- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
159.9K
Kutip
916
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#814
Chapter 2.29
Spoiler for pulang pada akhirnya:
-tap-
-tap-
-tap-
Suara langkah kaki mengema pelan di sepanjang lorong gelap nan kelam, di ujung lorong panjang tersebut terpampang sebuah pintu besar yang terlihat dihiasi ratusan tulang belulang dan beberapa tengkorak kepala manusia yang menjadi ornamennya.
Sang empunya langkah mendorong pelan pintu besar tersebut seraya menghela nafas panjang.
-Kriiiieeeet-
Bunyi pintu terbuka bersua dan sepanjang mata memandang terpampang puluhan mayat wanita muda bergeletakan diatas lantai marmer hitam dan bau anyir darah menyeruak memenuhi rongga pernafasan setiap insan yang akan memasuki ruangan tersebut.
"SIAPA YANG BERANI-BERANINYA MEMASUKI RUANGANKU TANPA PERINTAH!! BEDEBAAAAH!!!" Teriakan parau yang menyayat telinga terdengar diseantero ruangan luas tersebut.
Sesosok wanita semampai tengah berdiri tegap sembari menjerat seonggok tubuh seorang gadis yang sekiranya sudah meregang nyawa dengan rambut hitam nan panjang miliknya, sang wanita semampai itu terlihat pucat dengan darah hitam yang menetes keluar dari kedua lubang matanya yang kosong.
-Sraaaaaak-
Lilitan rambut dilantai itu melesat bagai ular yang hendak menerjang mangsanya.
-Nguuuuung-
-Boom-
Rambut itu berhasil menerjang sosok manusia berjubah putih itu namun sebuah kubah pelindung menyelimuti sekujur tubuh dan menahan jerat rambut hitam legam itu untuk menyentuh sosok berjubah putih tersebut.
"Maafkan kelancangan hamba memasuki ruangan suci anda wahai ratu Evelin, perkenalkan … saya adalah utusan dari Sandekala," seru sosok misterius tersebut.
Evelin terdiam seraya melepas jerat rambut hitam miliknya dari sosok misterius tersebut,
"Sandekala!? Cih … mau apa sekte bau kencur seperti kalian kemari!?" tanya Evelin seakan merendahkan sosok manusia didepannya itu.
"Pertama-tama kami turut berduka atas kehilangan yang anda..."
"Grrr...!" geram Evelin mendengarkan kalimat yang terlontar dari mulut sosok tersebut.
"Bukan maksud hati melukai perasaan anda wahai ratu, namun sebagai sesama penganut ilmu hitam saya merasakan apa yang anda rasakan, terlebih … bisnis batu mustika yang anda jalankan merupakan komoditas unggulan anda bukan?" seru sosok berjubah putih tersebut.
Evelin menjatuhkan tubuh wanita muda yang tengah ia jerat dan perlahan melangkah kearah sosok berjubah putih tersebut sembari menyeret gaun panjang miliknya.
-tap-
-tap-
-tap-
"Sebelum kesabaranku habis karena olok-olokanmu barusan, cepat katakan apa yang kalian inginkan?" ancam Evelin dengan ujung-ujung rambut hitam panjangnya yang siap menerjang sosok manusia itu.
Sosok berjubah putih itu terdiam dan tak lama tersenyum tipis menatap wanita semampai dengan rambut nan panjang terurai didepannya.
"Kami ingin membantu anda ratu … kami akan menyediakan kuota mustika untuk anda bulan ini dan akan memastikan pasokan anda akan aman untuk bulan-bulan selanjutnya sehingga lawan-lawan anda tidak akan bisa mengambil klien-klien anda lagi," terang manusia berjubah putih tersebut.
Evelin terdiam sembari tengah memikirkan sesuatu, ia tidak habis pikir dengan apa yang diucapkan sosok manusia didepannya tersebut.
Manusia misterius berjubah putih itu mengambil sesuatu dari balik jubahnya dan memperlihatkan sebuah boneka kecil dengan rupa yang menyeramkan kepada Evelin. Lantas ia melemparkannya kedepan hingga terjatuh tepat didepan kaki Evelin kala itu.
