TS
oyag2000
7 PENDEKAR
Bismillahirrahmanirrahiim..
Kepada para penghuni kaskus, izinkan lah hamba melampiaskan hasrat untuk menulis dan membagikan cerita imajinasi hamba sendiri disini. Semoga semuanya terhibur.
Hatur nuhun..
Quote:
Cerita ini adalah fiksi. Apabila ada nama, agama, tempat, instansi, dan daerah yang sama, maka itu murni ketidak sengajaan. Silahkan dinikmati saja sebagai bacaan teman ngopi dan bersantai.
Spoiler for BACA DULU:
Tolong hargai usaha dan kerja keras seorang penulis dengan tidak mengcopy paste tanpa izin, apalagi sampai mem-plagiat demi keuntungan pribadi. Sing burut nyanyut na tah nu kitu mah!
Disclaimer : Cerita ini mengandung muatan bahasa kasar, kekerasan dan darah. Pembaca dibawah usia dewasa disarankan pulang ke rumah, cuci kaki, tidur sana!
Spoiler for PROLOG:
Generasi Emas Indonesia 2045, begitulah mereka menyebut nya. Karena katanya di tahun 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70% nya dalam usia produktif (15-64 tahun), sedangkan sisanya 30% merupakan usia tidak produktif. Yang seharusnya menjadikan Indonesia di tahun 2045 dipenuhi oleh generasi muda yang cerdas, produktif, inovatif dan berperadaban unggul. Namun sayangnya, bonus demografi ini tidak bisa dimanfaatkan dengan baik sehingga membuat Indonesia menjadi kacau balau. Pengangguran semakin banyak yang berefek terhadap semakin meningkatnya tingkat kriminalitas, korupsi sudah bukan lagi rahasia bahkan di tingkatan paling rendah, aparat yang sudah tidak menjalankan tugasnya, hanya membela yang bayar ditambah dengan semakin lebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin membuat amarah masyarakat khususnya rakyat miskin menjadi membesar dan terus membesar. Pada akhirnya, semua permasalahan tersebut menjadi bola salju yang semakin membesar dan menyebabkan kerusuhan yang sangat besar. Bahkan lebih besar daripada kerusuhan di tahun 98’. Namun di tengah kerusuhan ini, muncul lah penyelamat yang berasal dari salah satu partai politik yang bernama Partai Senja Merah yang berhasil membantu pemerintah menengahi konflik antara aparat dan rakyat. Bahkan Partai ini bisa memberikan win win solution yang membuat aparat dan rakyat bisa bernafas lega karena solusi tersebut memberikan hasil terbaik untuk keduanya. Begitu pula pemerintah yang sangat terbantu dengan adanya Partai ini, sehingga Senja Merah begitu mudah masuk ke system pemerintahan dan mengubah kebijakan. Yang paling kontroversial adalah Senja Merah menginisiasi akan dibentuknya poros baru penjaga keamanan dan stabilitas Negara, selain TNI dan POLRI, yaitu Penjaga Kedamaian. Yang mana setiap partai politik ataupun organisasi masyarakat, berhak mengajukan diri menjadi para Penjaga Kedamaian. Dengan persyaratan yang relatif lebih mudah daripada persyaratan untuk menjadi TNI atau Polisi, ditambah dengan buruknya citra Polisi dimata masyarakat, maka berbondong-bondong lah ormas-ormas yang berisikan pemuda-pemuda bergabung menjadi para Penjaga Kedamaian. Pemerintah tidak bisa berbuat banyak, karena setelah Perang Dunia 3 yang dimulai antara Rusia dan Ukraina, kemudian melibatkan hampir seluruh Eropa dan tentu saja Amerika dan sekutunya, terjadi pada kurun waktu 2030-2035, berimbas terhadap perekonomian dunia tanpa terkecuali Indonesia. Hadirnya Senja Merah selain menjadi angin segar atas teratasinya konflik berkepanjangan, Senja Merah juga membantu perekonomian pemerintah sehingga di 2045 Indonesia menjadi kekuatan baru di ASEAN dan bahkan beranjak untuk menjadi Macan Asia.
Generasi Emas Indonesia 2045 ini memang berkontribusi membawa Indonesia kembali menjadi Negara yang disegani. Namun sayangnya, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang dulu dikenal sebagai bangsa yang sopan dan ramah, semuanya hilang tanpa sisa. Karena Generasi Emas 2045 ini hidup dengan perilaku yang terkenal tidak sopan dan kasar, bahkan sopan santun terhadap orang yang lebih tua pun sudah tidak ada. Jika pada tahun 2020 bahwa netizen Indonesia adalah netizen yang paling tidak sopan di tingkat Asia Tenggara berdasarkan survey dari Microsoft, maka di 2045 bukan hanya netizennya tapi masyarakat Indonesia khususnya netizen dan masyarakat usia produktifnya berada pada posisi ke 3 di tingkat Asia sebagai masyarakat paling tidak sopan dan kasar. Prestasi tersebut seakan menutupi prestasi Indonesia di bidang-bidang positif yang lain.
Generasi Emas Indonesia 2045 ini memang berkontribusi membawa Indonesia kembali menjadi Negara yang disegani. Namun sayangnya, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang dulu dikenal sebagai bangsa yang sopan dan ramah, semuanya hilang tanpa sisa. Karena Generasi Emas 2045 ini hidup dengan perilaku yang terkenal tidak sopan dan kasar, bahkan sopan santun terhadap orang yang lebih tua pun sudah tidak ada. Jika pada tahun 2020 bahwa netizen Indonesia adalah netizen yang paling tidak sopan di tingkat Asia Tenggara berdasarkan survey dari Microsoft, maka di 2045 bukan hanya netizennya tapi masyarakat Indonesia khususnya netizen dan masyarakat usia produktifnya berada pada posisi ke 3 di tingkat Asia sebagai masyarakat paling tidak sopan dan kasar. Prestasi tersebut seakan menutupi prestasi Indonesia di bidang-bidang positif yang lain.
Spoiler for :
PART 1 : PERMULAAN
Januari 2045
“Kesepakatan final dari seluruh Negara-negara di dunia akan dihilangkannya penggunaan senjata api dan nuklir sudah disetujui oleh PBB. Ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Perdamaian yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, Indonesia yang dikenal dengan Pakta Nusa Dua. Dengan ini, maka semua penggunaan senjata api dan nuklir dengan segala macam alasan adalah dilarang dan illegal. Bagi Negara yang melanggar maka akan diberikan hukuman yang sangat berat. Dan Negara-negara yang menandatangani Pakta Nusa Dua ini wajib mengedukasi masyarakatnya agar menyerahkan senjata apinya kepada Negara secepatnya. Bagi yang melanggar maka hukuman yang sangat berat menantinya. Sekian Breaking News pagi ini, saya Timothy Siregar melaporkan dari Nusa Dua Bali.”
“Berarti nanti kamu dinas ga bawa senjata api dong lang?”
“Engga atuh bi, kan waktu pendidikan juga kita udah dikasih tau disana”
BHARADA (Bhayangkara Dua) Erlang Santosa. Pemuda gagah ini sedang merapikan seragam dinasnya ketika dia mengobrol dengan Bi Euis, satu-satunya keluarga yang dia miliki. Karena sejak usia 5 tahun, Erlang sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan. Bi Euis sendiri ditinggal suaminya sejak lama dan belum sempat dikarunia anak. Sehingga Erlang sudah menganggap Bi Euis sebagai Ibu kandungnya sendiri.
“Lang, nanti jangan lupa tolong bukain tirai warung ya kalo mau berangkat, bibi tanggung masih masak ini”. Ujar Bi Euis dari dapur.
“iya Bi, Elang berangkat yaa. Assalamualaikum..”
“Waalaikum salam, hati-hati Lang.”
Erlang tinggal di rumah bibinya yang merangkap menjadi warung makan sederhana yang berada tepat di pinggir jalan provinsi di kota Bandung. Dari warung makan inilah Erlang bisa menyelesaikan pendidikan kepolisiannya, Bi Euis begitu peduli sekali dengan pendidikan Erlang sehingga beliau sangat bekerja keras dari pagi sampai malam memasak dan melayani pelanggan warungnya. Meskipun beliau mempunyai beberapa karyawan tapi tetap saja beliau selalu turun tangan. Dengan etos kerja yang luar biasa inilah yang membuat warung makan Bi Euis semakin dikenal dan membesar seperti sekarang. Namun, di usia beliau yang semakin menua membuat Bi Euis tidak bisa terlalu gesit seperti dulu, makanya sekarang beliau lebih sering berada dibalik layar, di dapur maksudnya.
Baru saja Erlang keluar dari pintu dan hendak membuka pintu mobilnya, tiba-tiba seorang pemuda dengan wajah bersimbah darah mendatanginya dan meminta tolong.
“Kang Elang, tolong saya kang. Saya dikeroyok Geng Bedog.”
Ternyata pemuda tersebut adalah salah satu karyawan bibinya, Jamil biasa dia dipanggil.
“Kenapa kamu sampe babak belur gini Mil, ada masalah apa sama Geng Bedog?”. Tanya Erlang sambil menuntun Jamil masuk ke dalam warung.
“Ya Allah, Jamil kenapa kamu?” Bi Euis yang baru saja keluar dari dapur langsung panik melihat keadaan Jamil yang bersimbah darah.
Jamil kemudian diobati oleh Bi Euis seraya menceritakan kronologi kenapa dia bisa dikeroyok oleh Geng Bedog. Erlang dan Bi Euis menyimak cerita Jamil dengan seksama. Berdasarkan cerita dari Jamil, dia dikeroyok karena tidak sengaja menyenggol motor salah satu anggota Geng Bedog yang terparkir di pinggir jalan. Pada saat itu Jamil memang agak terburu-buru berangkat, sehingga menyenggol motor anggota Geng Bedog itu.
“Saya ga sengaja kang, lagian mereka juga salah. Parkir motor hampir ke tengah jalan gitu, terus banyak lagi.”
“Nanti mah lebih hati-hati lagi Mil, tau sendiri kan sekarang di Bandung banyak orang sok jago, heran kok bisa ya Geng meresahkan kaya gini malah dilindungi dan lebih parahnya malah dilegalkan”. Ketus Erlang yang sedikit terpancing emosinya.
“Yaudah yang penting sekarang kamu udah selamat, hari ini kamu ga usah kerja, pulang aja ke rumah. Nanti biar diantar sama Elang, gapapa kan Lang?”
“Iya gapapa Bi, searah juga kan rumah kamu Mil?”. Tanya Erlang
“Iya kang, searah. Nanti saya turun di pinggir jalan aja, deket kok ke rumah”.
Erlang dan Jamil pun kemudian berangkat diiringi oleh Bi Euis yang mengantar sampai ke depan warung. Di perjalanan Jamil Nampak was-was, sesekali dia celingak celinguk melihat keadaan sekitar.
“Tenang aja Mil, kalo kamu sama saya Insya Allah aman”. Erlang membaca keresahan Jamil yang masih takut akan Geng Bedog.
“I.. iiiyaa kang, juju raja saya trauma takut dikeroyok lagi”.
“Makanya kamu harus belajar beladiri dong Mil, zaman sekarang semua orang harus bisa, wajib malah. Tau sendiri kan kita hidup di zaman orang orang makin tak beradab, tak tahu sopan santun, dan tidak bermoral”. Erlang mulai lagi menumpahkan sisa-sisa emosi yang tadi sempat tertahan karena Bi Euis.
“Bandung beda banget sama yang sering Bi Euis ceritain waktu saya kecil Mil. Dulu bibi cerita bahwa Bandung itu adalah Kota Kembang yang penduduknya ramah dan agamis, Bandung yang menjadi kiblat food and fashion nya Indonesia, bahkan turis asing sangat betah jika berlibur di Bandung karena orang-orangnya murah senyum dan penolong, ciri khas orang Sunda. Namun sekarang, Bandung tak ubahnya kota Gengster yang merusak semua itu. Banyak orang yang pindah keluar kota karena merasa tidak betah dengan Bandung yang sekarang. Turis lokal dan mancanegara juga tidak lagi menjadikan Bandung sebagai destinasi wisata mereka, dan parahnya Geng-geng ini seakan difasilitasi dan dibiarkan oleh pemerintah. Semua gara-gara Senja Merah dan ide akan Penjaga Kedamaian sialannya!”.
Jamil yang merasakan amarah dari penjelasan Erlang hanya meng-iyakan ucapan polisi tersebut. Karena sedikitnya Jamil tahu bahwa Erlang adalah pemuda yang baik, namun ketika dia marah hanya bibinya yang mampu meredam amarahnya.
“Untung kamu ga kebawa-bawa pergaulan kaya mereka Mil, kalo kamu ikutan bisa saya………BANGSIT!”
“Demi Allah kang saya ga pernah nyuri, sumpah kang. Jangan panggil saya BANGSIT dong”. Protes Jamil yang tersinggung dengan ucapan Erlang.
“Bukan kamu Mil, lihat di depan”.
Di depan mobil mereka sudah berjejer motor-motor dari pemuda-pemuda berseragam hijau tua strip merah dengan lambang Golok/Bedog di dada kirinya. Pemuda-pemuda tersebut mengacungkan goloknya dan berteriak. Para pengguna jalan dan pejalan kaki pun berhamburan dan putar balik karena takut akan terjadi keributan disana. Tinggallah Erlang dan Jamil yang tersisa.
“Keluar kau anjing! Jangan sembunyi!”. Tunjuk seorang pemuda berambut Mohawk yang merangsek maju ke depan dan mengetuk kap depan mobil Erlang dengan ujung goloknya.
“Aduh kang Elang, gimana ini kang? Saya takut pisan”. Jamil yang mulai terisak dan menitikan air mata.
“Tenang Mil, selama masih ada saya disini kamu bakalan saya lindungi. Polisi ada untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. Yuk kita samperin mereka”.
“Ta.. tapii kang”. Rengek Jamil yang kemudian tetap mengikuti perintah Erlang, karena dibalik senyuman Erlang, ada kilatan amarah di matanya yang membuat Jamil nurut dan tidak berani menatap mata Erlang.
“Ada apa ini akang-akang? Kok bergerombol gini?”. Tanya Erlang ramah dengan sorot matanya tajam menatap satu persatu pemuda-pemuda tersebut. Khususnya si Mohawk yang masih sok jago dengan tidak melepas goloknya di depan polisi gagah tersebut.
“Wah wah wahh, sejak kapan pak polisi berubah menjadi pengawal pribadi nih? Apa kalian udah ga punya kerjaan?”. Si Mohawk yang berjalan santai ke depan Erlang yang masih berdiri tegap dan Jamil yang malu-malu kucing bersembunyi di belakang punggung Erlang.
“Kayanya yang ga punya kerjaan itu kalian, bergerombol seperti ini menghalangi pengguna jalan, tolong lah setidaknya kalo hidup kalian memang tidak berguna, jangan merugikan orang lain dengan ngalangin jalan dong. Minggir yaa”. Ucap Erlang dengan tersenyum sarkas kepada pemuda-pemuda Geng Bedog.
Dan Erlang sukses membuat naik emosi pemuda-pemuda tersebut, sehingga salah satu pemuda di belakang si Mohawk langsung merangsek maju ke depan dan hendak mengayunkan goloknya ke leher Erlang. Namun si Mohawk dengan cekatan menahan pemuda itu dan tanpa diduga langsung membanting anak buahnya itu sehingga dia jatuh dengan keras di aspal jalan.
“DIAM ANJING! JANGAN CARI MASALAH!”. Hardik si Mohawk kepada anak buahnya itu dengan diiringi oleh tendangan di wajah dan membuat anak buahnya pingsan seketika.
“Lumayan juga berandalan ini, pantas saja dia jadi pemimpin Geng”. Pikir Erlang dalam hati setelah melihat kejadian di depan matanya.
“Pak polisi ini ternyata pintar bersilat lidah juga ya? Apakah memang polisi sekarang kemampuannya cuman ini aja hehe”. Si Mohawk mencoba memprovokasi Erlang yang masih berdiri tenang di depannya.
“Silahkan saja jika ingin mencoba kemampuan saya, itupun jika anda berani [I]one on one”. Erlang yang maju selangkah ke depan dan berhadapan dengan si Mohawk.
“Gimana?”
“Kita akan bertemu lagi pak polisi, secepatnya”. Geram si Mohawk dengan menatap benci kepada Erlang.
Perlahan-lahan si Mohawk mundur tanpa sedikitpun melepaskan pandangannya terhadap Erlang yang masih berdiri dengan tenang tanpa takut. Dengan kibasan tangannya si Mohawk mengisyaratkan anak buahnya untuk mundur dan pergi dari sana. Deru suara bising motor-motor Geng Bedog mengiringi kepergian mereka. Dan sekilas Erlang melihat tanda garis putih di tangan kanan Geng Bedog tersebut yang menandakan bahwa mereka adalah Penjaga Kedamaian secara legal.
Erlang yang masih berdiri tegak meskipun Geng Bedog sudah pergi dari hadapannya menyadari bahwa semakin bencinya dia akan para Penjaga Kedamaian ini. Karena isinya hanya pemuda-pemuda pengangguran yang banyak berulah dan mengganggu masyarakat. Tetapi kepolisian lah yang dibenci oleh masyarakat, padahal kepolisian Indonesia sudah berbenah diri dan berubah menjadi lebih baik. Namun tetap saja stigma negatif dari masyarakat terhadap polisi tidak bisa hilang begitu saja dan Erlang harus tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk masyarakat.
“Kang, ayo kita pergi”
Ajakan Jamil menyadarkan Erlang kembali, tanpa sadar sejak kepergian Geng Bedog, Erlang mengepalkan tangannya dengan begitu keras sehingga ketika kepalan tangannya dilepas, terlihat oleh Jamil titik-titik darah bekas dari kuku-kukunya.
“Yuk kita jalan, bentar lagi nyampe kan Mil?”. Tanya Erlang
“Betul kang, bentar lagi kok”
Erlang pun melanjutkan perjalanannya dan menurunkan Jamil di pinggir jalan dekat rumahnya.
“Hatur nuhun kang Elang, hati-hati di jalannya”
“Sama-sama Mil, lekas sembuh”
***
16.00
Perjalanan pulang adalah salah satu penyebab yang membuat Erlang kesal selain kejadian tadi pagi dengan Geng Bedog. Karena pada jam itu Bandung sedang di puncak kemacetan, padahal populasi di Bandung sudah berkurang karena eksodus besar-besaran penduduknya ke luar kota namun tetap saja macet tidak hilang disana. Jika saja Erlang tidak ingat akan pesan dari bibinya tadi siang, bahwa bibinya memasak menu masakan favorit Erlang, mungkin Erlang akan menggerutu sepanjang jalan. Bi Euis ini memang bibi terbaik di dunia, pikir Erlang.
Di lampu merah, tiba-tiba gawai Erlang berbunyi menandakan ada panggilan masuk.
“Tumben si Rini nelpon, biasanya bibi kalo mau nitip sesuatu nelpon pake nomor sendiri”. Rini adalah salah satu karyawan Bi Euis yang biasanya bertugas di dapur. Erlang segera mengangkat telpon itu namun yang terdengar adalah suara isak tangis dari Rini dan terdengar sirene.
“Kang Elaaang, tolong kaaang. Bu Euis kang”.
Erlang menyadari bahwa ada yang tidak beres, langsung menghujani Rini dengan berbagai pertanyaan.
“Bibi kenapa Rin? Suara apa disana? Kenapa berisik sekali? Kamu dimana?”
“Bu Euis kang, masih di dalam kejebak”. Isak Rini dari sebrang telpon.
“Kejebak dimana Rini, emang kenapa disana?”. Erlang mulai panik langsung tancap gas meskipun lampu masih merah dan menyebabkan umpatan dan sumpah serapah dari pengguna jalan yang lain.
“Warung kita kebakaran kang, Bu Euis masih kejebak di dapur”
Januari 2045
“Kesepakatan final dari seluruh Negara-negara di dunia akan dihilangkannya penggunaan senjata api dan nuklir sudah disetujui oleh PBB. Ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Perdamaian yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, Indonesia yang dikenal dengan Pakta Nusa Dua. Dengan ini, maka semua penggunaan senjata api dan nuklir dengan segala macam alasan adalah dilarang dan illegal. Bagi Negara yang melanggar maka akan diberikan hukuman yang sangat berat. Dan Negara-negara yang menandatangani Pakta Nusa Dua ini wajib mengedukasi masyarakatnya agar menyerahkan senjata apinya kepada Negara secepatnya. Bagi yang melanggar maka hukuman yang sangat berat menantinya. Sekian Breaking News pagi ini, saya Timothy Siregar melaporkan dari Nusa Dua Bali.”
“Berarti nanti kamu dinas ga bawa senjata api dong lang?”
“Engga atuh bi, kan waktu pendidikan juga kita udah dikasih tau disana”
BHARADA (Bhayangkara Dua) Erlang Santosa. Pemuda gagah ini sedang merapikan seragam dinasnya ketika dia mengobrol dengan Bi Euis, satu-satunya keluarga yang dia miliki. Karena sejak usia 5 tahun, Erlang sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan. Bi Euis sendiri ditinggal suaminya sejak lama dan belum sempat dikarunia anak. Sehingga Erlang sudah menganggap Bi Euis sebagai Ibu kandungnya sendiri.
“Lang, nanti jangan lupa tolong bukain tirai warung ya kalo mau berangkat, bibi tanggung masih masak ini”. Ujar Bi Euis dari dapur.
“iya Bi, Elang berangkat yaa. Assalamualaikum..”
“Waalaikum salam, hati-hati Lang.”
Erlang tinggal di rumah bibinya yang merangkap menjadi warung makan sederhana yang berada tepat di pinggir jalan provinsi di kota Bandung. Dari warung makan inilah Erlang bisa menyelesaikan pendidikan kepolisiannya, Bi Euis begitu peduli sekali dengan pendidikan Erlang sehingga beliau sangat bekerja keras dari pagi sampai malam memasak dan melayani pelanggan warungnya. Meskipun beliau mempunyai beberapa karyawan tapi tetap saja beliau selalu turun tangan. Dengan etos kerja yang luar biasa inilah yang membuat warung makan Bi Euis semakin dikenal dan membesar seperti sekarang. Namun, di usia beliau yang semakin menua membuat Bi Euis tidak bisa terlalu gesit seperti dulu, makanya sekarang beliau lebih sering berada dibalik layar, di dapur maksudnya.
Baru saja Erlang keluar dari pintu dan hendak membuka pintu mobilnya, tiba-tiba seorang pemuda dengan wajah bersimbah darah mendatanginya dan meminta tolong.
“Kang Elang, tolong saya kang. Saya dikeroyok Geng Bedog.”
Ternyata pemuda tersebut adalah salah satu karyawan bibinya, Jamil biasa dia dipanggil.
“Kenapa kamu sampe babak belur gini Mil, ada masalah apa sama Geng Bedog?”. Tanya Erlang sambil menuntun Jamil masuk ke dalam warung.
“Ya Allah, Jamil kenapa kamu?” Bi Euis yang baru saja keluar dari dapur langsung panik melihat keadaan Jamil yang bersimbah darah.
Jamil kemudian diobati oleh Bi Euis seraya menceritakan kronologi kenapa dia bisa dikeroyok oleh Geng Bedog. Erlang dan Bi Euis menyimak cerita Jamil dengan seksama. Berdasarkan cerita dari Jamil, dia dikeroyok karena tidak sengaja menyenggol motor salah satu anggota Geng Bedog yang terparkir di pinggir jalan. Pada saat itu Jamil memang agak terburu-buru berangkat, sehingga menyenggol motor anggota Geng Bedog itu.
“Saya ga sengaja kang, lagian mereka juga salah. Parkir motor hampir ke tengah jalan gitu, terus banyak lagi.”
“Nanti mah lebih hati-hati lagi Mil, tau sendiri kan sekarang di Bandung banyak orang sok jago, heran kok bisa ya Geng meresahkan kaya gini malah dilindungi dan lebih parahnya malah dilegalkan”. Ketus Erlang yang sedikit terpancing emosinya.
“Yaudah yang penting sekarang kamu udah selamat, hari ini kamu ga usah kerja, pulang aja ke rumah. Nanti biar diantar sama Elang, gapapa kan Lang?”
“Iya gapapa Bi, searah juga kan rumah kamu Mil?”. Tanya Erlang
“Iya kang, searah. Nanti saya turun di pinggir jalan aja, deket kok ke rumah”.
Erlang dan Jamil pun kemudian berangkat diiringi oleh Bi Euis yang mengantar sampai ke depan warung. Di perjalanan Jamil Nampak was-was, sesekali dia celingak celinguk melihat keadaan sekitar.
“Tenang aja Mil, kalo kamu sama saya Insya Allah aman”. Erlang membaca keresahan Jamil yang masih takut akan Geng Bedog.
“I.. iiiyaa kang, juju raja saya trauma takut dikeroyok lagi”.
“Makanya kamu harus belajar beladiri dong Mil, zaman sekarang semua orang harus bisa, wajib malah. Tau sendiri kan kita hidup di zaman orang orang makin tak beradab, tak tahu sopan santun, dan tidak bermoral”. Erlang mulai lagi menumpahkan sisa-sisa emosi yang tadi sempat tertahan karena Bi Euis.
“Bandung beda banget sama yang sering Bi Euis ceritain waktu saya kecil Mil. Dulu bibi cerita bahwa Bandung itu adalah Kota Kembang yang penduduknya ramah dan agamis, Bandung yang menjadi kiblat food and fashion nya Indonesia, bahkan turis asing sangat betah jika berlibur di Bandung karena orang-orangnya murah senyum dan penolong, ciri khas orang Sunda. Namun sekarang, Bandung tak ubahnya kota Gengster yang merusak semua itu. Banyak orang yang pindah keluar kota karena merasa tidak betah dengan Bandung yang sekarang. Turis lokal dan mancanegara juga tidak lagi menjadikan Bandung sebagai destinasi wisata mereka, dan parahnya Geng-geng ini seakan difasilitasi dan dibiarkan oleh pemerintah. Semua gara-gara Senja Merah dan ide akan Penjaga Kedamaian sialannya!”.
Jamil yang merasakan amarah dari penjelasan Erlang hanya meng-iyakan ucapan polisi tersebut. Karena sedikitnya Jamil tahu bahwa Erlang adalah pemuda yang baik, namun ketika dia marah hanya bibinya yang mampu meredam amarahnya.
“Untung kamu ga kebawa-bawa pergaulan kaya mereka Mil, kalo kamu ikutan bisa saya………BANGSIT!”
“Demi Allah kang saya ga pernah nyuri, sumpah kang. Jangan panggil saya BANGSIT dong”. Protes Jamil yang tersinggung dengan ucapan Erlang.
“Bukan kamu Mil, lihat di depan”.
Di depan mobil mereka sudah berjejer motor-motor dari pemuda-pemuda berseragam hijau tua strip merah dengan lambang Golok/Bedog di dada kirinya. Pemuda-pemuda tersebut mengacungkan goloknya dan berteriak. Para pengguna jalan dan pejalan kaki pun berhamburan dan putar balik karena takut akan terjadi keributan disana. Tinggallah Erlang dan Jamil yang tersisa.
“Keluar kau anjing! Jangan sembunyi!”. Tunjuk seorang pemuda berambut Mohawk yang merangsek maju ke depan dan mengetuk kap depan mobil Erlang dengan ujung goloknya.
“Aduh kang Elang, gimana ini kang? Saya takut pisan”. Jamil yang mulai terisak dan menitikan air mata.
“Tenang Mil, selama masih ada saya disini kamu bakalan saya lindungi. Polisi ada untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. Yuk kita samperin mereka”.
“Ta.. tapii kang”. Rengek Jamil yang kemudian tetap mengikuti perintah Erlang, karena dibalik senyuman Erlang, ada kilatan amarah di matanya yang membuat Jamil nurut dan tidak berani menatap mata Erlang.
“Ada apa ini akang-akang? Kok bergerombol gini?”. Tanya Erlang ramah dengan sorot matanya tajam menatap satu persatu pemuda-pemuda tersebut. Khususnya si Mohawk yang masih sok jago dengan tidak melepas goloknya di depan polisi gagah tersebut.
“Wah wah wahh, sejak kapan pak polisi berubah menjadi pengawal pribadi nih? Apa kalian udah ga punya kerjaan?”. Si Mohawk yang berjalan santai ke depan Erlang yang masih berdiri tegap dan Jamil yang malu-malu kucing bersembunyi di belakang punggung Erlang.
“Kayanya yang ga punya kerjaan itu kalian, bergerombol seperti ini menghalangi pengguna jalan, tolong lah setidaknya kalo hidup kalian memang tidak berguna, jangan merugikan orang lain dengan ngalangin jalan dong. Minggir yaa”. Ucap Erlang dengan tersenyum sarkas kepada pemuda-pemuda Geng Bedog.
Dan Erlang sukses membuat naik emosi pemuda-pemuda tersebut, sehingga salah satu pemuda di belakang si Mohawk langsung merangsek maju ke depan dan hendak mengayunkan goloknya ke leher Erlang. Namun si Mohawk dengan cekatan menahan pemuda itu dan tanpa diduga langsung membanting anak buahnya itu sehingga dia jatuh dengan keras di aspal jalan.
“DIAM ANJING! JANGAN CARI MASALAH!”. Hardik si Mohawk kepada anak buahnya itu dengan diiringi oleh tendangan di wajah dan membuat anak buahnya pingsan seketika.
“Lumayan juga berandalan ini, pantas saja dia jadi pemimpin Geng”. Pikir Erlang dalam hati setelah melihat kejadian di depan matanya.
“Pak polisi ini ternyata pintar bersilat lidah juga ya? Apakah memang polisi sekarang kemampuannya cuman ini aja hehe”. Si Mohawk mencoba memprovokasi Erlang yang masih berdiri tenang di depannya.
“Silahkan saja jika ingin mencoba kemampuan saya, itupun jika anda berani [I]one on one”. Erlang yang maju selangkah ke depan dan berhadapan dengan si Mohawk.
“Gimana?”
“Kita akan bertemu lagi pak polisi, secepatnya”. Geram si Mohawk dengan menatap benci kepada Erlang.
Perlahan-lahan si Mohawk mundur tanpa sedikitpun melepaskan pandangannya terhadap Erlang yang masih berdiri dengan tenang tanpa takut. Dengan kibasan tangannya si Mohawk mengisyaratkan anak buahnya untuk mundur dan pergi dari sana. Deru suara bising motor-motor Geng Bedog mengiringi kepergian mereka. Dan sekilas Erlang melihat tanda garis putih di tangan kanan Geng Bedog tersebut yang menandakan bahwa mereka adalah Penjaga Kedamaian secara legal.
Erlang yang masih berdiri tegak meskipun Geng Bedog sudah pergi dari hadapannya menyadari bahwa semakin bencinya dia akan para Penjaga Kedamaian ini. Karena isinya hanya pemuda-pemuda pengangguran yang banyak berulah dan mengganggu masyarakat. Tetapi kepolisian lah yang dibenci oleh masyarakat, padahal kepolisian Indonesia sudah berbenah diri dan berubah menjadi lebih baik. Namun tetap saja stigma negatif dari masyarakat terhadap polisi tidak bisa hilang begitu saja dan Erlang harus tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk masyarakat.
“Kang, ayo kita pergi”
Ajakan Jamil menyadarkan Erlang kembali, tanpa sadar sejak kepergian Geng Bedog, Erlang mengepalkan tangannya dengan begitu keras sehingga ketika kepalan tangannya dilepas, terlihat oleh Jamil titik-titik darah bekas dari kuku-kukunya.
“Yuk kita jalan, bentar lagi nyampe kan Mil?”. Tanya Erlang
“Betul kang, bentar lagi kok”
Erlang pun melanjutkan perjalanannya dan menurunkan Jamil di pinggir jalan dekat rumahnya.
“Hatur nuhun kang Elang, hati-hati di jalannya”
“Sama-sama Mil, lekas sembuh”
***
16.00
Perjalanan pulang adalah salah satu penyebab yang membuat Erlang kesal selain kejadian tadi pagi dengan Geng Bedog. Karena pada jam itu Bandung sedang di puncak kemacetan, padahal populasi di Bandung sudah berkurang karena eksodus besar-besaran penduduknya ke luar kota namun tetap saja macet tidak hilang disana. Jika saja Erlang tidak ingat akan pesan dari bibinya tadi siang, bahwa bibinya memasak menu masakan favorit Erlang, mungkin Erlang akan menggerutu sepanjang jalan. Bi Euis ini memang bibi terbaik di dunia, pikir Erlang.
Di lampu merah, tiba-tiba gawai Erlang berbunyi menandakan ada panggilan masuk.
“Tumben si Rini nelpon, biasanya bibi kalo mau nitip sesuatu nelpon pake nomor sendiri”. Rini adalah salah satu karyawan Bi Euis yang biasanya bertugas di dapur. Erlang segera mengangkat telpon itu namun yang terdengar adalah suara isak tangis dari Rini dan terdengar sirene.
“Kang Elaaang, tolong kaaang. Bu Euis kang”.
Erlang menyadari bahwa ada yang tidak beres, langsung menghujani Rini dengan berbagai pertanyaan.
“Bibi kenapa Rin? Suara apa disana? Kenapa berisik sekali? Kamu dimana?”
“Bu Euis kang, masih di dalam kejebak”. Isak Rini dari sebrang telpon.
“Kejebak dimana Rini, emang kenapa disana?”. Erlang mulai panik langsung tancap gas meskipun lampu masih merah dan menyebabkan umpatan dan sumpah serapah dari pengguna jalan yang lain.
“Warung kita kebakaran kang, Bu Euis masih kejebak di dapur”
Part 2
Part 3
Part 4
Selintas Memori 1
Part 5
Part 6
Selintas Memori 2
Part 7
Diubah oleh oyag2000 18-10-2022 12:35
erman123 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
4.5K
Kutip
37
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
oyag2000
#12
Spoiler for Part 4 : Keputusan:
Erlang terbangun di suatu ruangan kecil dengan kondisi tubuh yang remuk redam. Wajahnya makin membengkak, rusuk yang patah dan beberapa lebam menghiasi badannya. Samar-samar bau aneh tercium dan baru Erlang sadari bau itu berasal dari setiap luka lebamnya. Ruangan dengan peralatan tradisional. Gelas dari tempurung kelapa, kendi air dari tanah liat, meja dan kaca khas pedesaan dan kasur kapuk yang ranjangnya masih dari bambu yang hanya Erlang tahu dari pelajaran bahasa Sunda waktu di sekolah, bahkan dinding ruangan itu terbuat dari anyaman bambu/bilik.
“Sudah bangun juga rupanya, lebih baik jangan terlalu banyak bergerak dulu karena lukamu cukup parah”. Koh Asun muncul dari pintu dengan kepala berbalut perban dan bertelanjang dada. Erlang sekilas tidak mengenali Koh Asun karena rambut klimisnya tertutup oleh perban.
“Sebelum bertanya, saya udah menghubungi polisi untuk mengurus jenazah temanmu sebelum kamu kami bawa kesini, hp mu saya hancurkan karena gps nya bisa dilacak. Kami ingin lokasi ini tidak diketahui pihak berwajib dan terakhir, kami ikut berduka cita atas kematian temanmu”.
Erlang yang duduk di pinggiran ranjang hanya bisa tertunduk, dia sudah tidak bisa menitikkan air mata. Kejadian yang bertubi tubi dia alami dari mulai kebakaran tempat tinggalnya, kehilangan satu-satunya keluarga yang dia miliki kemudian kematian rekan kerja tepat dihadapannya membuat tangisan hanya keluar dari hatinya yang sakit, tanpa air mata yang keluar.
“Jika kamu sudah tenang, temui kami di luar”
***
Erlang terbangun, lagi. Karena mendengar suara-suara aneh di luar yang terlihat dari lampu kamar dan luar yang sudah menyala, pertanda malam sudah tiba. Kemudian Erlang pergi keluar dan baru saja dia membuka pintu, sekejap Erlang langsung menghindari sebuah lemparan yang hampir saja mengenai bahunya. Namun refleksnya membuat benda tersebut hanya menancap di daun pintu, bukan di bahunya. Sebuah pisau kecil tertancap disana.
“Refleks yang cukup bagus”. Gumam pria yang Erlang lihat ketika malam itu, yang memakai pakaian serba hitam namun sekarang dia hanya memakai kaos putih dengan celana hitam saja dan selalu terlihat santai, padahal dia sedang menghindari serangan-serangan dari Koh Asun.
“Tolong sedikit lebih serius tuan, jangan buat saya malu di depan dia”. Koh Asun masih tetap menyerang pria tersebut dengan berbagai pukulan dan tendangan namun tidak ada yang bisa mengenai pria itu yang sangat cekatan menghindar.
“Makanya lebih cepat serangannya, saya belom bales nyerang loh”.
Erlang hanya bengong melihat kedua orang itu yang masih sempat mengobrol dalam sebuah sparring, meskipun Erlang bukan orang yang baru dalam hal beladiri namun melihat kedua orang tersebut membuat Erlang terkagum. Karena beladiri yang mereka gunakan merupakan suatu hal yang baru bagi dia, beladiri unik dan masih asing baginya. Khususnya pria yang Koh Asun sering panggil sebagai “Tuan”, selain karena masih sempat melempar pisau ke arahnya, namun gerakannya sangat cekatan dan luwes, hanya dengan langkah yang sederhana semua pukulan dan tendangan Koh Asun nampaknya terbaca dengan sangat baik. Baru saja Erlang hendak duduk untuk menikmati tontonan menarik di depannya, tiba-tiba sebuah tendangan dari pria itu membuat tubuh Koh Asun mundur beberapa langkah dan membuat Koh Asun memegangi perutnya yang terkena tendangan.
“Stop tuan! Istirahat dulu, sakit nih”. Keluh Koh Asun.
“Lah kamu tadi yang minta saya lebih serius, baru juga mau saya mulai udah minta istirahat”. Pria tersebut terkekeh dan mendekati Erlang kemudian duduk di sampingnya dan mengulurkan tangan.
“Kita belum sempat berkenalan ya, nama saya Badri. Saya sudah tau anda dari Asun dan saya sangat menyesal karena tidak bisa berbuat banyak atas kematian rekan anda”
“Terima kasih atas budi pekerti yang baik dan ucapan bela sungkawa nya, sebelumnya bolehkah saya bertanya?”. Ucap Erlang tidak kalah sopan.
“Silahkan pak Polisi”.
“KENAPA TADI ANDA MELEMPAR PISAU KE ORANG YANG MASIH TERLUKA DAN TIDAK MERASA BERSALAH?”
“HAHAHAHAHA”
“Mari masuk dulu ke dalam, ada beberapa hal yang harus anda ketahui”. Ajak pak Badri yang beranjak masuk ke dalam dan diikuti oleh Erlang dan Koh Asun yang tiba-tiba sudah ada di belakang mereka.
“Jadi langsung saja pak Polisi, silahkan anda lihat ini”. Pak Badri menyerahkan gawai miliknya yang terlihat sudah membuka portal berita online. Erlang terbelalak melihat beberapa tab dari berbagai situs portal berita online itu, karena hampir semua memberitakan hal yang sama.
“Penyelidikan atas bentrokan antara kepolisian dan geng Bedog yang merupakan sub bagian dari PK belum menemukan titik terang dikarenakan bukti dan saksi dalam bentrokan tersebut sangat minim. Kamera CCTV di dekat lokasi kejadian tidak berfungsi dan tidak ada saksi disana, kecuali polisi di pos terdekat yang mendapatkan panggilan darurat di aplikasi “Polisi Tanggap” yang berasal dari lokasi kejadian namun sangat disayangkan ketika mereka sampai, korban bentrokan sudah tidak tertolong dan meninggal di lokasi kejadian. Korban bentrokan yang meninggal dari pihak kepolisian adalah BHARADA BY dan BHARADA ES sedangkan korban dari pihak geng Bedog mengalami luka serius dan sedang menjalani perawatan medis di ICU RSUD kota Bandung.”
“Sudah berapa lama saya disini pak?”. Tanya Erlang kepada pak Badri dengan tatapan tajam.
“Kurang lebih 6 hari anda tidak sadarkan diri, selama itu anda secara administratif dianggap sudah meninggal”.
“Bagaimana bisa?! Saya masih hidup!”
Kemudian di tengah suasana yang tidak kondusif tersebut, Koh Asun memberikan gawainya kepada Erlang.
“Angkat telpon ini, mungkin penjelasan dari beliau akan membuatmu bisa lebih mengerti”.
“Halo? Erlang?”
“Pak Simon?!”
“Syukurlah kamu selamat, saya senang mendengarnya. Sekarang dengarkan Lang, saya tidak akan banyak bicara. Mulai sekarang kamu harus pergi dari Bandung Lang! Ini perintah terakhir saya sebagai atasan! Saya mempertaruhkan jabatan saya untuk memalsukan kematianmu, supaya NBC dan antek-antek geng sialannya tidak berusaha mencarimu. Semoga saja mereka berhenti setelah melihat pemakamanmu dan Ben beberapa hari yang lalu. Dan jangan pernah berusaha untuk balas dendam, ingat itu!”.
“Saya bingung mau berkata apa, karena semua kejadian ini membuat saya ingin bangun dari mimpi buruk, meskipun saya tahu bahwa ini kenyataan. Namun saya menghormati semua keputusan bapak sebagai atasan saya dan saya sangat berterima kasih atas semua yang anda lakukan untuk saya, tetapi satu hal yang mungkin saya tidak bisa turuti adalah BAGAIMANAPUN SAYA AKAN TETAP MEMBALASKAN DENDAM INI.”
“Saya tau kamu akan begini, jadi saya tidak bisa melarang lagi, setelah semua selesai pergilah dari Bandung dengan selamat. Jalani hidup barumu Lang. Good luck”.
TUUT.. TUUUT.. TUUUUT..
Keheningan memenuhi ruangan kecil tersebut dan membuat suasana semakin kelam. Malam yang begitu dingin tidak bisa membuat bara amarah Erlang padam, dari sorot matanya yang tajam seolah mengatakan untuk segera melampiaskan dendam yang sudah bergelora di dalam dirinya.
“Terima kasih pak Badri dan Koh Asun yang selama ini telah mengurus dan merawat saya selama ini. Kebaikan kalian tidak akan pernah saya lupakan, namun malam ini saya izin pamit. Saya tidak tahu apakah kita akan bertemu lagi atau tidak, terima kasih atas semuanya. Assalamualaikum..
PLAK
Sebuah tamparan dari Koh Asun mendarat di kepala Erlang.
“Apa apaan ini koh?”
“Jangan sok kuat anda, memang dengan luka yang belum sembuh seperti ini anda bisa membalas dendam?”.
“Anda jangan sok kuat juga melarang saya pergi, jangan karena anda sudah menolong saya bukan berarti saya akan nurut sama anda koh!”.
“Oh ya? Kalo saya tetap menghalangi, anda mau apa?”. Senyum Koh Asun menantang.
“Maka saya terpaksa memakai kekerasan”
“Sudah sun, jangan dihalangi. Biarkan dia pergi, tapi kami akan ikut menemani anda pak Polisi dan ini bukan permintaan”. Pak Badri angkat bicara dan segera memakai kemeja hitamnya. Erlang tidak bisa menolak karena dia ingin segera pergi untuk membalaskan dendamnya.
“Baiklah, tapi kita kesananya gimana tuan Guru?”
Koh Asun dan pak Badri saling tatap menatap. Ekspresi mereka berdua sedikit pucat pasi dengan senyum yang dipaksakan dan Erlang mulai menaruh curiga.
“Tunggu, mobil saya dimana?”
Koh Asun gelagapan dan pak Badri membuang muka sembari bersiul tidak jelas.
“Jadi gini…….”
***
“Alamatnya sesuai aplikasi ya pak, kita sudah sampai”. Supir taksi online itu dengan ramah menurunkan 3 orang penumpang yang terdiri dari 2 orang yang nampak terlihat canggung seolah merasa bersalah, dan 1 orang yang dari pertama naik sampai turun, mukanya selalu ditekuk dan cemberut.
“Kembaliannya ambil aja pak”
“Terima kasih pak”
2 orang yang terlihat canggung itu semakin canggung tapi tetap tersenyum menyebalkan, melihat Erlang yang ternyata masih mempunyai banyak uang untuk membayar taksi online yang membawa mereka ke markas geng Bedog. Sedangkan Erlang masih bersungut sungut karena ternyata ketika dia tidak sadarkan diri, mobil kesayangannya di hibahkan oleh pak Badri dan Koh Asun kepada warga di sekitar tempat persembunyian mereka untuk dijadikan kendaraan wisata anak-anak di desa alias dijadikan odong-odong. Mereka beralasan agar mobilnya tidak bisa dikenali oleh antek-antek geng Bedog yang sedang memburunya.
“Tuan, saya lapar nih. Tau si Erlang masih punya banyak duit, kita tadi mampir dulu di rumah makan”.
“Huss, ga sopan kamu! Masih beruntung kita dibayarin sama dia kesini, tapi sebenernya saya juga lapar sih sun”
Percakapan kurang asem itu terhenti saat Erlang mendekati mereka..
“Jadi rencana anda gimana pak Polisi?”. Tanya Koh Asun yang mencoba untuk mencairkan suasana awkward itu.
“Kita lewat belakang saja, di depan masih banyak orang. Sehebat apapun kemampuan beladiri kita, tetap saja tidak akan menang melawan banyak hanya dengan 3 orang”. Erlang terlihat mulai bisa mengontrol emosinya sehingga bisa lebih berfikir jernih.
“Wahh, rejeki nomplok nih”. Tunjuk pak Badri saat mereka melihat si Jamil, mantan karyawan bibi Erlang terlihat berjalan ke arah belakang gedung tempat markas geng Bedog. Ke 3 orang nekad itu kemudian segera mengikuti si Jamil dan saat si Jamil hendak membuka pintu, Erlang menepuk pundaknya.
“Halo Mil, kaget ya?”
Jamil langsung pucat pasi ketika dia berbalik dan melihat Erlang tersenyum menyeramkan dan menarik kerah bajunya, diikuti oleh Koh Asun dan pak Badri.
“Ha haa.. haaann…..”
BUGH..
Jamil terkapar tak sadarkan diri karena dibanting oleh Erlang. Pak Badri dan Koh Asun mendahului masuk dan berkata..
“MARI KITA OLAHRAGA”
itkgid dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas