- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Susuk Nyi Blorong
![piendutt](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/03/10/avatar10821979_5.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
piendutt
Susuk Nyi Blorong
![Susuk Nyi Blorong](https://s.kaskus.id/images/2022/07/29/10821979_202207291019200675.jpg)
Quote:
Susuk Nyi Blorong
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Part 2. Bisa Melihat Arwah Gentayangan
Part 3. Kepulangan Putri ke Rumah
Part 4. Menempuh Pendidikan
Part 5. Sering diganggu Arwah
Part 6. Kecelakaan tak Terduga
Part 7. Kematian Sang Nenek
Part 8. Pertama Kali Berinteraksi dengan Arwah
Part 9. Trik Menemui Putri
Part 10. Membela Putri
Part 11. Pemasangan Susuk
Part 12. Susuk Pemikat Pria
Part 13. Ketakutan Terbesar Putri
Part 14. Bram ingin Melindungi Putri
Part 15. Putri dilukai oleh Donna
Part 16. Petaka
Part 17. Mengiklaskan Segalanya
Diubah oleh piendutt 09-09-2022 04:01
![grandiscreamo](https://s.kaskus.id/user/avatar/2011/04/25/avatar2875491_4.gif)
![terbitcomyt](https://s.kaskus.id/user/avatar/2022/03/17/avatar11185520_10.gif)
![dewiyulli07](https://s.kaskus.id/user/avatar/2023/08/10/avatar11443131_1.gif)
dewiyulli07 dan 20 lainnya memberi reputasi
21
10.1K
Kutip
91
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
![piendutt](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/03/10/avatar10821979_5.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
piendutt
#31
Susuk Nyi Blorong
![Susuk Nyi Blorong](https://s.kaskus.id/images/2022/08/18/10821979_202208180508180836.png)
Quote:
Part 10. Membela Putri
Bram tengah berbaring di kasurnya sambil mengamati kartu nama yang diberikan Putri. Dia masih terbayang-bayang senyuman Putri yang seketika membuat hatinya senang.
"Aneh, kenapa aku senyum-senyum gini kalau ingat wajah dia? Kayaknya, ada yang salah, nih!" gumam pria itu. Lalu, dia pun mengambil ponselnya dan mencoba mengirim pesan pada Putri.
[Hallo, Dokter Putri, lagi ngapain?] ketik Bram berbasa-basi untuk mengobati kegalauan hatinya. Pria itu menunggu balasan dari Putri dengan sabar. Wajahnya terus saja tersenyum membayangkan senyuman Putri.
Sementara, di saat yang sama, Putri sedang makan malam bersama keluarga Krisna saat suara pesan masuk dari ponsel milik Putri memecah keheningan suasana.
Sejenak, wanita itu melirik nama pengirim yang terpampang di layar ponselnya dan tidak mengacuhkannya. Dalam hatinya, dia merasa kesal karena Bram terus mengejarnya.
Bram mulai kehilangan kesabaran lantaran balasan pesan dari Putri tidak kunjung datang. Dia pun kembali mengetik sejumlah pesan untuk menarik perhatian wanita yang membuatnya terkagum-kagum itu. Alhasil, ponsel Putri pun terus-menerus berbunyi dan membuat Donna merasa risi.
"Kenapa nggak dibales aja, sih SMS-nya?! Berisik!" bentak Donna.
"Donna!" bentak Krisna membela Putri.
"Memangnya siapa, sih malam-malam gini kirim pesan melulu ke kamu, Put?" tanya Bagas penasaran.
"Oh, anu, itu pasien baru aku, Kak. Mungkin dia mau tanya tentang lukanya tadi," ujar Putri beralasan.
"Emhh, gitu ya. Om kira Putri sudah punya pacar sekarang, jadi malu-malu gitu," ejek Krisna.
Putri yang sedang mengunyah makanan hampir saja tersedak mendengar omongan pamannya itu. Buru-buru dia meminum air untuk meredakan rasa canggungnya.
"Eng-enggak, Om. Putri nggak punya pacar, kok!" bantahnya seraya mengatur sikapnya kembali.
"Putri, kamu adalah wanita yang baik dan Om berharap kamu bisa mendapatkan laki-laki yang baik pula," tutur Krisna dan dijawab dengan anggukan oleh Putri.
"Kalau cowok itu jahat sama kamu, bilang ke Kakak, ya. Ntar, Kakak hajar dia!" sela Bagas.
"Ah, Kak Bagas. Apaan, sih? Serius! Putri belum punya pacar, kok.” Wanita itu menunduk tersipu malu.
Melihat pemandangan itu, Donna tiba-tiba menggebrak meja dengan kasar. Dia benci melihat keakraban Putri dengan keluarganya.
"Aku udah kenyang! Ma, aku balik ke kamar!" ucapnya sambil berlalu begitu saja.
"Kenapa tuh anak?" sahut Bagas seraya menggeleng melihat tingkah laku adiknya.
"Ini semua gara-gara Papa sama kamu, Gas! Udah ah! Mama juga, kenyang!" Silvi ikut pergi meninggalkan mereka bertiga yang masih keheranan. Putri yang merasa suasana itu menjadi tidak nyaman, ikut meninggalkan meja makan.
"Om, Kak Bagas, Putri juga udah kenyang, Putri balik ke kamar dulu, ya," pamit Putri.
Setelah sampai di kamar, Putri langsung menelepon Bram sebelum ponselnya meledak karena pesan yang menumpuk dari pria itu.
"Halo! Ada apa, sih?!" tanya Putri dengan ketus begitu telepon diangkat.
"Aku kira kamu sudah tidur."
"Jam segini biasanya kami semua masih makan!" jawab Putri
"Oh, maaf, ya, kalau aku ganggu. Aku bener-bener nggak tau," ujar Bram lirih.
"Aku udah selesai, kok. Ada perlu apa?"
"Besok siang aku ke Klinik, ya? Aku nggak tau cara ganti perban dan kayaknya ini perban udah kotor banget! Aku takut infeksi. Bisa, kan?" Bram pun beralasan. Padahal niatnya hanya ingin bertemu dengan Putri.
"Ya udah, datang aja besok," sahut Putri dan mengakhiri panggilannya.
***
Keesokan harinya, Bram datang ke Klinik dan langsung menuju ke lobi.
"Sus, apa Dokter Putri ada di ruangannya?" tanya Bram.
"Oh, bentar, ya, saya telepon dulu," sahut Suster itu.
Setelah menunggu beberapa saat, Suster itu pun mempersilakan Bram untuk masuk menemui Putri.
"Mas, langsung masuk aja, Dokter Putri sudah menunggu, kok."
"Makasih ya, Sus. Permisi dulu," sahut Bram dan berlalu pergi.
Belum sempat Bram masuk ke ruangan Putri, pria itu mendengar beberapa suster tengah berbisik-bisik membicarakan Putri.
"Lihat, tuh! Padahal kemarin sok banget nggak mau nemuin, sekarang langsung dibolehin masuk. Kayak perempuan nggak bener aja!" ujar salah satu Suster.
Bram merasa geram mendengar gunjingan mereka tentang Putri dan berbalik arah.
"Apa kalian semua nggak punya kerjaan selain menggosip?! Dokter Putri itu atasan kalian, tapi kalian sama sekali nggak punya sopan santun! Kalau mau jadi Dokter, yang profesional dong!" cetus Bram memarahi mereka semua.
Para suster itu hanya diam karena tidak mengira Bram akan mendengar percakapan mereka. Tanpa menunggu lebih lama lagi, para suster itu pun membubarkan diri. Bram mendengkus kesal dan kembali melangkah menuju ruangan Putri.
***
Tiba di ruangan Putri, Bram masih belum bisa melupakan gunjingan para suster tadi. Wajahnya terlihat kesal dan marah.
"Suasana hati kamu sedang buruk, ya? Kok jelek gitu mukanya?" tanya Putri.
"Apa kamu akan terus membiarkan mereka menggosip tentang kamu sesuka hati mereka?!" sahut Bram masih dengan nada kesal.
Putri langsung memahami maksud perkataan Bram dan berusaha mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin membahas hal yang membuat perasaannya kesal.
"Sini tangan kamu! Niat ke sini mau ganti perban atau mau ngomelin orang, sih?" sahut Putri yang mencoba menenangkan hati pria itu.
"Tau nggak apa yang dikatakan mereka tentang kamu?"
"Aku tau, kok. Udah biasa bagiku," sahut Putri santai.
"Kamu tuh kelewat baik, ya? Kenapa nggak ditegur aja?!" pinta Bram.
"Aku nggak suka memperpanjang masalah, ntar juga mereka berhenti sendiri."
Beberapa lama kemudian, terdengar suara pintu diketuk.
Tok! Tok! Tok!
"Iya, masuk!" sahut Putri.
Terlihat Suster Ana dan kedua orang temannya pun memasuki ruangan Putri.
"Iya, ada apa, Sus?" tanya Putri sambil membersihkan luka di pergelangan tangan Bram.
"Be-begini Dok, kami mau minta maaf atas sikap kami ke Dokter selama ini. Kami nggak bermaksud melanggar kesopanan kami, Dok. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi. Dokter mau memaafkan kami, kan?" tutur Suster Ana, meminta maaf dengan tulus.
Putri sedikit terkejut mendengar perkataan tulus dari Suster Ana. Dia pun tersenyum dan berkata, "Sebelum kalian berbuat salah, saya sudah memaafkannya, kok. Jadi jangan dipikirin lagi, ya!"
"Beneran, Dok? Terima kasih! Dokter memang sangat baik.”
"Ya udah, kalian boleh pergi makan siang sekarang!” Putri pun memberikan izin pada kedua suster itu untuk beristirahat.
"Iya, Dokter juga jangan lupa makan. Kami permisi dulu.”
Putri menatap Bram dan pria itu pun balik menatapnya.
"Makasih, ya. Seumur-umur aku kerja di sini, belum pernah mereka minta maaf sampai segitunya.”
"Kalau kamu mau berterima kasih, traktir aku makan siang, dong. Biar impas," tawar Bram.
"Ehmm, ya udah. Tunggu di luar bentar, aku ambil tas dulu." Putri tersenyum dan bergegas membereskan meja kerjanya.
Bersambung.
Bram tengah berbaring di kasurnya sambil mengamati kartu nama yang diberikan Putri. Dia masih terbayang-bayang senyuman Putri yang seketika membuat hatinya senang.
"Aneh, kenapa aku senyum-senyum gini kalau ingat wajah dia? Kayaknya, ada yang salah, nih!" gumam pria itu. Lalu, dia pun mengambil ponselnya dan mencoba mengirim pesan pada Putri.
[Hallo, Dokter Putri, lagi ngapain?] ketik Bram berbasa-basi untuk mengobati kegalauan hatinya. Pria itu menunggu balasan dari Putri dengan sabar. Wajahnya terus saja tersenyum membayangkan senyuman Putri.
Sementara, di saat yang sama, Putri sedang makan malam bersama keluarga Krisna saat suara pesan masuk dari ponsel milik Putri memecah keheningan suasana.
Sejenak, wanita itu melirik nama pengirim yang terpampang di layar ponselnya dan tidak mengacuhkannya. Dalam hatinya, dia merasa kesal karena Bram terus mengejarnya.
Bram mulai kehilangan kesabaran lantaran balasan pesan dari Putri tidak kunjung datang. Dia pun kembali mengetik sejumlah pesan untuk menarik perhatian wanita yang membuatnya terkagum-kagum itu. Alhasil, ponsel Putri pun terus-menerus berbunyi dan membuat Donna merasa risi.
"Kenapa nggak dibales aja, sih SMS-nya?! Berisik!" bentak Donna.
"Donna!" bentak Krisna membela Putri.
"Memangnya siapa, sih malam-malam gini kirim pesan melulu ke kamu, Put?" tanya Bagas penasaran.
"Oh, anu, itu pasien baru aku, Kak. Mungkin dia mau tanya tentang lukanya tadi," ujar Putri beralasan.
"Emhh, gitu ya. Om kira Putri sudah punya pacar sekarang, jadi malu-malu gitu," ejek Krisna.
Putri yang sedang mengunyah makanan hampir saja tersedak mendengar omongan pamannya itu. Buru-buru dia meminum air untuk meredakan rasa canggungnya.
"Eng-enggak, Om. Putri nggak punya pacar, kok!" bantahnya seraya mengatur sikapnya kembali.
"Putri, kamu adalah wanita yang baik dan Om berharap kamu bisa mendapatkan laki-laki yang baik pula," tutur Krisna dan dijawab dengan anggukan oleh Putri.
"Kalau cowok itu jahat sama kamu, bilang ke Kakak, ya. Ntar, Kakak hajar dia!" sela Bagas.
"Ah, Kak Bagas. Apaan, sih? Serius! Putri belum punya pacar, kok.” Wanita itu menunduk tersipu malu.
Melihat pemandangan itu, Donna tiba-tiba menggebrak meja dengan kasar. Dia benci melihat keakraban Putri dengan keluarganya.
"Aku udah kenyang! Ma, aku balik ke kamar!" ucapnya sambil berlalu begitu saja.
"Kenapa tuh anak?" sahut Bagas seraya menggeleng melihat tingkah laku adiknya.
"Ini semua gara-gara Papa sama kamu, Gas! Udah ah! Mama juga, kenyang!" Silvi ikut pergi meninggalkan mereka bertiga yang masih keheranan. Putri yang merasa suasana itu menjadi tidak nyaman, ikut meninggalkan meja makan.
"Om, Kak Bagas, Putri juga udah kenyang, Putri balik ke kamar dulu, ya," pamit Putri.
Setelah sampai di kamar, Putri langsung menelepon Bram sebelum ponselnya meledak karena pesan yang menumpuk dari pria itu.
"Halo! Ada apa, sih?!" tanya Putri dengan ketus begitu telepon diangkat.
"Aku kira kamu sudah tidur."
"Jam segini biasanya kami semua masih makan!" jawab Putri
"Oh, maaf, ya, kalau aku ganggu. Aku bener-bener nggak tau," ujar Bram lirih.
"Aku udah selesai, kok. Ada perlu apa?"
"Besok siang aku ke Klinik, ya? Aku nggak tau cara ganti perban dan kayaknya ini perban udah kotor banget! Aku takut infeksi. Bisa, kan?" Bram pun beralasan. Padahal niatnya hanya ingin bertemu dengan Putri.
"Ya udah, datang aja besok," sahut Putri dan mengakhiri panggilannya.
***
Keesokan harinya, Bram datang ke Klinik dan langsung menuju ke lobi.
"Sus, apa Dokter Putri ada di ruangannya?" tanya Bram.
"Oh, bentar, ya, saya telepon dulu," sahut Suster itu.
Setelah menunggu beberapa saat, Suster itu pun mempersilakan Bram untuk masuk menemui Putri.
"Mas, langsung masuk aja, Dokter Putri sudah menunggu, kok."
"Makasih ya, Sus. Permisi dulu," sahut Bram dan berlalu pergi.
Belum sempat Bram masuk ke ruangan Putri, pria itu mendengar beberapa suster tengah berbisik-bisik membicarakan Putri.
"Lihat, tuh! Padahal kemarin sok banget nggak mau nemuin, sekarang langsung dibolehin masuk. Kayak perempuan nggak bener aja!" ujar salah satu Suster.
Bram merasa geram mendengar gunjingan mereka tentang Putri dan berbalik arah.
"Apa kalian semua nggak punya kerjaan selain menggosip?! Dokter Putri itu atasan kalian, tapi kalian sama sekali nggak punya sopan santun! Kalau mau jadi Dokter, yang profesional dong!" cetus Bram memarahi mereka semua.
Para suster itu hanya diam karena tidak mengira Bram akan mendengar percakapan mereka. Tanpa menunggu lebih lama lagi, para suster itu pun membubarkan diri. Bram mendengkus kesal dan kembali melangkah menuju ruangan Putri.
***
Tiba di ruangan Putri, Bram masih belum bisa melupakan gunjingan para suster tadi. Wajahnya terlihat kesal dan marah.
"Suasana hati kamu sedang buruk, ya? Kok jelek gitu mukanya?" tanya Putri.
"Apa kamu akan terus membiarkan mereka menggosip tentang kamu sesuka hati mereka?!" sahut Bram masih dengan nada kesal.
Putri langsung memahami maksud perkataan Bram dan berusaha mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin membahas hal yang membuat perasaannya kesal.
"Sini tangan kamu! Niat ke sini mau ganti perban atau mau ngomelin orang, sih?" sahut Putri yang mencoba menenangkan hati pria itu.
"Tau nggak apa yang dikatakan mereka tentang kamu?"
"Aku tau, kok. Udah biasa bagiku," sahut Putri santai.
"Kamu tuh kelewat baik, ya? Kenapa nggak ditegur aja?!" pinta Bram.
"Aku nggak suka memperpanjang masalah, ntar juga mereka berhenti sendiri."
Beberapa lama kemudian, terdengar suara pintu diketuk.
Tok! Tok! Tok!
"Iya, masuk!" sahut Putri.
Terlihat Suster Ana dan kedua orang temannya pun memasuki ruangan Putri.
"Iya, ada apa, Sus?" tanya Putri sambil membersihkan luka di pergelangan tangan Bram.
"Be-begini Dok, kami mau minta maaf atas sikap kami ke Dokter selama ini. Kami nggak bermaksud melanggar kesopanan kami, Dok. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi. Dokter mau memaafkan kami, kan?" tutur Suster Ana, meminta maaf dengan tulus.
Putri sedikit terkejut mendengar perkataan tulus dari Suster Ana. Dia pun tersenyum dan berkata, "Sebelum kalian berbuat salah, saya sudah memaafkannya, kok. Jadi jangan dipikirin lagi, ya!"
"Beneran, Dok? Terima kasih! Dokter memang sangat baik.”
"Ya udah, kalian boleh pergi makan siang sekarang!” Putri pun memberikan izin pada kedua suster itu untuk beristirahat.
"Iya, Dokter juga jangan lupa makan. Kami permisi dulu.”
Putri menatap Bram dan pria itu pun balik menatapnya.
"Makasih, ya. Seumur-umur aku kerja di sini, belum pernah mereka minta maaf sampai segitunya.”
"Kalau kamu mau berterima kasih, traktir aku makan siang, dong. Biar impas," tawar Bram.
"Ehmm, ya udah. Tunggu di luar bentar, aku ambil tas dulu." Putri tersenyum dan bergegas membereskan meja kerjanya.
Bersambung.
![pulaukapok](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/06/13/avatar10874794_1.gif)
![ariefdias](https://s.kaskus.id/user/avatar/2016/09/13/default.png)
![itkgid](https://s.kaskus.id/user/avatar/2018/06/06/avatar10235128_1.gif)
itkgid dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Kutip
Balas
Tutup