"Sepertinya anda masih tidak percaya dengan kami … benda itu adalah tanda kesungguhan kami ratu, jenglot atau batara karang itu akan menjadi pelindung anda selagi anda menuntaskan siklus regenerasi tubuh anda saat purnama selanjutnya datang dan besok lusa kami akan mulai datang menyuplai batu-batu mustika untuk anda," tukas manusia berjubah putih tersebut.
Evelin memiringkan kepalanya seraya bersua, "Hm.. Haha... Hahahahaha!!! Kamu kira aku bodoh!! Hah!! Tidak ada yang percuma didunia ini bocah!!, cepat katakan apa yang kalian inginkan!?" seru Evelin.
Sosok manusia berjubah putih itu melangkah kedepan seraya menurunkan tudung putih yang menutup wajahnya dan perlahan ia berujar, "yang anda katakan benar ratu, semua yang kami tawarkan memiliki harga yang sangat amat kecil," seru sang sosok misterius.
"Cepat katakan apa harganya!?" tanya Evelin langsung sembari menurunkan wajahnya kedepan.
"Senja dan Surya … lebih tepatnya … kami menginginkan cucu anda ratu evelin, hidup ataupun mati."
Evelin menyeringai lebar tatkala mendengar penawaran dari lelaki misterius tersebut.
-jes--jes--jes--jes-
Bunyi roda kereta yang bersinggungan dengan rel baja bersua mengisi gendang telinga tiap insan yang ada didalam gerbongnya, seorang pemuda tengah tertidur sendirian di kursi panjang dengan tas beruang berwarna merah muda miliknya sebagai bantalan kepala.
"Zzzzz .. Zzzzz, eeeengghhhhh! HOaaaM!" pemuda itu merenggangkan kedua tangannya keatas sembari mengumpulkan kesadarannya yang mulai datang.
"HUAAAAAMM!! ASTAGFIRULLAH!!" pekik pemuda itu tatkala melihat sesosok gadis berhijab putih lusuh tengah duduk manis diseberang dirinya.
Gadis dengan lesung manis di pipinya itu mulai berujar "Iish … biasa aja kali Sur!! kayak lihat setan aja!!" decih Naura sembari menyilangkan kedua lengannya di dada.
"Haduh kaget, huft … sejak kapan kamu ada disitu?" tanya Surya sembari mengelus-elus dadanya.
"Sekitar sepuluh menitan, kamu tidur lelap banget aku jadi enggak tega buat bangunin," jelas Naura kala itu dengan senyum manis tercipta di bibirnya.
Surya memijat-mijat keningnya sembari bersua,"kamu enggak duduk sama mereka?" tanya Surya selidik.
"Mereka kayaknya sedang ngobrol internal, aku enggak enak untuk nimbrung, aku cari ayah kamu, eh enggak ada dimana-mana, jadinya aku kesini aja deh," jelas Naura panjang.
"Oh... Ayah paling ada di toilet, dia selalu mabuk darat kalau naik kereta," seru Surya.
"Engh … pipi kamu masih sakit?" tanya Naura khawatir.
Surya mengelus-elus pipi kanannya sembari berucap, "udah enggak," jawab singkat Surya sembari memalingkan wajahnya kearah jendela.
"Hehe maaf ya ... Soalnya aku reflek, wajah aku enggak pernah sedekat itu sama yang bukan muhrim, hihi" jelas Naura sembari tertawa ringan.
Surya menatap pelan kearah Naura sembari kembali memalingkan wajahnya kearah jendela dengan sedikit rona merah di pipinya.
Naura pun tanpa sadar memalingkan pandangannya kesekitar gerbong dengan rona merah yang berendar sama di pipinya.
"Aku enggak nyangka loh kita bakal muncul diluar Jakarta, untung aja masih ada kereta yang bisa kita tumpangi malam-malam gini, hehe," jelas Naura mencoba mengganti topik pembicaraan.
"Iya ini kereta terakhir, kalau sampai kita kelewatan bisa-bisa kita naik kereta hantu yang biasa lewat sini," seru Surya dengan nada datar.
