sosok itu terdengar semakin nyaring dan cekikannya bertambah kuat. Isna semakin merasa lemas dan tidak berdaya. Sesaat kemudian, sebuah embusan angin dingin langsung merasuk ke tubuh gadis malang itu dan membuatnya langsung tersungkur ke lantai. Isna merintih kesakitan. Sesuatu yang asing menguasai tubuhnya.
Sementara itu, di kampusnya, Putra terus menatap ponselnya, berharap sebuah pesan masuk dari gadis yang diidam-idamkannya itu. Sayangnya, hingga jam kuliah berakhir, ponselnya masih saja diam. Putra pun terlihat kecewa.
"Kenapa Isna belum ngasih jawaban ke aku, ya? Apakah … dia tidak menyukaiku? Huft!” gerutunya lirih.
***
Isna mencoba tetap tersadar dan merangkak menuju pintu keluar. Gadis itu berusaha membuka gagang pintu dengan paksa dan berhasil. Dia pun berjalan tertatih-tatih menghampiri kedua orang tuanya. Fatimah heran melihat anaknya itu merintih kesakitan.
"Isna, apa yang terjadi?! Kamu kenapa, Sayang?" tanya Fatimah.
"Iya, Isna. Kamu kenapa? Kok, pucet gitu?" tanya Fajar yang ikut cemas.
"Arghhhh!" teriak Isna mengerang kesakitan dan memegangi perutnya.
"Ada apa ini?!" Fatimah mulai cemas.
Para pelanggan di sana merasa ketakutan mendengar rintihan Isna dan berlarian keluar. Sementara, mata Isna melotot dan terlihat seperti menahan sesuatu yang akan ke luar dari tenggorokannya. Tidak lama kemudian, gadis itu pun memuntahkan darah hitam yang bercampur paku dan silet.
"Astagfirullahaladzim! Isna?!" Fajar berteriak dan langsung merangkul tubuh anaknya yang terbujur lemas itu.
"Pa, cepat kita bawa Isna pulang!" ujar istrinya.
"Iya, Ma!" ujar Fajar seraya membopong tubuh Isna dan membawanya pulang.
***
Sesampainya di rumah. Isna masih terus merasa kesakitan. Gadis malang itu terus mengerang dan muntah lagi. Kali ini Isna memuntahkan darah hitam beserta belatung. Sang mama benar-benar tidak tega melihat keadaan Isna.
"Pa, sepertinya kita harus memanggil Putra! Mama nggak mau keadaan Isna menjadi lebih buruk lagi!" seru Fatimah.
"Baiklah, Ma! Tolong tungguin Isna! Papa akan segera kembali." Fajar pun bergegas pergi untuk menemui Putra.
***
Fajar datang ke rumah Fatma untuk mencari Putra. Namun, Fatma mengatakan bahwa keponakannya itu belum pulang dari kampus. Fajar pun harus kembali pulang dengan perasaan kecewa.
"Gimana, Pa?! Di mana Putra?" tanya Fatimah.
"Kata Fatma, dia belum pulang kuliah. Haduh! Bagaimana ini?! Aku juga nggak tau nomor teleponnya!" ucap Fajar cemas.
"Pa, coba lihat di ponsel Isna! Mungkin dia punya nomornya Putra," usul Fatimah.
Fajar segera mengambil benda pipih yang ada di dalam tas milik Isna dan langsung mencari nomor kontak Putra. Beberapa saat kemudian, Fajar pun menemukan nomor Putra. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Fajar pun segera menghubungi Putra.
Putra yang melihat nama Isna tertera pada layar panggilan ponselnya langsung berbunga-bunga.
"Akhirnya, kamu nelpon aku juga!" gumamnya tersenyum dan mengangkat panggilan itu.
"Halo –" Suara Putra terpotong karena Fajar langsung berbicara.
"Putra, di mana kamu sekarang?!"
"Lho? Anu, ini baru mau pulang dari kampus, Om. Kenapa, ya?" tanya Putra keheranan karena yang berbicara di telepon adalah papanya Isna.
