Pikiranku menerawang, mencoba mengingat kembali semua peristiwa yang sudah aku dan putriku lalui. Masih teringat jelas dalam ingatanku semua peristiwa tidak masuk akal yang selalu menjadi santapanku sehari-hari. Bersinggungan dengan peristiwa gaib yang hampir membuat otakku menjadi gila!
Malam itu terasa aura mistis yang berhembus sampai membuat bulu kuduk merinding. Suasana di dalam rumah terasa begitu mencekam dan menegangkan.
Suara itu... Ya suara itu!!!
Suara denting piano mulai terdengar menggema di seluruh ruangan, seingatku piano mainan putriku sudah kumatikan dari sebelum adzan magrib berkumandang. Gendis yang sedang tertidur lelap tiba - tiba terbangun, dirinya tampak gelisah dan mulai terdengar tangisan dari bibir mungilnya.
"Aaarrghh...!!! Kenapa kalian tidak pernah berhenti mengganggu anakku? Apa kesalahan putriku terhadap kalian?"
Kehidupanku dulu berjalan normal hingga kehadiran putriku membuat semuanya berubah. Mereka sangat menantikan kehadiranmu, mereka begitu menyambutmu! Apa yang membuat mereka begitu tertarik denganmu putri kecilku?
Gendis adalah nama yang kuberikan untuk putriku tercinta. Anak yang sudah kutunggu hampir sepuluh tahun lamanya. Dari awal kelahirannya, banyak peristiwa aneh yang terjadi. Kehadiran Gendis seperti sudah sangat ditunggu oleh mereka. Putriku sangat rewel, dia selalu menangis dan menjerit histeris ketakutan setiap saat.
Bagaimanakah proses perjalanan hidup Gendis selanjutnya? Bisakah ia terbebas dari semua rasa ketakutan yang selalu menghantui dirinya? Akankah putriku bisa menjalani hidup normal seperti anak kecil lainnya? Dan kapankah semua ujian ini akan berakhir?
Ini kisah Gendis anakku yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidupku...
Thread ini aku dedikasikan untuk putriku tercinta yang bernama "Gendis". Semoga kelak ketika dirimu sudah tumbuh dewasa, kamu bisa membaca kisah yang mama tulis berdasarkan pengalaman yang kita lewati setiap harinya. Cerita ini merupakan kisah perjuangan seorang Ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya yang indigo.
Dulu aku hampir menyerah, aku sudah terlalu lelah menghadapi semua peristiwa yang tidak masuk akal. Mentalku sudah tidak kuat menghadapi semua gangguan-gangguan itu sendirian. Namun aku salah! Ternyata aku lebih kuat dari dugaanku selama ini! Itu semua karena rasa kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya tercinta.
Pesan mama untuk Gendis "Jika saatnya tiba tolong pergunakan kemampuanmu untuk membantu sesama". Enjoy the process dan ingat kamu tidak pernah sendirian! Mommy loves u!
Terima kasih ya Ndis sudah mengijinkan mama untuk menuliskan kisahmu.
Quote:
Doa dari Mas Yus untuk Gendis
Kisah ini berdasarkan kisah nyata yang aku dan Gendis alami.
Untuk update diusahakan setiap hari Senin dan Kamis ( dikondisikan dengan RL).
Mohon maaf kalau susunan kalimatnya kurang enak dibaca. Karena ini pertama kalinya aku menulis cerita.
Selamat menikmati thread ini, jangan lupa ratenya, komen n ... Terima kasih.
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak meng Copy Paste cerita ini Tanpa Seijin Gendis. Terima kasih
"Matanya yang bundar berpendar menatap aku dan mas Dedi.
"Gendis mau cerita apa sayang?" Tanyaku dengan wajah tak kuasa menahan kantuk.
Sejurus kemudian bibir kecilnya mulai bercerita.
"Dis cemalam ke culga!" (Ndis semalam ke surga) Serunya sambil mengedipkan matanya beberapa kali.
"Surga??" Aku dan suamiku saling bertatapan satu sama lain dengan kening mengerenyit.
"Iya ma. Dis cemalam ke culga" (Iya ma. Gendis semalam ke surga)
"Memangnya surga itu bentuknya seperti apa?"
"Culga itu agus anget ma. Di culga enyak, anyak akanan. Ada andy, cokat, cucu, uah. Anyak bild, cungai! Dis cuka! Empatna idah anet ma!" ( Surga itu bagus banget ma. Di surga enak, banyak makanan. Ada candy, cokelat, susu, buah. Banyak bird, sungai. Gendis suka. Tempatnya indah banget ma)
Aku beringsut mendekati putriku. Ku tatap matanya lekat-lekat.
"Ndis yang semalam Gendis datangin itu namanya bukan surga. Manusia bisa pergi ke surga kalau sudah meninggal" perlahan aku mencoba memberi masukan ke putriku. Aku tidak ingin anakku berpikir jika ia telah melihat surga. Karena bagiku, surga hanya bisa ditemui ketika kita sudah meninggal. Berpulang kepada sang Pencipta.
Telus apa don ma alo itu utan culga?" (Terus apa dong ma kalau itu bukan surga)
Bola mataku melihat ke kanan atas, mencoba berpikir.
"Begini saja. Bagaimana kalau kita sebut itu tempat yang sangat indah? Ndis setuju nggak sama pendapat mama?"
Ia memamerkan deretan giginya yang putih dan tersusun rapi.
"Ya ma. Empat yan anat indah!" (Iya ma. Tempat yang sangat indah)
Aku membelai rambutnya yang hitam legam "Ayo teruskan lagi ceritanya. Mama dan ayah mau dengar" pintaku yang begitu tertarik mendengar penjelasan dari bibirnya yang ceriwis.
"Teyus dicana, Dis diaci iga oklat. Dis akan atu deh otatna" (Terus disana, Gendis dikasih tiga cokelat. Ndis makan satu deh cokelatnya)
"Otatnya enaak anet ma!" (Cokelatnya enak banget ma)
"Coklat??"
"He-eh. Otat ma! Dicana ada kekek. Kekek ilan ama Dis alo Dis alus cayan olanua. Olmat cama mama, ayah. Aga ma. Da oleh utus ubunan cama olantua!" (He-eh cokelat ma. Disana ada kakek. Kakek bilang sama Gendis kalau Ndis harus sayang orangtua. Hormat sama mama, ayah. Jagain mama. Nggak boleh putus hubungan sama orangtua)
"Dis uga da oleh entak mama, ayah! " (Gendis juga nggak boleh membentak mama, ayah)
"Apa agi ya ata keke?" (Apalagi ya kata kakek) Kedua bola matanya berputar cepat.
"Oiya..! Ata keke, Dis alus adi anak aik! Akut ama Allah!" (Oiya. Kata kakek. Gendis harus jadi anak baik. Takut sama Allah)
"Dah itu aja pecennya!" (Sudah itu saja pesennya)
"Ndis, mama boleh tahu tidak ciri-ciri kakek yang semalam mengajak Gendis pergi seperti apa?"
Dengan cepat putriku langsung menjabarkan ciri-ciri pria tua yang semalam mengajaknya pergi.
"Kekek tu inggi, ambutnya anjang. Unya enggot uga ma. Walnanya wite!" (Kekek itu tinggi. Rambutnya panjang. Punya jenggot juga ma. Warnanya white)
"Kekek olang aik kok ma. Mama ga ucah kawatil!" (Kakek orang baik kok ma. Mama nggak usah khawatir).
Putriku terdiam sejenak.
"Keke uga awa ongkat anang dali ayu!" (Kakek juga bawa tongkat panjang dari kayu)
Aku membatin dalam hati "Ya Allah, siapa lagi mahluk yang telah menemui putriku? Kenapa ia menasehati Gendis? Mengapa begitu banyak hal aneh yang terjadi selama anakku berada di Bali?"
"Ma ! Ma ! Ati alam, Dis au ke cana agi ah! Dis tan elom abicin coklat an dikaci keke?" (Ma. Ma. nanti malam, Gendis mau kesana lagi ah. Gendiskan belom habisin cokelat yang dikasih kakek)
Aku segera merengkuh tubuh putriku. Berbisik pelan di telinganya.
"Gendis sayang kalau nanti malam ada yang mau mengajak Ndis pergi lagi jangan mau ya. Mama takut kalau Gendis tidak kembali. Mama nggak mau kehilangan Ndis" dihatiku terbersit sedikit rasa khawatir setelah mendengar penuturan Gendis.
"A-api ma? Dis ga papa ko? Mama anan kawatil. Dis pacti ulan ke mama?" (Ta-tapi ma. Gendis nggak apa-apa kok. Mama jangan khawatir. Gendis pasti pulang ke mama)
"Tolong nurut sama ucapan mama ya nak?"
"Yaa.. Dis ga ica aem otat agi don?" (Yaa. Gendis nggak bisa makan cokelat lagi dong) Mata bulatnya menatapku. Terus menatapku seolah-olah meminta persetujuan.
"Biar nanti mama yang beliin Ndis cokelat. Yang penting Gendis nurut sama kata mama. Ndis harus berjanji tidak mau diajak pergi oleh siapapun juga! Mama tidak memberi ijin!"
"Ote ma. Ntal alem alo keke ateng agi, Dis atan ilang itu. Mama ga ijinin Dis elgi cama keke!" (Oke ma. Ntar malam kalau kakek dstang lagi. Gendis akan bilang begitu. Mama nggak ijinin Gendis pergi sama kakek)
"Alo keke akca Dis, Dis atan ilanin alo mama alak!" (Kalau kakek maksa Gendis. Gendis akan bilangin kalau mama galak)
"Good! Terima kasih sudah menjadi anak yang baik ya Ndis" aku mencium rambutnya yang berombak.
Setelah sarapan pagi di restoran hotel dan menemani Gendis bermain pasir di pantai, kami segera kembali ke hotel untuk membersihkan diri dan bersiap-siap mengunjungi destinasi wisata lainnya.
Hari kedua berada di Pulau Seribu Pura, suamiku ingin mengajak Gendis mengunjungi salah satu tempat pariwisata yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan. Tanah Lot! Ya hari ini keluargaku akan berkunjung ke daerah kabupaten Tabanan Bali.
Dengan diantar Bli, pagi itu kami menuju ke daerah Tabanan. Di areal parkir yang sangat luas, terlihat beberapa kendaraan bermotor dan bus pariwisata. Walau hari masih pagi, namun tempat wisata ini sudah dipenuhi oleh pengunjung yang berasal dari mancanegara. Kami segera turun dari kendaraan dan menuju ke arah Pura yang lokasinya menjorok ke tengah laut.
Memasuki gerbang tempat wisata, gapura dengan ukiran khas Bali beserta sesajen dan aroma dupa yang diletakkan dibeberapa tempat menyambut kedatangan kami. Suasana tradisional dan religi sangat terasa di tepat ini. Di sepanjang jalanan menuju ke arah Pura berjejer toko-toko yang menawarkan berbagai macam cinderamata khas Bali.
Dari kejauhan, pemandangan lepas pantai sudah terlihat dengan jelas di depan mata. Tampak Pura Tanah Lot berdiri kokoh di atas bongkahan batu karang berwarna hitam. Pura yang menjadi salah satu ikon objek wisata paling populer dan favorit para wisatawan.
Cuaca di langit terlihat bersih tanpa adanya awan. Semburat sinar mentari berpadu indah dan serasi dengan pemandangan alam disana. Angin laut yang kering dan dingin menyeruak ke dalam indra pernafasanku.
Aku dan keluargaku menjejakkan kaki melewati taman yang tertata rapi. Kami terus berjalan melewati jalan setapak berupa bebatuan dan pasir berwarna gelap. Pagi itu Pura Tanah Lot tampak tergenang oleh air laut yang mulai sedikit pasang.
Sesampainya disana, mataku tertuju pada keramaian wisatawan yang berfoto di bawah Pura. Aku terpaku dengan keindahan alam dan keunikan budaya yang disuguhkan. Laut biru seakan menyapaku dalam keheningan.
"Ma tu aut ya?" (Ma itu laut ya) Tanya Gendis sambil menatap lautan luas.
"Iya itu namanya laut, bagus ya Ndis?"
Putriku tersenyum gembira.
"Alo itu amana apa ma?" (Kalau itu namanya apa ma) Tunjuknya ke arah Pura.
"Itu namanya Pura tempat sembahyang umat Hindu"
"Oow uat cembayang!" (Oow. Buat sembahyang)
"Ma! Dis au ke Pula! Au cembahyang dicana!" (Ma. Gendis mau ke Pura. Mau sembahyang disana)
Aku tersenyum mendengar ucapannya.
"Kita nggak bisa masuk kesana Ndis. Lihat tuh, jalanan menuju ke Pura tergenang sama air laut?"
"Yaa.. Dis ga ica iat Pula. Adahal Dis au acuk. Pula agus!" (Yaa. Gendis nggak bisa lihat Pura. Padahal Gendis mau masuk. Pura bagus)
"Ndis tetap bisa melihat Pura dari sini kok" aku menghiburnya agar putriku tidak merasa kecewa.
Awalnya semua berjalan normal dan menyenangkan. Gendis terlihat begitu menikmati pemandangan di sekitar Pura dan lautan lepas. Sesekali ia menatap ke arah Pura dengan senyuma yang menawan. Beberapa kali aku mengabadikan foto anakku dengan kamera yang kubawa.
Perlahan angin yang semula berhembus pelan berubah menjadi kencang. Menyertai mendung yang bergerak merata. Melalui ekor mataku, kuperhatikan tubuh putriku tak bergerak. Ia berdiri mematung menatap lurus ke arah laut. Pupil matanya mendadak melebar menunjukkan ketakutan yang teramat sangat. Telunjuknya mengarah ke tengah laut lepas. Dalam detik berikutnya terdengar teriakan nyaring meluncur deras bibirnya yang merekah.
"MAMA! AYAH ! GO ! GO! NOT IN HIL! GO NOW!!" (Mama. Ayah. Go. Not in here. Go now) Jeritnya sambil terus melihat ke arah laut lepas.
Air yang semula tampak tenang kini berubah menjadi riak berupa gulungan ombak besar yang bergemuruh. Seperti ada kekuatan besar , air laut menghantam kencang ke arah batu karang yang berada di dekat Pura.
Ombak bergulung-gulung di perairan sekitar pantai. Tiupan angin laut terasa begitu kuat, seakan-akan alam sedang murka. Seolah-olah mereka ingin menunjukkan kekuatannya, jika merekalah sang penguasa di sini. Aku yang berada di bibir pantai seketika terkesima melihat pemandangan ini.
Beberapa wisatawan asing terpekik terkejut melihat air laut yang tiba-tiba bergejolak. Mereka berlari sambil menjerit ketakutan. Semua turis menjauh dari Pura, mereka takut jika terseret ombak yang tiba-tiba mengganas.
"MAMA! THAT'S DLAGON! BIG DLAGON!! LUN NOW!" (Mama. That's dragon. Big dragon. Run now) Tunjuk Gendis ke tengah laut.
"I'M SCALED! SCALED!! PLEASE GO NOW!!" (I'm scared. Scared. Pelase go now) Matanya terbeliak, tak berdaya. Ia memohon mengiba agar segera dibawa pergi menjauh dari tempat itu.
Aku yang terkejut mendengar ucapan Gendis segera meminta suamiku untuk menggendong tubuhnya yang mengenakan hoodie dan membawanya menjauh dari bibir pantai. Dengan tergopoh-gopoh, aku dan suamiku segera berlari menuju ke dataran yang lebih tinggi.
Sesampainya di atas, aku segera meraih Gendis dari gendongan mas Dedi. Aku memeluk tubuhnya hangat. Putriku kini berada dalam dekapanku.
Aku membelai lembut pipinya, mengusap buliran air mata yang terjatuh dari pelupuk matanya.
"Kenapa tadi Gendis menangis dan menjerit ketakutan?" Bisikku di telinganya.
Dengan badan yang bergetar hebat, ia melanjutkan kembali kata-katanya.
"Dis iat big dlagon elual dali laut!" (Gendis tadi melihat big dragon keluar dari laut) Ucapnya terbata-bata.
"I'm scaled mommy!" Scaled!" (I'm scared mommy. Scared) Ucapnya lagi dengan suara tercekat di kerongkongan.
"Dlagon aci dicana, iatin Dis!" (Dragon masih disana, lihatin Gendis)
"Go now mommy! Dlagon au kemali!" (Go now mommy. Dragonnya mau kemari) Pintanya memelas.
Aku segera mengamit tangan Gendis dan membawanya menjauh dari Pura Tanah Lot. Aku meminta putriku untuk tetap fokus menatap ke arah jalanan. Tidak boleh menoleh ke belakang! Jangan melihat ke arah laut!
Hembusan angin semakin kencang, membuat dahan dan ranting pohon bergoyang-goyang. Atap toko di sepanjang jalan juga menimbulkan suara berisik karena angin yang bertiup lebih kencang dari biasanya. Kini kurasakan ada butiran-butiran air yang mulai menyirami tubuh.
"Hujan??" Aku tak habis pikir dengan perubahan iklim di Bali.
Iseng-iseng aku menjilat telapak tanganku yang basah terkena tetesan air.
"Asin??" Gumamku.
"Kok air hujannya asin ya mas??" Tanyaku pada mas Dedi.
"Masa sih?" Sahut suamiku. Ia mengangkat telapak tangannya ke udara, kemudian mencicipi percikan air yang mengenai jemarinya.
"Ini mah bukan air hujan Ma! Tapi air laut yang terbawa angin hingga kesini! Ya Allah berarti angin di laut kencang banget ya" suamiku menoleh ke arah Pura yang berdiri kokoh walau terkena benturan gelombang air.
"Kok bisa ya mas, cuaca cerah mendadak berubah menjadi angin kencang? Ini sudah dua kali loh!" Seruku sambil menatap ke hamparan langit luas.
Mas Dedi menggidikkan bahu. Sepertinya iya juga tidak mengetahui mengapa hari kedua kami di Bali, terjadi lagi perubahan iklim.
Mendekati areal parkir, perlahan alam kembali berubah ke posisi semula. Cuaca menjadi cerah seketika. Arakan awan hitam mendadak menghilang digantikan oleh hamparan langit berwarna biru. Angin yang semula berhembus kencang perlahan berubah menjadi tenang.
Aku menatap wajah putriku "Jangan-jangan tadi Gendis habis mendapat sambutan dari penguasa di Tanah Lot? Makanya cuaca seketika berubah?" gumamku pada diri sendiri.
"Apa mungkin mahluk astral bisa mempengaruhi perubahan cuaca? Jika iya berarti mereka memiliki energi yang sungguh luar biasa dahsyatnya!"
Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali. Dahiku berdenyut hebat Aku merasa pusing memikirkan berbagai kemungkinan yang baru saja terjadi.
"Mas, Ima jadi sedikit was-was mau ajak Gendis berwisata menjelajahi Bali. Sudah dua kali kita mengalami kejadian aneh. Dan yang baru saja terjadi di depan mata kita benar-benar sudah membikin Ndis metakutan setengah mati. Ima nggak tega melihatnya"
Suamiku mengelus pundakku.
"Sabar Ma. Masa kita sudah jauh-jauh datang ke Bali cuma berdiam diri di kamar hotel? Kita kan pelan-pelan bisa memberi pengertian ke Gendis tentang apa yang ia lihat?"
Aku menghela nafas. Rasanya ingin sekali menghentikan liburanku di Bali dan segera membawa putriku kembali ke Jakarta secepatnya. Hatiku tidak tega melihat anakku yang saat itu masih berusia dua tahun harus terus menerus merasa ketakutan karena melihat mahluk dari dimensi lain.
"Kenapa putriku yang harus mengalami ini semua?" Batinku sambil mendekap erat tubuh Gendis.
Akhirnya hari itu kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan memilih menghabiskan waktu di hotel. Aku dan mas Dedi tidak tega melihat wajah Gendis yang tampak pias. Sepertinya sosok naga yang baru saja muncul memperkenalkan dirinya ke hadapan putriku, cukup membuat putriku merasakan trauma yang mendalam.
***
Senja itu ketika aku dan Gendis lagi bersantai di atas balkon hotel,menikmati pemandangan langit di sore hari. Netra bulat putriku tampak menjelajahi angkasa raya.
Aku berpikir mungkin Gendis sedang merasakan kaindahan yang disuguhkan oleh langit senja. Namun lagi-lagi ternyata perkiraanku salah besar!
Jari telunjuknya menunjuk ke atas langit, memberi isyarat jika ada sesuatu di atas sana yang menarik perhatiannya.
"Ma, look!" Ucapnya tanpa berkedip sedikitpun.
Aku melihat ke arah yang Gendis tunjuk. Yang kulihat hanyalah langit sore yang berwarna oranye keemasan dan sangat indah.
"Langitnya bagus ya Ndis?" Gumamku pelan.
"No! Utan itu! Look! Anyak ola di atac cana!" (No. Bukan itu. Look. Banyak bola di atas sana)
Mataku menyipit membuat keningku mengerenyit.
"Bola?? Bola apaan Ndis?"
"Itu ma! Anyak ang ain ola di atac cana!" ( Itu ma. Banyak yang main bola di atas sana) Tunjuknya lagi.
Aku berusaha melihat dari kejauhan dengan memicingkan mata. Mencoba melihat objek yang Gendis tunjuk. Namun bola mataku tidak dapat menemukan "bola" yang dimaksud oleh putriku.
Raut wajah Gendis berubah. Ia terlihat memikirkan sesuatu. Bibirnya bergumam pelan "Enapa ada ain ola di atac angit ya?" (Kenapa pada main bola di atas langit ya)
"Ada da atut atoh apa" (Pada nggak takut jatuh apa) Ia menggaruk-garuk kepalanya.
"Ndis! Yang Gendis lihat bola apaan sih?"
Putriku menghentakkan kakinya ke lantai. Mungkin ia merasa kesal dengan pertanyaanku.
"Mama nih! Ola ya ola! Iat cendili aja cana!" (Mama nih. Bola ya bola. Lihat sendiri aja sana)
"Bukan begitu Ndis! Mama sudah melihat ke langit tapi mama nggak melihat bola yang Gendis maksud, makanya mama penasaran"
"Mama nih ikin Dis ecel aja! Agu Dis agi onton olang ain bola!!" (Mama nih bikin Gendis kesel aja. Ganggu Gendis lagi nonton orang main bola) Gerutunya dengan wajah gusar.
"Tuh! Iat! Olana walna led! Elbang cana cini!" (Tuh. Lihat. Bolanya warna red. Terbang kesana kesini)
Perasaanku mulai tak nyaman.
"Fiuuh !!" Lagi-lagi aku menghela nafas panjang.
"Ndis, kita masuk ke kamar yuk"
"Yaaa... ga onton ola don!" (Yaa. Nggak nonton bola dong)
Baru saja aku dan Gendis hendak beranjak meninggalkan balkon. Mendadak putriku memalingkan kembali wajahnya menatap ke angkasa. Matanya menyiratkan sinar gembira. Ia terus menatap lekat ke hamparan langit sore.
"Dlagon! Dlagon!" (Dragon. Dragon) Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa cekikikan. Putriku seperti baru saja melihat sesuatu yang lucu.
Aku tak habis pikir, tadi pagi saat ia pertama kali melihat wujud naga besar di Tanah Lot, ia langsung menjerit-jerit ketakutan. Namun kenapa sekaranh putriku tampak begitu senang dan tertawa bahagia?
Dengan tatapan kaget, aku segera menyeret tangan putriku untuk segera masuk ke dalam kamar hotel.
***
Selama berada di Bali dan mengunjungi beberapa pantai yang menjadi magnet pariwisata disana, putriku selalu dibuat menjerit-jerit dan menangis ketakutan oleh para mahluk yang silih berganti menunjukkan wujudnya.
Mata ketiganya selalu melihat berbagai macam bentuk dan sosok yang terlihat sangat menyeramkan dan menakutkan. Membuat putriku enggan jika harus diajak berjalan-jalan menyusuri pantai. Ia lebih suka menghabiskan waktunya berenang dan bermain di playground hotel. Tempat yang baginya dirasa cukup aman.
Tak terasa sudah hampir sepekan keluargaku berada di Pulau Dewata. Pagi itu selesai breakfast dan menemani Gendis berenang,
di kolam anak-anak, aku langsung berkemas-kemas. Karena sebelum pukul dua belas siang, aku harus segera berangkat ke bandara I Gusti Ngurah Rai.
"Mantap nih, kita pulangnya naik pesawat airbus Garu**" ujar suamiku sambil mengecek tiket pesawat.
"Airbus??"
"Iya airbus! Itu loh Ma, pesawatnya lebih besar. Jadi lebih nyaman"
"Kok mas tahu sih?"
"Ya tahulah. Kalau mas tugas ke luar kota kan sering naik airbus"
Aku hanya mengangguk pura-pura mengerti apa yang diucapkan oleh suamiku.
Setelah kurasa tidak ada barang yang tertinggal, keluargaku segera check-out dan berangkat ke bandara. Beruntung, pagi itu jalanan menuju ke bandara tidaklah macet seperti biasanya.
"Ma, Dis ga au ulan. Dia au ingal di Ali" (Ma. Gendis nggak mau pulang. Gendis mau tinggal di Bali)
"Kita harus pulang Ndis. Ayahkan harus kerja?"
"Ayah elja di Ali aja ma?" (Ayah kerja di Bali saja ma)
"Bial Dis ama mama uga elja di cini" (Biar Gendis sama mama juga kerja disini)
Aku membulatkan mataku.
"Emangnya mama dan Gendis mau kerja apa?"
"Ita ualan unga amboja ma. Eli ! Eli ! Ini unga Dis ama mama!" (Kita jualan bunga kamboja saja ma. Beli. Beli. Ini bunga kamboja Gendis sama mama)
Aku tetawa kecil mendengar ucapannya.
"Sabar ya Ndis. Insya Allah suatu hari nanti Gendis bisa menetap di Bali"
"Eh tapi jangan deh! Percuma juga kamu tinggal disini. Ndis kan nggak suka sama pantai di Bali? Ntar Ndis malah nangis terus lagi?" Godaku sambil menahan senyum.
Bibir putriku mengerucut. Ia cemberut.
"Mama nih! Dis utan ga cuka antai! Dia ga cuka ama yan ukana elek-elek! Hii.. ! Celem! Dic atut!' (Mama nih. Gendis bukan nggak suka pantai. Gendis nggak suka sama yang mukanya jelek-jelek. Hii. Serem. Ndis takut)
Aku kembali tertawa geli melihat polah putriku yang lucu.
Tak terasa, kendaraan mulai memasuki areal parkir penerbangan domestik bandara. Setelah mengucapkan terima kasih pada Bli, keluargaku segera melakukan proses check-in di terminal keberangkatan.
Hari itu suasana di ruang tunggu terlihat begitu ramai, dipadati oleh penumpang yang akan bertolak ke Jakarta. Aku dan suamiku memilih duduk di kursi yang berada di pojok paling belakang. Untuk membunuh waktu, aku mengambil majalah yang disediakan dalam boarding room.
"Ma, Dis au iat ecawat ya?" (Ma. Gendis mau lihat pesawat ya)
"Iya tapi jangan jauh-jauh ya Ndis!"
"Ya ma" putriku langsung berlari menuju ke arah jendela untuk melihat pesawat yang sedang terparkir di landasan.
@makgendhis, itu yang antar jemput di bali beneran Bli namanya? Soalnya setahu ane, Bli itu nama panggilan semacam "Mas" di Jawa atau "Bang" di Jakarta. CMIIW
Hehe beneran Ndis disambut sang dewata nawasanga. Dan kalau pingin dapat pengalaman mengesankan lagi, h-1 Nyepi ada di Bali Ndis, lihat pawai ogoh-ogoh, seru bgt deh 😂👍👍
@tirtagangga sudah.. tadi lsg googling 🤭. Liburan seminggu tp yg berkesan cm 2 tempat itu doang. Sisanya ndis cuma teriak2 pas diajak diner di Uluwatu, padang beach, Pandawa, trus pantai apaan lg ya (lupa 🤣)
ke GWK dia malah demen liat patung Dewa Wisnu n Garuda.
sisanya keliling bali, main pasir di kuta n playground hotel 🤣🤣🤣
@tirtagangga ahahah..mana berani ayahnya macem2 lagi. Udah di warning am nyonya "awas! kl ayah nakal lagi, ndis ijinin mama nikah sm co lain! mama juga berhak bahagia 🤣🤣🤣🤣
Main ke pantai di Bali dah resiko liat yg bikinian...
Pas gw honeymoon kesana malah ada yg sampe ke angkat atasannya sampe topless gara2 kena ombak. Mana duduknya samping gw
Anda akan meninggalkan Stories from the Heart. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.