Pikiranku menerawang, mencoba mengingat kembali semua peristiwa yang sudah aku dan putriku lalui. Masih teringat jelas dalam ingatanku semua peristiwa tidak masuk akal yang selalu menjadi santapanku sehari-hari. Bersinggungan dengan peristiwa gaib yang hampir membuat otakku menjadi gila!
Malam itu terasa aura mistis yang berhembus sampai membuat bulu kuduk merinding. Suasana di dalam rumah terasa begitu mencekam dan menegangkan.
Suara itu... Ya suara itu!!!
Suara denting piano mulai terdengar menggema di seluruh ruangan, seingatku piano mainan putriku sudah kumatikan dari sebelum adzan magrib berkumandang. Gendis yang sedang tertidur lelap tiba - tiba terbangun, dirinya tampak gelisah dan mulai terdengar tangisan dari bibir mungilnya.
"Aaarrghh...!!! Kenapa kalian tidak pernah berhenti mengganggu anakku? Apa kesalahan putriku terhadap kalian?"
Kehidupanku dulu berjalan normal hingga kehadiran putriku membuat semuanya berubah. Mereka sangat menantikan kehadiranmu, mereka begitu menyambutmu! Apa yang membuat mereka begitu tertarik denganmu putri kecilku?
Gendis adalah nama yang kuberikan untuk putriku tercinta. Anak yang sudah kutunggu hampir sepuluh tahun lamanya. Dari awal kelahirannya, banyak peristiwa aneh yang terjadi. Kehadiran Gendis seperti sudah sangat ditunggu oleh mereka. Putriku sangat rewel, dia selalu menangis dan menjerit histeris ketakutan setiap saat.
Bagaimanakah proses perjalanan hidup Gendis selanjutnya? Bisakah ia terbebas dari semua rasa ketakutan yang selalu menghantui dirinya? Akankah putriku bisa menjalani hidup normal seperti anak kecil lainnya? Dan kapankah semua ujian ini akan berakhir?
Ini kisah Gendis anakku yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidupku...
Thread ini aku dedikasikan untuk putriku tercinta yang bernama "Gendis". Semoga kelak ketika dirimu sudah tumbuh dewasa, kamu bisa membaca kisah yang mama tulis berdasarkan pengalaman yang kita lewati setiap harinya. Cerita ini merupakan kisah perjuangan seorang Ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya yang indigo.
Dulu aku hampir menyerah, aku sudah terlalu lelah menghadapi semua peristiwa yang tidak masuk akal. Mentalku sudah tidak kuat menghadapi semua gangguan-gangguan itu sendirian. Namun aku salah! Ternyata aku lebih kuat dari dugaanku selama ini! Itu semua karena rasa kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya tercinta.
Pesan mama untuk Gendis "Jika saatnya tiba tolong pergunakan kemampuanmu untuk membantu sesama". Enjoy the process dan ingat kamu tidak pernah sendirian! Mommy loves u!
Terima kasih ya Ndis sudah mengijinkan mama untuk menuliskan kisahmu.
Quote:
Doa dari Mas Yus untuk Gendis
Kisah ini berdasarkan kisah nyata yang aku dan Gendis alami.
Untuk update diusahakan setiap hari Senin dan Kamis ( dikondisikan dengan RL).
Mohon maaf kalau susunan kalimatnya kurang enak dibaca. Karena ini pertama kalinya aku menulis cerita.
Selamat menikmati thread ini, jangan lupa ratenya, komen n ... Terima kasih.
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak meng Copy Paste cerita ini Tanpa Seijin Gendis. Terima kasih
"Sudah hampir empat bulan semenjak kemunculanku di chanel Youtube mas Yus. Hidupku masih berjalan normal seperti biasanya walaupun kini banyak keluarga dari pihak ibuku yang mengetahui kemampuan Gendis. Beberapa dari mereka pernah mencoba mengirim pesan ingin berkonsultasi dengan putriku namun dengan tegas Gendis selalu menjawab "NO! Belum caatnya!" (No. Belum saatnya)
Hingga suatu hari, sebuah pesan masuk di salah satu akun sosial mediaku. Ketika ku baca ternyata berasal dari keluargaku yang berada di Cibubur.
"Siang mama Gendis. Mba Ima, saya mau minta tolong sama Gendis, ibu saya yang tadinya bisa berjalan normal tiba-tiba mendadak lumpuh. Sudah saya bawa ke orang pintar dan beliau bilang penyebabnya karena ada mahluk yang mengikuti ibu saya. Apa benar yang dikatakan oleh orang tersebut mba?"
"Siang mama Bulan. Coba nanti Ima tanya ke Gendis ya tapi Ima tidak bisa janji apakah Ndis bersedia melihatnya atau tidak. Tolong dikirim saja fotonya dulu biar nanti Ima langsung perlihatkan ke Gendis"
"Iya nggak apa-apa mba. Yang penting dicoba dulu!"
Saudaraku kemudian mengirimkan sebuah foto seorang wanita tua renta yang sedang tergeletak tak berdaya. Hatiku sedikit miris melihatnya, teringat akan sosok almh. ibuku.
"Huuf !!" Aku menghembuskan nafas berat.
Mataku berkelana mencari keberadaan putriku. Ternyata Gendis sedang berada di kamar belakang. Ia tengah asik bermain robot-robotan.
"Ndis, mamanya mba Bulan kirim pesan ke mama. Katanya ibunya sakit karena diikuti sama jin. Ndis mau bantu untuk melihatnya atau tidak?" Tanyaku berhati-hati, takut membuat putriku marah.
"Mba Uan?" (Mba Bulan) Tanyanya sambil meletakkan robot x di lantai.
"Iya mba Bulan!"
"Mba Ulan yan aik itu ma? Dis cayan mba Bulan" (Mba Bulan yang baik itu ma. Gendis sayang mba Bulan)
"Betul ! Ndis masih ingatkan? Mau nggak Ndis melihat foto neneknya mba Bulan?"
"Ana otona? Coba Dis iat?" (Mana fotonya. Coba Gendis lihat)
"Tumben Gendis mau" gumamku dalam hati.
Aku segera memperlihatkan foto perempuan yang kutaksir berusia 70 tahunan ke putriku. Dengan seksama, Gendis tampak meneliti foto tersebut. Sorot matanya memicing tajam.
"No ma! Da ada yan itutin! Itu uma elacaanna aja! Angan elcaya ama omongan olang ain. Udah aga aja ibuna aik-aik, celing diajak oblol!anan diindal cendilian!" (No ma. Nggak ada yang ngikutin. Itu cuma perasaannya saja. Jangan percaya omongan orang lain. Sudah dijaga saja ibunya baik-baik. Sering diajak ngobrol. Jangan ditinggal sendirian )
"Begitu ya Ndis? Terima kasih ya nak" aku memeluk tubuh dan mengusap pucuk kepala putriku.
"Ya cama-cama" (Ya sama-sama)
Aku segera mengirim pesan ke ibunya Bulan dan memberitahu semua ucapan Gendis.
"Jadi begitu ya mba Ima. Tolong sampaikan terima kasih saya ke Gendis ya?"
"Oke nanti Ima sampaikan. Semoga your mom lekas pulih ya, Aamiin!" Balasku singkat.
Aku merenung.
Terkadang aku tidak habis pikir jika ada orang yang sakit, bukannya dibawa berobat ke dokter melainkan malah dibawa ke orang pintar. Memang ada penyakit yang sembuh dengan pengobatan medis. Dan ada beberapa penyakit yang hanya bisa disembuhkan dengan bantuan gaib. Bijaklah dalam bertindak. Jangan selalu menyangkut pautkan masalah kesehatan karena mendapat gangguan dari mahluk gaib. Karena takutnya nanti kita akan selalu berprasangka buruk.
***
"Mas, hutangnya pak Adi kapan mau ditagih?" Tanyaku pada mas Dedi yang saat itu sedang berada di rumah.
"Kasihan Ma! Mas takut menyinggung dia!"
"Menyinggung?? Dia sudah berhutang selama tiga tahun dan tidak pernah ada itikad baik ingin mencicil hutangnya loh!" Ketusku dengan wajah masam.
"Iya nanti mas akan tanya kapan ia mau membayar hutangnya!" Jawab mas Dedi lembut berusaha meredam amarahku.
"Ya sudah, buruan sana ditagih!!" Gerutuku sinis.
Bagaimana aku tidak gusar? Pak Adi adalah teman dekat suamiku yang sedari dulu selalu dibantu oleh mas Dedi. Dulu pak Adi juga suka meminjam sejumlah duit pada suamiku dan selalu membayarnya tepat waktu. Namun tiga tahun yang lalu, ia mengemis meminjam uang dalam jumlah nominal yang sangat besar untuk ia pakai untuk modal usaha.
Mas Dedi yang tidak pernah merasa curiga, langsung saja mentransfernya tanpa berkomunikasi terlebih dahulu denganku. Beberapa minggu kemudian, suamiku baru bercerita dan itu membuatku murka!
Jemari suamiku tampak bergerak cepat di atas layar ponsel. Sepertinya ia sedang mengirim pesan ke temannya.
Wajah suamiku mengeras. Kedua alisnya naik, keningnya mengerenyit bingung.
"Kenapa mas? Tu orang balas apaan?" Tanyaku tak sabaran.
Suamiku menyerahkan ponsel yang berada dalam genggamannya ke tanganku yang sedang duduk di sampingnya. Segera kubaca pesan balasan dari temannya "Aku mana ada duit pak! Sudah pak Dedi tenang saja, aku kan tidak berniat membawa kabur duit Pak Dedi. Nomerku juga masih nomer yang lama! Jadi pak Dedi tidak perlu khawatir kalau saya akan menipu bapak!" Balasnya tanpa tahu terima kasih.
Seketika emosiku langsung naik ke ubun-ubun.
"Enak banget tu orang ngomong gitu! Kalau cuma sertus atau dua ratus ribu bisa dimaklumi! Lah ini nominalnya tidak main-main mas!" Aku menatap suamiku dengan pandangan penuh kebencian.
"Ya mau gimana lagi ? Dia bilang belum bisa membayar hutangnya!" Sahut suamiku datar.
Aku berdecak pelan dengan tatapan menghina.
"Makanya jadi orang itu jangan terlalu baik! Temanmu itu memang sedari awal sudah berniat menipumu!" Suaraku melengking tajam.
"Mama! Ayah! No elantem! Belicik! Dis ga cuka!" (Mama. Ayah. No berantem. Berisik. Gendis nggak suka) Putriku menginterupsi percakapan kami.
Aku menghembuskan nafas gusar. Aku lupa jika Gendis sedang bermain di dekat kami. Aku segera mengangkat tubuhku dan berjalan ke kamar. Tak ku hiraukan panggilan suamiku yang mengajakku berbicara. Hatiku mangkel melihat suamiku yang telalu naif. Aku memutar bola mata, malas mengingatnya!
***
Semenjak keributan itu, aku menjadi dingin terhadap mas Dedi. Untuk melihat wajahnya saja aku merasa muak! Hingga malam itu setelah ia pulang kerja, sudut mataku melihat mas Dedi sedang duduk di sofa merah dengan wajah memerah menahan sakit. Ia membuka kemeja birunya dan tampak mengamati tubuhnya.
"Ma bisa kemari sebentar?" Pintanya lirih.
Dengan malas-malasan aku beranjak dari kamar belakang menuju ke suamiku.
"Ada apa?" Tanyaku ketus.
"Kenapa badan mas tiba-tiba muncul bisul ya? Sakitnya luar biasa sampai bikin mas susah bergerak!" Suamiku memperlihatkan satu buah bisul yang tumbuh di bawah ketiak kirinya.
Perasaanku mulai tidak enak. Ada sesuatu yang berbisik dalam hati "Itu bukan bisul biasa, melainkan kiriman. Ada orang yang berniat membuat suamimu sakit parah tapi karena ada Gendis, ilmu yang dikirim hanya berubah menjadi bisul biasa!"
Aku menatap mata suamiku dan menjelaskan yang kurasakan. Namun mas Dedi mencibir, menolah mentah-mentah ucapanku. Ia tidak mempercayainya sama sekali!
"Ya sudah kalau nggak percaya sama ucapan Ima. Periksa ke dokter sana!"'
"Sudah tadi sepulang kerja, mas langsung ke dokter dan dikasih empat macam obat!"
"Baguslah kalau sudah cek ke RS" sungutku tak peduli.
"Mas cuma heran. Seumur hidup, mas tidak pernah bisulan tapi kenapa sekarang malah numbuh bisul ya?"
"Mana aku tahu!" Jawabku sambil menggindikkan bahu.
Kupikir setelah berobat ke RS dan meminum obat antibiotik yang diberikan dokter, penyakit yang diderita suamiku akan sembuh. Namun disinilah keanehan mulai terjadi. Bisul yang tadinya hanya tumbuh satu, tiba-tiba menjalar seperti tanaman merambat di sekujur tubuhnya.
Bisul itu kembali muncul di bawahnya, begitu terus sampai membentuk huruf U. Setiap salah satu bisulnya pecah, maka akan membuat lubang yang dalam di tubuh suamiku. Begitu seterusnya. Sampai wajah mas Dedi memerah karena suhu tubuhnya meninggi. Ia tampak begitu kesakitan dan menderita. Aku tidak tega melihatnya.
Tiga hari sekali, aku selalu menemani suamiku ke RS untuk mengecek kondisinya yang semakin terlihat parah dan susah untuk berjalan. Sudah 3 RS kami datangi namun kondisinya juga mengalami perubahan.
Akhirnya aku memberi saran kepada mas Dedi untuk main ke tempat pak haji sekedar berkonsultasi. Namun suamiku menolak. Hingga akhirnya tepat di malam Jum'at, temannya yang bernama Pak Adi tiba-tiba mengirim pesan yang isinya terdengar janggal.
"Malam pak Dedi. Bapak sehat? Bapak masih bisa berjalan?"
Aku yang ikut membaca isi pesannya hanya bisa memicingkan mata. Merasa keheranan dengan pertanyaannya yang ganjil.
"Aneh banget isi pesannya! Terus mas mau jawab apa?"
Suamiku menghela nafas pelan sebelum kemudian mengetik balasan.
"Alhamdulillah saya dalam kondisi sehat walafiat. Memangnya kenapa ya pak?"
Hanya centang biru, tanda sudah dibaca namun tidak dibalas Suamiku terdiam, roman mukanya menyiratkan kekecewaan mendalam.
Ia menengadahkan wajahnya, menatap ke dalam mataku.
"Ma, besok pagi kita ke tempat pak haji! Mas merasa ada yang tidak beres dengan pesannya pak Adi!"
Aku tersenyum dan mengangguk pelan. "Semoga Allah membukakan pintu hatimu mas. Agar bisa membedakan mana orang yang tulus dan mana manusia yang seperti srigala berbulu domba!" Desisku sambil tersenyum tipis.
***
Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam lamanya, akhirnya kami tiba di kediaman pak haji. Kebetulan siang itu sudah memasuki waktu zuhur. Kami segera melakukan shalat berjama'ah dengan beliau sebagai imamnya. Setelah selesai menunaikan ibadah, kami duduk santai di teras mushala.
"Ada angin apa ini yang membawa Gendis datang kesini?" Tanya beliau sambil duduk selonjoran di lantai yang dingin.
Suamiku segera menceritakan keluhan yang dideritanya. Pak haji mendengarkan cerita mas Dedi dengan seksama, sejurus kemudian ia memejamkan mata dengan kedua tangan bersidekap di depan dada. Semenit kemudian, ia membuka perlahan kelopak matanya.
"Ini mah penyakit kiriman pak! Ada orang yang nggak suka sama pak Dedi, sepertinya masalah hutang piutang. Orang yang menyantet bapak ini merasa tersinggung karena bapak telah menagih hutangnya!" Ujar pak haji dengan tatapan lurus ke depan.
Mas Dedi tersentak kaget, suamiku langsung beristighfar beberapa kali.
Aku yang duduk sekitar tujuh meter dari mereka hanya duduk diam mendengarkan. Aku tidak mau ikut campur.
"Sampai segitunya pak?" Tanya mas Dedi dengan mimik tak percaya.
"Iya pak Dedi. Yang saya lihat sebenarnya orang yang mengirim santet ini ingin membuat bapak sakit parah, biar duit bapak habis untuk berobat" mata pak haji tampak menerawang.
Sejurus kemudian, ia melanjutkan ucapannya.
"Sebenarnya ia ingin bapak terkena tumor ganas. Tapi orang ini salah sasaran, dia tidak tahu ada tameng di dalam rumah bapak. Jadi penyakit yang seharusnya kronis hanya menjadi bisul biasa" senyum pak haji mengembang sambil melirik sekilas ke arah Gendis yang tampak asik mengamati barisan semut yang merayap di dinding.
"Ya Allah, kenapa orang yang selama ini sudah aku anggap seperti saudara sendiri malah tega mencelakai saya?" Gumamnya dengan raut wajah kecewa.
"Begitulah sifat manusia pak! Tidak tahu terima kasih! Bapak juga jangan terlalu polos! Tidak semua orang memiliki hati yang baik seperti pak Dedi!" Ujar pak haji sambil menepuk pelan dengkul suamiku.
"Apa pak haji bisa menyembuhkan penyakit saya?"
Lagi-lagi pak haji hanya tersenyum.
"Inilah orang tua yang tidak memahami anaknya! Ngapain kalian datang jauh-jauh kesini kalau jawabannya ada di depan mata? Tinggal minta Gendis meniup bagian mana yang sakit, Insya Allah langsung sembuh!"
"Waduh, susah pak kalau harus minta tolong Gendis. Dia paling nggak suka disuruh!"
"Jangan bapak yang bilang! Biar ibunya yang berbicara sama Gendis pasti putri bapak langsung nurut!"
"Baik pak biar nanti saya coba di rumah"
Setelah mengucapkan terima kasih, kami segera berpamitan. Tugas berat berikutnya telah menanti diriku! Meminta kesediaan Gendis untuk kembali mengobati ayahnya.
***
"Ndis, kita shalat maghrib berjamaah sama ayah yuk" bujukku kepada putriku satu-satunya.
"Ayo ma!" Dengan sigap, anakku langsung mengambil wudhu dan memakai mukena.
Selesai beribadah, aku memangku Gendis dan memeluknya dari belakang.
"Ndis, mama mau tanya. Gendis kasihan nggak melihat ayah sakit?"
"No!" Jawabnya cepat sambil menggelengkan kepala.
"Kok no? Itu kan ayah Gendis jadi harus Ndis sayangin juga"
"Dis cuma ayan mama kok!" (Gendis cuma sayang mama kok)
"Anak soleha itu harus sayang sama kedua orangtuanya! Bukan cuma mamanya saja!"
Ia terdiam sambil jarinya yang kecil memainkan jemariku.
"Itu ya ma?" (Begitu ya ma)
"Iya sayang"
"Teyus mama au uluh Dis ya?" (Terus mama mau nyuruh Gendis ya) Lagi-lagi putriku berhasil membaca pikiranku.
"Iya. Mama minta tolong agar Gendis dengan tulus mau doain ayah. Mama nggak tega melihat ayah kesakitan"
"Ya udah deh, mana cini bial Dis oain) (Ya sudah deh, mana sini biar Ndis doain)
Aku meminta mas Dedi mendekat ke arah kami. Sambil meringis kesakitan, ia membuka kancing bajunya satu persatu.
"Allahu Akbar!" Aku menjerit tertahan
Aku bergidik ngeri melihat bagian tubuhnya yang melenting dan bolong-bolong. "Ya Allah, kamu kuat banget mas" batinku dengan perasaan sedih.
Putriku langsung meminta ayahnya untuk memejamkan mata. Sejurus kemudian ia berdoa kepada Allah agar menyembuhkan penyakit yang diderita suamiku. Selesai berdoa, Gendis lantas meniup semua luka di sekujur tubuh mas Dedi.
"Udah ma!"
Aku dan mas Dedi segera mengucap syukur kepada sang Pencipta dan berterima kasih kepada Gendis.
Putriku hanya menundukkan wajahnya dalam-dalam. Di keheningan, bibir tipisnya bergumam pelan.
"Ma, Dis oleh omon da?" (Ma, Gendis boleh ngomong nggak)
"Boleh, memangnya Ndis mau bilang apa?"
"Mama au da enapa Dis ga cuka iiat pa aji? Coalna pa aji ada anyak ma! Pala Dis ampe ucin iatna. Cemua pada gelak kecana kecini. Dis inun ana pa aji yan acli!" (Mama tau nggak kenapa Gendis nggak suka melihat pa haji. Soalnya pak haji ada banyak ma. Kepala Gendis sampe pusing lihatnya. Semua pada gerak kesana kesini. Gendis bingung mana pak haji yang asli) Ucapnya tiba-tiba.
Mataku dan mas Dedi beradu pandang. Malam itu aku baru mengetahui alasan mengapa Gendis sedari dulu terlihat tidak nyaman jika berdekatan dengan pak haji. Ternyata itu penyebabnya.
***
Alhamdulillah atas seijin Allah, kesehatan suamiku berangsur-angsur pulih. Luka di tubuhnya perlahan merapat dan tidak meninggalkan bekas sama sekali. Kini tubuhnya sudah bersih dari benjolan yang menyakitkan. Aku segera mengirim pesan ke mas Yus, menceritakan peristiwa ganjil yang sudah menimpa suamiku.
Dengan cepat mas Yus segera membalas pesanku "Sudah sesuai jalannya. Masih panjang jalan ke depannya. Gendis anak yang luar biasa. Saya juga melihat itu. Gendis juga sudah menjadi bagian dari keluarganya Mas Yus. Jadi soul family. Sama seperti para mentor dan orang-orang yang ada di dalam lingkaran Mas Yus"
Aku menitikkan air mata, terenyuh membaca isi pesannya. Akhirnya anakku menemukan orang yang bisa memahami dan tidak meremehkan kemampuannya. Gendisku kini tidak akan pernah merasa sendirian lagi!
***
Selama tujuh malam berturut-turut putriku tampak gelisah. Seperti ada yang mengganjal pikirannya. Sebagai seorang ibu yang telah melahirkannya, aku bisa merasakan beban berat yang tengah dirasakannya. Namun aku sengaja berdiam diri, menunggu inisiatif putriku untuk menceritakan sendiri keluh kesahnya.
Malam itu aku dikejutkan oleh suara Gendis, ia memintaku untuk bangun dan duduk di sampingnya. Aku yang setengah tersadar, tanpa banyak bicara segera menuruti ucapannya.
Aku dan anakku kini duduk berhadap-hadapan, sejurus kemudian ia berhambur memeluk tubuhku erat.
"Hey, Gendis kenapa?"
Sambil menangis sesegukan, ia berbisik lirih "Mama, aapin Dis ya alo cuatu ali Dis ga ica cembuhin ayah!" (Mama, maafin Gendis ya kalau suatu hari Gendis nggak bisa nyembuhin ayah)
Aku terhenyak mendengar ucapannya.
"Sayangnya mama, tolong jangan pernah berkata begitu. Ingat selalu pesan mama kalau yang memberikan kesembuhan itu bukan Gendis tapi Allah! Ndis hanya berdoa tapi Allah yang menentukan semuanya!" Jawabku sambil menghapus air mata yang membasahi pipinya.
Seketika tangisnya pecah. Dengan suara terbata-bata ia berusaha untuk tetap berbicara.
"A-api ma, Dis ga au itin mama ecewa! Dis ga au itin ati mama cedih! Aapin Dis ya ma alo udah adi anak da belbakti!" (Ta-tapi ma. Gendis nggak mau bikin mama kecewa. Gendis ngga mau bikin hati mama sedih. Maafin Gendis ya ma kalau sudah jadi anak nggak berbakti)
"Ndis! Listen to me! Gendis tidak pernah membikin hati mama sedih dan kecewa! Mama bangga punya anak yang pintar dan baik hati seperti Gendis. Jadi mama mohon, tolong jangan pernah berpikiran seperti itu lagi ya sayang" hatiku bagai teriris sembilu mendengar penuturannya.
Gendis menggangguk pelan. Sambil menangis terisak-isak, ia mempererat dekapannya.
Aku merasa iba sekaligus kagum dengan pribadi Gendis. Anak sekecil ini sudah memiliki rasa tanggung jawab yang begitu besar. Putriku tidak ingin melihatku kecewa. Ia ingin selalu melihat wanita yang melahirkannya selalu tersenyum bahagia.
***
Siang itu sambil membaca cerita horor di ruang tamu, aku mengawasi Gendis yang tengah bermain lari-larian mengelilingi seluruh penjuru ruangan. Sambil terus berlari, anak berusia empat tahun itu sesekali tertawa cekikikan.
Langkah kaki kecilnya terayun ringan menghampiriku.
"Mama! Mama!" Teriaknya dengan nafas terengah-engah.
"Apa Ndis?"Jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari buku setebal 200 halaman.
"Ndis mau wal! Wal!" (Gendis mau war. War)
Bagai tersengat aliran listrik, tubuhku menegang. Bola mataku berputar mendengar ucapannya. Segera kuletakkan novel yang sedang kubaca.
"Apa? War?? No!! Mama nggak akan pernah ijinin Ndis ikut perang! Enakan hidup damai Ndis!" Jawabku tegas.
"No ma! Ental alo Dis udah ede, Dis atan wal!" (No ma. Entar kalau Gendis sudah gede, Gendis akan war) Pungkasnya dengan wajah serius.
Kuamati seraut wajah mungil yang tengah berdiri di depanku. Aku rasa putriku sedang tidak bermain-main dengan ucapannya.
"Nggak! Mama tetap gak kasih ijin! Anak cuma satu jadi jangan macam-macam oke!"
"Aduh mama!! Mama enan aja, unggu Dis di lumah! Dia acti ulan enan celamat!" (Aduh mama. Mama tenang saja. Tunggu Gendis di rumah. Ndis pasti pulang dengan selamat)
"No!! Dari pada berperang mendingan Gendis di rumah sama mama! Kita bisa baca buku bareng atau bikin kue kesukaan Gendis!" Jawabku dengan perasaan kalut.
Aku mendapat firasat jika putriku baru saja melihat vision tentang dirinya di masa yang akan datang. Karena bukan hanya sekali atau dua kali saja ucapan yang terlontar dari bibirnya selalu menjadi kenyataan.
"Ga ica ma ! Dis atan wal awan mucuh-mucuh Dis! Dis awa bucul. Alo anahnya Dis embak atan keluar walna yan indah dan cemua mucuh Dis acung ati !" (Nggak bisa ma. Gendis tetap akan war lawan musuh-musuh Gendis. Ndis bawa busur. Kalau panahnya Ndis tembakin akan keluar warna yang indah dan semua musuh Gendis langsung mati)
Dengan menggunakan kedua tangannya, putriku memperagakan posisi memanah. Kemudian ia mengangkat kedua tangannya ke udara dan terlonjak gembira "Hole!! Dis enan!" (Hore Gendis menang) Pekiknya gegap gempita seolah-olah tengah berada di medan pertempuran.
Ia terus saja mengoceh. Bola matanya yang bening mengerling ke arahku dengan tatapan dan senyuman misterius.
"Yee! Dis Wal! Wal!" (Yee. Gendis war.War) Teriaknya sambil berlari meninggalkanku tenggelam dalam sepi yang mencekam jiwa.
"Gendis.. apapun takdirmu nanti, doa mama selalu menyertaimu nak..!"
Alhamdulillah..bs lihat dede endis by video juga 😍😘😘.....semoga ALLAH slalu menyertai perjalananmu dedeq syg...aamiin ...persis ama anak cantik yg hadir di mimpiq ..
Anda akan meninggalkan Stories from the Heart. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.