"Bisakah kamu segera ke sini, Nak? Sesuatu terjadi pada Isna! Kami berdua nggak tahu harus berbuat apa!"
"Apa?! Baiklah, Om! Saya akan segera ke sana!" ujar Putra dan mengakhiri panggilan, lalu segera bergegas ke rumah Isna.
"Gimana, Pa?" tanya Fatimah.
"Putra akan segera ke sini, Ma," sahut pria itu.
***
Tidak lama kemudian, Putra sudah sampai di rumah Isna. Untungnya, gadis itu sudah tenang dan berbaring di ranjang. Orang tua Isna dan Putra pun terlibat pembicaraan serius di ruang tamu.
"Sebenarnya, apa yang terjadi pada Isna, Om?" tanya Putra.
"Om juga nggak tahu. Tadi saat di restoran, dia teriak-teriak, lalu memuntahkan darah hitam beserta paku dan silet!" jelas Fajar.
"Apa?! Paku, Om?!" Putra tampak cemas.
"Pertanda apa itu, Nak Putra?" tanya Fatimah.
"Isna disantet, Tante."
"Apa?! Siapa lagi yang melakukan itu pada anakku?!" isak Fatimah seraya mengelus dada.
"Sepertinya, ini ulah orang yang sama dengan pelaku yang juga melukai Tante."
Belum selesai mereka berbicara, terdengar teriakan dari dalam kamar Isna. Mereka bertiga pun bergegas menuju ke kamar Isna.
Betapa terkejutnya mereka saat membuka kamar gadis itu. Isna terlihat berguling-guling di lantai sambil sesekali menekan lehernya sendiri, seakan sesuatu akan keluar dari mulutnya.
Isna berdiri dan menarik segumpal rambut dari dalam mulutnya. Rambut itu terus keluar dari tenggorokannya dan semakin memanjang.
"Astagfirullah!" ucap mereka serempak karena terkejut.
Isna masih menarik gumpalan rambut yang seolah tidak berujung itu. Putra tidak tinggal diam melihat gadis pujaannya diperlakukan seperti itu dan segera berdoa. Akhirnya, Isna berhasil memuntahkan semua gumpalan rambut yang sudah bercampur dengan darah hitam dan belatung.
Usai kejadian itu, Isna pun langsung terkulai lemas dan pingsan.
"Isna?!" teriak Putra dan menghampiri gadis pujaannya itu.
Bersambung.
Keesokan harinya, Putra menepati janjinya dan benar-benar datang ke rumah Isna. Sebelumnya, gadis itu sudah menceritakan kejadian semalam kepada kedua orang tuanya. Fatimah masih saja tidak percaya, sampai kemudian Putra menemukan sebuah kotak kecil di belakang rumah mereka. Ketika kotak itu dibuka oleh Putra, barulah Fatimah percaya.
Kotak itu berisi sebuah boneka kecil dari kain yang dililit oleh beberapa helai rambut.
"Astagfirullahaladzim! Siapa yang tega melakukan ini pada kita, Pa?" ucap Fatimah menahan tangis.
"Ini adalah ilmu santet. Entah apa yang diinginkan orang itu," gumam Putra.
"Lalu, siapa yang mengubur kotak itu di rumah ini?" tanya Fajar geram.
"Ini pasti perbuatan orang yang dekat dengan keluarga Om. Apakah Om punya seseorang yang bisa dicurigai?" tanya Putra.
"Papa nggak pernah bawa temen ke rumah, apalagi aku yang nggak punya temen," ucap Isna. Lalu, mereka semua menatap ke arah Fatimah.
"Loh? Kok, jadi pada ngeliatin, sih? Tante emang sering bawa ibu-ibu kompleks ke sini buat arisan, tapi bukan berarti mereka pelakunya, kan?" ujar Fatimah yang terus berusaha untuk tetap berprasangka baik.
"Pelakunya bisa jadi orang terdekat Tante, karena ia bisa dengan mudah mengambil rambut Tante," sahut Putra.
"Hah?! Nggak mungkin!" sergah Fatimah tidak percaya.
Putra meletakkan kotak itu di atas lantai, lalu membaca doa. Tidak berapa lama kemudian, kotak itu terbakar beserta isinya.
"Kalian nggak perlu khawatir. Saya sudah memusnahkan benda itu. Sekarang, keadaan akan lebih aman," ucap Putra pada mereka.
"Terima kasih, ya, Nak Putra," ujar Fatimah.
Putra mengangguk cepat dan mereka semua pun merasa lega.
***
Suatu hari di restoran, Fatimah yang sudah merasa dalam kondisi baik itu ikut membantu untuk membuka restoran. Sementara, Isna sedang mencuci sayuran yang akan dimasak nanti di dapur restoran. Gadis itu sedang memikirkan perkataan Putra kemarin.
‘Maukah kamu menjadi pacarku?’
Perkataan Putra itu masih terngiang-ngiang dalam pikiran Isna dan membuatnya senyum-senyum sendiri. Senyuman Isna menghilang saat matanya melihat sesosok wanita yang terlihat berlari ke pintu belakang.
"Siapa itu?! Ma! Itu Mama, ya?" tanya Isna yang berpikir bahwa sosok itu adalah sang mama, tetapi tidak ada sahutan sama sekali.
Isna pun berjalan menuju pintu belakang dan melihat wanita berdiri menatapnya dengan wajah penuh darah. Sosok itu pun balas menatap Isna dan berjalan mendekati gadis itu.
"Arghhhh!" teriak Isna, lalu berlari ke luar dari dapur, tetapi sosok itu berhasil menjambak rambut dan mencekik lehernya.
Isna tidak bisa berteriak lagi. Tangannya ingin meraih gagang pintu yang hanya berjarak kurang dari satu meter, tetapi suara tawa sosok itu terdengar semakin nyaring dan cekikannya bertambah kuat. Isna semakin merasa lemas dan tidak berdaya. Sesaat kemudian, sebuah embusan angin dingin langsung merasuk ke tubuh gadis malang itu dan membuatnya langsung tersungkur ke lantai. Isna merintih kesakitan. Sesuatu yang asing menguasai tubuhnya.
Sementara itu, di kampusnya, Putra terus menatap ponselnya, berharap sebuah pesan masuk dari gadis yang diidam-idamkannya itu. Sayangnya, hingga jam kuliah berakhir, ponselnya masih saja diam. Putra pun terlihat kecewa.
"Kenapa Isna belum ngasih jawaban ke aku, ya? Apakah … dia tidak menyukaiku? Huft!” gerutunya lirih.
***
Isna mencoba tetap tersadar dan merangkak menuju pintu keluar. Gadis itu berusaha membuka gagang pintu dengan paksa dan berhasil. Dia pun berjalan tertatih-tatih menghampiri kedua orang tuanya. Fatimah heran melihat anaknya itu merintih kesakitan.
"Isna, apa yang terjadi?! Kamu kenapa, Sayang?" tanya Fatimah.
"Iya, Isna. Kamu kenapa? Kok, pucet gitu?" tanya Fajar yang ikut cemas.
"Arghhhh!" teriak Isna mengerang kesakitan dan memegangi perutnya.
"Ada apa ini?!" Fatimah mulai cemas.
Para pelanggan di sana merasa ketakutan mendengar rintihan Isna dan berlarian keluar. Sementara, mata Isna melotot dan terlihat seperti menahan sesuatu yang akan ke luar dari tenggorokannya. Tidak lama kemudian, gadis itu pun memuntahkan darah hitam yang bercampur paku dan silet.
"Astagfirullahaladzim! Isna?!" Fajar berteriak dan langsung merangkul tubuh anaknya yang terbujur lemas itu.
"Pa, cepat kita bawa Isna pulang!" ujar istrinya.
"Iya, Ma!" ujar Fajar seraya membopong tubuh Isna dan membawanya pulang.
***
Sesampainya di rumah. Isna masih terus merasa kesakitan. Gadis malang itu terus mengerang dan muntah lagi. Kali ini Isna memuntahkan darah hitam beserta belatung. Sang mama benar-benar tidak tega melihat keadaan Isna.
"Pa, sepertinya kita harus memanggil Putra! Mama nggak mau keadaan Isna menjadi lebih buruk lagi!" seru Fatimah.
"Baiklah, Ma! Tolong tungguin Isna! Papa akan segera kembali." Fajar pun bergegas pergi untuk menemui Putra.
***
Fajar datang ke rumah Fatma untuk mencari Putra. Namun, Fatma mengatakan bahwa keponakannya itu belum pulang dari kampus. Fajar pun harus kembali pulang dengan perasaan kecewa.
"Gimana, Pa?! Di mana Putra?" tanya Fatimah.
"Kata Fatma, dia belum pulang kuliah. Haduh! Bagaimana ini?! Aku juga nggak tau nomor teleponnya!" ucap Fajar cemas.
"Pa, coba lihat di ponsel Isna! Mungkin dia punya nomornya Putra," usul Fatimah.
Fajar segera mengambil benda pipih yang ada di dalam tas milik Isna dan langsung mencari nomor kontak Putra. Beberapa saat kemudian, Fajar pun menemukan nomor Putra. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Fajar pun segera menghubungi Putra.
Putra yang melihat nama Isna tertera pada layar panggilan ponselnya langsung berbunga-bunga.
"Akhirnya, kamu nelpon aku juga!" gumamnya tersenyum dan mengangkat panggilan itu.
"Halo –" Suara Putra terpotong karena Fajar langsung berbicara.
"Putra, di mana kamu sekarang?!"
"Lho? Anu, ini baru mau pulang dari kampus, Om. Kenapa, ya?" tanya Putra keheranan karena yang berbicara di telepon adalah papanya Isna.
"Bisakah kamu segera ke sini, Nak? Sesuatu terjadi pada Isna! Kami berdua nggak tahu harus berbuat apa!"
"Apa?! Baiklah, Om! Saya akan segera ke sana!" ujar Putra dan mengakhiri panggilan, lalu segera bergegas ke rumah Isna.
"Gimana, Pa?" tanya Fatimah.
"Putra akan segera ke sini, Ma," sahut pria itu.
***
Tidak lama kemudian, Putra sudah sampai di rumah Isna. Untungnya, gadis itu sudah tenang dan berbaring di ranjang. Orang tua Isna dan Putra pun terlibat pembicaraan serius di ruang tamu.
"Sebenarnya, apa yang terjadi pada Isna, Om?" tanya Putra.
"Om juga nggak tahu. Tadi saat di restoran, dia teriak-teriak, lalu memuntahkan darah hitam beserta paku dan silet!" jelas Fajar.
"Apa?! Paku, Om?!" Putra tampak cemas.
"Pertanda apa itu, Nak Putra?" tanya Fatimah.
"Isna disantet, Tante."
"Apa?! Siapa lagi yang melakukan itu pada anakku?!" isak Fatimah seraya mengelus dada.
"Sepertinya, ini ulah orang yang sama dengan pelaku yang juga melukai Tante."
Belum selesai mereka berbicara, terdengar teriakan dari dalam kamar Isna. Mereka bertiga pun bergegas menuju ke kamar Isna.
Betapa terkejutnya mereka saat membuka kamar gadis itu. Isna terlihat berguling-guling di lantai sambil sesekali menekan lehernya sendiri, seakan sesuatu akan keluar dari mulutnya.
Isna berdiri dan menarik segumpal rambut dari dalam mulutnya. Rambut itu terus keluar dari tenggorokannya dan semakin memanjang.
"Astagfirullah!" ucap mereka serempak karena terkejut.
Isna masih menarik gumpalan rambut yang seolah tidak berujung itu. Putra tidak tinggal diam melihat gadis pujaannya diperlakukan seperti itu dan segera berdoa. Akhirnya, Isna berhasil memuntahkan semua gumpalan rambut yang sudah bercampur dengan darah hitam dan belatung.
Usai kejadian itu, Isna pun langsung terkulai lemas dan pingsan.
"Isna?!" teriak Putra dan menghampiri gadis pujaannya itu.
Bersambung.
Diubah oleh piendutt 28-09-2022 08:21
Araka dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Kutip
Balas
Tutup