Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

neopoAvatar border
TS
neopo
Jalan Terakhir
Jalan Terakhir


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Apakabar semua. Setelah sekian lama ga berbagi cerita akhirnya mencoba lagi untuk menulis/membagikan salah satu cerita/kisah/tulisan dari seorang teman. Tentunya saya tidak lupa akan thread sebelumnya yang saya buat, yang berjudul Riding to Jannah yang sementara ini dihentikan dulu karena hilangnya draft yang sudah dibuat dulu. Bahkan sampai beberapa tahun tidak terurus. Tetapi insyaAllah akan kembali di up jika sudah selesai. Bahkan kemarinpun sempat dilanjut, tetapi harddisk yang saya gunakan untuk menyimpan file penting ternyata bad sector dan semua file rusak emoticon-Frown


Jika kalian sudah bosan atau kurang suka dengan cerita remaja, baik fiksi ataupun true story, kalian boleh skip thread ini emoticon-Big Grin Hanya saja menurut saya pribadi, cerita dia cukup membuat saya terhibur. Jadi saya meminta izin untuk share disini, dan dia memperbolehkan. Setelah sekian tahun ga buka kaskus, udah banyak perubahan, jadi kalau berantakan mohon dimaafkan.


Setiap orang pasti pernah mengalami masalah dalam menjalani hidup. Namun setiap masalah selalu menuntut untuk diselesaikan. Karena itulah, menemukan solusi dan bersikap pantang menyerah adalah jawaban untuk setiap masalah.

Kadang kala perjalanan hidup yang membuat seseorang menjadi dewasa. Dewasa dalam hal ini berarti mampu berpikir jernih dan menempatkan perannya dalam berbagai situasi. Selain itu, perjalanan hidup juga bisa menjadi bahan pembelajaran yang menginspirasi. Tidak hanya menginspirasi diri sendiri, tapi juga orang lain.


Langit tidak selalu cerah, perjalanan hidup pun tidak selalu indah. Dari kalimat itu kita harus paham bahwa perjalanan hidup itu tidak selalu mulus. Terkadang kita temukan kerikil dan duri yang mengganggu di jalanan. Rasa sakit, kesedihan, kesusahan dan duka. Apapun yang ada di hadapan kita bukan berarti kita berhenti berjalan dan menyerah. Perjalanan hidup yang berat ataupun perjalanan hidup yang pahit harus kita hadapi dan lalui.


"Hidup itu tentang sebuah perjalanan, caramu menjalaninya, dan caramu memberi arti pada perjalananmu itu." WilzKanadi


Aku tengah menempuh pendidikan sekolah tingkat atas kelas satu. Aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang berkecukupan. Aku berasal dari Bandung namun sejak SD aku pindah ke Jakarta karena pekerjaan papaku. Aku merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Aku memiliki postur tubuh dengan tinggi badan 168cm dan berat badan 62kg. Namaku Khairul Purnama, dan ini adalah kisah perjalananku

Akan di update berdasarkan jalan cerita melalui Instagramdan beberapa spoiler untuk next part diperlihatkan disana, tapi itupun jika ga penasaran emoticon-Big Grin


Diubah oleh neopo 02-02-2023 14:58
SupermanBalap
al.galauwi
sukhhoi
sukhhoi dan 12 lainnya memberi reputasi
11
13.3K
120
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
neopoAvatar border
TS
neopo
#31
BAB 13 - Berputar Kembali
Keesokan paginya, setelah subuh, aku mengecek ulang persediaanku, dan yang terpenting adalah obat.

“Jangan lupa oleh-oleh ya kak” kata Ana
“InsyaAllah” ucapku tersenyum sambil mengusap kepala mereka.
“Ga ada yang ketinggalan?” tanya mama meyakinkanku
“Ga ada ma, semua udah siap” ucapku
“Pegang uang ga?” tanya papa
“Pegang pa, uang jajan dari papa jarang aku pake, jadi ketabung hehe” jawabku
“Oh yasudah, hemat-hemat” kata papa


Setelah semua siap, dengan diawali basmalah. Hanya dengan bermodalkan melihat plang jalan dan bertanya pada orang-orang aku memacu kendaraanku Jam 7 pagi, aku beristirahat di Purwakarta sambil mencari sarapan. Setelah sarapan, aku kembali melanjutkan perjalanan melalui jalur Cikalong Wetan.

Sekitar jam 10 pagi, sampailah aku di Bandung Kota. Setelah keliling-keliling, aku langsung menuju ke daerah Tamansari. Setelah menempuh perjalanan hampir 6 jam, aku sudah dekat dengan rumahnya Rima. Tak lupa aku juga mengabari keluargaku bahwa aku sudah sampai. Sebenarnya jika sudah tau jalan 4 jam saja bisa sampai. Dari kejauhan, aku melihat Rima tengah menyapu halaman depan. Ia mengenakan jilbab berwarna biru muda dengan baju yang warnanya senada dengan hijabnya. Aku berjalan menghampirinya

“Assalamualaikum” ucapku
“Wa . . . waalaikumussalam” ucapnya terbata-bata
“Hai” sapaku


Rima menyimpan sapunya dan berjalan perlahan kearahku

“Arul” katanya sambil senyum ceria padaku
“Dia ga berubah, masih ceria seperti dulu” batinku “Kamu sehat?” tanyaku
“Aku sehat. Kok ga ngabarin siih” katanya sambil memukul lengan atasku
“Biar kejutan, hehe. Aku kan udah janji” ucapku “Bapak sama ibu ada?”
“Ada, aku panggilin bentar ya. Duduk dulu aja” katanya sambil berlari kedalam


Tak lama kemudian orang tua Rima keluar.

“Assalamualaikum pak, masih ingat saya?” tanyaku pada papanya Rima.
“Emm yang mana ya” ucap om Fatah berfikir


Karena saat aku kesini, aku memang tidak bertemu beliau. Hanya bu Salmah saja dan Rima sendiri

“Itu loh abi, temen Rima waktu kecil, yang pindah itu” ucap Rima mengingatkan
“Oh iya, yang sampai kamu nangis nangis itu, haha” kata pak Fatah tertawa
“Iiih kok abi ingetnya yang itu siii” ucap Rima sebal
“Sehat nak?” tanya bu Salmah sambil aku salim pada mereka
“Sehat bu, alhamdulillah” jawabku tersenyum


Bu Salmah masuk kedalam sementara aku duduk di ruang tamu bersama Rima dan pak Fatah. Kami bercerita dan bernostalgia tentang perpisahanku dengan Rima dulu, sempat membuat wajah Rima memerah karena malu. Aku juga sedikit menceritakan kehidupanku setelah pindah ke Jakarta.

“Oh iya, ada keperluan apa ke Bandung? Atau memang sengaja main kesini?” tanya pak Fatah
“Iya pak, saya sengaja hehe. Saat ujian saya janji sama Rima bakal main ke Bandung pas liburan” ucapku
“Oh begitu” jawab beliau mengangguk “Tuh, dia udah tepati janji. Jangan nangis lagi, haha” goda pak Fatah pada Rima
“Abi iiih” Rima kesal
“Oh iya, saya juga mau minta izin, mau ngajak Rima jalan-jalan. Saya belum terlalu tau kota Bandung” ucapku
“Boleh, tapi jangan pulang terlalu malam” kata pak Fatah
“Beneran bi? Asiiik. Kalau gitu Rima siap-siap dulu” kata Rima sambil berlari kedalam


Aku hanya geleng-geleng sambil tertawa bersama pak Fatah melihat sikap Rima yang masih sama seperti dulu

“Begitulah dia, hehe” kata pak Fatah
“Masih ceria kaya dulu” ucapku
“Kalau gitu saya masuk dulu kedalam. Jangan sungkan ya, sama diminum tehnya” katanya
“Makasih pak” jawabku


Beberapa saat kemudian, Rima keluar dengan pakaian yang lebih terlihat santai, namun ia tetap terlihat elegan. Berbeda dengan saat aku kesini bersama Vika yang lebih terlihat seperti ustadzah, hehe.

“Kenapa? Aku aneh?” tanya Rima sambil memegang wajahnya
“Kamu cantik. Banget” ucapku tersenyum “Dulu pas kesini kamu pakai gamis ya” tanyaku
“Iya, itu abis pulang dari pengajian bareng ummi belum sempet ganti” jelas Rima
“Oh iya, mau berangkat sekarang?” tanyaku
“Yuk” katanya sedikit mengangguk sambil senyum manis


Kami berdua keliling kota Bandung. Sesekali Rima menunjukkan tempat-tempat yang dirasa menjadi salah satu tempat yang ikonik di kota Bandung, seperti Braga, alun-alun Bandung, King Shopping Center yang masih berdiri kokoh sebelum peristiwa kebakaran yang terjadi pada tahun 2014.

“Rul, kamu laper ga?” tanya Rima sedikit berteriak
“Iya, laper. Kamu laper juga?” tanyaku
“Iya. Makan yuk. Aku tau tempat makan yang enak” katanya
“Ayo” ucapku


Kami melaju ke sebuah tempat makan didekat daerah Pasar Baru. Sebuah restoran kecil yang menjual makanan tradisional gitu. Kata Rima, ayam bakarnya enak banget, jadi dia langsung memesankannya untuk kami berdua serta memesan

“Aku jadi keinget dulu kita sering banget jajan telur mini” kata Rima
“Iya, dulu sering banget jajan itu sama es teh yang harganya 100 hehe” ucapku


Kami bernostalgia masa-masa SD dulu. Mulai dari kita kenal, sampai Rima lulus, ternyata dia juara kelas. Sampai saat aku masuk SMP, aku mulai menuliskan setiap hal yang menarik bagiku di buku yang pernah Rima.

“Kamu punya pacar?” tanyaku
“Engga, Rul. Ada sih yang suka” katanya


Sebenarnya ada rasa kecewa. Sejak aku mulai menulis dibukunya, aku mulai terus memikirkan Rima. Sampai aku gatau apa waktu itu disebut dengan cinta, atau hanya sekedar rindu belaka. Sampai aku sempat berhenti menulis ketika SMA. Paling terakhir sebelum study tour itu. Entah kenapa aku merasa sedikit gugup. Padahal saat jalan ataupun main sama Vika, aku ngerasa biasa aja. Apa ini yang dibilang kencan?

“Kamu sendiri punya pacar?” tanya Rima
“Engga. Aku males pacaran Rim” ucapku
“Kenapa?” tanyanya dengan ekspresi penasaran
“Ga bebas, hehe” jawabku nyengir
“Oh biar bisa jalan sama cewek manapun ya?” kata Rima
“Bukan. Kamu pasti tau istilah mantan kan” ucapku
“Heem” katanya mengangguk
“Biasanya, kalau orang pacaran, terus udah jadi mantan, mereka bakal lost contact. Ya ada beberapa yang temenan, tapi rasanya beda. Beda sama yang namanya sahabat. Sampai sekarang, ga ada kan yang namanya mantan sahabat?” ucapku


Rima tersenyum dan tertawa kecil sambil memainkan sedotan minumannya.

“Terus, kalau temen? Kaya kita gini?” tanyanya

Satu pertanyaan tapi langsung dibuat skakmat. Aku menghela nafas sambil meminum minumanku.

“Kamu udah aku anggap seperti keluargaku” ucapku
“Sejak kapan? Kita kan baru ketemu lagi dua kali” katanya
“Sejak pertemuan kedua kita, setelah kamu digangguin anak-anak nakal itu. Aku kaya ngerasa punya adik lagi” ucapku
“Lagi?”
“Oh iya, aku belum cerita, aku punya adik kembar. Umurnya beda dua tahun denganku, tapi dari pendidikan mereka satu tingkat dibawahku. Sama kaya kamu” ucapku
“Kembar? Serius?” katanya kaget
“Iya. Nanti aku kenalin ke mereka ya” ucapku
“Janji yaa” katanya
“Janji” jawabku dengan tegas
“Setelah ini, kita kemana?” tanyaku
“Aku pengen ke Menara Masjid Raya” katanya
“Okey” jawabku


Setelah makan, kami menuju alun-alun Bandung yang jaraknya bisa ditempuh selama satu menit dari tempat makan kami. Setelah memarkirkan motor, kami memutuskan untuk shalat dulu. Setelah selesai, kami memberikan infaq dan kemudian memasuki lift. Kami naik sampai 19 lantai dan akhirnya tiba di puncak menara. Seluruh kota Bandung terlihat dari sini. Cuaca sedang bagus sehingga gunungpun terlihat dengan sangat jelas.

“Indah banget” ucapku sambil menatap pemandangan kota
“I … iy … iya, indah kan” kata Rima terbata-bata
“Kenapa Rim?” tanyaku


Rima memegang pegangan dengan sedikit gemetar. Tapi dia mencoba untuk tetap tenang

“Aku takut ketinggian, hehe” katanya
“Loh, takut ketinggian tapi ngajak kesini” aku terkekeh
“Hehe, habisnya suka pemandangannya” jawab Rima tiba-tiba melingkarkan lengannya ke lenganku


Aku melihatnya ketika dia seperti itu

“Gapapa kan?” tanyanya meminta persetujuan
“Gapapa, kalau itu bikin kamu tenang” jawabku


Cukup lama kami memandangi pemandangan kota. Sampai Rima memecah keheningan. Ia mempererat pegangannya sambil melihat karah jalan

“Aku kangen kamu, Rul” ucapnya namun masih memandangi kota
“Aku ngangenin yah hehe” godaku
“Ih jangan rusak suasana” katanya ngambek
“Sorry” ucapku
“Semenjak kamu pindah, aku ngerasa sepi banget. Memang bener ada yang deketin aku, tapi aku ga deket sama dia. Aku juga sama kaya kamu. Bagiku, pacaran ga lebih dari sekedar status dan keterikatan, tanpa adanya tujuan yang jelas mau dibawa kemana hubungannya. Bahkan setelah pacaran, kebanyakan perasaan itu akan sirna” ucap Rima bercerita
“Terus gimana?” tanyaku
“Aku lebih nyaman kaya gini, Rul” katanya sambil memandangku
“Gini? Maksudmu?”
“Ya gini. Entah ini cinta atau bukan, mungkin kita masih terlalu dini untuk memegang komitmen. Tapi aku ngerasa nyaman sama kamu Rul” katanya


Beberapa saat kemudian, kami terdiam. Aku ga bisa membohongi hatiku, kalau aku sangat merindukan sosok wanita yang sekarang ada disampingku ini. Dan aku gatau apakah ini hanya sebuah kisah remaja anak sekolahan, tetapi semenjak aku ketemu Rima setelah study tour itu, untuk pertama kalinya aku merasakan rindu yang teramat sangat.

“Aku ga pernah jalan kaya gini sebelumnya Rul” katanya
“Hmm?” aku hanya menoleh
“Ga percaya?” katanya sambil tersenyum
“Percaya kok” jawabku senyum
“Pulang yuk” ajaknya


Sekitar jam 5 sore, kami tiba dirumah Rima. Aku beristirahat bareng Rima. Ga kerasa hari udah mulai gelap. Lantunan ayat suci Al-Qur’an mulai terdengar di masjid sekitar menandakan akan masuk adzan magrib. Saat bahagia seperti ini, kenapa waktu terasa begitu cepat. Tapi saat aku kesepian karena terpisah dulu dengan Rima, waktu terasa begitu lambat.

“Kamu berapa hari disini?” tanya Rima
“Aku cuma dua hari. Besok siang aku pulang Rim” jawabku
“Yah, cepet banget” katanya sambil bersandar dan kelihatan kecewa
“Jangan sedih gitu dong” ucapku
“Au ah” katanya ngambek
“Jangan ngambek gitu dong. Nanti aku main lagi kesini deh. Lagipula, besok masih bisa main kan” ucapku mencoba menghiburnya sambil memberikan sebatang coklat yang aku beli di minimarket saat pulang
“Makasih yaa. Inget, kamu udah janji mau ngenalin aku ke adikmu yang kembar itu” katanya
“Iya Rima Khanza Putri” jawabku sambil mengusap kepalanya
“Kamu ngingep dimana?” tanya Rima
“Aku paling numpang di mesjid Rim” ucapku
“Eh, jangan, bentar bentar” katanya sambil masuk kedalam


Kemudian beberapa saat aku menunggu, keluarlah Rima dan kedua orangtuanya.

“Kalau nak Arul mau, menginap saja disini. Daripada luntang lantung ga nentu. Tapi maaf hanya bisa di sofa” kata bu Salmah
“Ga usah bu, biar saja di masjid saja. Ga enak juga sama tetangga” ucapku
“Bener nih? Nanti biar bapak yang bilang ke pak RT” ucap pak Fatah
“Bener pak. Kalau boleh, besok saya mau ketemu Rima lagi. Sebelum pulang ke Jakarta” ucapku
“Tentu saja boleh. Pintu rumah ini selalu terbuka untuk kamu” ucap pak Fatah


Setelah selesai, aku langsung pergi menuju pombensin yang sekiranya suka dipake oleh orang yang bepergian. Aku memutuskan untuk tidur di mushola. Aku mengecek Hpku dan ada beberapa SMS masuk, dan tertera di layar 10 panggilan tak terjawab. Aku lupa handphoneku di silent, bahkan tidak di setting getar. Vika mengirim pesan cukup banyak dan menanyakan keberadaanku. Aku membalas pesan itu dengan singkat

“Kenapa Vik?” isi SMSku

Tak lama setelah aku mengirim pesan, dia langsung menelefon

“Hallo, assalamualaikum” ucapku
“Woy, kemana sih lo. Seharian susah banget dihubungi” katanya berteriak dengan suara melengkingnya
“Buset” aku menjauhkan telefonku dari telinga “Sabar napa. Itu jawab dulu salam”
“Iye iye, waalaikumussalam” katanya ngambek
“Kenapa? Lu kangen?” tanyaku
“Pede banget lo” katanya sewot
“Terus kenapa?” tanyaku lagi
“Lo kemana sih. Dihubungi susah” ucap Vika masih dengan nada marah
“Gue ke Bandung Vik” jawabku
“Hah? Sumpah? Sama siapa? Berapa lama?” tanyanya
“Sendiri, pake motor. Besok juga balik. Ada apaan sih?” tanyaku
“Keluarga gue mau liburan ke Santolo. Gue ngajak Hamid sama Windy. Lo juga ikut ya” katanya
“Kapan emang?” tanyaku
“Ya ini semua nunggu kabar lo. Kalau mau ajak si kembar juga boleh” katanya
“Ah, lo kalau mau liburan, liburan aja. Jangan nunggu gue. Nanti pait-paitnya gue ga bisa, kalian malah ga jadi liburan. Lagian itu kan acara keluarga lo, emang gapapa ngajak yang lain?” ucapku
“Ih, lo mah gitu. Kalau gue ngajak ya berati keluarga juga gapapa” katanya
“Besok pagi gue balik. Keputusannya malemnya” ucapku
“Yaudah kalau gitu. Lo ngapain sih ke Bandung?” Ketemu cewek yang kemarin itu ya?” tanyanya
“Iya” jawabku singkat
“Oh, yaudah salam ya buat dia. Siapa namanya Rima ya? Inget oleh-oleh buat gue” katanya
“Okey” jawabku


Keesokan harinya, aku menghampiri rumah Rima sekitar jam 7 pagi. Rencananya hari ini aku akan pulang jam 9. Setelah tiba dirumah Rima, dia langsung mengajakku untuk sarapan bubur didekat rumahnya.

“Kamu pulang jam berapa Rul?” tanyanya
“Jam 9 dari sini Rim” jawabku
“Kamu ga bakal lupa sama aku kan?” tanyanya tiba-tiba
“Kamu ngomong apa sih, engga lah. Ga akan” ucapku dengan tegas
“Makasih ya, aku bahagia banget walau cuma sebentar” katanya sambil melayangkan senyuman
“Aku juga, Rim” jawabku


Kami memutuskan untuk keliling kota namun tidak akan jauh dari rumahnya. Tasku aku titipkan dirumahnya Rima agar ga ribet. Saat kami keliling kota, kami ga banyak bicara. Rima berpegangan erat di pinggangku. Aku hanya ingin menikmati momen ini sebelum aku pulang. Karena entah kapan aku bisa ketemu Rima lagi. Sampai jam 9 kurang, Rima mengajakku pulang. Sesampai dirumahnya, aku pamit pada orang tua Rima.

“Sudah mau pulang?” tanya pak Fatah
“Iya pak, biar ga terlalu sore” jawabku sambil salim pada pak Fatah dan bu Salmah
“Hati-hati ya, pakai motor itu cape loh. Istirahat nanti dijalan” kata bu Salmah
“Iya bu, makasih udah diterima disini” ucapku tersenyum
“Aku antar Arul kedepan ya ummi” ucap Rima


Setelah pamit, aku memacu motorku sampai ke jalan raya utama yang ga jauh dari rumah Rima

“Makasih ya Rim” ucapku
“Sama-sama” jawabnya sambil senyum.


Sumpah, senyumnya sekarang manis banget. Kemarin juga manis, sekarang lebih manis lagi.

“Jadi berat mau pulang” gumamku berbicara pelan
“Ah, gimana Rul?” tanyanya yang ternyata terdengar oleh Rima
“Engga kok. Hehe”
“Eh, buka helm kamu” katanya
“Eh, kenapa?” tanyaku
“Buka dulu aja. Terus nyamping duduknya” kata Rima


Aku menurut saja kemudian dia mengarahkan HPnya dan dengan satu tombol kami foto bareng. Aku hanya berpose tegap sambil berusaha tersenyum. Sementara Rima senyum pepsoden sambil bersandar dibahuku. Lalu ia meminta tolong pada anak remaja yang lewat untuk memfotokan kami.

“Bagus ga?” tanya Rima
“Bagus kok” jawabku sambil melihat foto itu
“Aku jadiin wallpaper ya” katanya
“Boleh hehe”
“Makasih ya, meski sesaat, aku bahagia” ucap Rima
“Sama, hehe” jawabku
“Oh iya, ada salam dari Vika, yang dulu kesini bareng aku itu loh” ucapku
“Oh ya? Waalaikumussalam hehe, salam balik ya buat dia” katanya


Hpku saat itu masih jelek. Yang keypadnya masih 123 jadi aku ga bisa meminta hasil foto itu pada Rima. Setelah foto, aku langsung memakai helmku lagi. Rima turun dari motorku dan berdiri disampingku.

“Inget, kamu janji bakal ngenalin aku sama si kembar” kata Rima
“Iya, yaudah aku berangkat ya” ucapku
“Iya, hati-hati ya jangan ngebut” katanya
Diubah oleh neopo 12-09-2022 12:25
oktavp
MFriza85
itkgid
itkgid dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup