- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Santet ( Ketamakan Membawa Petaka)
TS
piendutt
Santet ( Ketamakan Membawa Petaka)
Quote:
SANTET
Part 1. Mimpi Buruk
Kriiing! Kriiing!
Sebuah tangan terlihat meraba-raba berusaha menggapai jam weker yang terus berbunyi dan Cumiakkan telinga itu. Sang pemilik tangan pun bangun dari tidurnya.
"Whoaaamm!"
Seorang gadis dengan rambut sebahu menguap sambil mengusap-usap mata, kemudian berjalan sempoyongan menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri.
Tidak lama kemudian, gadis itu menuju ke lantai bawah dan melihat seorang pria yang tidak lain adalah sang papa yang bernama Fajar, tengah duduk sambil membaca korang di sofa. Gadis cantik yang masih mengenakan piyama itu bernama Isna. Dia berjalan ke arah dapur sambil mengendus aroma sedap dari masakan wanita berkerudung yang terlihat sedang mencicipi sup buatannya. Wanita itu adalah sang mama yang bernama Fatimah. Kedua orang tuanya Isna memang sedang berlibur karena hari Minggu.
Tanpa menunggu lama, Isna pun langsung melingkarkan tangannya ke pinggul wanita yang dikaguminya itu.
"Mama masak apa? Sedap banget baunya," tanya Isna dengan nada manja.
"Ini sup ceker kesukaan kamu, Sayang,' jawab sang mama.
Mendadak, dari depan pintu dapur. Isna dikejutkan oleh suara lain yang memanggil namanya.
"Isna! Ngapain kamu di situ?"
Isna pun menoleh ke arah pintu, gadis itu terkejut melihat sang mama sedang berdiri tegak seraya menatapnya.
'Tunggu! Jika Mama ada di sana, lalu siapa yang kurangkul ini?' batin Isna.
Gadis itu menelan ludah, keringat dingin pun telah membasahi keningnya. Ia merenggangkan tangan, melepaskan rangkulan tangannya dan perlahan melongok ke atas untuk melihat siapa wanita yang berada di hadapannya.
Seketika, netranya terbelalak saat melihat wanita yang dikira sang mama tadi sudah berubah. Wanita itu berwajah pucat dengan tetesan darah hitam yang mengalir di seluruh wajahnya, matanya pun melotot tajam ke arah Isna.
"Arrrrhhhhhhhh!" Isna berteriak dan terbangun dari tidurnya bersamaan dengan dering jam weker di meja samping tempat tidurnya. Gadis itu terengah-engah, lalu mematikan jam weker yang terus berbunyi itu. Kemudian ia mengatur nafasnya kembali.
"Astagfirullahaladzim! Mimpi apa itu tadi?" Dia masih bertanya-tanya, lalu membersihkan diri dan turun ke lantai bawah.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Jangan lupa mampir bawa ya gan, terimakasih.
Part 1. Mimpi Buruk
Kriiing! Kriiing!
Sebuah tangan terlihat meraba-raba berusaha menggapai jam weker yang terus berbunyi dan Cumiakkan telinga itu. Sang pemilik tangan pun bangun dari tidurnya.
"Whoaaamm!"
Seorang gadis dengan rambut sebahu menguap sambil mengusap-usap mata, kemudian berjalan sempoyongan menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri.
Tidak lama kemudian, gadis itu menuju ke lantai bawah dan melihat seorang pria yang tidak lain adalah sang papa yang bernama Fajar, tengah duduk sambil membaca korang di sofa. Gadis cantik yang masih mengenakan piyama itu bernama Isna. Dia berjalan ke arah dapur sambil mengendus aroma sedap dari masakan wanita berkerudung yang terlihat sedang mencicipi sup buatannya. Wanita itu adalah sang mama yang bernama Fatimah. Kedua orang tuanya Isna memang sedang berlibur karena hari Minggu.
