Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Suka Duka Pemancing  [kumpulan cerpen kisah para pemancing]


 Siapa yang tak kenal memancing? Tentu semua orang sudah familiar dengan hobi yang satu ini. Sensasi perlawanan ikan yang berusaha melepaskan diri dari kail, sangat ditunggu oleh para pemancing. Bahkan banyak yang tak segan mengeluarkan dana yang besar hanya untuk merasakan sensasi tarikan ikan.

 Sebagian besar orang menganggapnya sebagai hobinya orang malas, tapi sebagian lagi menganggap mancing itu bisa melatih kesabaran. Tapi kenyataannya malah bertolak belakang, hanya orang sabar saja yang betah memancing berjam-jam. 

 Tapi ternyata hobi memancing juga tak luput dari kejadian konyol, lucu, misterius, horor dan bahkan tragis. Dan disini TS mencoba merangkumnya dalam suatu kumpulan cerpen kisah para pemancing dan semua kejadian yang dialami pemancing saat berusaha menangkap ikan, baik cuma untuk sekedar hobi, maupun untuk lauk buat makan malam.

 Kisah ini diambil dari cerita-cerita para pemancing, ditambah dengan banyak bumbu-bumbu fiksi. Semua nama tokoh dan nama tempat telah disamarkan. Jadi sekiranya ada kesamaan nama dan tempat, maka itu adalah suatu kebetulan saja.

Selamat membaca..



-----------------------------------




Terima Kasih


 Kriing..! Kriiingg..! Kriing…!

 Edi terbangun oleh bunyi jam weker di meja dekat tempat tidur. Memang Edi adalah orang yang nyentrik, dia lebih memilih jam weker yang ada gambar ayam mengangguk-ngangguk, daripada memakai alarm di smartphone nya. Untuk beberapa saat Edi tertegun heran.

 Bukan karena bunyi jam weker yang bikin Edi heran, karena bunyi jam weker dari dulu juga gitu-gitu aja. Edi heran karena saat itu masih jam tiga pagi! Jadi buat apa dia memasang alarm di pagi buta gini?! Lalu dia ingat kalo hari ini adalah hari minggu, dan dia sudah janjian mau memancing bersama pak Bejo di waduk utara.

 Edi mengendap-endap keluar kamar dengan perlahan agar tidak membangunkan istrinya. Karena kalau istrinya sampai ikut kebangun, maka rencana memancing hari itu akan gagal total, tentu saja istrinya tidak akan mengizinkannya untuk berangkat memancing.

 Setelah menyiapkan semua peralatan tempurnya untuk menangkap ikan, Edi gas motor hond*  bututnya menuju ke rumah pak bejo. Hawa sangat dingin menerpa, hingga dia harus pelan-pelan menjalankan motornya. Sepuluh menit perjalanan, sampailah di rumah pak Bejo, ternyata dia sudah menunggu di depan rumahnya.

Quote:


 Dengan berboncengan, mereka berangkat menuju ke waduk, membelah jalanan yang masih sangat sepi dan sedikit berkabut. Kali ini tehnik memancing yang mereka gunakan adalah tehnik yang sering disebut sebagai 'nyobok',dengan tangkai pancing yang sangat panjang yang sering disebut 'tegek', umpan yang dipakai adalah lumut, dan pemancing harus nyemplung ke air sampai sedalam dada. Ikan yang ditarget adalah ikan nila.





 Singkat cerita, mereka sampai di pasar kerbau. Meskipun baru jam 5 pagi dan matahari belum terbit, tapi pasar itu sudah sangat ramai, banyak juga para pemancing yang membeli peralatan disitu, hingga Edi dan pak Bejo harus ikut berdesakan untuk membeli lumut.

 Setelah mendapat lumut, mereka mampir di salah satu warung untuk sarapan, juga membeli nasi bungkus dan lauk untuk makan siang nanti. Beres semua urusan di pasar itu, mereka lanjut lagi perjalanan menuju ke lokasi pemancingan.

 Matahari sudah tampak di ufuk timur saat mereka tiba di pinggiran waduk. Tanpa buang waktu mereka pun mulai menyiapkan semua peralatan pancing tehnik 'nyobok'. Setelah meninggalkan tasnya di pinggir waduk, Edi langsung nyemplung ke air untuk mulai mancing, sedangkan pak Bejo masih duduk santai sambil merokok. Mendadak Edi terpekik saat kakinya menyentuh air waduk.

Quote:


 Kepalang tanggung, celananya Edi sudah basah, jadi dia nekat terusin berjalan dengan memijak di dasar air. Setelah air sudah sedalam dada, Edi mulai menebar lumut alias 'ngebom', hal ini bertujuan untuk memancing ikan nila agar mendekat ke situ. Lalu Edi memasang umpan di mata kailnya berupa lumut atau hydrilla yang panjang-panjang seperti rambut. Barulah setelah itu dia cemplungkan kailnya dengan memakai joran sepanjang 5,5 meter. 

 Setengah jam, tapi belum juga ada ikan yang nyangkut. Sementara matahari makin terasa panas. Pak Bejo terlihat sudah mulai memancing juga, berjarak sekitar 20 meter di sebelah kirinya Edi. Sedangkan 15 meter di sebelah kanan Edi ada seorang pemancing lain juga. Dia adalah seorang pemuda berusia 25 tahunan, sepantaran dengan Edi. Orang itu memakai kaos panjang berpenutup kepala alias hoodie berwarna biru. Panjang joran pancingnya sekitar 6 meteran, Cuma tiga orang itu saja yang yang memancing di spot itu.

Quote:


 Tapi harapan tinggal harapan, sampai menjelang tengah hari, Edi tidak mendapat ikan lagi, cuma satu saja yang dia dapat sejauh ini. Maka dia memutuskan untuk keluar dari air, beristirahat sambil makan siang. Edi duduk di tanah kering di pinggiran waduk dan mulai menikmati nasi bungkusnya. Tak lama kemudian, pak Bejo terlihat datang menghampiri, dia membawa tiga ekor ikan sebesar empat jari.

Quote:


 Mereka ngobrol sambil menghabiskan makan siangnya. Setelah itu merekapun kembali teruskan memancing. Edi berpindah spot menjadi lebih dekat ke pak Bejo, jarak mereka kini sekitar 10 meter. Dan orang yang memancing di sebelah kanan Edi tadi ikut berpindah di dekat Edi. Jarak mereka sama, yaitu 10 meter.

 Tiga jam berlalu, Edi sudah mengangkat dua ikan nila lagi sebesar telapak tangan, jadi jumlah perolehannya tiga ekor. Sedangkan pak Bejo dapat lima ekor, dan orang berhoodie di dekat Edi tadi cuma dapet satu ekor. Mereka mulai tampak putus asa. Dan langitpun sudah mulai mendung tebal. Maka Edi memutuskan untuk menyudahi mancing hari itu.

 Mendung menggelap dengan cepat, gelegar petir dan tiupan angin semakin kencang. Edi duduk di tanah kering di pinggir waduk, tepat dibelakang orang berhoodie tadi. Edi mempercepat kegiatannya mengepak semua peralatan pancingnya. Dan pak Bejo pun menyusulnya.

Quote:


 Belum selesai mereka packing, tau-tau hujan turun seperti dicurahkan dari langit, sangat deras disertai angin kencang dan gelegar petir tak berkesudahan. Edi dan pak Bejo segera memakai jas hujannya dan hendak beranjak meninggalkan waduk. Saat itulah mata Edi tertumbuk pada orang berhoodie yang masih aja nyemplung di air sambil asik mancing. Dengan keheranan, Edi mulai perhatikan orang itu. Dan saat orang itu mengangkat jorannya tinggi-tinggi ke udara..

 Glaaarrrr….!

 Satu kilatan petir sangat besar menyambar tepat di joran pancing orang itu. Edi dan pak Bejo berteriak keras bersamaan. Joran itu hancur berkeping-keping, sedangkan tubuh orang itu mengeluarkan asap. Perlahan tubuh itu mulai tenggelam ke dalam air sedalam dada.

 Untuk beberapa detik Edi dan pak Bejo terdiam mematung. Apa yang terjadi di depan mata mereka menimbulkan keterkejutan teramat sangat. Bandan Edi terlihat gemetaran, seumur hidup belum pernah dia melihat kejadian tragis semacam ini.

 Pak Bejo lebih dulu sadar, dia langsung berlari dan menceburkan diri ke air waduk, berenang ke arah tenggelamnya orang tadi. Lalu Edi pun menyusul. Mereka berdua menyelam sampai ke dasar, hingga akhirnya mereka menemukan tubuh orang berhoodie tadi.

