- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Susuk Nyi Blorong
TS
piendutt
Susuk Nyi Blorong
Quote:
Susuk Nyi Blorong
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Part 2. Bisa Melihat Arwah Gentayangan
Part 3. Kepulangan Putri ke Rumah
Part 4. Menempuh Pendidikan
Part 5. Sering diganggu Arwah
Part 6. Kecelakaan tak Terduga
Part 7. Kematian Sang Nenek
Part 8. Pertama Kali Berinteraksi dengan Arwah
Part 9. Trik Menemui Putri
Part 10. Membela Putri
Part 11. Pemasangan Susuk
Part 12. Susuk Pemikat Pria
Part 13. Ketakutan Terbesar Putri
Part 14. Bram ingin Melindungi Putri
Part 15. Putri dilukai oleh Donna
Part 16. Petaka
Part 17. Mengiklaskan Segalanya
Diubah oleh piendutt 09-09-2022 04:01
dewiyulli07 dan 20 lainnya memberi reputasi
21
10.1K
Kutip
91
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#40
Susuk Nyi Blorong
Quote:
Part 15. Putri dilukai oleh Donna
Rencana Silvi untuk mengundang keluarga Bram sudah mendapat izin dari Krisna. Itu berarti rencananya untuk menjodohkan Donna dengan Bram tinggal selangkah lagi. Silvi tidak ingin Donna kalah bersaing dengan Putri untuk mendapatkan cinta Bram. Rasa benci di hatinya semakin memuncak dan keinginannya untuk menyingkirkan Putri semakin besar.
Malam pun tiba dan undangan makan malam itu sudah diterima oleh keluarga Bram. Berbagai hidangan sudah tersaji lengkap di atas meja makan. Tidak lama kemudian, keluarga Bram pun datang dan makan malam pun dimulai.
Saat di meja makan, mereka menikmati hidangan diselingi obrolan ringan. Sesekali terdengar gelak tawa di antara mereka.
"Om, Tante, ini ada sedikit oleh-oleh," ujar Bram sembari memberi sekeranjang buah berisi pisang raja.
"Aduh! Nggak usah repot-repot, Nak Bram," sahut Silvi yang terkejut melihat pisang raja itu.
"Nggak kok, Tante. Biasa aja.” Bram pun tersenyum puas.
"Bram sudah dewasa, ya? Sudah punya pacar belum, Nak?" tanya Krisna berbasa-basi.
"Saya suka sama seorang wanita, Om. Tapi, kayaknya wanita itu masih menutup hatinya.”
"Yang semangat! Kamu itu cowok! Harus pantang menyerah.”
"Iya, Om. Makasih," sahut Bram seraya melirik Putri yang duduk diam tepat di hadapannya.
"Donna juga semakin cantik, ya? Sudah dewasa dan persis sama mamanya," puji Wahyu, ayahnya Bram.
"Ah, Om. Bisa aja," sahut Donna malu-malu.
"Kalian berdua pacaran, ya? Kok, jadi malu-malu gini?" ledek Bagas yang sedari tadi menyimak obrolan.
"Nggak kok, Kak! Kami cuman temenan aja," sahut Bram buru-buru menanggapi dan melirik ke Putri lagi.
Donna langsung merasa kecewa mendengar perkataan Bram. Dia sangat berharap pria itu akan menerima cintanya.
"Tapi … kalau kalian berdua memang pacaran, Tante sama Om sih setuju-setuju aja!" timpal Silvi melancarkan aksinya.
"Sebenarnya wanita yang saya suka itu –”
Ucapan Bram terhenti dan langsung berdiri menghampiri Putri saat melihat wanita itu seperti orang kehabisan napas. Putri merasakan hawa panas yang menyengat di bagian lehernya. Semua orang turut panik melihat Putri yang sedikit kejang dan tidak bisa berkata-kata.
"Putri! Kamu kenapa, Put?!" tanya Bram dengan cemas.
Tanpa menunggu lama, Putri pun segera dilarikan ke Rumah sakit. Namun, anehnya, Dokter malah mengatakan bahwa Putri baik-baik saja dan tidak ada hal serius. Dokter bahkan beranggapan bahwa Putri hanya mengalami gangguan pernapasan biasa. Tentu saja Bram tidak bisa menerima begitu saja diagnosa Dokter itu. Jelas-jelas dia melihat Putri kesakitan karena sesuatu terjadi di lehernya. Bram tidak bisa lagi menahan rasa cemasnya terhadap Putri.
***
Putri terbaring dan menangis sendirian di dalam kamar perawatan. Bram yang sedang menunggunya pun datang menghampiri.
"Putri, kenapa kamu menangis? Ada apa?”
Putri beranjak dari tempat tidurnya, lalu duduk bersandar. Dia menatap langit-langit kamar dan kembali terisak.
"Aku salah apa sama mereka, Bram? Aku nggak pernah sekalipun ganggu mereka," isak Putri sambil terus menangis.
Bram mendekat dan perlahan memeluk wanita itu, lalu menepuk-nepuk bahunya agar perasaan Putri kembali tenang.
"Besok, aku akan membawamu ke rumah pamanku. Aku ingin semua ini segera berakhir. Bertahanlah sebentar lagi," sahut Bram seraya menggenggam tangan Putri dengan erat.
Sementara, dari luar jendela kamar, tampak Krisna sedang melihat mereka berdua. Dia tahu bahwa Bram berusaha melindungi Putri. Krisna pun mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar itu.
***
Keesokan harinya, Putri sudah diizinkan pulang karena dari hasil pemeriksaan menyeluruh, tidak ditemukan penyakit serius di dalam tubuh Putri. Padahal, keadaan Putri belum sepenuhnya membaik. Hal itu dimanfaatkan Bram untuk membawa Putri mengunjungi Paman Tirto.
Pria itu pun segera meminta izin pada Krisna untuk membawa Putri. Semula Krisna kurang setuju melihat keadaan Putri yang masih lemah. Namun, Bram terus mendesak Krisna untuk memberinya izin. Alhasil, Krisna pun memberikan izin dengan catatan bahwa Bram harus membawa Putri dengan hati-hati dan kembali dengan selamat.
Bram pun menyetujui syarat yang diajukan Krisna dan segera membawa Putri untuk masuk ke dalam mobilnya. Sementara, di dalam mobil, Putri terbaring lemas dan tubuhnya menggigil. Keringat dingin terus mengalir dan membasahi baju yang dikenakannya. Bahkan beberapa kali dia mengigau memanggil nama sang ibu.
"Putri, bertahan sebentar lagi, ya," ujar Bram cemas sambil menggenggam tangan wanita itu.
Sepintas, Bram melihat ada tanda bekas cekikan yang semakin terlihat menghitam di leher Putri. Pria itu tidak tahu apa penyebabnya. Namun, yang pasti dia melihat Putri begitu kesakitan.
Saat di perjalanan, Bram menyempatkan diri menelepon sang paman. Dia cemas melihat keadaan Putri yang semakin lemah dan tidak ingin gegabah mengambil keputusan. Sebelumnya, Bram sudah lebih dulu memberitahukan maksud kedatangannya dan sempat menceritakan kejadian yang dialami Putri kepada sang paman.
"Halo? Om? Bagaimana ini? Putri tampak kesakitan dan terus merintih, Om!" ucap Bram kebingungan.
"Apa ada tanda yang lebih jelas, Bram?" tanya paman Tirto dari seberang telepon.
"Itu Om, di lehernya Putri ada bekas cekikan dan makin lama makin menghitam! Padahal kemarin tanda itu nggak ada!" jelas Bram.
"Bram, apa kamu membawa Al-Qur'an atau tasbih di mobil kamu? Kalau ada, taruh itu di badan Putri. Itu akan mengurangi rasa sakitnya," sahut Paman Tirto.
"Oh, iya, Om! Aku coba cari dulu!" Bram pun menutup ponselnya dan mencari Al-Qur'an atau tasbih sesuai arahan dari sang paman.
Dia ingat pernah membawanya sesekali dan akhirnya menemukan benda itu.
"Putri, pegang ini erat-erat! Bentar lagi kita akan sampai!" pinta Bram sambil meletakkan Al-Qur'an itu di tangan Putri.
Putri hanya mengangguk lemah karena sudah tidak mampu berbicara lagi. Wajahnya pun terlihat semakin memucat.
***
Hampir setengah jam kemudian, mobil yang mereka tumpangi pun sampai di depan rumah Paman Tirto dan Bram langsung membopong Putri masuk ke rumah. Saat di dalam rumah, rupanya Paman Tirto sudah menyiapkan bak besar berisikan air yang ditaburi beberapa bunga di atasnya.
"Masukkan dia ke dalam air ini, Bram. Cepat!" perintah Paman Tirto.
"Baik, Om!" Bram langsung memasukkan tubuh Putri ke dalam bak air itu.
Tirto membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an, sembari mengitari bak air itu. Sesekali dia mengguyur tubuh Putri dan terakhir, dia mencelupkan kepala Putri ke dalam air itu agar seluruh badannya basah.
Saat Putri muncul lagi ke permukaan, bola matanya menghitam. Paman Tirto langsung mengambil dua lembar daun kelor dan mengusapkan ke mata Putri. Tiba-tiba saja, wanita itu langsung pingsan.
"Bram, panggilkan tantemu!"
Bram pun memanggil Indah, tantenya, untuk masuk ke kamar.
"Bu, tolong bantu Putri ganti baju, ya?" pinta suaminya.
"Iya, Yah.” Indah membantu Putri berganti pakaian lalu membaringkan tubuh wanita itu di atas ranjang.
"Om, gimana keadaan Putri?" tanya Bram yang masih cemas.
"Om sudah mengembalikan susuk kiriman itu. Mungkin sekarang susuk itu menyerang pemiliknya. Om juga sudah menutup mata batin milik Putri. Sejak hari ini, dia tidak akan bisa melihat arwah-arwah lagi," jelas Tirto.
"Terima kasih, Om!" sahut Bram seraya mencium telapak tangan pamannya. Dia benar-benar lega mendengar bahwa keadaan Putri baik-baik saja.
Bersambung.
Rencana Silvi untuk mengundang keluarga Bram sudah mendapat izin dari Krisna. Itu berarti rencananya untuk menjodohkan Donna dengan Bram tinggal selangkah lagi. Silvi tidak ingin Donna kalah bersaing dengan Putri untuk mendapatkan cinta Bram. Rasa benci di hatinya semakin memuncak dan keinginannya untuk menyingkirkan Putri semakin besar.
Malam pun tiba dan undangan makan malam itu sudah diterima oleh keluarga Bram. Berbagai hidangan sudah tersaji lengkap di atas meja makan. Tidak lama kemudian, keluarga Bram pun datang dan makan malam pun dimulai.
Saat di meja makan, mereka menikmati hidangan diselingi obrolan ringan. Sesekali terdengar gelak tawa di antara mereka.
"Om, Tante, ini ada sedikit oleh-oleh," ujar Bram sembari memberi sekeranjang buah berisi pisang raja.
"Aduh! Nggak usah repot-repot, Nak Bram," sahut Silvi yang terkejut melihat pisang raja itu.
"Nggak kok, Tante. Biasa aja.” Bram pun tersenyum puas.
"Bram sudah dewasa, ya? Sudah punya pacar belum, Nak?" tanya Krisna berbasa-basi.
"Saya suka sama seorang wanita, Om. Tapi, kayaknya wanita itu masih menutup hatinya.”
"Yang semangat! Kamu itu cowok! Harus pantang menyerah.”
"Iya, Om. Makasih," sahut Bram seraya melirik Putri yang duduk diam tepat di hadapannya.
"Donna juga semakin cantik, ya? Sudah dewasa dan persis sama mamanya," puji Wahyu, ayahnya Bram.
"Ah, Om. Bisa aja," sahut Donna malu-malu.
"Kalian berdua pacaran, ya? Kok, jadi malu-malu gini?" ledek Bagas yang sedari tadi menyimak obrolan.
"Nggak kok, Kak! Kami cuman temenan aja," sahut Bram buru-buru menanggapi dan melirik ke Putri lagi.
Donna langsung merasa kecewa mendengar perkataan Bram. Dia sangat berharap pria itu akan menerima cintanya.
"Tapi … kalau kalian berdua memang pacaran, Tante sama Om sih setuju-setuju aja!" timpal Silvi melancarkan aksinya.
"Sebenarnya wanita yang saya suka itu –”
Ucapan Bram terhenti dan langsung berdiri menghampiri Putri saat melihat wanita itu seperti orang kehabisan napas. Putri merasakan hawa panas yang menyengat di bagian lehernya. Semua orang turut panik melihat Putri yang sedikit kejang dan tidak bisa berkata-kata.
"Putri! Kamu kenapa, Put?!" tanya Bram dengan cemas.
Tanpa menunggu lama, Putri pun segera dilarikan ke Rumah sakit. Namun, anehnya, Dokter malah mengatakan bahwa Putri baik-baik saja dan tidak ada hal serius. Dokter bahkan beranggapan bahwa Putri hanya mengalami gangguan pernapasan biasa. Tentu saja Bram tidak bisa menerima begitu saja diagnosa Dokter itu. Jelas-jelas dia melihat Putri kesakitan karena sesuatu terjadi di lehernya. Bram tidak bisa lagi menahan rasa cemasnya terhadap Putri.
***
Putri terbaring dan menangis sendirian di dalam kamar perawatan. Bram yang sedang menunggunya pun datang menghampiri.
"Putri, kenapa kamu menangis? Ada apa?”
Putri beranjak dari tempat tidurnya, lalu duduk bersandar. Dia menatap langit-langit kamar dan kembali terisak.
"Aku salah apa sama mereka, Bram? Aku nggak pernah sekalipun ganggu mereka," isak Putri sambil terus menangis.
Bram mendekat dan perlahan memeluk wanita itu, lalu menepuk-nepuk bahunya agar perasaan Putri kembali tenang.
"Besok, aku akan membawamu ke rumah pamanku. Aku ingin semua ini segera berakhir. Bertahanlah sebentar lagi," sahut Bram seraya menggenggam tangan Putri dengan erat.
Sementara, dari luar jendela kamar, tampak Krisna sedang melihat mereka berdua. Dia tahu bahwa Bram berusaha melindungi Putri. Krisna pun mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar itu.
***
Keesokan harinya, Putri sudah diizinkan pulang karena dari hasil pemeriksaan menyeluruh, tidak ditemukan penyakit serius di dalam tubuh Putri. Padahal, keadaan Putri belum sepenuhnya membaik. Hal itu dimanfaatkan Bram untuk membawa Putri mengunjungi Paman Tirto.
Pria itu pun segera meminta izin pada Krisna untuk membawa Putri. Semula Krisna kurang setuju melihat keadaan Putri yang masih lemah. Namun, Bram terus mendesak Krisna untuk memberinya izin. Alhasil, Krisna pun memberikan izin dengan catatan bahwa Bram harus membawa Putri dengan hati-hati dan kembali dengan selamat.
Bram pun menyetujui syarat yang diajukan Krisna dan segera membawa Putri untuk masuk ke dalam mobilnya. Sementara, di dalam mobil, Putri terbaring lemas dan tubuhnya menggigil. Keringat dingin terus mengalir dan membasahi baju yang dikenakannya. Bahkan beberapa kali dia mengigau memanggil nama sang ibu.
"Putri, bertahan sebentar lagi, ya," ujar Bram cemas sambil menggenggam tangan wanita itu.
Sepintas, Bram melihat ada tanda bekas cekikan yang semakin terlihat menghitam di leher Putri. Pria itu tidak tahu apa penyebabnya. Namun, yang pasti dia melihat Putri begitu kesakitan.
Saat di perjalanan, Bram menyempatkan diri menelepon sang paman. Dia cemas melihat keadaan Putri yang semakin lemah dan tidak ingin gegabah mengambil keputusan. Sebelumnya, Bram sudah lebih dulu memberitahukan maksud kedatangannya dan sempat menceritakan kejadian yang dialami Putri kepada sang paman.
"Halo? Om? Bagaimana ini? Putri tampak kesakitan dan terus merintih, Om!" ucap Bram kebingungan.
"Apa ada tanda yang lebih jelas, Bram?" tanya paman Tirto dari seberang telepon.
"Itu Om, di lehernya Putri ada bekas cekikan dan makin lama makin menghitam! Padahal kemarin tanda itu nggak ada!" jelas Bram.
"Bram, apa kamu membawa Al-Qur'an atau tasbih di mobil kamu? Kalau ada, taruh itu di badan Putri. Itu akan mengurangi rasa sakitnya," sahut Paman Tirto.
"Oh, iya, Om! Aku coba cari dulu!" Bram pun menutup ponselnya dan mencari Al-Qur'an atau tasbih sesuai arahan dari sang paman.
Dia ingat pernah membawanya sesekali dan akhirnya menemukan benda itu.
"Putri, pegang ini erat-erat! Bentar lagi kita akan sampai!" pinta Bram sambil meletakkan Al-Qur'an itu di tangan Putri.
Putri hanya mengangguk lemah karena sudah tidak mampu berbicara lagi. Wajahnya pun terlihat semakin memucat.
***
Hampir setengah jam kemudian, mobil yang mereka tumpangi pun sampai di depan rumah Paman Tirto dan Bram langsung membopong Putri masuk ke rumah. Saat di dalam rumah, rupanya Paman Tirto sudah menyiapkan bak besar berisikan air yang ditaburi beberapa bunga di atasnya.
"Masukkan dia ke dalam air ini, Bram. Cepat!" perintah Paman Tirto.
"Baik, Om!" Bram langsung memasukkan tubuh Putri ke dalam bak air itu.
Tirto membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an, sembari mengitari bak air itu. Sesekali dia mengguyur tubuh Putri dan terakhir, dia mencelupkan kepala Putri ke dalam air itu agar seluruh badannya basah.
Saat Putri muncul lagi ke permukaan, bola matanya menghitam. Paman Tirto langsung mengambil dua lembar daun kelor dan mengusapkan ke mata Putri. Tiba-tiba saja, wanita itu langsung pingsan.
"Bram, panggilkan tantemu!"
Bram pun memanggil Indah, tantenya, untuk masuk ke kamar.
"Bu, tolong bantu Putri ganti baju, ya?" pinta suaminya.
"Iya, Yah.” Indah membantu Putri berganti pakaian lalu membaringkan tubuh wanita itu di atas ranjang.
"Om, gimana keadaan Putri?" tanya Bram yang masih cemas.
"Om sudah mengembalikan susuk kiriman itu. Mungkin sekarang susuk itu menyerang pemiliknya. Om juga sudah menutup mata batin milik Putri. Sejak hari ini, dia tidak akan bisa melihat arwah-arwah lagi," jelas Tirto.
"Terima kasih, Om!" sahut Bram seraya mencium telapak tangan pamannya. Dia benar-benar lega mendengar bahwa keadaan Putri baik-baik saja.
Bersambung.
simounlebon dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas
Tutup