- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Susuk Nyi Blorong
TS
piendutt
Susuk Nyi Blorong
Quote:
Susuk Nyi Blorong
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain, itu tidaklah mudah dan tidak seperti yang kalian pikirkan. Cerita ini mengisahkan seorang wanita yang berjuang untuk mengatasi ketakutannya karena diberikan kekuatan untuk bisa melihat hal-hal gaib.
Putri Balqis Kuncoro adalah anak semata wayang keluarga Bima Kuncoro. Seperti anak-anak lainnya, gadis berusia enam tahun itu mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Bima adalah Direktur sekaligus pemilik beberapa rumah sakit yang tersebar di berbagai area. Kehidupan gadis itu benar-benar sempurna hingga membuat iri siapa pun yang melihatnya. Namun, suatu hari peristiwa nahas terjadi dan mengubah kehidupan gadis cilik itu.
Kecelakaan mobil beruntun di sebuah jalan mengakibatkan banyak korban jiwa. Tampak seorang gadis cilik sedang menangis sembari memanggil nama kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ... bangun! Putri takut, Bu," pekiknya seraya mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang sudah berlumuran darah.
Cedera di kepala gadis cilik itu membuatnya pusing, hingga tak sadarkan diri. Darah segar terus mengalir dari pelipisnya, hingga suara hiruk-pikuk dari luar mobil yang ternyata petugas keamanan berhasil menemukannya. Gadis cilik itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan kedua orang tuanya tidak terselamatkan.
Petugas kepolisian langsung menghubungi keluarga lain dari gadis cilik itu, beruntungnya ia masih mempunyai paman yang bernama Krisna Kuncoro. Adik dari sang ayah. Mendapat kabar seperti itu, Krisna beserta seluruh keluarga bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang keponakan. Dokter berkata Putri mengalami syok dan kehilangan banyak darah. Gadis cilik itu juga mengalami trauma dan enggan untuk bangun lagi. Kini, Putri mengalami koma dan terbaring di rumah sakit. Entah kapan, gadis cilik itu bisa terbangun dan tersenyum kembali.
Sejak saat itulah, harta kekayaan Bima Kuncoro jatuh ke tangan Krisna untuk dikelola hingga Putri bangun dari tidur panjangnya.
***
Sekitar lima tahun kemudian.
Suatu pagi, terlihat dua orang perawat tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di bangsal rumah sakit. Salah satu dari mereka sedang bertugas mengganti baju pasien.
"Kasihan, ya. Cantik-cantik tapi koma, udah kayak ngurus mayat aja beginian!" gerutu perawat itu.
"Hust! Dilarang ngeluh, kamu nggak tau, ya. Pasien ini anak orang kaya, jangan sampai lecet. Bisa kena marah kita nanti." Perawat yang lain pun mengingatkan.
Setelah selesai mengganti baju, tiba-tiba tangan pasien itu bergerak. Kedua perawat itu pun panik dan dengan segera memanggil Dokter untuk mengecek kondisi gadis yang sudah bertahun-tahun terbaring itu.
"Ini kabar baik, Putri akan segera bangun," serunya bersemangat.
Bersambung.
Written : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi Mengubah Segalanya
Part 2. Bisa Melihat Arwah Gentayangan
Part 3. Kepulangan Putri ke Rumah
Part 4. Menempuh Pendidikan
Part 5. Sering diganggu Arwah
Part 6. Kecelakaan tak Terduga
Part 7. Kematian Sang Nenek
Part 8. Pertama Kali Berinteraksi dengan Arwah
Part 9. Trik Menemui Putri
Part 10. Membela Putri
Part 11. Pemasangan Susuk
Part 12. Susuk Pemikat Pria
Part 13. Ketakutan Terbesar Putri
Part 14. Bram ingin Melindungi Putri
Part 15. Putri dilukai oleh Donna
Part 16. Petaka
Part 17. Mengiklaskan Segalanya
Diubah oleh piendutt 09-09-2022 04:01
dewiyulli07 dan 20 lainnya memberi reputasi
21
10.1K
Kutip
91
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#24
Susuk Nyi Blorong
Quote:
Part 8. Pertama Kali Berinteraksi dengan Arwah
Bram yang saat itu tengah ditemani Donna, tanpa sengaja melihat Putri sedang berjalan di area parkiran.
"Don, aku tinggal bentar, ya!" ucapnya seraya beranjak dari kursi.
Bram meninggalkan Donna dan mendatangi Putri. Pria itu langsung menarik tangan Putri dan menghentikan langkahnya.
"Tunggu!" seru Bram.
"Lepasin nggak?!" bentak Putri yang tidak suka tangannya dipegang Bram.
"Maaf, aku nggak berniat nyakitin kamu. Aku cuman mau tanya dari mana kamu tahu … kalau aku punya Nenek?" tanya Bram penasaran sambil melepaskan genggaman tangannya.
"Ehmm, aku cuman nebak aja, kok," jawab Putri sambil melirik arwah Nenek Ratih berdiri di belakang Bram. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Putri pun buru-buru masuk ke mobil.
"Tunggu! Aku belum selesai bicara!" Bram tetap ngotot.
Tanpa mereka sadari, Donna datang menyusul Bram. Dia penasaran dengan sikap Bram yang tiba-tiba saja meninggalkannya.
"Bram, ada apa ini?" tanya Donna saat melihat keributan di antara Bram dan Putri.
"Don, bilangin Om sama Tante kalau aku pulang duluan, ya! Sampai ketemu di rumah," ujar Putri. Dia meminta Mang Ujang untuk segera menyalakan mesin mobil dan meninggalkan tempat itu.
Bram tampak sangat kecewa dengan sikap Putri itu. karena masih memiliki banyak pertanyaan untuk disampaikan pada wanita itu.
"Apa kalian sudah saling kenal, Bram?"
"Don, Putri itu siapa? Kenapa bisa tinggal serumah sama kamu?" Bram balik bertanya.
"Dia … sepupuku, tapi … ngomong-ngomong, dari mana kamu bisa kenal sama Putri?"
"Dulu kami sempat ketemu waktu UAS dan sejak itu kita nggak pernah ketemu lagi. Kamu tau nggak sekarang dia kerja di mana, Don?"
"Ehm ... dia kerja di Klinik yang berada di dekat gang masuk rumahku. Memangnya kenapa?"
"Oh, gitu. Nggak apa-apa, kok.” Bram menaikkan simpul bibirnya, sepertinya dia sudah menemukan cara untuk menemui Putri kembali.
Tidak lama, Silvi mendatangi mereka berdua dan mengajak Donna untuk pulang. Donna pun mengangguk, lalu berpamitan pada Bram.
Usai mobil keluarga Donna melaju meninggalkan tempat itu, Bram segera kembali ke rumahnya dan merebahkan diri di dalam kamar. Pria itu merasa sangat gelisah, entah apa yang dipikirkannya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Hahh! Siapa sebenarnya wanita itu?" gumamnya kesal seraya menutupi wajahnya dengan bantal.
***
Beberapa waktu kemudian, Donna ingin mengajak Bram makan siang usai rapat di Rumah sakit, tempat mereka berdua bekerja.
"Bram, kita makan siang, yuk?"
"Maaf, Don. Aku ada urusan hari ini. Lain kali aja, ya," ujar pria berkulit putih itu dan berlalu pergi.
"Gila tuh anak! Kepedean banget berani nolak ajakan kamu, Don! Padahal, kan di sini tuh nggak ada cowok yang berani menolak ajakan kamu!" umpat Clara yang geram melihat sikap Bram.
"Justru itu, aku makin suka sama Bram! Dia bukan lelaki gampangan!" sahut Donna tersenyum sinis.
"Tapi … kayaknya Bram nggak ada rasa sedikit pun sama kamu, Don."
"Suatu hari nanti, aku pasti bisa bikin dia jatuh hati ke pelukanku. Tunggu saja tanggal mainnya!" ucap Donna bersemangat.
***
Hari ini Putri sudah stand by di Klinik lebih pagi dari biasanya. Tanpa sepengetahuan Putri, Bram datang ke Klinik untuk menemuinya. Saat itulah, Bram kembali teringat bahwa saat Nenek Ratih tersesat dulu, Putri-lah yang memberi tahu keberadaan sang nenek pada Bram.
"Selamat siang, Suster," sapa Bram saat memasuki lobi Klinik.
"iya, siang, Mas. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster Ana yang saat itu bertugas jaga.
"Saya … nggak sakit, Sus. Cuman pengen ketemu sama Dokter Putri, bisa nggak? Sebentar saja," pinta Bram.
"Dengan Mas siapa ini?
"Saya Bram, Suster," jawab Bram.
"Sebentar, saya tanya Dokter Putri dulu," ujar Suster itu, lalu menelepon Putri.
"Iya, Sus. Kenapa?" tanya Putri dari ruangannya.
"Dok, ini ada yang mau ketemu sama Dokter."
"Keluhannya apa, Sus?"
"Ehmmm, dia bukan pasien Dok. Katanya, cuma ingin ketemu sama Dokter."
"Namanya siapa?" tanya Putri.
“Namanya Bram, Dokter."
Putri terdiam mendengar Suster itu menyebut nama Bram. Dia tidak percaya Bram begitu nekat mendatangi dia.
"Sus, tolong bilang ke dia, saya masih banyak pasien. Suruh dia pulang aja, Sus!"
"Eh, i-iya, Dok," ujar Suster Ana, lalu menutup teleponnya.
"Gimana, Sus?" tanya Bram penasaran.
"Maaf ya, Mas. Dokter Putri masih banyak pasien, jadi belum bisa nemuin Mas Bram."
"Gitu, ya? Susahnya mau ketemu dia atau dia emang sengaja nggak mau ketemu sama saya?" gerutu Bram.
"Na, bukanya pasien kita hari ini udah selesai semua, ya? Emangnya pasien mana lagi yang diperiksa Dokter Putri?" tanya rekan kerja Suster Ana tiba-tiba.
"Husstt, diam kamu!" ujar Suster Ana seraya mengangkat jarinya ke bibir dan Bram pun mendengarkan itu.
"Jadi bener … dia sendiri yang nggak mau ketemu saya, Sus?" tanya Bram lagi.
"Sepertinya, Mas harus jadi pasien dulu kalau mau ketemu Dokter Putri. Pasalnya, dia tadi nyuruh Mas pulang aja. Maaf, ya!" kata Suster Ana.
Bram kecewa mendengar ucapan Suster Ana dan akhirnya pergi dengan perasaan kesal.
***
Putri baru saja keluar dari kamar mandi dan hendak kembali ke ruangannya saat dia melihat beberapa Suster di lobi tampak asyik bergunjing tentang dirinya. Putri hanya menghela napas dan tidak memedulikan mereka. Dia melanjutkan langkah menuju ke ruangannya. Namun, saat membuka pintu ruangan ….
"Astagfirullah! Ya Allah!" Putri berteriak dan menutup pintu itu lagi dengan keras. Sontak semua orang pun datang melihatnya.
"Dokter! Kenapa, Dok?! Ada apa?!" tanya Suster Ana penasaran.
Putri hanya diam dan tidak ingin para suster itu tahu bahwa dirinya melihat arwah Nenek Ratih yang berdiri di jendela ruangannya. Dia masih mengatur napasnya yang tersengal dan mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Suster Ana.
"Itu ... tadi, saya lihat ada kecoa di lantai, Sus!" sahut Putri beralasan.
"Hah?! Kecoa?" tanya Suster Ana sambil membuka ruangan itu dan memeriksanya. Setelah beberapa saat, Suster Ana menggelengkan kepalanya karena tidak menemukan kecoa seperti yang dikatakan Dokter Putri.
"Nggak ada apa-apa tuh, Dok! Di mana Dokter tadi melihatnya?"
Putri berjalan perlahan memasuki ruangannya. Masih ada rasa takut bercampur kaget dalam dirinya. Putri memeriksa sekeliling ruangan dan tidak melihat lagi sosok Nenek Ratih di sana.
"Ehmm, syukurlah! Mungkin kecoaknya sudah kabur, Sus. Makasih, ya, Suster bisa balik kerja lagi," kata Putri mengusir secara halus.
Putri pun masuk dan menutup pintu ruangannya. Dia duduk di kursi dan kembali mengatur napasnya. Tiba-tiba, angin dingin berembus melewati telinganya. Putri merasakan bahwa ada kehadiran orang lain di ruangan itu. Bulu kuduknya pun mulai berdiri.
"Siapa pun yang ada di sini, tunjukkan wajah kalian!" Putri mencoba mengumpulkan keberaniannya.
Benar saja! Tidak berapa lama kemudian, seorang nenek tua yang wajahnya pucat muncul dan berjalan ke arahnya. Dia adalah Nenek Ratih.
"Nenek?!" pekik Putri sedikit kesal.
"Maaf, Nak. Nenek ngagetin kamu, ya?" ujar Nenek yang baru saja meninggal beberapa hari yang lalu itu.
"Nenek itu harusnya ngasih kode dulu kalau mau muncul! Jangan tiba-tiba gitu! Putri kaget! Nenek ada perlu apa ke sini?"
"Kamu tentu sudah tau kenapa Nenek ke sini."
"Nek, bukannya Putri nggak mau bantu, tapi saya nggak suka kalau orang-orang berpikiran saya ini gila, Nek.”
"Nak, Nenek yakin, Bram bukan orang seperti itu. Percaya sama Nenek.
Putri mendengkus mendengar perkataan Nenek Ratih dan menatap tajam wanita tua itu.
Bersambung.
Bram yang saat itu tengah ditemani Donna, tanpa sengaja melihat Putri sedang berjalan di area parkiran.
"Don, aku tinggal bentar, ya!" ucapnya seraya beranjak dari kursi.
Bram meninggalkan Donna dan mendatangi Putri. Pria itu langsung menarik tangan Putri dan menghentikan langkahnya.
"Tunggu!" seru Bram.
"Lepasin nggak?!" bentak Putri yang tidak suka tangannya dipegang Bram.
"Maaf, aku nggak berniat nyakitin kamu. Aku cuman mau tanya dari mana kamu tahu … kalau aku punya Nenek?" tanya Bram penasaran sambil melepaskan genggaman tangannya.
"Ehmm, aku cuman nebak aja, kok," jawab Putri sambil melirik arwah Nenek Ratih berdiri di belakang Bram. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Putri pun buru-buru masuk ke mobil.
"Tunggu! Aku belum selesai bicara!" Bram tetap ngotot.
Tanpa mereka sadari, Donna datang menyusul Bram. Dia penasaran dengan sikap Bram yang tiba-tiba saja meninggalkannya.
"Bram, ada apa ini?" tanya Donna saat melihat keributan di antara Bram dan Putri.
"Don, bilangin Om sama Tante kalau aku pulang duluan, ya! Sampai ketemu di rumah," ujar Putri. Dia meminta Mang Ujang untuk segera menyalakan mesin mobil dan meninggalkan tempat itu.
Bram tampak sangat kecewa dengan sikap Putri itu. karena masih memiliki banyak pertanyaan untuk disampaikan pada wanita itu.
"Apa kalian sudah saling kenal, Bram?"
"Don, Putri itu siapa? Kenapa bisa tinggal serumah sama kamu?" Bram balik bertanya.
"Dia … sepupuku, tapi … ngomong-ngomong, dari mana kamu bisa kenal sama Putri?"
"Dulu kami sempat ketemu waktu UAS dan sejak itu kita nggak pernah ketemu lagi. Kamu tau nggak sekarang dia kerja di mana, Don?"
"Ehm ... dia kerja di Klinik yang berada di dekat gang masuk rumahku. Memangnya kenapa?"
"Oh, gitu. Nggak apa-apa, kok.” Bram menaikkan simpul bibirnya, sepertinya dia sudah menemukan cara untuk menemui Putri kembali.
Tidak lama, Silvi mendatangi mereka berdua dan mengajak Donna untuk pulang. Donna pun mengangguk, lalu berpamitan pada Bram.
Usai mobil keluarga Donna melaju meninggalkan tempat itu, Bram segera kembali ke rumahnya dan merebahkan diri di dalam kamar. Pria itu merasa sangat gelisah, entah apa yang dipikirkannya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Hahh! Siapa sebenarnya wanita itu?" gumamnya kesal seraya menutupi wajahnya dengan bantal.
***
Beberapa waktu kemudian, Donna ingin mengajak Bram makan siang usai rapat di Rumah sakit, tempat mereka berdua bekerja.
"Bram, kita makan siang, yuk?"
"Maaf, Don. Aku ada urusan hari ini. Lain kali aja, ya," ujar pria berkulit putih itu dan berlalu pergi.
"Gila tuh anak! Kepedean banget berani nolak ajakan kamu, Don! Padahal, kan di sini tuh nggak ada cowok yang berani menolak ajakan kamu!" umpat Clara yang geram melihat sikap Bram.
"Justru itu, aku makin suka sama Bram! Dia bukan lelaki gampangan!" sahut Donna tersenyum sinis.
"Tapi … kayaknya Bram nggak ada rasa sedikit pun sama kamu, Don."
"Suatu hari nanti, aku pasti bisa bikin dia jatuh hati ke pelukanku. Tunggu saja tanggal mainnya!" ucap Donna bersemangat.
***
Hari ini Putri sudah stand by di Klinik lebih pagi dari biasanya. Tanpa sepengetahuan Putri, Bram datang ke Klinik untuk menemuinya. Saat itulah, Bram kembali teringat bahwa saat Nenek Ratih tersesat dulu, Putri-lah yang memberi tahu keberadaan sang nenek pada Bram.
"Selamat siang, Suster," sapa Bram saat memasuki lobi Klinik.
"iya, siang, Mas. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster Ana yang saat itu bertugas jaga.
"Saya … nggak sakit, Sus. Cuman pengen ketemu sama Dokter Putri, bisa nggak? Sebentar saja," pinta Bram.
"Dengan Mas siapa ini?
"Saya Bram, Suster," jawab Bram.
"Sebentar, saya tanya Dokter Putri dulu," ujar Suster itu, lalu menelepon Putri.
"Iya, Sus. Kenapa?" tanya Putri dari ruangannya.
"Dok, ini ada yang mau ketemu sama Dokter."
"Keluhannya apa, Sus?"
"Ehmmm, dia bukan pasien Dok. Katanya, cuma ingin ketemu sama Dokter."
"Namanya siapa?" tanya Putri.
“Namanya Bram, Dokter."
Putri terdiam mendengar Suster itu menyebut nama Bram. Dia tidak percaya Bram begitu nekat mendatangi dia.
"Sus, tolong bilang ke dia, saya masih banyak pasien. Suruh dia pulang aja, Sus!"
"Eh, i-iya, Dok," ujar Suster Ana, lalu menutup teleponnya.
"Gimana, Sus?" tanya Bram penasaran.
"Maaf ya, Mas. Dokter Putri masih banyak pasien, jadi belum bisa nemuin Mas Bram."
"Gitu, ya? Susahnya mau ketemu dia atau dia emang sengaja nggak mau ketemu sama saya?" gerutu Bram.
"Na, bukanya pasien kita hari ini udah selesai semua, ya? Emangnya pasien mana lagi yang diperiksa Dokter Putri?" tanya rekan kerja Suster Ana tiba-tiba.
"Husstt, diam kamu!" ujar Suster Ana seraya mengangkat jarinya ke bibir dan Bram pun mendengarkan itu.
"Jadi bener … dia sendiri yang nggak mau ketemu saya, Sus?" tanya Bram lagi.
"Sepertinya, Mas harus jadi pasien dulu kalau mau ketemu Dokter Putri. Pasalnya, dia tadi nyuruh Mas pulang aja. Maaf, ya!" kata Suster Ana.
Bram kecewa mendengar ucapan Suster Ana dan akhirnya pergi dengan perasaan kesal.
***
Putri baru saja keluar dari kamar mandi dan hendak kembali ke ruangannya saat dia melihat beberapa Suster di lobi tampak asyik bergunjing tentang dirinya. Putri hanya menghela napas dan tidak memedulikan mereka. Dia melanjutkan langkah menuju ke ruangannya. Namun, saat membuka pintu ruangan ….
"Astagfirullah! Ya Allah!" Putri berteriak dan menutup pintu itu lagi dengan keras. Sontak semua orang pun datang melihatnya.
"Dokter! Kenapa, Dok?! Ada apa?!" tanya Suster Ana penasaran.
Putri hanya diam dan tidak ingin para suster itu tahu bahwa dirinya melihat arwah Nenek Ratih yang berdiri di jendela ruangannya. Dia masih mengatur napasnya yang tersengal dan mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Suster Ana.
"Itu ... tadi, saya lihat ada kecoa di lantai, Sus!" sahut Putri beralasan.
"Hah?! Kecoa?" tanya Suster Ana sambil membuka ruangan itu dan memeriksanya. Setelah beberapa saat, Suster Ana menggelengkan kepalanya karena tidak menemukan kecoa seperti yang dikatakan Dokter Putri.
"Nggak ada apa-apa tuh, Dok! Di mana Dokter tadi melihatnya?"
Putri berjalan perlahan memasuki ruangannya. Masih ada rasa takut bercampur kaget dalam dirinya. Putri memeriksa sekeliling ruangan dan tidak melihat lagi sosok Nenek Ratih di sana.
"Ehmm, syukurlah! Mungkin kecoaknya sudah kabur, Sus. Makasih, ya, Suster bisa balik kerja lagi," kata Putri mengusir secara halus.
Putri pun masuk dan menutup pintu ruangannya. Dia duduk di kursi dan kembali mengatur napasnya. Tiba-tiba, angin dingin berembus melewati telinganya. Putri merasakan bahwa ada kehadiran orang lain di ruangan itu. Bulu kuduknya pun mulai berdiri.
"Siapa pun yang ada di sini, tunjukkan wajah kalian!" Putri mencoba mengumpulkan keberaniannya.
Benar saja! Tidak berapa lama kemudian, seorang nenek tua yang wajahnya pucat muncul dan berjalan ke arahnya. Dia adalah Nenek Ratih.
"Nenek?!" pekik Putri sedikit kesal.
"Maaf, Nak. Nenek ngagetin kamu, ya?" ujar Nenek yang baru saja meninggal beberapa hari yang lalu itu.
"Nenek itu harusnya ngasih kode dulu kalau mau muncul! Jangan tiba-tiba gitu! Putri kaget! Nenek ada perlu apa ke sini?"
"Kamu tentu sudah tau kenapa Nenek ke sini."
"Nek, bukannya Putri nggak mau bantu, tapi saya nggak suka kalau orang-orang berpikiran saya ini gila, Nek.”
"Nak, Nenek yakin, Bram bukan orang seperti itu. Percaya sama Nenek.
Putri mendengkus mendengar perkataan Nenek Ratih dan menatap tajam wanita tua itu.
Bersambung.
itkgid dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas
Tutup