Sambil berenang, Edi dan pak Bejo menyeret tubuh orang berhoodie itu ke pinggiran waduk. Dan saat tubuh orang itu sudah diangkat ke darat, Edi dan pak Bejo baru menyadari kalau orang berhoodie tadi sudah meninggal dengan tubuh yang mengerikan.

 Wajah orang itu hitam gosong, kulitnya mengelupas-ngelupas, pecah-pecah dan mengeluarkan darah, sebagian rambutnya habis seperti terbakar. Tangan kanan yang memegang joran tadi hancur sebatas pergelangan tangan, jari-jari dan telapak tangan itu seperti habis dimasukkan ke dalam mesin penggiling daging.

 Tanpa sadar Edi mundur, apa yang dilihatnya itu terlalu mengerikan. Mereka berdiri mematung di tengah curahan hujan lebat dan angin kencang, mereka terlalu shock sampai nggak tau harus berbuat apa lagi. Lima menit berlalu, dan pak Bejo segera sadar.

Quote:


 Pak Bejo membuka tasnya dan mengubek-ubek isinya, lalu dia mengeluarkan satu bungkusan plastik bening berisi hp nya. Setelah itu sia tampak bicara lewat telepon dengan berteriak, karena hujan yang sedemikan lebat membuatnya tidak bisa didengar.

 Setelah menelepon, pak Bejo mengajak Edi untuk pindah tempat, kini mereka berlindung di bawah sebuah pohon, karena sampai saat itu petir masih saja bersahut-sahutan, ditingkahi hujan lebat dan angin badai. Pak Bejo tampak mengutak-atik hpnya. Pikiran mereka nggak karuan, baru kali ini Edi melihat orang tersambar petir tepat di depan matanya, sedangkan pak Bejo baru kali ini melihat korban sambaran petir yang sedemikian parahnya.

Quote:


 Mereka lalu sama-sama terdiam, menunggu di bawah pohon itu. Sementara jasad orang berhoodie tadi masih ditinggal di tepian waduk, dibawah curahan hujan lebat. Satu jam berlalu, saat itulah sekilas mereka melihat kilatan lampu biru dan merah, lampu mobil polisi. 

 Bergegas mereka naik menuju ke jalan aspal. Disana sudah ada sebuah mobil dan dua orang polisi bersama dua orang warga sekitar. Pak Bejo menceritakan secara singkat apa yang telah terjadi, lalu mereka berenam pun kembali turun menuju waduk, menghampiri jasad orang berhoodie tadi.

 Salah satu polisi segera melakukan beberapa panggilan lewat radio, dan polisi satunya mulai menyisir daerah sekitar situ. Edi dan pak Bejo cuma duduk di tanah, tak jauh dari jasad yang tergeletak itu. Sesekali mereka menjawab pertanyaan dua polisi dan dua warga itu.

 Setengah jam berlalu, terdengarlah raungan sirene mobil ambulans. Salah satu polisi segera naik kembali ke jalan aspal. Tak lama kemudian dia balik lagi bersama dua petugas medis membawa tandu pengangkut. Bersama-sama mereka memasukkan jasad orang berhoodie ke dalam kantung mayat dan menaikkannya ke atas. Lalu dengan menggotong tandu mereka mulai beranjak naik.

 Jalan itu sangat terjal, apalagi hari lagi hujan, membuat jalan makin licin dan evakuasi itu semakin sulit saja. Edi dan pak Bejo ikut membantu mengusung tandu itu. Saat dalam perjalanan, tampak seorang warga lagi ikut bergabung, dia ikut mengangkat tandu, tepat di depan Edi. 

Langit sudah benar-benar menggelap saat mereka sampai di atas. Makin banyak mobil polisi, ambulan dan juga warga sekitar. Beberapa petugas medis kembali datang untuk ikut mengusung tandu. Maka Edi dan pak Bejo melepas tandu itu. Mereka berdua berdiri di pinggir jalan aspal. 

 Ada satu warga yang berdiri di sebelah Edi, dia adalah orang yang tadi ikut membantu mengangkat tandu, tepat di depan  Edi. Tanpa sadar Edi memperhatikan orang itu, wajahnya tertutupi hoodie dari kaos yang dipakainya. Entah kenapa perasaan nggak enak mulai merayapi hati Edi.

Quote:


 Orang itu menoleh ke arah Edi, tampa menjawab, perlahan dia membuka hoodie alias penutup kepalanya, dan dibawah penerangan lampu ambulan, terlihat jelas bagaimana wajah orang itu.

Wajah itu hitam gosong, kulitnya mengelupas dan pecah-pecah mengeluarkan darah. Dia mengangkat tangan kanannya. Dan tangan itu hancur sampai pergelangan. Orang itu adalah korban dari sambaran petir tadi! Dan sebelum pandangan Edi menggelap karena kehilangan kesadaran, masih sempat terdengar suara mengiang di telinganya.

Quote:





-----<<<{O}>>>-----



INDEX


Diubah oleh Mbahjoyo911 15-02-2022 11:58
sormin180
Ulqiora
c4kr4d3w4
c4kr4d3w4 dan 93 lainnya memberi reputasi
92
35K
1.5K
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#84
03. Luweng
 Mendung tebal sudah menggantung di langit saat si Jon dan Mamat tiba di tepian waduk itu. Waktu baru menunjuk di angka 6 pagi, dan hawa sangat dingin mencucuk tulang ini, tentunya membuat air waduk menjadi sangat dingin juga.

 Keadaan cuaca itu memupuskan harapan mereka untuk bisa mendapat banyak ikan, karena tehnik yang mereka gunakan kali ini adalah nyobok, yang mengharuskan mereka nyemplung ke air waduk yang sangat dingin itu. Tapi mereka telah berkendara selama dua jam untuk tiba di waduk itu, jadi tidak mungkin balik lagi ke rumah.

Quote:


 Setelah meletakkan tas dan semua peralatan pancing di tanah, merekapun duduk menjelepok di tanah kering pinggiran waduk dan mulai menikmati sarapan berupa nasi bungkus yang mereka beli di pasar tadi. Tidak banyak yang mancing disitu, cuma ada 3 orang di sebelah kiri mereka, nyemplung di air waduk sedalam dada, terpisah sejauh 5 meter satu sama lain, sepertinya mereka adalah satu grup.

 Satu jam berlalu, sarapan mereka telah habis, tapi mendung malah makin tebal saja. Mereka masih duduk-duduk menikmati asap rokok, sambil memperhatikan tiga pemancing lainnya yang sudah mulai memancing sejak satu jam yang lalu. Sejauh ini tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat ikan dari air.

Quote:


 Maka mulailah mereka menyiapkan peralatan pancing untuk tehnik mancing nyobok itu. Si Jon pun mulai nyemplung ke air waduk, tubuhnya terlihat menggigil sebentar saat air mulai sampai ke perut. Dan pada jarak 5 meter dari tepian, si Jon pun menancapkan tongkat cobokanyang terbuat dari pipa alumunium itu ke dasar air. 

 Ketinggian air mencapai lehernya, karena memang spot di situ sangat dalam. Lalu si Jon mulai menebarkan lumut di depannya untuk menarik ikan agar mendekat. Target hari ini adalah ikan nila, jadi mereka memakai umpan lumut, joran tegek sepanjang 5,5 meter dan kambangan alias pelampung anti badai sepanjang 1 jengkal.

 Sudah dua jam sejak kailnya si Jon masuk ke air, tapi belum ada satupun nila yang nyangkut juga. Mamat dan tiga orang lainnya juga belum mengangkat ikan. Berkali-kali si Jon menebar umpan lumut di titik dia menaruh kailnya, tapi tetap saja nggak ada nila yang datang, atau mungkin memang nggak mau makan. Memang cuaca buruk sangat berpengaruh pada pancingan.

 Menjelang tengah hari, mendung masih saja menghitam, suasana tampak jadi seperti mau maghrib saja. Si Jon bergeser spot ke arah kanan menjauhi Mamat, kini jarak mereka jadi sekitar 15 meter. Di spot baru ini dia kembali mencoba peruntungannya.

 Tapi justru saat itulah hujan turun dengan sangat lebat. Posisinya yang nyemplung sedalam leher membuat sudut pandangnya sangat terbatas. Si Jon cuma bisa melihat lurus ke depan, sejajar dengan permukaan air. Hujan deras itu membuat jarak pandang menjadi lebih terbatas lagi, hingga si Jon harus memendekkan jorannya agar pelampung tetap kelihatan. Ditambah lagi, dia belum mendapat satu ekor ikan pun, lengkap sudah penderitaannya.





 Mendadak saja, diantara deru hujan itu si Jon mendengar suara teriakan-teriakan panik yang berasal dari arah kirinya. Ternyata tiga orang di sebelah kiri Mamat lah yang berteriak-teriak. Si Jon masih bisa melihat mereka bertiga bergegas keluar dari air, bahkan sambil berenang dengan tujuan agar cepat sampai di tepian. Dengan penasaran si Jon mendekati Mamat yang juga sedang beranjak ke arah tepian air.

Quote:


 Si Jon ikut memicingkan mata, bahkan dia melangkah ke tepian air. Tampak olehnya sebuah benda panjang mengapung di permukaan air. Bagian depan benda itu tampak mengerucut lancip, mirip kepala buaya, terus memanjang sampe bagian ekor yang semakin mengecil panjang. 

 Benda yang memang sangat mirip dengan  buaya itu tampak timbul tenggelam mengikut alunan ombak air waduk. Si Jon masih belum percaya begitu saja, jadi dia menajamkan pandangannya, lalu meledaklah tawanya diantara suara deru hujan itu.

Quote:


 Akhirnya Mamat pun ikut tertawa ngakak. Diantara deru hujan yang menggila, terdengar tawa keras dari dua pemuda tanggung itu. Memang benda yang dikira buaya tadi ternyata cuma tumpukan jerami sisa panen yang hanyut terbawa air waduk. Daerah sekitar waduk itu memang banyak sawahnya, dan petani biasa membuang jerami sisa panen ke waduk hingga jadi bertumpuk-tumpuk dan terbawa arus air.

Quote:


 Mamat pun kembali nyemplung ke air waduk untuk melanjutkan mancing, sementara si Jon membuka payungnya, lalu mulai mengeluarkan bekal makanan dari tasnya. Bungkusan makanan itu memang masih dibungkus lagi dengan plastik hingga nggak basah karena hujan. Maka sambil memakai payung itu, di bawah mendung hitam dan curahan hujan sangat lebat, si Jon pun mulai menikmati makan siangnya.

 Mendadak saja, entah dari mana datangnya, telah ada seseorang berdiri satu meter di sebelah kanan si Jon. Dia adalah orang tua berusia sekitar 50 tahunan, memakai topi koboi sangat lebar mirip topi sombrero, hingga wajahnya tenggelam dalam topi itu. Dia juga mengenakan rompi pelampung berwarna orange terang. Dia membawa tas dan peralatan memancing nyobok.

 Si Jon terheran-heran memandanginya, jam segini masih aja ada orang yang baru datang memancing, padahal untuk memancing nila, biasanya orang akan memulainya pagi-pagi. Ditambah lagi hujan yang begitu lebatnya, kok mau-maunya dia berangkat mancing.

Quote:


 Orang itu letakkan tasnya di tanah dan langsung nyemplung ke air waduk dan mulai memancing. Si Jon terus perhatikan orang itu, terasa sangat aneh baginya. Tapi kalo teringat cerita si bapak tadi, si Jon jadi maklum, memang pemancing biasanya berpindah spot setelah setengah hari nggak dapet ikan. Dan setelah itu si Jon tidak lagi memperhatikan orang itu.

 Hujan masih saja turun dengan deras, hawa siang itu jadi dingin, ditambah pakaiannya yang basah, badan si Jon jadi menggigil. Hingga membuatnya malas buat nyemplung untuk mancing lagi. Dan akhirnya si Jon cuma duduk di tanah becek pinggiran waduk itu, terbengong lama dengan masih memakai payung, padahal pakaiannya sudah basah dari tadi.emoticon-Hammer

Quote:


 Orang tua itupun beranjak pergi meninggalkan pinggiran waduk, menapaki jalan setapak yang terjal dan licin karena hujan. Si Jon makin terbengong, hujan lebat gini kok dibilang matahari mau muncul. Masih banyak sekali keanehan pada diri orang tua tadi. Dan saat si Jon menoleh ke belakang, orang tua itu sudah tidak ada lagi. Cepat sekali jalannya, begitu pikirnya.

 Si Jon masih memandangi ikan yang ditinggal si orang tua tadi, besarnya rata-rata se telapak tangan. Mungkin aku juga masih bisa dapet ikan hari ini, pikirnya. Dia mengambil hp dari dalam tasnya, hp itu terbungkus plastik bening agar tidak basah. Dan jam di hp itu menunjuk di angka setengah dua siang! Dia telah terbengong selama satu jam lebih!

 Tapi tanpa menggubrisnya lagi, si Jon mulai beranjak nyemplung lagi ke air waduk. Mamat terlihat sudah sangat jauh jaraknya dari dia, jadi dia mengambil spot mancing yang tadi dipake si orang tua itu. Sebentar kemudian dia mulai konsentrasi pada pelampungnya.

 Hujanpun akhirnya mereda dan berganti menjadi gerimis, yang akhirnya berhenti sama sekali. Si Jon bisa melihat kalau mendung yang tadinya hitam tebal itu juga sudah menyingkir, lalu mataharipun muncul dari balik awan! Dan semua perubahan cuaca itu terjadi hanya dalam waktu setengah jam!

 Sekali lagi si Jon terheran-heran, perkataan orang tua tadi benar adanya, matahari benar-benar muncul! Dalam hati dia bertanya-tanya, siapakah sebenarnya orang tua tadi? Saat itulah si Jon melihat pelampungnya tenggelam dengan tiba-tiba. Maka dengan reflek dia angkat jorannya dengan cepat.

 Seekor ikan nila sebesar telapak tangan tampak menggelepar di ujung senarnya. Perasaan senang, lega dan puas terasa membuncah di dadanya. Sejak saat itu si Jon ibarat menimba ikan dari dalam waduk, setiap kali dia cemplungkan umpannya, tak lama kemudian pelampungnya langsung tenggelam karena umpannya dimakan ikan.

 Semua pengalaman pahit hari itu seakan sirna begitu saja, berubah jadi suatu kesenangan yang luar biasa. Ikan seakan terus saja berdatangan ke kailnya. Hingga akhirnya dalam tempo dua jam saja, karamba wadah ikannya telah terisi penuh!

 Si Jon masih ingin terus memancing, tapi wadah ikannya sudah nggak muat lagi. Maka acara mancingnya pun disudahi buat hari itu. Si Jon pun beranjak dari situ, berjalan di dasar air menuju ke tepian waduk, lalu dia mencari-cari ikan yang diberikan oleh si orang tua tadi, dia bermaksud menyatukan ikan pemberian itu dengan ikan tangkapannya sendiri. Tapi bahkan wadahnya aja tidak ada! Seolah-olah raib ditelan bumi!

Quote:


 Memang keberadaan luweng ini sangat berbahaya, terutama bagi pemancing nyobok. Luweng adalah bekas sumur, atau lobang besar di tanah memanjang vertikal dan sangat dalam. Pada saat air waduk sedang pasang, maka sumur atau lobang ini ikut terendam air, menjadikannya tidak kelihatan dari permukaan. 

 Hal ini bisa menimbulkan kecelakaan, bisa saja orang atau pemancing terjeblos ke dalam sumur itu, dan kalau sudah terjeblos, biasanya nyawanya tidak terselamatkan, tenggelam dalam sumur bawah air. Seberapapun pandainya orang itu berenang, tetap tidak akan selamat.

Quote:


 Si petani masih meneruskan penjelasannya dengan detail. Tapi si Jon sudah tidak mendengarnya lagi. Badannya gemetar hebat seperti terserang demam, tanpa sadar badannya semakin merendah dan akhirnya duduk menjelepok di tanah. Detak jantungnya bagai dipacu sangat kencang. Badannya terasa sangat lemah seakan tak bertulang.

 Tidak pernah dia sangka kalo orang tua yang telah dia tawari makan, yang telah memberinya ikan, dan yang telah menasehatinya tadi ternyata sudah meninggal tiga hari yang lalu. Pantas saja sejak kemunculannya, orang itu terasa sangat aneh. Bagaimana mungkin kejadian semacam ini terjadi di siang hari? Dibawah mendung hitam tebal dan curahan hujan yang menggila?

 Pantesan saja ikan yang diberikan si orang tua tadi tadi itu tau-tau raib begitu saja, dicari sampai kiamat juga nggak bakal ketemu. Lalu apakah banyaknya ikan yang dia tangkap ini juga ada hubungannya dengan orang tua yang sudah meninggal itu? Entahlah.. pikiran si Jon jadi semrawut nggak karuan.

 Dari jauh terlihat Mamat berjalan mendekat. Lalu Mamat terus aja nyerocos soal hasil tangkapannya yang sedikit, juga soal tangkapan si Jon yang sangat banyak. Tapi si Jon sama sekali tidak berniat menanggapinya. Cuma satu yang Jon inginkan, yaitu pulang. Sudah cukup buat hari ini, sudah cukup banyak kejadian aneh yang dialamiya...



-----<<<{O}>>>-----


Diubah oleh Mbahjoyo911 19-02-2022 12:42
ciptoroso
coeloet
pecong3
pecong3 dan 54 lainnya memberi reputasi
55
Tutup