Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

adnanamiAvatar border
TS
adnanami
Mencintai Duda Kampungan (18+)
Mencintai Duda Kampungan




Dulu aku selalu berpikir bahwa pria berstatus duda bukanlah seseorang yang pantas untuk dijadikan pendamping. Namun sayang, kenyataan hidup membawaku pada kisah yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Tuhan mempertemukan aku dengan Reza Yoga, teman lamaku yang sudah empat tahun terakhir menghilang entah kemana. Kita bertemu di kereta tujuan Bandung - Jakarta di gerbong nomor 4.

Pagi itu, aku duduk di bangku 4 A dengan memakai setelan jas warna abu - abu aku duduk seorang diri. Di stasiun selanjutnya, kereta ini berhenti. Naiklah seorang pria muda bermasker dan duduk tepat di depan seatyang kutempati.

Pria ini memakai sepatu panthofel hitam, senada dengan celananya dan juga jas outer warna cokelat muda. Kutatap wajahnya yang hanya terlihat area mata yang ditutupi kacamata bening. Aku seperti tidak asing dengan bentuk matanya yang sipit itu.

Aku mengabaikannya, "sepertinya hanya mirip, " pikirku.

Tak disangka telepon genggam pria itu berdering. Dia mengangkatnya dan berbicara dengan seseorang yang sepertinya adalah bosnya. Kudengar suara itu. Sepertinya aku mengenalinya.

Aku menampik batinku yang seolah - olah mengenal pria di depanku. Tiba - tiba perutku berbunyi.

Kruuuuk....

Ah, aku lapar. Memang, tadi belum sempat sarapan karena harus mengejar jadwal keberangkatan kereta ini pada pukul 6 pagi. Untungnya aku membawa roti di dalam tas jinjingku yang berwarna cokelat ini.

Kukeluarkan roti demi mengganjal perutku yang sudah keroncongan. Kusobek bungkusnya dan kubuka maskerku. Belum sempat aku melahapnya, pria di depanku sudah memanggil namaku dengan benar.

"Nindy?" tanya pria bermasker itu.

Aku ternganga, tak jadi menggigit roti itu. Melihat ke arah pria di depanku dan bertanya, "Siapa ya?".

Pria ini membuka maskernya. Di balik masker itu tersungging senyum lebar yang tulus. "Aku Reza, masih ingat kan?" tanyanya padaku.

Aku tak percaya, ternyata dia teman lamaku semasa sekolah. Wajahnya kini telah berubah banyak. Pipinya yang dulu mulus kini telah ditumbuhi jambang, kumis dan brewok yang cukup tebal.

"Hai? Ya ampun, aku nggak tau lho kalau ini tadi kamu. Aku masih inget lah! Dulu kan kita pernah duduk satu bangku," ucapku sambil kemudian menggigit roti yang sudah dari tadi aku ingin lahap.

Reza banyak bercerita dan bernostalgia soal masa lalu kita saat masih duduk sebangku. Lalu tibalah pada satu percakapan mengenai statusku.

"Kamu sudah nikah?" tanya dia penasaran.

"Belum, kamu?" kataku balik bertanya.

"Aku baru saja menikah bulan Maret tahun lalu... tapi sekarang sudah duda," kata Reza.

"Whattt duda?" kataku dalam hati.

Obrolan kita lalu terhenti ketika Reza akan turun di stasiun selanjutnya, kita sudah saling bertukar nomor Whatsapp. Sejak hari itu, kita kian dekat dan aku tak bisa mengontrol hatiku.

Hati yang konon kata pria yang telah mendekatiku sangat kolot dan susah untuk dimasuki... Hati yang sudah diukir oleh luka karena ulah para lelaki. Tapi kini, aku tak kuasa mengendalikan jalannya hati ini.

Mulanya biasa saja tapi intensitas komunikasi yang sering diiringi dengan lelucon recehnya yang sangat menghibur, membuatku tak berhenti memikirkan dia, Reza Yoga.

Bersambung...
Bab 2: Permintaan Random pada Tuhan
Bab 3: Bahas Nikah dengan Duda
Bab 4: Flash Back
Bab 5: Istikharah Cinta
Bab 6: Kepastian yang Ditunggu
Bab 7: Ajakan Tidur Sekamar
Bab 8: Rayuan Maut Buaya Darat
Bab 9: Test Drive
Bab 10: Pendapat Ibu

Bab 11: Alergi Masuk Mall
Bab 12: Backstreet
Bab 13: Mencari Alamat dan Kebenaran
Bab 14: Balas Budi Orang yang Didoakan
Bab 15: Tes Kejujuran
Bab 16: Restu Ibu
Bab 17: Antara Aku, Adit dan Reza
Bab 18: Teman Adit yang Kepo
Bab 19: Pacar Adit
Bab 20: Double Date

Bab 21: Klarifikasi Nindy
Bab 22: Rahasia Sovia Terbongkar
Bab 23: Perasaan Adit
Bab 24: Kisah Nindy dan Reza yang Ingin Diketahui Bobby
Bab 25: Video Bobby Viral di Mess TNI
Bab 26: Ucapan Selamat dari Adit
Bab 27: Kemesraan di kolam renang
Bab 28: Titip Rindu buat Ayah
Bab 29: Ciuman Perpisahan
Bab 30: Siapa Temennya Adit?

Bab 31: Bahas Mantan dengan Gebetan, Ketahuan Pacar
Bab 32: Pacar Ngambek... Eh Malah Ketemu Mantan
Bab 33: Sisa Rasa untuk Mantan
Bab 34: Ketika Mantan, Kekasih dan Gebetan Tinggal di Satu Atap yang Sama
Bab 35: Kencan dengan Bobby Naik Motor Mantan Pacar
Bab 36: Cinta Segitiga di Bandara
Bab 37: Ketahuan Pelukan
Bab 38: Meluluhkan Hati Mama Demi Restu
Bab 39: Tawaran Perjodohan
Bab 40: Kecelakaan Tak Terduga

Bab 41: Malaikat Penolong
Bab 42: Kedok Sang Mantan
Bab 43: Kebohongan Reza yang Tercium Oleh Budenya
Bab 44: Peringatan Calon Mertua
Bab 45: Nama Gadis yang Sama di Dalam Hati Dua Pria
Bab 46: Ditolak Calon Mertua, Diterima Ortu Gebetan
Bab 47: Mempertaruhkan Nasib di Bandung
Bab 48: Patah Hati Terhebat
Bab 49: Pulang dengan Air Mata
Bab 50: Hubungan Kandas

Bab 51: Pria Berseragam TNI di Depan Rumahku
Bab 52: Pak Darmo Pengen Punya Menantu
Bab 53: Reza Disidang Bapaknya
Bab 54: Respon Adit
Bab 55: Pak Darmo Cari Istri Apa Calon Mantu?
Bab 56 : Rahasia Duda Kampungan
Bab 57 : Jodoh untuk Adit
Bab 58 : Yang Lama Terpendam Akhirnya Diungkapkan
Bab 59: Gara - Gara Bubur Ketan Hitam
Bab 60 : SIKAT!!!

Bab 61: Sandiwara Adit
Bab 62 : Peningset Nindy
Bab 63 : Malam Mingguan dengan Duda Kampungan
Bab 64 : Godaan Menjelang Pertunangan
Bab 65: Diculik Duda Kampungan
Bab 66: Nindy Dibawa Kemana?
Bab 67 : Diajak Sewa Kamar Lagi
Bab 68 : Adit dan Firasat Cintanya
Bab 69 : Musuh dalam Selimut
Bab 70 : Tukar Jodoh si Adik Kakak

Bab 71 : Teka - Teki Dekorasi Lamaran
Bab 72 : Obrolan Renatta dan Anang
Bab 73 : Pacar Baru Duda Kampungan
Bab 74 : Jodoh untuk Masing - Masing Kita
Bab 75 : Who is Mr.S?
Bab 76 : Menyusul Calon Suami dan Diawasi Seseorang
Bab 77 : Mencuri Start Sebelum Malam Pertama?
Bab 78 : Ada Hati yang Teriris di Balik Wajah Kawan yang Meringis
Bab 79 : Teka - Teki Cinta
Bab 80 : Keraguan yang Datang tanpa Permisi

Bab 81 : Kehidupan Pria yang Mengintai Nindy
Bab 82 : Antara Sop Buah, Jodoh Seiman dan Adik Tirinya
Bab 83: Alhamdulillah SAH
Bab 84 : Teriakan di Malam Pertama
Bab 85 : Nikmatnya Malam Kedua
Bab 86 : Nasib 2 Wanita yang Menjalani Hubungan dengan Duda Kampungan
Bab 87 : Pamit ke Mantan dan Kenangannya
Bab 88 : Sisa Rasa di dalam Hati Mantan Pacar
Bab 89 : Terpikat Tutur Si Duda Kampungan
Bab 90 : Tidak Ada Fuckboy yang Bisa Dipercaya

Bab 91 : Kehamilan Halal dan Haram
Bab 92: April Ketahuan Hamil, Adrian Tak Tinggal Diam
Bab 93: Gara - Gara Tespack Garis Dua
Bab 94: Karma untuk Duda Kampungan
Bab 95 : Pembalasan Dendam April
Bab 96 : Tangisan Hati sang Duda Kampungan
Bab 97 : Neraka untuk Reza
Bab 98 : Vonis Hakim yang Dinantikan April
Bab 99: Sang Duda Insecure
Bab terakhir : Sang Dewa (TAMAT)


Follow instagram TS @_adnanami untuk mendapatkan update terbaru thread SFTH ini
Diubah oleh adnanami 13-09-2022 03:42
zenzeiokta
irvansadi
pintokowindardi
pintokowindardi dan 70 lainnya memberi reputasi
67
77.6K
1.7K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
adnanamiAvatar border
TS
adnanami
#172
Mempertaruhkan Nasib di Bandung
Reza mematung di dekat mantan pacarnya itu. Dia teringat pada guyonannya dulu saat Nindy masih menjadi sahabatnya.

Dulu Nindy pernah bilang, "Aku pengen punya suami tentara".

Reza menjawab, "Nggak tentara juga nggak apa - apa... Atau kamu mau sama adikku? Nanti tapi malemnya kamu tidur sama aku hahaha".

Candaan itu teringat jelas di kepala Reza detik itu juga. Dia tak menyangka jika semesta seolah mendukung ucapan yang dikatakannya 5 tahun silam, saat Adit baru saja sah menjadi tentara.

Nindy tak berlama - lama di ruangan itu, dia langsung mencium tangan Bapaknya Reza dan juga pamit pada mantan pacarnya yang tampak melamun saat itu.

Setelah Nindy pergi, Bapaknya Reza kembali memuji sikap sopan anak gadis yang dia ingin jodohkan dengan anaknya.

"Sopan banget ya, dia! Bapak nggak sabar mau dekatkan dia dengan Adit".

Reza tak berkata apapun. Dia justru mengalihkan perhatian sang Bapak dengan menawarkannya untuk sarapan.

"Bapak mau makan? Reza suapin atau mau makan sendiri?," tanya si duda kampungan itu.

"Bapak makan sendiri saja, kamu juga harus makan ya!" pinta si Bapak.

Keduanya kemudian sarapan bersama di ruangan rumah sakit itu.
***

Di Mess TNI

Bobby sedang ada waktu luang, dia menyempatkan menelpon Mamanya di Bandung.

"Halo...," sapa Mamanya Bobby mengangkat telepon.

"Halo, Ma... lagi dimana?" tanya Bobby.

"Di rumah ini sama Papa, tumben telepon?" tanya Mamanya Bobby heran.

"Aku cuma mau ngomong satu hal sama Mama, soal Nindy," ucap Bobby.

Mendengar anaknya menyebut nama gadis Jawa itu, hati Mamanya Bobby mendadak gusar. Dia paham jika Bobby mungkin tidak terima kekasihnya diperlakukan seperti kemarin.

"Kenapa? Dia ngadu apa sama kamu?" tanya Mamanya Bobby dengan nada tinggi.

"Mama kenapa sih, Ma? Apa Mama nggak pengen lihat aku bahagia?" tanya Bobby protes.

"Justru karena Mama pengen kamu bahagia, makanya Mama nggak mau kamu nikah sama orang Jawa itu! Kamu paham nggak sih maksud Mama?" debat si Mama.

"Ma... please, kali ini aja! Aku minta restu dari Mama buat izinin aku nikah sama Nindy. Dia itu cewek baik - baik, Bobby udah yakin banget sama dia," mohon Bobby.

"Denger ya... sampai kapanpun restu Mama nggak akan Mama kasih kalau yang kamu pilih itu gadis Jawa!" Mamanya Bobby menutup teleponnya.

Bobby merasa jalannya seolah dihalangi. Mamanya begitu arogan dan tidak bisa diajak kompromi.

Bobby semakin ragu untuk mengajak Nindy ke Bandung dengan tujuan perkenalan keluarga. Dia takut jika Nindy mendapatkan perlakuan buruk dari Mamanya yang justru akan membuat hati pacarnya sakit.

Tapi masalahnya, kemarin Bobby sudah janji pada kekasihnya itu untuk membawanya ke Bandung. Sekarang dia bingung sendiri, dia butuh nasehat dari orang lain.

Dia kemudian bercerita pada Anang:

"Nang... Nyokap gue nggak merestui hubungan gue sama Nindy hanya karena dia orang Jawa. Apa gue masih perlu bawa dia ke Bandung buat ketemu keluarga gue?" tanya Bobby meminta nasehat.

"Sebenernya kalau lo bisa meluluhkan hati nyokap lo sih nggak masalah!" kata Anang.

"Tapi Mama tuh orangnya kolot, keras kepala pula, gue rasa bakal susah," kata Bobby dengan nada pesimis.

"Lo punya opsi cewek lain emangnya selain Nindy? Kalau ada, bawa aja yang satunya!" saran Anang.

"Gila! Gue setia, Bro! Nggak ada ceritanya hati gue bercabang dan punya dua cewek. Jadi enaknya gue bawa Nindy ke Bandung nggak nih? Sumpah gue bingung, manah kemarin gue udah janji pula sama dia!" cerita Bobby.

"Ya udah sih, bawa aja. Kenalin dia ke keluarga lo, siapa tau nanti sikap Mama lo beda... coba dulu lah pokoknya!" saran Anang.

"Oke deh kalau gitu," kata Bobby mempertimbangkan usulan Anang.
***

Tiga bulan kemudian

Bobby mendapatkan jatah cuti lagi... dia berencana untuk memperkenalkan kekasihnya kepada Mama dan Papanya di Bandung.

Bobby tidak sabar untuk memiliki Nindy seutuhnya, membangun rumah tangga yang bahagia dengan wanita yang dicintainya.

Bobby menelpon Nindy di Semarang

"Halo, sayang... aku udah nyampek nih di Bandara, kamu jemput aku ya!" suruh Bobby.

"Siap sayang, tunggu ya! lima menit lagi aku dateng. Ini udah jalan, kok," jawab Nindy di telepon.

Nindy bergegas menyalakan motornya, dia menyusul Bobby di Bandara dan membawanya pulang ke rumah. Rencananya malam ini Bobby mau menginap di rumah Nindy hanya untuk semalam. Baru kemudian besoknya mereka berdua berangkat ke Bandung.

Di Bandara

Nindy melihat kekasihnya yang gagah dan tampan berdiri dengan memakai seragam kebanggannya.

Hatinya gembira, setelah berbulan - bulan tak bertemu, akhirnya kini dia bisa melihat Bobby dari jarak dekat.

Nindy setengah berlari dan memeluk Bobby. Mereka berdua menikmati momen itu.

"Ayo, buruan pulang! Keburu hujan nih!" kata Nindy sambil melihat ke mendung hitam di atas langit.

Mereka bergegas ke parkiran, Bobby menyetir motor Nindy. Pelukan Nindy tak bisa lepas dari tubuh macho Bobby. Dengan senyuman yang terus mengembang di wajah mereka berdua. Hari itu begitu terasa indah meski mendung gelap menaungi mereka.

Sepuluh menit kemudian Bobby sampai di rumah wanita yang diharapkan akan jadi calon istrinya tersebut.

Ibunya Nindy menyambut Bobby dengan hangat. Bak anak sendiri, Ibunya telah menyiapkan banyak hidangan spesial yang membuat Bobby lapar hanya dengan sekali melihatnya.

"Makan dulu, Bobby!" kata Ibunya Nindy menawarkan makanan.

"Yang... ayo makan dulu, nggak usah sungkan, Mamaku sengaja lho masakin kamu menu spesial begini," ajak Nindy.

Mereka bertiga pun makan siang dengan lahapnya.
***

Keesokan harinya

Nindy sudah menyiapkan semua barang yang akan dibawanya ke Bandung. Dia siap berangkat bersama Bobby. Mereka berdua naik taksi ke bandara.

Selama perjalanan, tangan Bobby dan Nindy terus bergandengan. Bahkan genggaman itu tak mereka lepaskan hingga duduk di dalam pesawat.

Keduanya sangat bahagia. Beberapa jam kemudian, pesawat mendarat di Bandung. Perasaan Nindy tidak karuan, ada ketakutan akan ditolak oleh calon mertuanya.

Bobby mencoba menenangkan Nindy dengan menepuk pundaknya serta mengucapkan kalimat yang menenangkan.

Saat tiba di depan rumah Bobby, jantung Nindy makin berdetak tak karuan. Di teras ada Papanya Bobby sendirian sedang menikmati secangkir kopi sambil memantau pergerakan saham hari itu melalui gadget-nya.

Papanya Bobby adalah seorang trader. Waktunya banyak dihabiskannya di teras rumahnya yang asri dan sejuk.

"Assalamualaikum," salam Bobby kepada Papanya.

Papanya melihat ke arah Nindy, dia ...

Bersambungke Bab 48
Diubah oleh adnanami 29-05-2022 02:39
ariel2057
dewisuzanna
tirtagangga
tirtagangga dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup