- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Susuk Nyi Blorong
TS
piendutt
Susuk Nyi Blorong
Quote:
Susuk Nyi Blorong
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Part 2. Bisa Melihat Arwah Gentayangan
Part 3. Kepulangan Putri ke Rumah
Part 4. Menempuh Pendidikan
Part 5. Sering diganggu Arwah
Part 6. Kecelakaan tak Terduga
Part 7. Kematian Sang Nenek
Part 8. Pertama Kali Berinteraksi dengan Arwah
Part 9. Trik Menemui Putri
Part 10. Membela Putri
Part 11. Pemasangan Susuk
Part 12. Susuk Pemikat Pria
Part 13. Ketakutan Terbesar Putri
Part 14. Bram ingin Melindungi Putri
Part 15. Putri dilukai oleh Donna
Part 16. Petaka
Part 17. Mengiklaskan Segalanya
Diubah oleh piendutt 09-09-2022 04:01
dewiyulli07 dan 20 lainnya memberi reputasi
21
10.1K
Kutip
91
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#35
Susuk Nyi Blorong
Quote:
Part 13. Ketakutan Terbesar Putri
Hari-hari pun berlalu dan Bram semakin terlihat dekat dengan Putri. Tidak jarang, pria itu menunggu Putri di depan Klinik untuk sekadar makan siang atau membawakan minuman untuk wanita pujaannya itu. Sementara, Donna semakin membenci Putri yang dianggapnya telah membuat Bram berpaling darinya. Perasaan benci itu semakin lama semakin membuat Donna gelap mata dan menumbuhkan dendam di hatinya.
Saat makan malam pun tiba dan tidak seperti biasanya, Putri merasa gelisah karena merasakan ada aura jahat di sekelilingnya. Aura yang dirasakannya itu lebih jahat dan gelap. Berulang kali Putri mencoba untuk bersikap tenang, seolah tidak ada apa-apa. Namun, Putri tidak bisa mengelak saat melihat sosok wanita berbaju hijau yang selalu mengikuti Donna itu terus menatap tajam ke arahnya, seolah tahu bahwa Putri bisa merasakan dan melihat kehadirannya.
Hal itu membuat Putri kehilangan selera makan dan terus menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan sosok menyeramkan itu.
"Don, apa kamu habis perawatan? Kok, tambah cantik gini!” Bagas, Kakak kandung Donna mulai memuji pesona sang adik.
"Ah, Kakak bisa aja! Aku, kan emang udah cantik dari lahir! Siapa dulu, dong, Mamanya! " sahut Donna dengan bangga.
"Iya, nih. Anak Papa jadi tambah cantik, ya? Udah bahaya ini! Bisa-bisa diculik orang nanti!" timpal Krisna turut menggoda sang putri.
"Ah, Papa! Bercandanya kelewatan, deh.” Donna tertawa puas. Setidaknya dia mendapatkan dukungan dari Ayah dan kakaknya karena sihir dari susuk itu.
Mereka semua tertawa sambil terus menggoda Donna yang terlihat semakin cantik dan menarik. Semua bergembira menikmati makan malam dan obrolan segar. Hanya Putri seorang yang tidak merasakan kegembiraan itu karena diselimuti rasa takut dengan sosok wanita yang terus berada di belakang Donna. Keringat dingin terus mengucur dari pelipisnya dan membuatnya gemetaran.
"Putri, kenapa kamu? Kok, gemetaran gini?" tanya Krisna yang melihat keponakannya itu hanya menunduk saja.
"Om … Putri sedikit pusing. Putri minta izin makan di kamar aja, ya?" pintanya.
"Putri sakit, ya? Kita periksa, yuk! Biar Kak Bagas yang antar!" kata Bagas yang juga terlihat khawatir melihat wajah Putri yang memucat.
"Nggak usah, Kak. Mungkin cuman kecapekan. Putri ke kamar dulu, ya. Maaf semuanya, Putri pamit duluan," sahut Putri sambil berlalu meninggalkan ruang makan.
***
Saat tiba di dalam kamar, Putri mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Dia begitu takut karena jarang melihat arwah yang langsung menatapnya dengan tajam seperti itu. Tidak berapa lama, Mbok Inah datang menyusulnya ke kamar sambil membawa nampan berisi makanan.
"Non, ini makanannya. Mbok taruh sini, ya?" ujar wanita tua itu, tetapi Putri tak menyahut sama sekali.
"Non! Non Putri? Non, kenapa?" Mbok Inah memanggilnya dengan agak keras dan membuat Putri tersentak mendengarnya.
"Oh, iya, Mbok! Maaf Putri ngelamun! Makasih udah dianterin makanannya," sahut Putri.
"Non, jangan mikir yang enggak-enggak! Habis makan langsung minum obat, terus istirahat, ya?" pinta mbok Inah dan disambut senyuman oleh Putri.
Selesai makan, Krisna mendatangi kamar Putri untuk melihat keadaan sang keponakan.
"Putri, sudah selesai makan belum?" tanya Krisna yang baru saja masuk ke kamarnya.
"Sudah, Om. Baru saja.”
"Jangan lupa obatnya diminum, ya?" pinta pria berkacamata itu.
"Iya, Om," sahut Putri.
"Besok kamu nggak usah kerja dulu aja! Jangan ke klinik! Om rasa, kamu pasti kecapekan."
"Tapi, Om … Putri masih banyak pasien," bantahnya.
"Putri nggak usah khawatir. Besok Om akan meminta salah satu Dokter dari Rumah sakit untuk gantiin kamu di Klinik. Sementara ini, Putri harus banyak istirahat dulu! Oke?"
Putri terdiam. Dia tidak ingin menolak niat baik yang sudah diucapkan sang paman.
"Yaudah, kalau gitu, Om. Maafin Putri yang selalu ngrepotin, ya."
"Putri nggak boleh bilang seperti itu! Kita ini keluarga dan sudah seharusnya Om menjaga kamu. Sekarang kamu istirahat, ya!” Krisna membelai rambut Putri yang panjang.
***
Keesokan harinya, seperti biasa Bram mendatangi Klinik milik Putri dan berharap bisa bertemu dengan wanita itu lagi. Namun, kali ini dia harus kecewa karena ternyata Putri tidak datang karena sakit. Panik? Sudah tentu. Bram begitu peduli pada Putri dan melakukan berbagai cara untuk bisa menghubungi wanita itu. Namun, sial! Ponsel milik Putri tidak aktif.
“Hahh! Kenapa perasaanku nggak enak gini, ya?” gerutu Bram sambil menyalakan mesin mobilnya. Pria itu masih bingung harus bagaimana.
Akhirnya, setelah berpikir cukup lama, pria itu pun memutuskan pergi untuk menjenguk Putri, wanita pujaannya itu.
***
Putri merasa bosan berdiam diri di dalam kamar. Dia pun memutuskan pergi ke taman yang berada di dekat rumahnya untuk mengusir rasa bosannya itu. Dia pun segera melangkah menuju taman usai memasukkan beberapa buku dan sebuah walkman ke dalam tas.
Sampai di taman, Putri memakai headset dan mendengarkan musik kesukaannya. Sesekali, dia membuka buku dan membacanya perlahan. Namun, belum terlalu lama, Putri merasakan pusing dan mual. Pandangannya berputar-putar dan membuatnya semakin tersiksa. Dia pun merogoh tas dan mencari ponselnya.
"Duh, aku lupa nggak bawa ponsel lagi!" gumamnya. Padahal dia berniat menelepon Mang Ujang untuk menjemputnya.
Beberapa saat kemudian, terasa semilir angin dingin menghampiri tubuhnya. Putri terkesiap. Sejenak, dia menutup matanya, lalu membukanya kembali. Putri tercengang karena melihat beberapa arwah sudah mengelilinginya. Ada yang mukanya rata, ada yang hancur lebur, bahkan ada pula yang berlumuran darah di sekujur tubuhnya. Putri bergidik ngeri dan mencoba untuk tidak menghiraukan mereka. Namun, arwah-arwah itu semakin mendekatinya. Tangan mereka terulur dan bersiap mencekik Putri. Tentu saja wanita itu ketakutan setengah mati dan berteriak minta tolong. Sayangnya, tidak ada seorang pun yang menghiraukan teriakan Putri. Orang-orang malah menganggap Putri gila dan menertawakannya.
Beruntung, dari arah lain Bram yang sedang mengendarai mobilnya menuju ke rumah Putri melihat wanita pujaannya itu seperti sedang dikejar sesuatu. Wajahnya terlihat ketakutan dan dia setengah berlari dengan mata memejam! Tanpa menunggu lama, Bram pun segera menghampirinya.
"Putri! Kamu nggak apa-apa, kan?!" tanya Bram begitu turun dari mobil. Dia langsung membantu Putri yang terlihat ketakutan.
Putri yang merasa mengenal suara itu pun memberanikan diri membuka matanya. Benar saja. Putri mengenal pemilik suara itu.
"Bram! Tolong aku! Mereka mau membunuhku!" rintihnya sambil memeluk lengan Bram dengan erat.
“Tenanglah, aku ada di sini. Siapa pun tidak akan melukaimu!”
Bram pun mengantar Putri pulang karena khawatir dengan keadaan wanita itu. Masih tersimpan rasa penasaran di dalam benaknya. Namun, pria itu berusaha menahan dan memilih diam.
***
Sesampainya di depan rumah Putri, Bram pun segera membangunkan Putri yang sempat tertidur karena kelelahan.
"Putri, kita udah sampai, nih," ujar Bram lembut.
Putri pun membuka matanya perlahan, lalu menghela napas.
"Syukurlah!"
"Sebenarnya, ada apa, Putri? Kenapa kamu begitu ketakutan?"
"Ayo masuk dulu! Nanti aku ceritain semuanya," ajak Putri dan turun dari mobil Bram.
"Tunggu aku di teras, ya? Aku ganti baju dulu," kata Putri begitu mereka sampai di depan pintu masuk.
"Baiklah," sahut Bram seraya berjalan ke teras.
"Mbok, itu Bram, teman Putri. Bisa tolong kasih minum ke dia, Mbok? Putri mau ganti baju dulu.”
"Baik, Non," sahut Mbok Inah dan berjalan ke dapur.
Beberapa saat kemudian, Mbok Inah datang menemui Bram dan menghidangkan teh beserta beberapa makanan kecil.
"Ini, Den. Silakan dinikmati."
"Nggak usah repot-repot, Mbok. Makasih, ya.”
Mbok Inah pun mengangguk dan berpamitan untuk kembali ke dapur menyelesaikan urusannya.
***
Beberapa saat kemudian, Donna terlihat tiba di rumah dan melihat Putri sedang berjalan turun dari tangga. Pikiran jahat mulai merasuki kepalanya.
"Andai saja … kamu jatuh dari tangga itu dan kakimu patah, aku pasti akan sangat bahagia sekali!" umpatnya dengan tatapan penuh amarah.
Tiba-tiba, sosok wanita yang selalu berada di belakang badan Donna langsung menghilang dan muncul di belakang badan Putri. Sosok itu menunjukkan senyumnya yang jahat dan matanya yang melotot. Terlihat ia tengah bersiap mendorong tubuh Putri agar jatuh dari tangga. Bram yang tengah menunggu Putri sambil menikmati teh buatan Mbok Inah, tiba-tiba saja tersentak. Sayup-sayup suara seperti bisikan terdengar di telinganya.
‘Bram, cepat tolong Putri! Dia dalam bahaya besar!’
Bram mengenali suara itu sebagai suara Nenek Ratih yang rupanya mengetahui rencana jahat Nyi Blorong untuk mencelakai Putri. Tanpa berpikir lebih lama lagi, Bram langsung menerobos masuk ke rumah Putri.
Benar saja! Pria itu mendapati Putri yang terjatuh dari tangga dan dengan sigap, Bram segera menangkap tubuh wanita pujaannya itu.
"Putri! Kamu nggak apa-apa?!" tanya Bram sambil melihat Putri yang masih ketakutan karena melihat sesosok wanita yang berada di dekatnya.
Pada saat bersamaan, Putri melihat arwah Nenek Ratih menarik selendang Nyi Blorong dan menghilang entah ke mana.
"Aku nggak apa-apa, kok. Kamu bisa turunin aku, makasih," ujar Putri sedikit tenang.
Donna yang melihat kejadian itu pun berjalan mendekat. Dia sama sekali tidak mengira Bram akan muncul tiba-tiba dan menyelamatkan Putri. Hatinya terbakar api cemburu dan tidak bisa terima begitu saja kedekatan pria idamannya itu dengan Putri.
"Loh, Bram? Kok, kamu bisa di sini?" tanya Donna karena terkejut.
"Iya, katanya Putri sakit. Makanya aku ke sini jenguk dia.”
"Heh, segitu baiknya kamu! Aku curiga, sebenarnya kalian berdua ini … ada hubungan apa, sih?! " tanya Donna dengan sinis.
Putri mengetahui nada suara Donna terdengar kesal. Dia tahu Donna tidak suka dirinya dekat dengan Bram.
"Kami … cuman teman, Don. Yaudah, aku ke belakang dulu. Kalian ngobrol aja." Putri pun pergi meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin membuat masalah dengan sepupunya itu. Bram ingin menyusul Putri, tetapi Donna mencegah langkahnya.
"Bram, tunggu! Kita harus bicara!" pinta Donna.
"Kita bicaranya besok aja, ya! Aku permisi dulu," sahut Bram seraya pergi meninggalkan Donna yang semakin merasa kecewa dan muak karena pria yang dia sukai tidak pernah menganggapnya sama sekali.
Bersambung.
Hari-hari pun berlalu dan Bram semakin terlihat dekat dengan Putri. Tidak jarang, pria itu menunggu Putri di depan Klinik untuk sekadar makan siang atau membawakan minuman untuk wanita pujaannya itu. Sementara, Donna semakin membenci Putri yang dianggapnya telah membuat Bram berpaling darinya. Perasaan benci itu semakin lama semakin membuat Donna gelap mata dan menumbuhkan dendam di hatinya.
Saat makan malam pun tiba dan tidak seperti biasanya, Putri merasa gelisah karena merasakan ada aura jahat di sekelilingnya. Aura yang dirasakannya itu lebih jahat dan gelap. Berulang kali Putri mencoba untuk bersikap tenang, seolah tidak ada apa-apa. Namun, Putri tidak bisa mengelak saat melihat sosok wanita berbaju hijau yang selalu mengikuti Donna itu terus menatap tajam ke arahnya, seolah tahu bahwa Putri bisa merasakan dan melihat kehadirannya.
Hal itu membuat Putri kehilangan selera makan dan terus menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan sosok menyeramkan itu.
"Don, apa kamu habis perawatan? Kok, tambah cantik gini!” Bagas, Kakak kandung Donna mulai memuji pesona sang adik.
"Ah, Kakak bisa aja! Aku, kan emang udah cantik dari lahir! Siapa dulu, dong, Mamanya! " sahut Donna dengan bangga.
"Iya, nih. Anak Papa jadi tambah cantik, ya? Udah bahaya ini! Bisa-bisa diculik orang nanti!" timpal Krisna turut menggoda sang putri.
"Ah, Papa! Bercandanya kelewatan, deh.” Donna tertawa puas. Setidaknya dia mendapatkan dukungan dari Ayah dan kakaknya karena sihir dari susuk itu.
Mereka semua tertawa sambil terus menggoda Donna yang terlihat semakin cantik dan menarik. Semua bergembira menikmati makan malam dan obrolan segar. Hanya Putri seorang yang tidak merasakan kegembiraan itu karena diselimuti rasa takut dengan sosok wanita yang terus berada di belakang Donna. Keringat dingin terus mengucur dari pelipisnya dan membuatnya gemetaran.
"Putri, kenapa kamu? Kok, gemetaran gini?" tanya Krisna yang melihat keponakannya itu hanya menunduk saja.
"Om … Putri sedikit pusing. Putri minta izin makan di kamar aja, ya?" pintanya.
"Putri sakit, ya? Kita periksa, yuk! Biar Kak Bagas yang antar!" kata Bagas yang juga terlihat khawatir melihat wajah Putri yang memucat.
"Nggak usah, Kak. Mungkin cuman kecapekan. Putri ke kamar dulu, ya. Maaf semuanya, Putri pamit duluan," sahut Putri sambil berlalu meninggalkan ruang makan.
***
Saat tiba di dalam kamar, Putri mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Dia begitu takut karena jarang melihat arwah yang langsung menatapnya dengan tajam seperti itu. Tidak berapa lama, Mbok Inah datang menyusulnya ke kamar sambil membawa nampan berisi makanan.
"Non, ini makanannya. Mbok taruh sini, ya?" ujar wanita tua itu, tetapi Putri tak menyahut sama sekali.
"Non! Non Putri? Non, kenapa?" Mbok Inah memanggilnya dengan agak keras dan membuat Putri tersentak mendengarnya.
"Oh, iya, Mbok! Maaf Putri ngelamun! Makasih udah dianterin makanannya," sahut Putri.
"Non, jangan mikir yang enggak-enggak! Habis makan langsung minum obat, terus istirahat, ya?" pinta mbok Inah dan disambut senyuman oleh Putri.
Selesai makan, Krisna mendatangi kamar Putri untuk melihat keadaan sang keponakan.
"Putri, sudah selesai makan belum?" tanya Krisna yang baru saja masuk ke kamarnya.
"Sudah, Om. Baru saja.”
"Jangan lupa obatnya diminum, ya?" pinta pria berkacamata itu.
"Iya, Om," sahut Putri.
"Besok kamu nggak usah kerja dulu aja! Jangan ke klinik! Om rasa, kamu pasti kecapekan."
"Tapi, Om … Putri masih banyak pasien," bantahnya.
"Putri nggak usah khawatir. Besok Om akan meminta salah satu Dokter dari Rumah sakit untuk gantiin kamu di Klinik. Sementara ini, Putri harus banyak istirahat dulu! Oke?"
Putri terdiam. Dia tidak ingin menolak niat baik yang sudah diucapkan sang paman.
"Yaudah, kalau gitu, Om. Maafin Putri yang selalu ngrepotin, ya."
"Putri nggak boleh bilang seperti itu! Kita ini keluarga dan sudah seharusnya Om menjaga kamu. Sekarang kamu istirahat, ya!” Krisna membelai rambut Putri yang panjang.
***
Keesokan harinya, seperti biasa Bram mendatangi Klinik milik Putri dan berharap bisa bertemu dengan wanita itu lagi. Namun, kali ini dia harus kecewa karena ternyata Putri tidak datang karena sakit. Panik? Sudah tentu. Bram begitu peduli pada Putri dan melakukan berbagai cara untuk bisa menghubungi wanita itu. Namun, sial! Ponsel milik Putri tidak aktif.
“Hahh! Kenapa perasaanku nggak enak gini, ya?” gerutu Bram sambil menyalakan mesin mobilnya. Pria itu masih bingung harus bagaimana.
Akhirnya, setelah berpikir cukup lama, pria itu pun memutuskan pergi untuk menjenguk Putri, wanita pujaannya itu.
***
Putri merasa bosan berdiam diri di dalam kamar. Dia pun memutuskan pergi ke taman yang berada di dekat rumahnya untuk mengusir rasa bosannya itu. Dia pun segera melangkah menuju taman usai memasukkan beberapa buku dan sebuah walkman ke dalam tas.
Sampai di taman, Putri memakai headset dan mendengarkan musik kesukaannya. Sesekali, dia membuka buku dan membacanya perlahan. Namun, belum terlalu lama, Putri merasakan pusing dan mual. Pandangannya berputar-putar dan membuatnya semakin tersiksa. Dia pun merogoh tas dan mencari ponselnya.
"Duh, aku lupa nggak bawa ponsel lagi!" gumamnya. Padahal dia berniat menelepon Mang Ujang untuk menjemputnya.
Beberapa saat kemudian, terasa semilir angin dingin menghampiri tubuhnya. Putri terkesiap. Sejenak, dia menutup matanya, lalu membukanya kembali. Putri tercengang karena melihat beberapa arwah sudah mengelilinginya. Ada yang mukanya rata, ada yang hancur lebur, bahkan ada pula yang berlumuran darah di sekujur tubuhnya. Putri bergidik ngeri dan mencoba untuk tidak menghiraukan mereka. Namun, arwah-arwah itu semakin mendekatinya. Tangan mereka terulur dan bersiap mencekik Putri. Tentu saja wanita itu ketakutan setengah mati dan berteriak minta tolong. Sayangnya, tidak ada seorang pun yang menghiraukan teriakan Putri. Orang-orang malah menganggap Putri gila dan menertawakannya.
Beruntung, dari arah lain Bram yang sedang mengendarai mobilnya menuju ke rumah Putri melihat wanita pujaannya itu seperti sedang dikejar sesuatu. Wajahnya terlihat ketakutan dan dia setengah berlari dengan mata memejam! Tanpa menunggu lama, Bram pun segera menghampirinya.
"Putri! Kamu nggak apa-apa, kan?!" tanya Bram begitu turun dari mobil. Dia langsung membantu Putri yang terlihat ketakutan.
Putri yang merasa mengenal suara itu pun memberanikan diri membuka matanya. Benar saja. Putri mengenal pemilik suara itu.
"Bram! Tolong aku! Mereka mau membunuhku!" rintihnya sambil memeluk lengan Bram dengan erat.
“Tenanglah, aku ada di sini. Siapa pun tidak akan melukaimu!”
Bram pun mengantar Putri pulang karena khawatir dengan keadaan wanita itu. Masih tersimpan rasa penasaran di dalam benaknya. Namun, pria itu berusaha menahan dan memilih diam.
***
Sesampainya di depan rumah Putri, Bram pun segera membangunkan Putri yang sempat tertidur karena kelelahan.
"Putri, kita udah sampai, nih," ujar Bram lembut.
Putri pun membuka matanya perlahan, lalu menghela napas.
"Syukurlah!"
"Sebenarnya, ada apa, Putri? Kenapa kamu begitu ketakutan?"
"Ayo masuk dulu! Nanti aku ceritain semuanya," ajak Putri dan turun dari mobil Bram.
"Tunggu aku di teras, ya? Aku ganti baju dulu," kata Putri begitu mereka sampai di depan pintu masuk.
"Baiklah," sahut Bram seraya berjalan ke teras.
"Mbok, itu Bram, teman Putri. Bisa tolong kasih minum ke dia, Mbok? Putri mau ganti baju dulu.”
"Baik, Non," sahut Mbok Inah dan berjalan ke dapur.
Beberapa saat kemudian, Mbok Inah datang menemui Bram dan menghidangkan teh beserta beberapa makanan kecil.
"Ini, Den. Silakan dinikmati."
"Nggak usah repot-repot, Mbok. Makasih, ya.”
Mbok Inah pun mengangguk dan berpamitan untuk kembali ke dapur menyelesaikan urusannya.
***
Beberapa saat kemudian, Donna terlihat tiba di rumah dan melihat Putri sedang berjalan turun dari tangga. Pikiran jahat mulai merasuki kepalanya.
"Andai saja … kamu jatuh dari tangga itu dan kakimu patah, aku pasti akan sangat bahagia sekali!" umpatnya dengan tatapan penuh amarah.
Tiba-tiba, sosok wanita yang selalu berada di belakang badan Donna langsung menghilang dan muncul di belakang badan Putri. Sosok itu menunjukkan senyumnya yang jahat dan matanya yang melotot. Terlihat ia tengah bersiap mendorong tubuh Putri agar jatuh dari tangga. Bram yang tengah menunggu Putri sambil menikmati teh buatan Mbok Inah, tiba-tiba saja tersentak. Sayup-sayup suara seperti bisikan terdengar di telinganya.
‘Bram, cepat tolong Putri! Dia dalam bahaya besar!’
Bram mengenali suara itu sebagai suara Nenek Ratih yang rupanya mengetahui rencana jahat Nyi Blorong untuk mencelakai Putri. Tanpa berpikir lebih lama lagi, Bram langsung menerobos masuk ke rumah Putri.
Benar saja! Pria itu mendapati Putri yang terjatuh dari tangga dan dengan sigap, Bram segera menangkap tubuh wanita pujaannya itu.
"Putri! Kamu nggak apa-apa?!" tanya Bram sambil melihat Putri yang masih ketakutan karena melihat sesosok wanita yang berada di dekatnya.
Pada saat bersamaan, Putri melihat arwah Nenek Ratih menarik selendang Nyi Blorong dan menghilang entah ke mana.
"Aku nggak apa-apa, kok. Kamu bisa turunin aku, makasih," ujar Putri sedikit tenang.
Donna yang melihat kejadian itu pun berjalan mendekat. Dia sama sekali tidak mengira Bram akan muncul tiba-tiba dan menyelamatkan Putri. Hatinya terbakar api cemburu dan tidak bisa terima begitu saja kedekatan pria idamannya itu dengan Putri.
"Loh, Bram? Kok, kamu bisa di sini?" tanya Donna karena terkejut.
"Iya, katanya Putri sakit. Makanya aku ke sini jenguk dia.”
"Heh, segitu baiknya kamu! Aku curiga, sebenarnya kalian berdua ini … ada hubungan apa, sih?! " tanya Donna dengan sinis.
Putri mengetahui nada suara Donna terdengar kesal. Dia tahu Donna tidak suka dirinya dekat dengan Bram.
"Kami … cuman teman, Don. Yaudah, aku ke belakang dulu. Kalian ngobrol aja." Putri pun pergi meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin membuat masalah dengan sepupunya itu. Bram ingin menyusul Putri, tetapi Donna mencegah langkahnya.
"Bram, tunggu! Kita harus bicara!" pinta Donna.
"Kita bicaranya besok aja, ya! Aku permisi dulu," sahut Bram seraya pergi meninggalkan Donna yang semakin merasa kecewa dan muak karena pria yang dia sukai tidak pernah menganggapnya sama sekali.
Bersambung.
itkgid dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas
Tutup