harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Kumpulan Cerita Horor Mistis | Jagad Mistis Nusantara


Quote:


Quote:


Index / daftar isi cerita ada di paling bawah ya gan.

Spoiler for Chapter Pertama:


PENGHUNI APARTEMEN

Namaku Hanif, aku tinggal seorang diri di sebuah apartemen di segitiga emas Jakarta, atau orang bilang jantung kota Jakarta. Aku sendiri seorang pekerja kantoran yang bekerja di salah satu perusahaan asuransi yang memang bermarkas di ibukota.

Sudah beberapa bulan ini aku hidup sendiri semenjak perceraianku dengan istriku, karena kami belum mempunyai anak, jadi aku bisa langsung terlepas dari ikatan hubungan ini. Kami jadi tak pernah bertemu lagi dan bahkan tak saling kenal lagi. Sementara di apartemen, aku dibantu seorang asisten rumah tangga. Namanya Bu Umi, dia asli warga sekitaran apartemenku. Karena apartemen bertingkatku ini berbatasan langsung dengan pemukiman padat penduduk khas Jakarta.

Bu Umi ini tak menetap di apartemenku, dia punya jam kerja sendiri yang sudah aku atur. Ketika aku hendak berangkat bekerja dia datang dan membereskan rumah sampai sore. Sedangkan aku pulang dari kantor sekitar selesai maghrib atau bisa lebih malam lagi, dan sesampainya di apartemen, semuanya sudah beres dan bersih berkat kerja Bu Umi. Jadi aku bisa langsung bersantai dan istirahat. Oh iya, aku juga memberikan Bu Umi kunci cadangan, kalau nanti dia butuh. Lagipula aku percaya dengannya.

💀💀💀

Pada suatu hari aku hampir saja terlambat berangkat ke kantor. Tapi karena Bu Umi datang dan mengetuk pintu, aku jadi terbangun dan segera bersiap pergi kerja. Sedangkan Bu Umi melakukan yang biasanya ia lakukan setiap pagi, setiap pagi hari aku menyempatkan diri untuk sarapan di penjual bubur depan apartemen. Tapi karena pagi ini aku terlambat, aku benar-benar tak ada waktu untuk itu. Bisa sampai kantor tepat waktu pun sudah syukur.

Singkat cerita, aku sampai di kantor dengan mobil sederhanaku. Bekerja seperti biasa, bertemu banyak teman dan lainnya yang biasanya dilakukan pegawai pada umumnya. Waktu berjalan begitu cepat ketika aku di kantor, tak terasa setelah hampir seharian bekerja dan dua kali istirahat, tibalah aku diujung hari. Sekitar pukul enam sore aku keluar kantor menuju mobilku, dan mulai mengemudi pulang.

Sebenarnya pulang di waktu maghrib seperti ini adalah hal yang aku benci, karena jalanan selalu macet di jam-jam ini. Padahal kalau tidak macet, perjalanannya tak akan memakan waktu lebih dari lima belas menit. Karena macet, perjalananku yang sebenarnya dekat ini pun memakan waku empat puluh menit.

Aku sampai dan memarkirkan mobilku di basement, kemudian berjalan ke lift untuk naik ke lantai sembilan dimana aku tinggal. Aku sendiri di dalam lift dan sampai di lorong pun aku sendiri. Lorong begitu sepi dan hening, hanya ada aku dan suara langkahku. Ditambah suara kunci yang berputar di lubang pintu. Aku segera masuk dan langsung mengambil segelas air di dapur kemudian meminumnya.

Namun ada yang janggal saat maghrib itu, aku lihat Bu Umi belum pulang dan sedang menyetrika di salah satu kamar kosong di apartemenku. Karena pintunya dibuka, aku jadi bisa melihatnya. Aku pun mendekat dan bermaksud menyapanya. Waktu itu Bu Umi posisinya membelakangiku, kepalanya menunduk sambil fokus menyetrika bajuku.

“Kan bisa besok pagi Bu, Ibu pulang aja.” Kataku pada Bu Umi.

“Enggak mas, sekarang aja deh. Lagi males pulang cepet.” Jawab Bu Umi.

Aku berpikir mungkin Bu Umi sedang ada masalah dengan anak-anaknya di rumah, jadi aku membiarkannya dan tak menaruh curiga apapun. “Yaudah Bu, saya bikinin teh ya.” Ucapku dengan maksud baik.

Aku segera berjalan menuju dapur untuk membuat segelas teh manis, cangkir sudah ada dan teh pun tersedia. Jadi tinggal aku buatkan saja untuk dia. Kasihan dia bekerja seharian, mungkin sekali-kali aku juga harus melakukan sesuatu yang baik untuknya.

Disaat aku sedang membuat teh, ada sesuatu yang membuatku tersentak. Membuat jantungku berdegup kencang. Aku kaget bukan main, ketika mendapat sebuah pesan singkat dari Bu Umi di ponselku. Dalam pesan chat tersebut, Bu Umi berkata.

“Mas Anif, maaf mas. Saya pulang siang yah, mohon maaf mas. Hari ini saya gak bisa lama-lama.” Begitu ucapnya dalam pesan, jadi Bu Umi sudah pulang sejak siang hari tadi. Lalu siapa yang sedang menyetrika di kamar kosong itu? Astaga, aku segera menghubungi Bu Umi. Langsung aku berjalan ke balkon dan menelponnya saat itu juga. Untungnya, responnya cepat. Bu Umi langsung menjawab teleponnya.

“Bu? Kenapa Bu?” Tanyaku dengan nada ketakutan.

“Mas maaf, saya pulang lebih awal tadi. Nanti deh, besok saya ceritain. Ada yang gak beres di apartemen mas.” Ucapnya dengan nada yang sama takutnya denganku.

Aku pun langsung menutup telepon itu karena tak ada yang perlu aku ketahui lagi, semua sudah jelas. Orang yang sedang menyetrika itu bukan Bu Umi. Aku pun menyimpan ponsel di saku dan berjalan masuk. Dengan memberanikan diri, aku berjalan menuju kamar kosong itu, aku ingin memastikan siapa yang ada disana. Firasatku tidak enak, sangat buruk.

Saat sampai di depan pintu kamar, sosok itu masih disana. Persis menyerupai Bu Umi dari belakang, aku juga lupa belum melihat wajahnya. Dari depan pintu aku perhatikan sosok itu, sosok yang masih saja menyetrika baju yang sama.

“Maaf, kamu siapa? Bu Umi sudah pulang, kok bisa disini? Saya bisa panggil security lho.” Ucapku dengan maksud mengancam.

Yang membuatku bergidik adalah, ketika sosok itu tertawa cekikikan sebelum menjawab.

“Lho? Memang kamu belum sadar juga?” Tanya sosok itu sambil terus menyetrika. “Hayo, aku ini siapa?” Tanya sosok itu lagi.

Aku ketakutan setengah mati, badanku bergetar hebat. Ingin rasanya aku lari, tapi entah kenapa mataku rasanya ingin melihat sosok itu. Kemudian sosok itu menoleh, kemudian berdiri menghadapku. Memperlihatkan wajahnya yang rata, tanpa mata, hidung dan mulut. Benar-benar rata.

Aku pun segera lari sambil berteriak saking takutnya, aku tinggalkan apartemen. Langsung aku lari ke lift untuk turun ke lantai bawah. Selama di lift tak henti-hentinya aku ishtighfar. Astaga, sosok apa yang baru saja ku lihat. Makhluk halus? Kenapa ada di apartemenku?

💀💀💀

Gara-gara kejadian itu, aku tak tidur di apartemen malam itu. Aku terpaksa tidur di rumah orang tua di Bekasi yang lumayan jauh jaraknya. Keesokan harinya aku berangkat kerja seperti biasa, Bu Umi kusuruh untuk tidak datang ke apartemenku karena aku sedang tak disana.

Setelah pulang kerja, aku berkunjung ke rumah Bu Umi. Aku ceritakan apa yang aku alami kemarin, dan ternyata Bu Umi pun mengalami hal yang sama, itulah alasan kenapa Bu Umi pulang lebih cepat. Bu Umi bilang kalau makhluk itu menyerupai aku, namun setelah menoleh, wajahnya rata. Setelah aku dan keluargaku menggelar pengajian kecil di apartemen, barulah aku berani lagi menempati apartemen itu.


Quote:


Quote:


UNTUK BACA CERITA LAINNYA, SILAHKAN KLIK LINK DI DAFTAR ISI BERIKUT
⬇️⬇️⬇️

DAFTAR ISI

2. Cerita ke-2 - Ketika Maghrib Tiba
3. Cerita ke-3 - Order Dari Kubur (Ojol Story)
4. Cerita ke-4 - Malam Terindah
5. Cerita ke-5 - Setan Dunia Maya
6. Cerita ke-6 - Lukisan Tua
7. Cerita ke-7 - Pengantar Jenazah
8. Cerita Ke-8 - Bis Setan
9. Cerita Ke-9 - Aden-aden
10. Cerita Ke-10 - Si Manis Jembatan Ancol
11. Cerita Ke-11 - Si Baju Merah Part 1
12. Cerita Ke-12 - Si Baju Merah Part 2
13. Cerita Ke-13 - Si Baju Merah (Lagi)
14. Cerita Ke-14 - Ranjang Kosong
15. Cerita Ke-15 - Misteri Desa Kaki Gunung
16. Cerita Ke-16 - Misteri Desa Kaki Gunung Part 2
17. Cerita Ke-17 - Hantu Penunggu Rel Kereta
18. Cerita Ke-18 - Pocong Dusun Pinus
19. Cerita Ke-19 - Dongeng Mistis
20. Cerita Ke-20 - Personil Tambahan
21. Cerita Ke-21 - Jangan Ketawa Keras-keras!
22. Cerita Ke-22 - Dukun Sok Tau
23. Cerita Ke-23 - Setan Dunia Maya
24. Cerita Ke-24 - Serangan Ilmu Hitam
25. Cerita Ke-25 - Jangan Ketawa Keras-keras!
26. Cerita Ke-26 - Pemandi Jenazah
27. Cerita Ke-27 - Tatakrama
28. Cerita Ke-28 - Sundel Bolong
29. Cerita Ke-29 - Pengikut Tak Diundang
30. Cerita Ke-30 - Keranda Terbang

Quote:


Kalau suka dengan thread horor ini, silahkan mampir ke thread horor ane yang lain gan. Link-nya ada di bawah ini!

1. Kisah Horor: Teror Pocong Hamil Yang Menghantui Warga!
2. Kisah Horor: Akibat Mencuri Barang Milik Orang Meninggal!
3. Kisah Horor: Ojek Online Antar Makanan Milik Hantu!
4. Kisah Horor: Akibat Mengambil Barang Sembarangan Di Hutan!
5. Jagad Mistis Nusantara: Kumpulan Cerita Horor Mistis
6. Kisah Horor: Kejadian Mistis Saat Kerja Shift Malam!
7. Kisah Horor: Ditertawakan Kuntilanak Saat Camping!
8. Kejadian Horor Setelah Nenek Meninggal

Langsung aja meluncur gan!

emoticon-Ngacir2emoticon-Ngacir2emoticon-Ngacir2

Quote:
Diubah oleh harrywjyy 10-08-2022 10:29
3.maldini
blackveilbrides
sampeuk
sampeuk dan 39 lainnya memberi reputasi
40
25.8K
137
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
#70
Cerita Ke-27 - Tatakrama
Malam itu dengan tubuh lelah aku menjatuhkan diri ke tanah sambil mengambil nafas panjang, mata kupejamkan sesaat sambil mengatur nafasku setelah berjalan jauh. Sejak pukul 11.00 kami sudah memulai pendakian, puncak masih cukup jauh. Kami masih berada di pos empat. Sebenarnya niat kami ingin bermalam di pos tiga, namun di sana terlalu ramai. Mau tak mau kami nanjak ke atas lagi sampai bertemu pos empat.

Di pos empat ini hanya ada satu tenda, melihat itu kami pun sepakat untuk bermalam di sini. Rombonganku sendiri hanya tiga orang. Namaku Alvin, lalu kedua temanku Ade dan Dimas. Kami bertiga memang suka mendaki gunung, sudah sejak SMA. Dan walau kami sudah lulus dan bekerja di perusahaan yang berbeda, tapi kami tetap melanjutkan hobi ini.

Setelah istirahat sebentar, kami pun mulai membangun tenda. Tak jauh dari kami, satu buah tenda berdiri. Di dalamnya terdapat seorang pendaki laki-laki dan perempuan. Aku sedikit bingung dan sempat berbisik dengan Dimas.

“Mas, itu kok cewek-cowok berduaan di tenda ya?” tanyaku.

“Iya, dari tadi gue juga perhatiin.” Dimas menjawab sambil memperhatikan dua pendaki yang satu tenda tersebut.

Setelah selesai mendirikan tenda, Ade dan Dimas mulai masak. Saat itu karena penasaran, dan sekedar memastikan, aku berjalan mendekati tenda pendaki itu. Kebetulan si cowok sedang merokok di luar. Langsung saja aku menyapa.

“Mas, naik bareng istri?” tanyaku yang kemudian duduk di sampingnya. Kami berdua saling basa-basi dan memperkenalkan diri. Pendaki itu bernama Reno dan perempuan yang bersamanya bernama Vika.

Mendengar pertanyaanku, si perempuan alias Vika keluar dari tenda dan menjawab, “Enggak mas, kita cuma temen kok.”

Ya, sudah kuduga mereka bukan pasangan suami istri, karena mereka terlihat masih sangat muda. “Cuma temen? Lebih baik jangan tidur satu tenda, Mas. Gak enak,” ujarku memberi saran.

“Ah, kita gak ngapa-ngapain kok,” jawab Reno.

“Mas, bukan apa-apa. Namanya juga kita di gunung, harus jaga kesopanan.” Aku pun kembali memberi saran, sementara Ade dan Dimas memperhatikan dari jauh.

“Kita cuma bawa satu tenda, Mas,” jawabnya lagi.

“Gak apa-apa, Mas bisa gabung di tenda kami. Biar Mbaknya yang disini,” kataku.

“Enggak, aku mana berani sendirian di sini,” sahut Vika.

Setelah berkali-kali aku peringatkan, ternyata mereka berdua keras kepala. Yasudah, dengan berat hati aku tinggalkan mereka dan kembali ke kelompokku. Kami bertiga makan-makan dan merokok, setelah semuanya beres, kami langsung masuk ke tenda. Niatnya kami ingin langsung tidur, karena pagi-pagi sekali kami ingin langsung naik ke puncak.

Jujur saja, ketika masuk ke tenda suasana sekitar berubah jadi hening. Tadinya ada suara jangkrik, namun tiba-tiba semua menghilang. Suasana ini sangat tidak enak rasanya, seperti ada yang tidak beres. Namun, aku tidak bilang ke Ade dan Dimas. Entah apa mereka merasakan juga atau tidak. Setelah memasang alarm, kita pun berbaring dan siap memejamkan mata. Aku tidur di pinggir, Ade di tengah dan Dimas di sisi lainnya.

Entah mengapa saat itu aku tidak bisa langsung tidur, rasanya mataku seperti belum mengantuk. Entah apakah Ade dan Dimas merasakan hal yang sama. Dan saat hendak memejamkan mata, tiba-tiba aku mendengar seperti langkah kaki seseorang mendekat. Aku kembali mengangkat kepala dan melihat ada siluet seseorang di luar yang menghampiri tenda kami.

“Mas,” panggil seseorang itu yang ternyata adalah Reno. Aku menyahut dan langsung membuka tenda.

“Kenapa, Mas?” tanyaku.

“Mas tadi jalan-jalan di sekitar tenda saya ya? Ngapain Mas? Sumpah saya gak ngapa-ngapain, jadi gak usah sampe segitunya ngawasin kita,” kata Reno dengan sedikit ngotot.

“Lho? Mana ada, saya dari tadi di sini kok. Mau tidur.” Aku menjawab dengan nada bingung.

“Saya jelas-jelas lihat lho, Mas. Ada siluet orang di luar tenda saya, jalan-jalan. Memperhatikan tenda kita, segitunya ya Mas curiga sama kita? Kita gak ngapa-ngapain,” ucapnya lagi semakin ngotot. Mendengar itu Ade lantas terbangun.

“Ada apa sih nih?” tanya Ade, kemudian aku menjelaskan maksud kedatangan Reno kepadanya. “Ah, salah liat kali lu,” kata Ade kepada si lelaki itu. Namun tetap saja ia bersikukuh bahwa ada seseorang yang sejak tadi jalan-jalan sambil mengawasi tendanya. Hingga pikiranku mengarah ke suatu hal yang tidak ingin aku pikirkan sebelumnya. Setelah berdebatan yang tak kunjung henti, akhirnya Ade berujar.

“Udah, udah, Mas tolong ya. Kami berdua dari tadi di sini, terserah Mas mau bilang apa. Ngantuk saya, mau tidur,” kata Ade yang kemudian langsung menutup tenda. Dengan wajah tidak puas, Reno kembali ke tendanya.

“Udah, Vin. Tidur, besok pagi kita summit,” ujar Ade yang kembali berbaring. Aku pun ikut berbaring di sampingnya. Namun lagi-lagi mata ini sulit terpejam.

Sungguh aneh si lelaki tadi. Sebenarnya siapa yang dimaksud itu? Padahal sejak tadi kami di tenda, tidak ada yang keluar tenda sama sekali karena kami fokus untuk naik ke puncak besok pagi.

Di tengah-tengah lamunanku itu, tanpa ada suara langkah kaki ataupun suara-suara. Tiba-tiba sesosok siluet muncul dari luar tenda. Aku awalnya mengira kalau itu Reno yang kembali lagi. Tapi tunggu dulu, di luar tidak ada lampu ataupun api. Bagaimana bisa ada siluet di tempat yang gelap gulita? Sebuah pertanyaan besar, aku hanya bisa memperhatikan siluet tersebut.

Bentuknya seperti sesosok laki-laki berambut panjang tak teratur, tubuhnya kurus. Dan yang lebih membuatku merinding, aku yakin seribu persen kalau dia tidak memakai baju alias telanjang. Tidak mungkin, tidak mungkin ini manusia. Sudah pasti makhluk lain. Sosok siluet itu masih berdiri menghadap kami seperti sedang mengawasi. Aku lantas membangunkan Ade karena ketakutan.

“De, bangun. Apaan tuh? Ada apaan tuh di luar?” tanyaku dengan nada berbisik.

“Ah, apaan? Macem-macem aja lu,” jawabnya sambil sedikit membuka mata.

“Eh! Serius, itu apaan?” tanyaku sambil menunjuk siluet itu. Ade menoleh dan kita sama-sama sepakat kalau sosok itu nyata berada di depan kita. Sama sepertiku, Ade juga berpikir kalau itu jelas bukan manusia.

“Vin, berdoa Vin! Berdoa!” ujarnya dengan nada panik.

Kami berdua kemudian berdoa, berharap dengan doa makhluk itu bisa segera pergi meninggalkan kami. Dan benar saja, makhluk itu menghilang tak lama setelah doa kami bacakan. Untuk sesaat kami merasa lega. Kami berdua sama-sama berusaha menenangkan diri, sementara Dimas malah tetap tertidur seakan tak mendengar apa-apa.

Kami kira tadinya gangguan itu sudah berakhir, nyatanya tidak. Tak lama setelah sosok itu hilang, kami mendengar suara keramaian dari luar tenda. Ramai, ramai sekali! Bahkan sesekali suaranya terdengar seperti suara orang bertengkar, tapi kami sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Suaranya tidak jelas. Ade juga mendengar hal yang sama, ia kemudian memberi isyarat kepadaku untuk terus berdoa.

Bukannya menghilang, gangguan itu justru malah bertambah. Sekelebatan siluet berjalan-jalan di luar tenda kami. Aku sangat ketakutan, wajahku sudah pucat. Belum pernah aku diganggu sampai separah ini di gunung. Aku melihat Ade menutup matanya sambil berdoa, benar juga, dengan menutup mata mungkin aku bisa mengurangi rasa takutku. Aku ikut memejamkan mata.

Dan inilah yang paling parah. Setelah aku menutup mata, kini tenda kami digoyang-goyangkan. Tenda kami serasa di tarik kesana-kemari oleh seseorang dengan tenaga yang cukup kuat. Bahkan Dimas sampai terbangun, tenda terombang-ambing bergerak tak karuan. Karena sudah tak tahan, kami berdua langsung keluar dari tenda dengan wajah panik. Disusul Dimas di belakang mereka.

Setelah berhasil keluar kami melihat kedua pendaki itu sudah berada di luar tendanya juga. Wajah Vika terlihat sangat ketakutan. Rupanya mereka berdua juga mendapat gangguan di tendanya.

“Mas, itu, Mas!” kata Reno sambil menunjuk ke arah tenda kami.

Ketika aku menoleh ke tenda kami, aku melihat sesosok pria kurus tanpa busana alias telanjang bulat. Tubuhnya kurus dan keriput, warna kulitnya pucat ditambah wajahnya yang datar. Hidungnya besar seperti babi dan rambutnya panjang gimbal tak beraturan. Sosok itu menjulurkan lidahnya ke arah kami, kemudian memanjat pohon dan menghilang disana.

“Astaghfirullah!” Kami semua sama-sama menyebut ishtigfar.

Setelah mengalami hal ini, Ade menyadari satu hal. Dengan wajah marah ia mendekat ke Reno dan Vika. Kemudian ia mulai berucap, “Mas, terserah percaya atau enggak! Tapi bisa jadi kejadian ini gara-gara kalian tidur satu tenda berdua! Kalo udah nikah sih gak apa-apa, Mas! Kita juga paham kalian gak ngapa-ngapain, tapi ini di gunung, Mas. Ada etikanya, kalau gak boleh ya gak boleh! Jangan sembarangan di sini, selama saya naik gunung baru kali ini saya diganggu. Kalau Mas masih keras kepala, yang ada kita semakin parah diganggu!” Ade pun memarahi mereka berdua.

Aku kemudian menenangkan Ade. Reno dan Vika terlihat menyesal sekaligus kebingungan, mau bagaimana lagi karena memang Vika tidak berani tidur sendiri. Di sini aku merasa kasihan juga dengannya, sambil menunggu Ade dan Dimas menenangkan diri. Aku mengajak Reno membicarakan solusi untuk mereka berdua.

Hingga kami sepakat, untuk menunggu Vika tertidur pulas. Setelah itu kami akan meninggalkannya dan Reno tidur di tenda kami. Berat rasanya bagi Reno meninggalkannya sendiri di tenda, ia merasa tak tega sekaligus cemas. Masalahnya Vika adalah tanggung jawabnya, dia yang mengajak Vika naik gunung.

Aku  berusaha meyakinkannya, karena posisi tenda kami berdua berdekatan, sudah pasti kalau terjadi apa-apa kami akan tahu. Reno akhirnya bergabung bersama kami, dan Vika tidur sendiri. Dan benar, akhirnya gangguan itu tidak muncul lagi. Benar apa yang dikatakan Ade tadi. Apapun alasannya, kita tidak boleh melakukan sesuatu yang tidak sesuai etika.

Kami tidur tanpa gangguan sampai pagi tiba, Reno dan Vika bergabung bersama kami. Kami berlima pun semakin mengenal dan lanjut mendaki menuju puncak bersama-sama. Sampai akhirnya kami turun ke bawah, kami berhasil turun dengan selamat.
similikiti975
similikiti975 memberi reputasi
1
Tutup