Part 4

Sebelum ane mulai, sorry agak telat karena ane hectic alias jadwal mepet dan dikejar2 deadline urusan mau wisuda. 2 teman ane walau sudah final defense, gagal ikut wisuda gara2 komite universitas menolak kelulusan mereka. Alhamdulilah ane termasuk yg lolos walau sutress dengan waktu yg mepet. Syah titel P.hD ane hahahha cikiwirr....




Oke ane lanjutin ceritanya...


"Orang gila? Ah mana ada orang gila daerah sini, belakang rumah kan rawa dan comberan", ujar bang Revi dengan pelan.
Ane dan abang ane cuman terdiam dan tak menanyakan lebih lanjut soalnya bang Revi sangat tidak semangat untuk membahas apa yang ane lihat.
"Sudah tidur aja, nanti kalau ada suara apa2, cuekin aja", ujar bang Revi
"Emang suara apa bang?", tanya ane kebingungan
"Udah nanti kau tau sendiri, yang penting jangan takut, ga ganggu kok, biasa aja", ujar bang Revi yang mulai memejamkan mata.

Suasana semakin hening dan semakin malam justru ane ga bisa tidur nyenyak. Bunyi dentang jarum jam di ruang tengah yang biasanya tidak terdengar, justru terdengar sangat jelas. Hati ane bener2 ga tenang waktu tidur, dengan posisi ane menghadap dinding, bang revi dan abang ane di deket pintu.

Setelah bunyi jam dinding ruang tengah berdentang 2 kali menandakan jam 2 malam, tiba2 ane mendengar suara cekikikan yang keluar dari kamar uwak ane.
"kikikikikikiki", suara ketawa bocah yang kegirangan seperti suara bocah yang sedang bermain
ane pun terhenyak dan kebingungan
pertama, ane kagak pernah tau uwak ane pernah ngangkat anak, apalagi normalnya bocah atau ponakan pasti ane dikenalin.
Kedua, mana ada bocah maen tengah malam begini dan cekikikan ga takut sama sekali dengan kegelapan malam.

"duk duk duk duk duk", suara derap kaki bocah berlarian sembari cekikikan bener2 terdengar dengan jelas. Apalagi ane tau bener bocah2 ini berlari di ruang tengah dan dapur sembari ngobrol dan cekikikan yang ga jelas.
ane pun menoleh ke arah bang Revi yang sudah merem sedangkan abaang ane matanya melek dan juga merasa keanehan. Ane yakin bener, ane yang berada di pojok aja mendengar dengan jelas, bayangkan abang ane yang berada persis di dekat pintu yang berbatasan langsung dengan ruang tengah.

"kak, kau dengar tak", ujar ane
"iya, kau dengar juga ya, siapa tuh anak kecil yang lari2 tengah malam gini, emang uwak ada ngangkat anak?", tanya abang ane
"tak tau, tadi kan dari siang kita tak lihat ada ponakan kecil yang ada di dalam rumah ini", ujar ane kebingungan
"itulah, itu siapa, ayok kita cek", ajak abang ane

sejurus ane dan abang ane mau beranjak dari kasur, tiba2 bang revi mencegah kami
"sudah, sssttttt, tidur lagi aja, itu bukan apa2, biarin aja mereka main, ga ganggu kok, biasa aja, kalian kan lanang2 berbatang besar, masa bunyi2 gitu aja uda ketakutan", ujar bang Revi
"bang, anak siapa lari2 tengah malam gini", ujar abang ane
"udah, biarin aja, biar senang dia maen, namanya anak kecil biarin aja senang bemaen", ujar bang Revi
mendengar jawaban bang revi, ane pun mencoba untuk mengabaikan kebingungan ane, apalagi karena ane sudaha tau bahwa bang revi juga mendengar dan kebangun.

Sepanjang malam, suara anak kecil cekikikan dan berlari kejar2an terdengar. Ane ingat bener, dari derap langkah kaki yang berkejar2an, ane yakin ada 2 bocah yang bermain di ruang tengah hingga ke dapur. Suara bocah berkeliaran di dalam rumah bang Revi baru berhenti sekitar 10 menit sebelum suara ayam berkokok. Ane pun langsung tenang dan mengantuk karena ane merasakan betul, setelah ayam berkokok, ada hawa dingin sejuk yang masuk ke dalam kamar bang revi. Sebelumnya kamar bang revi bener2 berasa pengap dan panas, walau kipas angin sudah berputar dengan kencang. Bisa jadi karena normalnya udara subuh yang dingin masuk ke selubung2 sela2 kamar bang Revi, tapi ane yakin ada yang tak beres dengan rumah bang revi yang dipengaruhi banyak kejadian aneh malam itu.

Kami pun baru bangun sekitar jam 8 pagi. Karena malam itu ane baru tidur setelah jam 3an. Dengan perut lapar dan ngantuk, ane dan abang ane sepakat untuk segera kabur dari rumah bang Revi. Soalnya bukan hanya trauma dengan kejadian tadi malam, tapi ane tau bener rasanya tidak disambut dengan ramah lagi di rumah bang Revi. Mau ngopi dan minta sarapan rasanya sungkan sekali. Apalagi di otak ane waktu itu, mau sarapan terus bablas tidur lagi. Rasanya ga enak kalau mau tidur lagi sampai siang di rumah orang.

"Dit, balik aja kita ya, nanti kita sarapan di luar aja, uwak keknya ga terlalu nyambut kita di rumah sekarang", ujar abang ane
"iya kak, balik aja, mau ngopi dan makan sarapan juga sungkan", ujar ane
tak lama abang ane dan ane pergi ke kamar mandi buat cuci muka dan bergegas untuk balik. Setelah beres, kami pun berpamitan dengan berbisik2 ke bang revi yang masih tidur
"bang kami balik ya, aku ada tugas mau ke kampus, si Adit ada janji tanding bola", ujar abang ane ngeles.
"eh, cepat betul kalian balik, bener2 pengen balik?", tanya bang Revi
"iya bang, nanti kami mampir lagi", ujar abang ane
"ya sudah, nanti sms aja kalau kesini lagi", ujar bang Revi yang kembali tidur

ane dan abang ane dengan benar2 pelan dan tidak berisik saat mengeluarkan motor dari ruang tengah. Kami berusaha tidak terlihat seperti ini kabur dengan cepat dari rumah bang Revi tapi juga tak ingin mengganggu uwak ane yang kemungkinan masih tidur.
Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam dan fokus dengan suasana jalan di pagi hari.
"dit, kita sarapan apa neh?", ujar abang ane
"aku belum lapar betul, nanti aja kita sekalian makan siang jam 10an, masih ngantuk betul aku, kita tidur dululah", ujar ane
"iya, tadi malam itu siapa yang lari2 di rumah uwak ya", tanya abang ane
"entah, apalagi ada bunyi soang tak jelas dan ada orang gila di belakang rumah tapi bang revi bilang tak ada, padahal jelas2 kita lihat kan kak", ujar ane
abang ane mengiyakan dan ketika kami sampai di rumah, kami langsung lompat ke kasur melanjutkan tidur.

sejak saat itu, kami bener2 tidak ada keinginan untuk kembali menginap di rumah bang Revi. Bahkan, itulah terakhir kalinya kami menginap dirumahnya. Seminggu kemudian, ane dan abang mengantarkan sesuatu ke rumah uwak dan disitu ane melihat ada perubahan fungsi rumah uwak ane. Uwak ane ternyata menyediakan tempat PAUD bagi anak2 disekitar rumah. Ane pun teringat kejadian suara bocah2 berlarian, mungkin saja ada salah satu anak yang dititipkan ke uwak ane, lantas uwak ane membangun PAUD resmi sekaligus membantu mengurusi anak titipan sebagai tambahan pendapatan ekonomi uwak ane. Apalagi ane tau kondisi ekonomi mereka sudah sangat miris.

Mungkin sekitar sebulan kemudian, bapak ane datang ke Palembang. Seperti biasa ane menceritakan banyak kejadian2 aneh, termasuk cerita si Kohar yang pernah ane ceritain di thread chapter Palembang.
"Pa, kemarin waktu kami nginap di rumah bang Revi, suasana rumahnya bener2 ngeri pa", ujar ane
bokap ane masih santai dan tertawa
"ah, ngeri kenapa?", ujar bokap ane
"eh betul pa, tau ga, ada suara soang, tau2 malam2 ada suara anak2 kecil berlarian cekikikan, apa uwak udah ngangkat anak?", ujar ane

memang waktu itu lagi musim angkat anak di daerah ane, jadi bisa jadi uwak ane pun angkat anak. Apalagi uwak ane yang rentenir juga baru aja angkat anak.
tiba2 aura muka bokap ane berubah dan fokus ke ane
"Suara anak kecil berlarian tengah malam? Yang betul kau?", ujar bokap ane
"nah papa, demi Allah pa, tanyalah kak Yon kalau tak percaya, kami dengar betul", ujar ane
bang Yon pun mengiyakan tentang cerita ane
"Astagfrullah, Astagfrulllah, Astagfrullah", 3x bokap ane mengucap
"ah, kenapa pa istigfar, emang ada apa pa", ujar ane keheranan

"kalau emang bener yang kau bilang, berarti kemungkinan besar, uwak kau sudah miara Tuyul", ujar bokap ane dengan geleng2 kepala
"ah yang bener pa? astagfrullah, kok bisa sampai sesat gitu uwak", ujar ane
"ya Allah, bikin malu aja, besok Papa mau ke rumah uwak kau, nak kutanyaa dan kucek, kuingatkan, mudah2an sadar dan berhenti miara tuyul", ujar Bokap ane
ane tak berani komentar lagi, cuman berfikir pantas aja bang Revi tak takut karena dia sudah tau. Apalagi dia seperti menunjukkan tidak ngeri dan malah sayang sama si bocah2 tuyul ini karena ingin maen layaknya bocah normal.

Ane lupa kapan, tapi ane berkunjung lagi ke rumah uwak ane karena ada suatu urusan. kalau tak salah menyangkut bikin KTP buat abang ane. ane merasakan sudah tidak berhawa seperti
"uwak, masih PAUDnya jalan?", tanya ane
"oh udah sepi, soalnya sudah banyak saingan, uwak tak mau dibayar kurang dari 100 ribu per siswa", ujar uwak ane
ane pun mahfum karena alasan faktor saingan dan tak mau harga turun.
Setelah mengambil KTP ane pun segera pamitan.

Hingga suatu ketika, saat ane beli sarapan lontong di dekat rumah uwak ane, ane pun seperti biasa selagi menunggu makanan diracik, ane diajak ngobrol bersama penjual lontong ini. Kebetulan, anak dari penjual lontong ini teman satu sekolah ane. Kemungkinan banyak cerita baik yang diceritakan anaknya ke ibu penjual lontong ini. Namun, karena kawan ane ini hanya tau keluarga ane dari Batam, dia tak tau bahwa banyak dulur ane juga di Palembang. Ane pun bercerita banyak dan menyebutkan dulur2 ane termasuk nama uwak ane.
"Si Pak Topan yang rumahnya ada PAUD itu?", ujar ibu penjual lontong
"iya, dia uwak aku", ujar ane
"masa, yang bener itu uwak kamu?", ujar penjual lontong dengan mimik muka yang berubah seperti tidak senang dan hilang ramahnya ke ane

"emang kenapa bu, dengan uwak saya", ujar ane
"kemaren dia buka PAUD kan? Terus ga sampai 2 bulan sudah tutup lagi kan, itu kau tau kenapa? ujar penjual lontong
"iya, kata uwak karena banyak saingan", ujar ane polos
"hahaha, gitu katanya uwak kau ya?", ujar ibu penjual lontong dengan mimik muka meremehkan
ane pun menangkap ada yang membuat ibu penjual lontong ini berubah mimik mukanya
"bukan karena banyak saingan, orang anak2 yg make PAUD wak kau tuh kan tetangga2 juga, jadi harusnya lebih nyaman ketimbang jauh2 nyari PAUD lain", ujar penjual lontong

"lah jadi, karena harganya mahal apa gimana bu?", tanya ane balik
"hah, mana ada, malah harga PAUD uwak kau tuh lebih murah, cuman masalahnya budak2 PAUD di tempat uwak kau, malamnya ngigaulah, demam lah, sama suka ngomong sendiri", ujar penjual lontong
"lah emangnya kenapa bu, kok jadi gitu", ujar ane
"ya wajar, orang maenan PAUD uwak kau itu kan buat piaraan uwak kau, dipakai sama budak2 PAUD ya marahlah, sampai dikejar ke mimpi", ujar penjual lontong
"lah jadi PAUD itu tempat maenan tuyul, bukan bener2 buat budak2 sekolah?", ujar ane to the point
"lah iyalah, banyak yang ngeluh duit hilang di dekat rumah uwak kau, apalagi lihat aja rumah uwak kau tuh tak ada terang2 lampunya, malam bunyi2 soang, bunyi anak2 kecil berlari, tetangga kan kedengeran juga", ujar penjual lontong
Ane pun terdiam dan ikut merasakan malu karena ulah uwak ane ini. Ane pun bercerita dengan abang ane, tidak menyangka sudah bener2 hilang akal keluarga pak Topan.

Tak lama emak ane menelpon ane dan meminta untuk menjenguk uwak ane.
"Kau coba tengok uwak Revi tuh (kebiasaan kami nama uwak menyebut nama anaknya), dia katanya sakit, lemes, mama sudah suruh ke dokter, katanya kurang darah", ujar Emak ane
"hah, kurang darah? ya sudah suruh beli obaat penambah darah aja", ujar ane
"iya, coba kau belikan di apotik terus kasihkan ke uwak Revi sama kasih duit 150ribu", ujar emak ane
ane pun mengiyakan dan bareng abang ane mengantarkan obat penambah darah plus duit 150 ribu.
memang ane lihat uwak ane sangat pucak dan kuyu, namun wajahnya bener2 hitam tapi bukan hitam karena panas matahari. Hanya legam seperti ada hawa hitam di sekitar wajahnya.

Lagi-lagi uwak ane menelpon emak ane dan melaporkan obat penambah darahnya tak mempan karena dia masih lemas. Ke dokter pun mengatakan bahwa darahnya tetap berkurang. Seperti biasa dokter menyarankan banyak makan dan istirahat dan dikasih suplemen. Namun tetap saja tidak ada efek, hingga membuat emak ane melaporkan ke bokap ane.
"ya wajar kalau tak nambah2 darah, orang netekin tuyul, ya darah dihisapnya habis ayuk kau itu", ujar bapak ane ketus
"astagfrullah, yang benar bang, abang tau dari mana, emang abang lihat sendiri", tanya emak ane
"aku ne memang sudah sering mimpi, aku mimpi di rumah kak Topan tuh, ada 2 anak sepantaran balita, aku pas pertama lihat ikut senang karena biasanya mimpi melihat orang punya anak kan rejeki, tapi pas itu aku ngerasa aneh pas lihat muka balita2 ini wajahnya serem2 dan tua2 pulak, sejak saat itu aku curiga, apa yang aku lihat itu rejeki apa tuyul", ujar bokap ane

"ah yang bener bang, astagfrullah", ujar emak ane
memang saat itu bokap ane sudah sedikit alim alias sudah tidak lagi aktif di adu ayam dan judi dan sudah rajin ke masjid serta ngaji. Jadi mimpi bokap ane sedikit banyak lebih dipercaya sekarang.
"kau tak percaya, tuh anak2 kau kan nginap di rumah mereka, terus tengah malam dengan budak2 kecil belari2 dan cekikikan, apalagi kalau bukan tuyul", ujar bokap ane
"astagfrullah, ya sudah nanti aku omongkan ke ayuk", ujar emak ane
entah bagaimana akhirnya setelaah kena ceramaah emak ane, dan mungkin juga sudah semakin dijauhin tetangga, akhirnya kegiatan miara tuyul pun berhenti.
Memang, kondisi uwak revi saat itu sudah seperti mayat hidup dan hampir mati. Anehnya, Pak Topan sebagai suami tak ada sedih2nya, bahkan menikah lagi.

Sebulan kemudian emak ane datang ke Palembang dan diminta untuk berkunjung ke rumahnya. Dengan ditemanin abang ane, emak ane menyambangi kediaman pak Topan. Walah dalah rupanya emak ane kena bully sama pak Topan dan uwak Revi. Menurut cerita abang ane, emak ane kepalanya ditekan2 hingga menangis sejadi2nya. Pak Topan memaksa emak ane untuk membantu membayarkan hutang2 mereka dan juga melunasi kreditan rumah dari bang Revi dan Bang Revan.
"Ingat, bantulah saudaramu yang sedang kesulitan, itu perintah dalam Al-Quran", ujar Pak Topan. Ayat andalan dari pak Topan kalau memaksa meminta duit.
"aku sudah bantu anak kakak jadi orang, satu jadi tentara, satu jadi Polisi, kakak nak minta aku tolong apalagi, aku masih ada anak 4 kak, si Adit juga sebentar lagi mau kuliah, 2 anak aku masih SMP, semua butuh biaya kak", ujar emak ane sesengrukan

"ah kau memang tak tau terima kasih, dulu kau ikut aku pas sekolah dulu", ujar Pak Topan
"aku sudah bantu kakak semampu aku, mana ada dulur laen yg bantu, masa aku bantu kakak sedangkan anak2 aku tak aku urusin", ujar emak ane
"ya sudah, kalau kau memang begitu, mulai saat ini kita putus hubungan darah, putus hubungan keluarga kita, pergi kau dari rumah aku, pergi!!!", ujar pak Topan
abang ane langsung menarik emak ane yang sedang menangis sesengrukan
"tunggu, telpon bapak kau dulu", ujar emak ane
abang ane pun menelpon bokap ane, otomatis mendengar bininya menangis apalagi sudah dibully, diusir serta diucapkan putus hubungan keluarga
"sudah, asal bukan kau yang nak mutuskan hubungan, sudah kau pulang sekarang", ujar bokap ane
emak ane pun pulang dan melaporkan ke nenek ane. Nenek ane cuman menyabarkan emak ane dan memang sudah tau bagaimana emak ane menyupport anak2 pak Topan jadi polisi dan tentara. Tapi memang entah bagaimana, uang diputar2 malah jadi pusing sendiri keluarga pak Topan.


2 minggu kemudian, tetap saja uwak revi menelpon emak ane menangis2 karena rasanya seperti hampir mati. Maklum aja karena darahnya pasti disedotin sama tuyul2 piaraan wak Topan.
"Ayuk, istigfar ayuk, jangan mau dibodohin sama suami ayuk, ingat yuk, walau itu suami ayuk, tapi kita punya hak untuk membantah suami kalau itu mengajak kesesatan, ingat yuk, umi kita, tak akan rela di kubur kalau anaknya cari duit dengan kesesatan", ujar emak ane
memang ane tau, waktu nenek ane masih hidup, sebelum mati dia bersumpah di depan anak2 cucunya "ingatlah, 2 hal yang tidak aku ridhoi seumur hidup buat anak cucu aku, satu nganakkan duit (rentenir) dua, cari duit dengan merendahkan diri dan sesat", ujar nenek ane

"aku tau ayuk aku ayuk tuh, tapi aku tak akan mau bantu atau kirim duit kalau sakit selaagi ayuk tidak mau tobat, buat apa aku nolongin ayuk aku cuman untuk jadi pemiara tuyul", ujar emak ane di telpon
Dengan menangis dan sesengrukan, uwak revi pun istigfar dan akhirnya menurut. Dia pun segera ambil wudhu, solat dan ngaji.
emak ane pun setiap hari menelpon uwak ane selagi dia mengaji dan hanya setelah mengaji dan dicek oleh ayuk emak ane lainnya, barulah emak ane ngirim duit dan obat2an buat uwak revi.

Mulai agak sehat uwak revi, dia tak mau lagi jadi ibunya para tuyul. Namun Pak topan semakin menjadi. Dia pun entah bagaimana berusaha memaksa untuk meminta warisan ke nenek ane di depan mata. Padahal nenek ane waktu itu masih hidup dan sehat wal afiat. Nenek ane naik pitam karena Pak Topan meminta seluruh warisan tanah dan rumah biar dikelola dia dan nanti biar dibisniskan. Nanti keuntungannya akan dibagi rata dan berlipat. Tentu seluruh adik beradik pak Topan termasuk bokap ane langsung bereaksi. Ane pun mendengarkan ketika ada rapat tentang warisan nenek ane yang diminta segera digagas oleh Pak Topan.
"aku kan sekarang statusnya sebagai anak tertua, maka aku pun statusnya sebagai pengganti ubak (bapak) secara agama, maka aku minta seluruh warisan diberikan kuasa ke aku supaya aku kelola biar bisa menguntungkan ketimbang hanya berposisi sebagai harta tak bergerak", ujar pak Topan

mendengar ini, langsung terjadi gebrakan meja oleh nenek ane. Ane yang sedari diskusi hanya menguping dari dinding, langsung ke luar kamar ingin melihat kejadian heboh nenek ane naik pitam.
"kau memang anak tertua, tapi aku masih hidup, itu harta2 aku, hak2 aku mau aku bagi ke siapapun, dan kau tak punya hak untuk ngatur2 bagaimana warisan aku bagi, apalagi kau nak menguasai nak kau kelola tanpa seizin aku, apa hak kau, Topan", ujar nenek ane sambil mengacungkan telunjuknnya.
"ya tapi kita tidak tau nyawa umak (nenek) kapan dipanggil, makanya aku minta untuk segera saja dibagi atau diputuskan mau bagaimana harta warisan keluarga kita ini, apalagi umak tau situasi aku bener2 sedang sulit", ujar Pak Topan
"siapa yang meminta kau dalam situasi sulit? kau sendiri yang tidak sabaran ingin segera kaya dengan cara mutar2 duit, ingin cepat kaya tapi tak tau cara berbisnis, cuman ingin senang2 tapi pengen kaya, darimana rumusnya begitu", ujar nenek ane

Akhirnya disepakati bahwa biarkan nenek ane yang solat malam dan berdoa meminta petunjuk sekaligus meminta dimimpikan oleh kakek ane mengenai urusan harta warisan. Memang secara anak kesayangan, pak Topan termasuk anak yang paling disayangi kakek ane selain uwak ane yang alim yang sudah meninggal duluan. jadi ada rasa ragu2 dari nenek ane kalau memutuskan harta warisan tapi tidak meminta petunjuk dari kakek ane.

Seminggu kemudian setelah setiap malam solat malam, nenek ane mendapat petunjuk dari kakek ane. Kakek ane berujar "bagikan ke anakku diatur cucungku paling kuat", begitu mimpi nenek ane. Nenek ane segera memanggil om ane, anak kesayangan dan kepercayaan nenek ane masalah ini. Kebetulan om ane ini termasuk bijak dan sudah tau apa jawabannya. Akhirnya mereka pun kembali runding dengan pembahasan warisan.
"sudah, aku sudah mendapat petunjuk, jadi sekarang seluruh waarisan ku, dinotariskan semua dulu, ini denah pembagian tanah dan rumah, tetapi semua ini hanya bisa dikelola oleh cucungku yang paling kuat", ujar nenek ane
mendengar jawaban itu, pak topan pun sedikit optimis karena anaknya termasuk yang paling tua dan juga berposisi sebagai yang paling kuat. Memang ada anak cowok dari anak pertamaa nenek ane, tapi menderita gangguan jiwa (nanti ane cerita kalau ada kesempatan).

"ya sudah, nanti urusan warisan dibantu dua anak aku, kan satu polisi satu tentara, pasti bisa", ujar pak topan
"oh bukan begitu ukuran kuat, aku yakin bukan anak kakak", ujar om ane
mendengar bantahan adiknya, pak Topan langsung naik pitam dan hampir terjadi adegan boxing di ruang tengah rumah nenek ane
"sudah, nek sekarang minta kejelasan lagi siapa cucung yang akan dipercaya mengelola warisan ini" pinta om ane