"Hihi … bisa aja candaan kamu Sur," timpal Naura dengan sedikit bercanda.
"Aku enggak lagi bercanda," jawab kembali Surya dengan nada datar.
Naura terdiam namun hanya sesaat tak beberapa lama ia kembali bersua, "aku sempat kaget pas tahu kita sudah seminggu lebih berada disana, padahal perasaan baru tiga hari kita disana,"
"Iya itu karena perbedaan waktu dimensi kita dan mereka jelas berbeda, makannya kita keluar dari portal dimensi yang paling dekat, kalau sampai kita pergi ke batavia dahulu bisa-bisa sebulan baru pulang," jelas Surya kembali.
"Sur …"
"Apa?"
"Engh … enggak jadi deh," seru Naura salah tingkah.
"Apaan?!" balas Surya dengan kesal.
"Engh … apa Senja baik-baik saja?"
"Untuk sekarang dia baik-baik saja, enggak tahu kalau nanti udah sadar, bakal aku hajar sampe babak belur!" seru Surya dengan sedikit jengkel disaat ia mengingat kembali keputusan yang diambil Senja.
"Hush … jangan kasar gitu! Kasian dia, dia juga bisa bikin kesalahan kan Sur," jawab Naura mencoba menenangkan Surya.
"Halah tahu apa kamu," cebik Surya sesaat.
"Aku memang enggak tahu apa-apa, tapi yang pasti aku tahu bahwa sesama saudara harus saling melindungi dan menyayangi," seru Naura sembari tersenyum lembut.
Surya menatap Naura dengan tatapan serius, "Ra … kalo aku boleh tahu, bagi kamu Senja itu apa? Teman? Atau lebih dari itu?"
Senyum yang menghiasi wajah manis Naura tiba-tiba menghilang, "Engh … ke..kenapa tiba-tiba tanya gitu?" tanya Naura dengan kikuk.
"Tinggal jawab apa susahnya!"
"Yaaa.. Teman lah lebih ke sa..sahabat sih … mungkin, eh enggak tahu deh," jelas Naura salah tingkah.
"Kalau aku?" tanya Surya kembali.
Naura sedikit heran dengan pertanyaan Surya dan terlihat sedang berfikir untuk menjawabnya.
"Engh kalau kamu itu…"
"Udah lupain aja pertanyaan aku tadi," potong Surya sembari mendelikkan mata seraya menyenderkan kepalanya kebelakang kearah boneka beruang teddy miliknya yang sudah terlihat kumal seraya akan hendak tidur kembali.
"Ih kenapa kamu tiba-tiba kesel gitu!?"
"Enggak kenapa-napa, bangunin aku ya kalau sudah sampai stasiun," seru Surya sembari memejamkan kedua matanya.
"Issh dasar aneh! Bagi aku tuh kamu cowok nyebelin, egois dan keras kepala kuadrat!! Aku balik kebelakang lagi ah, rusak mood aku lama-lama disini," jawab Naura dengan nada ketus, ia segera berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Surya sendiri.
Surya tidak menggubris kata-kata Naura seakan tidak memperdulikannya namun tak beberapa lama perlahan Surya membuka kedua matanya dan menatap punggung Naura yang beranjak pergi menjauh meninggalkan dirinya dan dengan pelan Surya bergumam sendiri, "selamat tinggal … Naura."
Keesokan harinya pagi menjelang, burung-burung berkicau dihiasi sinar mentari yang perlahan mengisi langit dunia, seorang gadis berhijab putih terlihat sibuk berjalan menyusuri jalan menuju kearah pintu gerbang sekolah. Sembari membaca-baca kembali materi pelajaran yang sempat tertinggal saat dirinya berpetualang dilain dunia, ia melangkah kedepan menyusuri jalan setapak melewati sebuah pohon beringin tua yang berada di lapangan depan sekolah..
Di depan pintu gerbang sekolah terlihat sesosok orang tua yang tengah bersandar di gerbang sekolah, berpakaian serba hitam khas pakaian penjaga sekolah lengkap dengan kaca mata hitam yang bertengger di depan kedua matanya.
"Pagi pak kusni, tumben ganteng banget nih pagi-pagi," puji Naura sembari menggapai tangan kanan lelaki uzur tersebut untuk bersalaman.
"Iya nih non Naura, lagi cosplay jadi Dilan, ahaaay!!" jawab kusni dengan percaya diri maksimal.
"Pffft.. Yaudah lanjutin cosplaynya ya pak, saya masuk kelas dulu, sudah kangen sama sekolah." Naura pun melangkah pergi menuju kearah kelasnya dan disaat ia membuka pintu, kelas terlihat kosong namun ada satu murid yang terlihat sudah datang lebih pagi di banding dirinya dan ia duduk persis di sebelah bangku milik Naura.
"Surya?! Dih … kesambet apa itu anak dateng pagi-pagi banget kesekolah," gumam Naura didalam hati, dengan perlahan Naura berjalan kearah meja miliknya yang terletak paling belakang dan seketika menaruh tas miliknya diatas bangku.
"Tuuummbeeeen!! Hihi.. Sering-sering dong kayak gini biar jadi murid teladan," sindir Naura sembari duduk di bangku miliknya.
"Hei Sur, kamu tahu enggak materi yang belum aku ngerti banyak banget, belum lagi kata Devi ada pekerjaan rumah, tapi untung besok sih di kumpulinnya," ceplos Naura tanpa di gubris pemuda disebelahnya. Surya yang tengah duduk itu hanya memandangi Naura lekat-lekat dengan senyum tipis menghiasi bibirnya.
"Issh … malah senyam senyum enggak jelas, memang kamu udah kerjain semua pekerjaan rumahnya? Tau deh yang pinter," cebik Naura yang kembali sibuk membaca buku pelajaran untuk mengejar ketertinggalan materinya..
Dengan tersenyum manis pemuda itu menatap lekat-lekat wajah Naura dari samping dan perlahan mendekatkan wajahnya kearah daun telinga Naura sembarin berbisik pelan.
"Ra … ini aku … Senja."
Part 2 Surya dikala Senja..
selesai...
-tap-
-tap-
Suara langkah kaki mengema pelan di sepanjang lorong gelap nan kelam, di ujung lorong panjang tersebut terpampang sebuah pintu besar yang terlihat dihiasi ratusan tulang belulang dan beberapa tengkorak kepala manusia yang menjadi ornamennya.
Sang empunya langkah mendorong pelan pintu besar tersebut seraya menghela nafas panjang.
-Kriiiieeeet-
Bunyi pintu terbuka bersua dan sepanjang mata memandang terpampang puluhan mayat wanita muda bergeletakan diatas lantai marmer hitam dan bau anyir darah menyeruak memenuhi rongga pernafasan setiap insan yang akan memasuki ruangan tersebut.
"SIAPA YANG BERANI-BERANINYA MEMASUKI RUANGANKU TANPA PERINTAH!! BEDEBAAAAH!!!" Teriakan parau yang menyayat telinga terdengar diseantero ruangan luas tersebut.
Sesosok wanita semampai tengah berdiri tegap sembari menjerat seonggok tubuh seorang gadis yang sekiranya sudah meregang nyawa dengan rambut hitam nan panjang miliknya, sang wanita semampai itu terlihat pucat dengan darah hitam yang menetes keluar dari kedua lubang matanya yang kosong.
-Sraaaaaak-
Lilitan rambut dilantai itu melesat bagai ular yang hendak menerjang mangsanya.
-Nguuuuung-
-Boom-
Rambut itu berhasil menerjang sosok manusia berjubah putih itu namun sebuah kubah pelindung menyelimuti sekujur tubuh dan menahan jerat rambut hitam legam itu untuk menyentuh sosok berjubah putih tersebut.
"Maafkan kelancangan hamba memasuki ruangan suci anda wahai ratu Evelin, perkenalkan … saya adalah utusan dari Sandekala," seru sosok misterius tersebut.
Evelin terdiam seraya melepas jerat rambut hitam miliknya dari sosok misterius tersebut,
"Sandekala!? Cih … mau apa sekte bau kencur seperti kalian kemari!?" tanya Evelin seakan merendahkan sosok manusia didepannya itu.
"Pertama-tama kami turut berduka atas kehilangan yang anda..."
"Grrr...!" geram Evelin mendengarkan kalimat yang terlontar dari mulut sosok tersebut.
"Bukan maksud hati melukai perasaan anda wahai ratu, namun sebagai sesama penganut ilmu hitam saya merasakan apa yang anda rasakan, terlebih … bisnis batu mustika yang anda jalankan merupakan komoditas unggulan anda bukan?" seru sosok berjubah putih tersebut.
Evelin menjatuhkan tubuh wanita muda yang tengah ia jerat dan perlahan melangkah kearah sosok berjubah putih tersebut sembari menyeret gaun panjang miliknya.
-tap-
-tap-
-tap-
"Sebelum kesabaranku habis karena olok-olokanmu barusan, cepat katakan apa yang kalian inginkan?" ancam Evelin dengan ujung-ujung rambut hitam panjangnya yang siap menerjang sosok manusia itu.
Sosok berjubah putih itu terdiam dan tak lama tersenyum tipis menatap wanita semampai dengan rambut nan panjang terurai didepannya.
"Kami ingin membantu anda ratu … kami akan menyediakan kuota mustika untuk anda bulan ini dan akan memastikan pasokan anda akan aman untuk bulan-bulan selanjutnya sehingga lawan-lawan anda tidak akan bisa mengambil klien-klien anda lagi," terang manusia berjubah putih tersebut.
Evelin terdiam sembari tengah memikirkan sesuatu, ia tidak habis pikir dengan apa yang diucapkan sosok manusia didepannya tersebut.
Manusia misterius berjubah putih itu mengambil sesuatu dari balik jubahnya dan memperlihatkan sebuah boneka kecil dengan rupa yang menyeramkan kepada Evelin. Lantas ia melemparkannya kedepan hingga terjatuh tepat didepan kaki Evelin kala itu.
"Sepertinya anda masih tidak percaya dengan kami … benda itu adalah tanda kesungguhan kami ratu, jenglot atau batara karang itu akan menjadi pelindung anda selagi anda menuntaskan siklus regenerasi tubuh anda saat purnama selanjutnya datang dan besok lusa kami akan mulai datang menyuplai batu-batu mustika untuk anda," tukas manusia berjubah putih tersebut.
Evelin memiringkan kepalanya seraya bersua, "Hm.. Haha... Hahahahaha!!! Kamu kira aku bodoh!! Hah!! Tidak ada yang percuma didunia ini bocah!!, cepat katakan apa yang kalian inginkan!?" seru Evelin.
Sosok manusia berjubah putih itu melangkah kedepan seraya menurunkan tudung putih yang menutup wajahnya dan perlahan ia berujar, "yang anda katakan benar ratu, semua yang kami tawarkan memiliki harga yang sangat amat kecil," seru sang sosok misterius.
"Cepat katakan apa harganya!?" tanya Evelin langsung sembari menurunkan wajahnya kedepan.
"Senja dan Surya … lebih tepatnya … kami menginginkan cucu anda ratu evelin, hidup ataupun mati."
Evelin menyeringai lebar tatkala mendengar penawaran dari lelaki misterius tersebut.
-jes--jes--jes--jes-
Bunyi roda kereta yang bersinggungan dengan rel baja bersua mengisi gendang telinga tiap insan yang ada didalam gerbongnya, seorang pemuda tengah tertidur sendirian di kursi panjang dengan tas beruang berwarna merah muda miliknya sebagai bantalan kepala.
"Zzzzz .. Zzzzz, eeeengghhhhh! HOaaaM!" pemuda itu merenggangkan kedua tangannya keatas sembari mengumpulkan kesadarannya yang mulai datang.
"HUAAAAAMM!! ASTAGFIRULLAH!!" pekik pemuda itu tatkala melihat sesosok gadis berhijab putih lusuh tengah duduk manis diseberang dirinya.
Gadis dengan lesung manis di pipinya itu mulai berujar "Iish … biasa aja kali Sur!! kayak lihat setan aja!!" decih Naura sembari menyilangkan kedua lengannya di dada.
"Haduh kaget, huft … sejak kapan kamu ada disitu?" tanya Surya sembari mengelus-elus dadanya.
"Sekitar sepuluh menitan, kamu tidur lelap banget aku jadi enggak tega buat bangunin," jelas Naura kala itu dengan senyum manis tercipta di bibirnya.
Surya memijat-mijat keningnya sembari bersua,"kamu enggak duduk sama mereka?" tanya Surya selidik.
"Mereka kayaknya sedang ngobrol internal, aku enggak enak untuk nimbrung, aku cari ayah kamu, eh enggak ada dimana-mana, jadinya aku kesini aja deh," jelas Naura panjang.
"Oh... Ayah paling ada di toilet, dia selalu mabuk darat kalau naik kereta," seru Surya.
"Engh … pipi kamu masih sakit?" tanya Naura khawatir.
Surya mengelus-elus pipi kanannya sembari berucap, "udah enggak," jawab singkat Surya sembari memalingkan wajahnya kearah jendela.
"Hehe maaf ya ... Soalnya aku reflek, wajah aku enggak pernah sedekat itu sama yang bukan muhrim, hihi" jelas Naura sembari tertawa ringan.
Surya menatap pelan kearah Naura sembari kembali memalingkan wajahnya kearah jendela dengan sedikit rona merah di pipinya.
Naura pun tanpa sadar memalingkan pandangannya kesekitar gerbong dengan rona merah yang berendar sama di pipinya.
"Aku enggak nyangka loh kita bakal muncul diluar Jakarta, untung aja masih ada kereta yang bisa kita tumpangi malam-malam gini, hehe," jelas Naura mencoba mengganti topik pembicaraan.
"Iya ini kereta terakhir, kalau sampai kita kelewatan bisa-bisa kita naik kereta hantu yang biasa lewat sini," seru Surya dengan nada datar.
"Hihi … bisa aja candaan kamu Sur," timpal Naura dengan sedikit bercanda.
"Aku enggak lagi bercanda," jawab kembali Surya dengan nada datar.
Naura terdiam namun hanya sesaat tak beberapa lama ia kembali bersua, "aku sempat kaget pas tahu kita sudah seminggu lebih berada disana, padahal perasaan baru tiga hari kita disana,"
"Iya itu karena perbedaan waktu dimensi kita dan mereka jelas berbeda, makannya kita keluar dari portal dimensi yang paling dekat, kalau sampai kita pergi ke batavia dahulu bisa-bisa sebulan baru pulang," jelas Surya kembali.
"Sur …"
"Apa?"
"Engh … enggak jadi deh," seru Naura salah tingkah.
"Apaan?!" balas Surya dengan kesal.
"Engh … apa Senja baik-baik saja?"
"Untuk sekarang dia baik-baik saja, enggak tahu kalau nanti udah sadar, bakal aku hajar sampe babak belur!" seru Surya dengan sedikit jengkel disaat ia mengingat kembali keputusan yang diambil Senja.
"Hush … jangan kasar gitu! Kasian dia, dia juga bisa bikin kesalahan kan Sur," jawab Naura mencoba menenangkan Surya.
"Halah tahu apa kamu," cebik Surya sesaat.
"Aku memang enggak tahu apa-apa, tapi yang pasti aku tahu bahwa sesama saudara harus saling melindungi dan menyayangi," seru Naura sembari tersenyum lembut.
Surya menatap Naura dengan tatapan serius, "Ra … kalo aku boleh tahu, bagi kamu Senja itu apa? Teman? Atau lebih dari itu?"
Senyum yang menghiasi wajah manis Naura tiba-tiba menghilang, "Engh … ke..kenapa tiba-tiba tanya gitu?" tanya Naura dengan kikuk.
"Tinggal jawab apa susahnya!"
"Yaaa.. Teman lah lebih ke sa..sahabat sih … mungkin, eh enggak tahu deh," jelas Naura salah tingkah.