Tanpa menunggu lama, Isna pun langsung melingkarkan tangannya ke pinggul wanita yang dikaguminya itu.
"Mama masak apa? Sedap banget baunya," tanya Isna dengan nada manja.
"Ini sup ceker kesukaan kamu, Sayang,' jawab sang mama.
Mendadak, dari depan pintu dapur. Isna dikejutkan oleh suara lain yang memanggil namanya.
"Isna! Ngapain kamu di situ?"
Isna pun menoleh ke arah pintu, gadis itu terkejut melihat sang mama sedang berdiri tegak seraya menatapnya.
'Tunggu! Jika Mama ada di sana, lalu siapa yang kurangkul ini?' batin Isna.
Gadis itu menelan ludah, keringat dingin pun telah membasahi keningnya. Ia merenggangkan tangan, melepaskan rangkulan tangannya dan perlahan melongok ke atas untuk melihat siapa wanita yang berada di hadapannya.
Seketika, netranya terbelalak saat melihat wanita yang dikira sang mama tadi sudah berubah. Wanita itu berwajah pucat dengan tetesan darah hitam yang mengalir di seluruh wajahnya, matanya pun melotot tajam ke arah Isna.
"Arrrrhhhhhhhh!" Isna berteriak dan terbangun dari tidurnya bersamaan dengan dering jam weker di meja samping tempat tidurnya. Gadis itu terengah-engah, lalu mematikan jam weker yang terus berbunyi itu. Kemudian ia mengatur nafasnya kembali.
"Astagfirullahaladzim! Mimpi apa itu tadi?" Dia masih bertanya-tanya, lalu membersihkan diri dan turun ke lantai bawah.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Jangan lupa mampir bawa ya gan, terimakasih.
Bab selanjutnya 👇
Part 1. Mimpi Buruk
Part 2. Ibu-ibu Arisan
Part 3. Musibah
Part 4. Perkenalan
Part 5. Mengobati Fatimah
Part 6. Kiriman Santet
Part 7. Cinta pada Pandangan Pertama
Part 8. Isna Terkena Santet
Part 9. Sang Dalang
Part 10. Percobaan Pembunuhan
Diubah oleh piendutt 05-10-2022 07:16
terbitcomyt dan 20 lainnya memberi reputasi
21
10.4K
Kutip
111
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#35
Santet
Quote:
Part 7. Cinta pada Pandangan Pertama
Putra langsung melemparkan senyuman lebar seraya mendekati gadis itu.
"Eh, ada Isna," sahut Putra yang melihat gadis itu berdiri di pinggir jalan dan terlihat seperti tengah menunggu seseorang.
"Pagi, Mas," sapa gadis cantik itu sembari tersenyum.
"Isna ngapain di sini?"
"Ini … buat Mas," ujar Isna seraya menyodorkan kotak nasi buatannya.
"Berapa harganya?" tanya Putra yang sedikit terkejut dan mengira bahwa kotak nasi itu adalah tester makanan terbaru jualan Isna.
"Eh, ini gratis, kok, Mas. Anggap saja sebagai rasa terima kasih karena Mas Putra sudah menolong Mamaku," jelas Isna.
"Makasih, ya! Tahu aja, kalau aku lagi butuh sarapan," ujar pria itu tersenyum manis pada Isna dan menerima kotak nasi itu.
"Yaudah Mas! Cepet berangkat! Ntar telat loh!"
"Iya, deh! Dadaaah, Isna!"
"Dadahh, Mas Putra!"
Putra pergi dengan membawa kotak nasi yang diberikan Isna. Gadis itu tersenyum puas, lalu berjalan kembali menuju ke rumah.
***
Saat sampai di depan rumah, sebuah pesan dari Putra masuk di ponselnya.
[Makasih, ya, Cantik, sudah dibuatkan sarapan. Kupastikan akan menghabiskan semua makanan ini.]
[Iya, Mas. Pelan-pelan aja makannya! Jangan lupa baca Basmallah, ntar keselek, lho!] ejek Isna membalas Putra.
Pria itu mengirim gambar emotion meringis dan Isna pun ikut tertawa kecil. Tanpa disadari oleh gadis itu, kedua orang tuanya mengawasi dari dalam rumah.
"Pa, Mama belum pernah lihat Isna sebahagia itu," ucap Fatimah yang berdiri di pinggir jendela menatap anak gadisnya itu.
"Iya, Ma. Anak kita sudah dewasa sekarang," sahut Fajar.
"Pa, gimana kalau kita mengundang Putra untuk makan malam di sini? Mama mau mengenal dia lebih jauh, juga sebagai ungkapan terima kasih karena dia sudah membantu meringankan penyakit Mama," usul wanita itu.
"Tapi … apa Mama sanggup masak segitu banyak?" bantah suaminya.
"Kan, Mama punya asisten, Pa," ucap Fatimah dan melirik ke Isna.
"Ah, dasar Mama ini! Yaudah, nanti Papa yang undang Putra untuk makan malam di sini," sahut Fajar dan Fatimah pun mengangguk.
***
Tiba di kampus, Putra membuka kotak nasi yang diberikan Isna. Perutnya langsung berbunyi saat melihat nasi uduk dan ayam goreng yang terlihat menggiurkan itu. Putra pun langsung memakannya dengan lahap.
"Ah, sudah cantik, solehah, pintar masak lagi! Cewek idaman!" gumam Putra sambil terus menikmati nasi uduk buatan gadis yang dikaguminya itu.
Tengah asyik mengunyah, Putra dikagetkan oleh temannya.
"Wah! Makan nggak ngundang-ngundang! Serakah kamu, ya!" ucap pria bertubuh tinggi yang biasa di panggil Bobi itu.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Putra pun tersedak dan terbatuk mendengar ucapan Bobi.
"Nah! Azab tuh! Jadi orang itu harus selalu berbagi, apalagi sama orang-orang yang nggak mampu buat beli sarapan, kayak aku ini," ujarnya terkekeh.
Putra tidak memedulikan ucapan Bobi dan langsung meraih botol minuman di hadapannya.
"Iya, nggak mampu beli sarapan, tapi mampu beli rokok! Makan aja, tuh rokok, kremusin sampai kenyang!" celetuk Putra yang memang mengetahui kebiasaan buruk temannya itu.
"Ah, kamu nih! Ngomong-ngomong, tumben kamu bawa bekal? Itu dari bibimu, ya?" tanya Bobi dengan air liur yang sudah mau keluar karena melihat nasi uduk yang sangat lezat itu.
"Bukan! Ini dari seseorang."
"Wah! Lancar banget kamu! Baru pindah udah punya penggemar! Aku nyicipin, ya?" ujar Bobi, menyabet nasi uduk itu dan langsung melahapnya.
"Hahh! Orang ini," sahut Putra menggeleng.
"Enaknya! Pasti yang bikin ini cewek cantik!" ujar Bobi yang masih sibuk menggigit ayam goreng sambil melirik ke arah Putra.
"Iyalah, Cantik! Emak-emak penjual warteg di sebelah sono juga cantik-cantik!" bantah Putra.
Bobi pun hanya meringis mendengar ucapan Putra.
***
Putra menerima undangan dari keluarga Isna untuk makan malam bersama hari Sabtu malam. Bersama keluarga Isna, Putra duduk dan menikmati hidangan spesial yang sudah disiapkan Fatimah untuk menjamunya.
"Terima kasih, Nak Putra, sudah mau datang. Tante seneng sekali," ujar Fatimah memulai percakapan.
"Iya, Tante. Seharusnya saya yang berterima kasih karena sudah diundang ke sini," sahut Putra.
"Ayo, mari makan! Keburu dingin ntar," ajak Fajar dan memulai acara makan malam itu.
Mereka pun berdoa bersama dan menikmati hidangan hasil masakan Fatimah. Ada sup ceker kesukaan Isna, perkedel kentang, telur goreng, ikan asam manis, tempe goreng yang tidak pernah lupa, sambal serta kerupuk udang sebagai pelengkapnya.
Malam itu, Isna tidak sedang berselera makan. Gadis itu hanya menyantap makanan dalam porsi kecil. Tentu saja hal itu membuat Fatimah bertanya-tanya.
"Isna, kamu sakit, Sayang? Kenapa makannya sedikit banget?" tanya Fatimah yang sangat paham kalau anaknya itu doyan makan, apalagi ada sup ceker.
"Isna udah kenyang, kok, Ma," sahut gadis itu sambil meringis.
"Mama, kayak nggak tau aja, anak kita, kan lagi jaga image, Ma," goda Fajar.
"Papa!" sentak Isna dengan manja, menahan malu.
Putra tersenyum kecil mendengar perkataan pria itu.
***
Setelah selesai makan, Isna mengajak Putra berkeliling di sekitar rumah.
"Jadi, kamu belum punya pacar Isna?" tanya pria itu memecah keheningan.
Isna menatap sejenak pria itu. Dalam hatinya, dia merasa senang bisa sedekat ini dengan pria pujaannya.
"Alhamdulillah, belum, Mas," ucapnya lirih dan menunduk malu.
"Kalau Mas, udah punya pacar belum?" Tanpa ragu Isna bertanya balik.
"Aku udah punya target, sih. Tapi, takut dianya nggak suka sama aku."
Seketika raut wajah Isna berubah dan kecewa mendengar perkataan Putra. Wajahnya pun murung, Pria yang dikaguminya itu ternyata sudah menyukai gadis lain.
"Ya diutarakan aja, Mas. Kali aja cewek itu mau nerima keadaan Mas," ucap Isna datar.
"Gitu, ya?" Isna mengangguk.
Putra berhenti berjalan dan berbalik menatap Isna. Gadis itu pun keheranan melihat sikap Putra yang menatapnya dengan tajam dan membuat Isna terkejut. Seketika, gadis itu menutup mulut dengan kedua tangannya.
Belum sempat Isna menjawab pertanyaan itu, mendadak Putra merasakan kehadiran sosok lain di tempatnya berada. Sosok tinggi besar itu menatap mereka berdua dari balik sebuah pohon mangga. Putra merasakan sosok itu semakin dekat dan ingin merasuki tubuh Isna.
Putra langsung memeluk tubuh gadis itu untuk menghalangi sosok yang biasa disebut Genderuwo itu agar tidak merasuki tubuh Isna. Sementara, Isna sendiri terkejut saat tiba-tiba Putra memeluknya.
"Bukan maksud aku untuk lancang, Isna! Tapi, ada sesuatu yang ingin masuk ke tubuhmu!" bisik Putra sambil terus menatap sosok besar yang semakin mendekat itu.
Bulu kuduk Isna langsung berdiri usai mendengar perkataan Putra. Gadis itu pun mencengkeram kemeja Putra dengan erat karena ketakutan.
"Benarkah itu, Mas?" tanya Isna yang masih ketakutan. Putra hanya diam dan mengisyaratkan Isna untuk terus berlindung di balik tubuhnya.
Benar saja. Sosok itu berusaha merasuki tubuh Isna. Ia terus mencoba masuk. Namun, sosok itu juga terus terpental karena Putra melindungi Isna. Sosok itu pun mulai kewalahan karena terus gagal memasuki tubuh Isna. Ia pun meninggalkan kedua orang itu dan menghindari Putra yang terus menatap tajam ke arahnya.
"Isna, duduk di sini bentar, ya?" pinta Putra pada gadis itu.
Isna pun mengangguk dan duduk di sebuah kursi. Putra pun segera menyusul sosok yang menghindarinya tadi.
"Berhenti kamu!" bentak pria itu pada sosok yang terus berlari menghindar.
Sosok itu berbalik badan dan mendesis mengeluarkan lidahnya yang panjang dan bercabang. Putra segera berdoa dan menghentakkan kakinya beberapa kali hingga sosok itu terbakar dan lenyap dari hadapannya.
Isna masih memandang sekelilingnya dengan dada yang berdebar. Dia benar-benar ketakutan. Rasa takutnya mulai hilang saat Putra datang menghampirinya.
"Kamu nggak apa-apa, kan, Is?" tanya Putra.
"Iya, Mas. Nggak apa-apa, kok," jawabnya lirih.
"Sebaiknya kita kembali ke dalam. Ini sudah malam. Kamu cepat istirahat. Besok pagi, aku akan ke sini lagi untuk memeriksa barangkali ada sesuatu yang lain di rumah ini," ujar Putra.
"Memangnya ada apa, Mas?" tanya Isna penasaran.
"Entah kenapa, sosok itu kembali lagi ke rumah ini. Besok saja aku jelaskan. Ayo kita masuk ke dalam!" pinta pria itu dan menggandeng tangan Isna.
Bersambung.
Putra langsung melemparkan senyuman lebar seraya mendekati gadis itu.
"Eh, ada Isna," sahut Putra yang melihat gadis itu berdiri di pinggir jalan dan terlihat seperti tengah menunggu seseorang.
"Pagi, Mas," sapa gadis cantik itu sembari tersenyum.
"Isna ngapain di sini?"
"Ini … buat Mas," ujar Isna seraya menyodorkan kotak nasi buatannya.
"Berapa harganya?" tanya Putra yang sedikit terkejut dan mengira bahwa kotak nasi itu adalah tester makanan terbaru jualan Isna.
"Eh, ini gratis, kok, Mas. Anggap saja sebagai rasa terima kasih karena Mas Putra sudah menolong Mamaku," jelas Isna.
"Makasih, ya! Tahu aja, kalau aku lagi butuh sarapan," ujar pria itu tersenyum manis pada Isna dan menerima kotak nasi itu.
"Yaudah Mas! Cepet berangkat! Ntar telat loh!"
"Iya, deh! Dadaaah, Isna!"
"Dadahh, Mas Putra!"
Putra pergi dengan membawa kotak nasi yang diberikan Isna. Gadis itu tersenyum puas, lalu berjalan kembali menuju ke rumah.
***
Saat sampai di depan rumah, sebuah pesan dari Putra masuk di ponselnya.
[Makasih, ya, Cantik, sudah dibuatkan sarapan. Kupastikan akan menghabiskan semua makanan ini.]
[Iya, Mas. Pelan-pelan aja makannya! Jangan lupa baca Basmallah, ntar keselek, lho!] ejek Isna membalas Putra.
Pria itu mengirim gambar emotion meringis dan Isna pun ikut tertawa kecil. Tanpa disadari oleh gadis itu, kedua orang tuanya mengawasi dari dalam rumah.
"Pa, Mama belum pernah lihat Isna sebahagia itu," ucap Fatimah yang berdiri di pinggir jendela menatap anak gadisnya itu.
"Iya, Ma. Anak kita sudah dewasa sekarang," sahut Fajar.
"Pa, gimana kalau kita mengundang Putra untuk makan malam di sini? Mama mau mengenal dia lebih jauh, juga sebagai ungkapan terima kasih karena dia sudah membantu meringankan penyakit Mama," usul wanita itu.
"Tapi … apa Mama sanggup masak segitu banyak?" bantah suaminya.
"Kan, Mama punya asisten, Pa," ucap Fatimah dan melirik ke Isna.
"Ah, dasar Mama ini! Yaudah, nanti Papa yang undang Putra untuk makan malam di sini," sahut Fajar dan Fatimah pun mengangguk.
***
Tiba di kampus, Putra membuka kotak nasi yang diberikan Isna. Perutnya langsung berbunyi saat melihat nasi uduk dan ayam goreng yang terlihat menggiurkan itu. Putra pun langsung memakannya dengan lahap.
"Ah, sudah cantik, solehah, pintar masak lagi! Cewek idaman!" gumam Putra sambil terus menikmati nasi uduk buatan gadis yang dikaguminya itu.
Tengah asyik mengunyah, Putra dikagetkan oleh temannya.
"Wah! Makan nggak ngundang-ngundang! Serakah kamu, ya!" ucap pria bertubuh tinggi yang biasa di panggil Bobi itu.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Putra pun tersedak dan terbatuk mendengar ucapan Bobi.
"Nah! Azab tuh! Jadi orang itu harus selalu berbagi, apalagi sama orang-orang yang nggak mampu buat beli sarapan, kayak aku ini," ujarnya terkekeh.
Putra tidak memedulikan ucapan Bobi dan langsung meraih botol minuman di hadapannya.
"Iya, nggak mampu beli sarapan, tapi mampu beli rokok! Makan aja, tuh rokok, kremusin sampai kenyang!" celetuk Putra yang memang mengetahui kebiasaan buruk temannya itu.
"Ah, kamu nih! Ngomong-ngomong, tumben kamu bawa bekal? Itu dari bibimu, ya?" tanya Bobi dengan air liur yang sudah mau keluar karena melihat nasi uduk yang sangat lezat itu.
"Bukan! Ini dari seseorang."
"Wah! Lancar banget kamu! Baru pindah udah punya penggemar! Aku nyicipin, ya?" ujar Bobi, menyabet nasi uduk itu dan langsung melahapnya.
"Hahh! Orang ini," sahut Putra menggeleng.
"Enaknya! Pasti yang bikin ini cewek cantik!" ujar Bobi yang masih sibuk menggigit ayam goreng sambil melirik ke arah Putra.
"Iyalah, Cantik! Emak-emak penjual warteg di sebelah sono juga cantik-cantik!" bantah Putra.
Bobi pun hanya meringis mendengar ucapan Putra.
***
Putra menerima undangan dari keluarga Isna untuk makan malam bersama hari Sabtu malam. Bersama keluarga Isna, Putra duduk dan menikmati hidangan spesial yang sudah disiapkan Fatimah untuk menjamunya.
"Terima kasih, Nak Putra, sudah mau datang. Tante seneng sekali," ujar Fatimah memulai percakapan.
"Iya, Tante. Seharusnya saya yang berterima kasih karena sudah diundang ke sini," sahut Putra.
"Ayo, mari makan! Keburu dingin ntar," ajak Fajar dan memulai acara makan malam itu.
Mereka pun berdoa bersama dan menikmati hidangan hasil masakan Fatimah. Ada sup ceker kesukaan Isna, perkedel kentang, telur goreng, ikan asam manis, tempe goreng yang tidak pernah lupa, sambal serta kerupuk udang sebagai pelengkapnya.
Malam itu, Isna tidak sedang berselera makan. Gadis itu hanya menyantap makanan dalam porsi kecil. Tentu saja hal itu membuat Fatimah bertanya-tanya.
"Isna, kamu sakit, Sayang? Kenapa makannya sedikit banget?" tanya Fatimah yang sangat paham kalau anaknya itu doyan makan, apalagi ada sup ceker.
"Isna udah kenyang, kok, Ma," sahut gadis itu sambil meringis.
"Mama, kayak nggak tau aja, anak kita, kan lagi jaga image, Ma," goda Fajar.
"Papa!" sentak Isna dengan manja, menahan malu.
Putra tersenyum kecil mendengar perkataan pria itu.
***
Setelah selesai makan, Isna mengajak Putra berkeliling di sekitar rumah.
"Jadi, kamu belum punya pacar Isna?" tanya pria itu memecah keheningan.
Isna menatap sejenak pria itu. Dalam hatinya, dia merasa senang bisa sedekat ini dengan pria pujaannya.
"Alhamdulillah, belum, Mas," ucapnya lirih dan menunduk malu.
"Kalau Mas, udah punya pacar belum?" Tanpa ragu Isna bertanya balik.
"Aku udah punya target, sih. Tapi, takut dianya nggak suka sama aku."
Seketika raut wajah Isna berubah dan kecewa mendengar perkataan Putra. Wajahnya pun murung, Pria yang dikaguminya itu ternyata sudah menyukai gadis lain.
"Ya diutarakan aja, Mas. Kali aja cewek itu mau nerima keadaan Mas," ucap Isna datar.
"Gitu, ya?" Isna mengangguk.
Putra berhenti berjalan dan berbalik menatap Isna. Gadis itu pun keheranan melihat sikap Putra yang menatapnya dengan tajam dan membuat Isna terkejut. Seketika, gadis itu menutup mulut dengan kedua tangannya.
Belum sempat Isna menjawab pertanyaan itu, mendadak Putra merasakan kehadiran sosok lain di tempatnya berada. Sosok tinggi besar itu menatap mereka berdua dari balik sebuah pohon mangga. Putra merasakan sosok itu semakin dekat dan ingin merasuki tubuh Isna.
Putra langsung memeluk tubuh gadis itu untuk menghalangi sosok yang biasa disebut Genderuwo itu agar tidak merasuki tubuh Isna. Sementara, Isna sendiri terkejut saat tiba-tiba Putra memeluknya.
"Bukan maksud aku untuk lancang, Isna! Tapi, ada sesuatu yang ingin masuk ke tubuhmu!" bisik Putra sambil terus menatap sosok besar yang semakin mendekat itu.
Bulu kuduk Isna langsung berdiri usai mendengar perkataan Putra. Gadis itu pun mencengkeram kemeja Putra dengan erat karena ketakutan.
"Benarkah itu, Mas?" tanya Isna yang masih ketakutan. Putra hanya diam dan mengisyaratkan Isna untuk terus berlindung di balik tubuhnya.
Benar saja. Sosok itu berusaha merasuki tubuh Isna. Ia terus mencoba masuk. Namun, sosok itu juga terus terpental karena Putra melindungi Isna. Sosok itu pun mulai kewalahan karena terus gagal memasuki tubuh Isna. Ia pun meninggalkan kedua orang itu dan menghindari Putra yang terus menatap tajam ke arahnya.
"Isna, duduk di sini bentar, ya?" pinta Putra pada gadis itu.
Isna pun mengangguk dan duduk di sebuah kursi. Putra pun segera menyusul sosok yang menghindarinya tadi.
"Berhenti kamu!" bentak pria itu pada sosok yang terus berlari menghindar.
Sosok itu berbalik badan dan mendesis mengeluarkan lidahnya yang panjang dan bercabang. Putra segera berdoa dan menghentakkan kakinya beberapa kali hingga sosok itu terbakar dan lenyap dari hadapannya.
Isna masih memandang sekelilingnya dengan dada yang berdebar. Dia benar-benar ketakutan. Rasa takutnya mulai hilang saat Putra datang menghampirinya.
"Kamu nggak apa-apa, kan, Is?" tanya Putra.
"Iya, Mas. Nggak apa-apa, kok," jawabnya lirih.
"Sebaiknya kita kembali ke dalam. Ini sudah malam. Kamu cepat istirahat. Besok pagi, aku akan ke sini lagi untuk memeriksa barangkali ada sesuatu yang lain di rumah ini," ujar Putra.
"Memangnya ada apa, Mas?" tanya Isna penasaran.
"Entah kenapa, sosok itu kembali lagi ke rumah ini. Besok saja aku jelaskan. Ayo kita masuk ke dalam!" pinta pria itu dan menggandeng tangan Isna.
Bersambung.
Araka dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas
Tutup