Pemerhati Pendidikan Kedokteran: Dokter Lebih Khawatir IDI daripada Kemenkes
Pemerhati Pendidikan Kedokteran: Dokter Lebih Khawatir IDI daripada Kemenkes
Kompas.com - 23/05/2022, 13:13 WIB
Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Judilherry Justam dalam diskusi bertajuk Membedah Sengkarut Masalah IDI, di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Judilherry Justam menilai, organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memiliki kewenangan yang berlebihan, salah satunya dapat memberikan surat rekomendasi izin praktik untuk dokter.
Hal ini, menurut dia, membuat para dokter lebih takut dengan IDI daripada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Dokter itu lebih khawatir IDI daripada Kemenkes. Di dunia tidak ada satu pun kewenangan organisasi dokter memberikan rekomendasi izin praktek," kata Judilherry dalam diskusi bertajuk "Membedah Sengkarut Masalah IDI, di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2022).
Judil juga menyoroti anggota IDI yang juga memiliki jabatan di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Menurut dia, rangkap jabatan tersebut rawan terjadinya konflik kepentingan.
"Dokter-dokter itu objek regulasi, Ketua IDI kok duduk sebagai regulator? Ini konflik kepentingan, bagaimana regulator sekaligus merangkap yang menjalankan regulasi, ini kan konflik kepentingan. Saya katakan IDI punya power yang luar biasa," ujarnya.
Lebih lanjut, Judil mengkritik soal pelaksanaan dan penilaian program Pengembangan Keprofesian Keberlanjutan (P2KB) yang dilakukan IDI.
"Bayangkan IDI menyelenggarakan regulasi dan IDI juga yang menilainya, akreditasinya (P2KB), padahal IDI bukan satuan pendidikan," ucap dia.
nah setuju jugak, masa iya sekelas organisasi bisa mengeluarkan surat sah atau tidaknya seseorang bisa praktik atau tidak, logikanya saja peran kemenkes kemana? ga ada satupun organisasi di dunia ini bisa melebihi kewenangan dari Kementerian.
Banyak yang komen "bukan surat sah atau tidak gan, mereka hanya mengeluarkan surat rekomendasi blablabla"
heh, lo ada ga temen yang udah jadi dokter? saudara dsb? tanya noh bijimana dapetin itu surat, bahkan dinkes saja manut sama IDI, lah gila, harusnya IDI manut sama dinkes.
Giliran dokter kesandung masalah, nih si IDI, lepas tangan dan cuci tangan. dikirimin tim pembela aja kagak. Tapi mau duitnya aja
Belum lagi masalah pembagian regional praktik, lebih gila, contoh, lo lulusan kedokteran UNPAD, jabar, udah lulus mau praktik di jakarta, beeuh bayar dulu mamen ada nilai rupiahnya tergantung lo dokter apaan. belum lagi mesti "cium tangan" sama dedengkot IDI lokal daerah tersebut.
Belum lagi jika ada dokter / profesor mencoba teknik dan hal baru, langsung ditanya "jurnal ilmiahnya manaa???" kacau
di US ada PDR, referensi dokter, ibaratnya buku referensi, isinya adil ga berat sebelah dan tidak mempertanyakan hal yang ribet, bisa dijadikan patokan para dokter, lah disini kan kiblatnya harus ke IDI, mereka bilang ga ada ilmiahnya ga bisa dipraktekkan, padahal diluar sudah diujikan. ujungnya minta syarat yang bermuara ke arah duit.
Dah gila kedokteran indonesia klo begini terus. Dah gitu herannya masih banyak yang belain lagi, bener-bener ya mafia kedokteran dan mafia obat merajalela disini.
sudah jadi rahasia umum dokter khususnya spesialis menjadi perpanjangan tangan perusahaan farmasi, impact buruknya kepada pasien jadinya pasien menerima pengobatan yang kurang sesuai standar atau melebihin standar minimum, bisa jadi overdosis obat atau kemahalan bayar obat.
Sebagai contoh ane sering berobat ke dokter spesialis dekat rumah, memang cocok sih obatnya paten. tapi lama lama ane perhatikan kok sakit batuk, pilek, pusing obatnya itu itu aja dan mahal. batuk / radang biasa aja sekalo berobat bisa 700rb (dokter + obat).
Suatu hari karena RS lagi sepi ane pas berobat duduk deket ruang dokter, kata perawat ane disuruh nunggu karena dokter ada tamu, nah ane nguping deh ternyata tamunya sales farmasi, dia nawarin/janjiin dokter nanti bulan ini ke singapur, bulan depannya lagi ke hongkong, trus US dibiayain menghadiri seminar. Sambil tentunya ngomongin produk obat yg dia tawarkan. Disitu ane ngerasa jadi pasien target jualan obat, mungkin juga karena ane pake asuransi yang cover seluruh pengobatan.
Sekali2 coba ke dokter umum, atau klinik. Biasanya kalau penyakit ringan mereka bakal kasih obat generik, kalau mempan ya lanjutin aja kedepannya begitu.
@alderlake nah betul banget gan setelah itu ane lebih sering pake BPJS ke dokter umum/puskesmas aja dan ane minta obat generik. Kalau ke RS tersebut ane juga ketemu dokter lain yang lebih jujur, nawarin obatnya mau yg paten atau generik, ane minta yg generik.
Alhamdulillah ane obat generik ya cocok cocok aja, justru ane denger denger kalo kebiasaan obat paten apalagi dosis tinggi, lama kelamaan tubuh akan kebal, gak mempan lagi pake obat biasa/generik/warung.
@whizzman pengalaman yg sama gan.
Kjdian 2013 di kota kecil jatim & pake asuransi krywan.
Sakit panas ke dokter rs swasta saya ingat struk print2an hampir 500k (dokter&obat).
Dlam hati ini rs bonafid kaga, mahal iya.
Forum seputar dunia kesehatan yang membahas seputar penyakit, gaya hidup sehat, metode diet & latihan untuk kebugaran tubuh dan hal-hal yang berhubungan dengan dunia kesehatan.
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.