"Kalau aku?" tanya Surya kembali.
Naura sedikit heran dengan pertanyaan Surya dan terlihat sedang berfikir untuk menjawabnya.
"Engh kalau kamu itu…"
"Udah lupain aja pertanyaan aku tadi," potong Surya sembari mendelikkan mata seraya menyenderkan kepalanya kebelakang kearah boneka beruang teddy miliknya yang sudah terlihat kumal seraya akan hendak tidur kembali.
"Ih kenapa kamu tiba-tiba kesel gitu!?"
"Enggak kenapa-napa, bangunin aku ya kalau sudah sampai stasiun," seru Surya sembari memejamkan kedua matanya.
"Issh dasar aneh! Bagi aku tuh kamu cowok nyebelin, egois dan keras kepala kuadrat!! Aku balik kebelakang lagi ah, rusak mood aku lama-lama disini," jawab Naura dengan nada ketus, ia segera berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Surya sendiri.
Surya tidak menggubris kata-kata Naura seakan tidak memperdulikannya namun tak beberapa lama perlahan Surya membuka kedua matanya dan menatap punggung Naura yang beranjak pergi menjauh meninggalkan dirinya dan dengan pelan Surya bergumam sendiri, "selamat tinggal … Naura."
Keesokan harinya pagi menjelang, burung-burung berkicau dihiasi sinar mentari yang perlahan mengisi langit dunia, seorang gadis berhijab putih terlihat sibuk berjalan menyusuri jalan menuju kearah pintu gerbang sekolah. Sembari membaca-baca kembali materi pelajaran yang sempat tertinggal saat dirinya berpetualang dilain dunia, ia melangkah kedepan menyusuri jalan setapak melewati sebuah pohon beringin tua yang berada di lapangan depan sekolah..
Di depan pintu gerbang sekolah terlihat sesosok orang tua yang tengah bersandar di gerbang sekolah, berpakaian serba hitam khas pakaian penjaga sekolah lengkap dengan kaca mata hitam yang bertengger di depan kedua matanya.
"Pagi pak kusni, tumben ganteng banget nih pagi-pagi," puji Naura sembari menggapai tangan kanan lelaki uzur tersebut untuk bersalaman.
"Iya nih non Naura, lagi cosplay jadi Dilan, ahaaay!!" jawab kusni dengan percaya diri maksimal.
"Pffft.. Yaudah lanjutin cosplaynya ya pak, saya masuk kelas dulu, sudah kangen sama sekolah." Naura pun melangkah pergi menuju kearah kelasnya dan disaat ia membuka pintu, kelas terlihat kosong namun ada satu murid yang terlihat sudah datang lebih pagi di banding dirinya dan ia duduk persis di sebelah bangku milik Naura.
"Surya?! Dih … kesambet apa itu anak dateng pagi-pagi banget kesekolah," gumam Naura didalam hati, dengan perlahan Naura berjalan kearah meja miliknya yang terletak paling belakang dan seketika menaruh tas miliknya diatas bangku.
"Tuuummbeeeen!! Hihi.. Sering-sering dong kayak gini biar jadi murid teladan," sindir Naura sembari duduk di bangku miliknya.
"Hei Sur, kamu tahu enggak materi yang belum aku ngerti banyak banget, belum lagi kata Devi ada pekerjaan rumah, tapi untung besok sih di kumpulinnya," ceplos Naura tanpa di gubris pemuda disebelahnya. Surya yang tengah duduk itu hanya memandangi Naura lekat-lekat dengan senyum tipis menghiasi bibirnya.
"Issh … malah senyam senyum enggak jelas, memang kamu udah kerjain semua pekerjaan rumahnya? Tau deh yang pinter," cebik Naura yang kembali sibuk membaca buku pelajaran untuk mengejar ketertinggalan materinya..
Dengan tersenyum manis pemuda itu menatap lekat-lekat wajah Naura dari samping dan perlahan mendekatkan wajahnya kearah daun telinga Naura sembarin berbisik pelan.
"Ra … ini aku … Senja."
Part 2 Surya dikala Senja..
selesai...
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
twiratmoko dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas