Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pienduttAvatar border
TS
piendutt
Penghuni Gedung Tua, Jangan Baca Sendirian
Konten Sensitif


Penghuni Gedung Tua


Part 1. Tragedi

Terdengar suara langkah orang berjalan di malam yang sunyi. Seorang wanita tengah berdiri tepat di depan pintu apartemen, tangannya yang lincah merogoh tas untuk mencari kunci. Samar-samar ia mendengar suara dari belakang tubuhnya. Karena penasaran, ia berbalik untuk sekedar mengecek suara apakah itu. Ternyata suara itu berasal dari kamar 203, tampak pintu di kamar itu terbuka sedikit. Tergerak hatinya untuk mengintip dari celah-celah pintu.

Terlihat bocah cilik yang terduduk di kursi dengan kepalanya berlumuran darah. Tak lama kemudian ada seorang wanita yang terseok-seok menyerat kakinya yang terluka. Ia merangkak menghampiri bocah cilik itu dengan menahan perih. Samar-samar dari bibirnya mengeluarkan suara yang bergetar.

"Anakku ... Anakku ...."

Tiba-tiba kaki wanita itu ditarik oleh seorang pria berumur 40-an. Ia langsung mengayunkan kapak dan menghantamkannya ke tubuh wanita itu tanpa belas kasihan sama sekali. Darah pun berceceran memenuhi seisi rumah. Pria itu tersenyum sembari mengusap tetesan darah pada wajahnya.

Sontak aksi tersebut membuat wanita yang mengintip tadi terkejut, hampir saja berteriak tetapi dengan cepat ia menutup mulutnya. Namun, sayangnya. Pria yang memegang kapak tadi merasakan kehadirannya. Baru saja wanita itu berdiri dan enggan pergi dari sana, tiba-tiba rambutnya ditarik secara paksa untuk masuk ke kamar tersebut. Pria itu dengan pintarnya membungkam mulut si wanita agar tidak bersuara, kemudian menghempaskan tubuhnya ke tembok.

"Tolong ampuni saya! Saya janji tidak akan mengatakan apa pun, tolong!"

"Kamu sudah terlanjur melihat semuanya!"

Tanpa pikir panjang lagi, pria itu segera mengayunkan kapak ke leher wanita tadi. Ditebasnya leher itu hingga hampir terpisah dari badan. Sang wanita tewas bersimbah darah.

Setelah semua perlakukan itu, ia langsung mengambil bahan bakar. Disiramnya seluruh ruangan kemudian menyalakan api. Membuat seolah-olah terjadi kebakaran untuk menghilangkan semua bukti. Karena pada saat itu tengah malam dan seluruh penghuni sudah tertidur pulas. Alhasil kobaran api makin besar dan melahap hampir 80% dari gedung itu beserta seluruh penghuninya.

Keesokan harinya, terlihat pemadam kebakaran, polisi dan juga mobil ambulance telah membanjiri area itu. Mereka berbondong-bondong untuk memadamkan api yang masih berkobar-kobar.

Di tengah keramaian itu, seorang remaja yang berpakaian seragam SMA menerobos lautan manusia yang sedang menyaksikan kebakaran itu. Namun, aksinya dihentikan oleh pihak keamanan di sana.

"Pak, izinkan saya masuk. Orang tua saya ada di dalam sana, Pak."

"Tidak bisa, Dek. Di dalam masih berbahaya," tolak pria berseragam polisi itu dengan tegas.

Tangisan remaja itu memecah seraya memanggil nama kedua orang tuanya.

Beberapa Minggu kemudian, setelah kejadian kebakaran itu. Pria yang telah membunuh istri dan juga anak semata wayangnya itu ditemukan gantung diri di kamar 203 tanpa tahu alasan sebenarnya.

***

3 tahun kemudian.

Panggil saja Della. Ia seorang mahasiswa yang sedang membuat skripsi terakhirnya.

Tampak ia sedang menggeret koper dan berdiri di depan gedung yang sudah cukup tua. Seorang wanita paruh baya mendatanginya.

"Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" tanya ibu itu dengan senyum yang merekah.

"Begini, Bu," ujar Della sambil mengeluarkan ponselnya. "Saya lihat, di internet kalau Ibu menyewakan kamar kosan dengan harga murah, apakah itu benar?" tanya Della.

Wanita itu mengerti maksudnya.

"Oh ... iya benar, Nak. Apa kebetulan kamu sedang mencari tempat tinggal?" Wanita itu bertanya dengan penasaran.

"Iya, Bu," sahut Della.

"Kalau begitu, mari ibu antar ke tempatnya langsung," sahutnya sambil menggiring Della.

Mereka berjalan di koridor yang sepi, Della mengedarkan pandangan pada gedung yang sudah tua itu. Terlihat sepi dan tak berpenghuni, tetapi anehnya semua tampak bersih meskipun pintu ditutup dengan rapat.

"Bu, apa di sini banyak penghuninya?" tanya Della memecahkan kesunyian.

"Tidak banyak, kok. Hanya beberapa saja, karena dulu pernah terjadi kebakaran, jadi mereka semua enggan tinggal di tempat seperti ini."

"Oh ... kebakaran, ya. Pantas saja gedung di atas terlihat menghitam semua, apakah di atas juga ada yang tinggal?" tanya Della lagi.

"Tidak ada yang tinggal di atas, Nak. Hanya lantai bawah ini yang di tinggali," sahut wanita itu seraya membuka pintu kamar 103.

"Nah, ini kamar kamu, silahkan masuk!" kata wanita itu dan menyuruh Della masuk.

Della masuk dan tampak keheranan. Kamar itu sangat besar sekali, ada dua kamar, dapur, kamar mandi dan ruang tamunya pun luas, tetapi kenapa sewa kosnya sangatlah murah. Della berpikir sejenak.

"Bagaimana ... kamu suka nggak?" tanya wanita itu sambil tersenyum.

Perkataannya mengagetkan Della.

"Oh, iya ... saya suka. Luas juga, ya." Della meringis memperlihatkan deretan giginya.

"Syukurlah kalau kamu suka. Sebenarnya dulu gedung ini bekas apartemen, tapi selepas kebakaran hanya seperti gedung tua dari luar. Namun, fasilitas di setiap kamar masih bagus, kok. Dijamin kamu nggak akan kecewa," jelas wanita itu.

Della mengangguk dengan gembira lalu mengeluarkan sebuah amplop.

"Ini, Bu. Uang kosan saya selama dua bulan, takut kalau saya gunakan untuk yang lain. Jadi, saya bayarkan ke Ibu dulu, ya," kata Della seraya memberi amplop ke wanita itu.

"Terimakasih, Nak. Panggil saja saya, Bu Ratna. Rumah saya di samping gedung ini, kalau ada apa-apa kamu bisa mencari saya ke sana."

"Iya, Bu, nama saya Della."

"Nak, apa kamu masih sekolah atau sudah bekerja?" tanya Ratna.

"Saya mahasiswa tahun ke tiga, Bu. Setelah lulus saya akan langsung bekerja."

"Wah, hebat, yang semangat, ya."

Ratna undur pamit. Sebelum pergi dia sempat berpesan kepada Della.

"Nak, kalau kamu tanpa sengaja mendengar suara-suara dari lantai atas, jangan di hiraukan, ya, mungkin itu suara reruntuhan di atas," kata Ratna menegaskan.

"Oh ... Iya, Bu," sahut Della mengiyakan.

Della langsung menuju ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia sempat berpikir apa rumah ini baru saja di tinggali. Karena semua perabotannya tampak begitu bersih. Ia mencoba membuka beberapa lemari di sana, tetapi semuanya kosong tak ada apa pun di sana. Della membuka kopernya dan mulai menata baju-baju yang ia bawa.


Bersambung.

Apa sebenarnya yang terjadi?
Akankah arwah penghuni gedung itu menuntut balas?
Tunggu kelanjutannya di kolom komentar.

Penulis : @piendutt
Sumber : opini pribadi





Part selanjutnya di kolom komentar
Part 2 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...5d8c6a7b42458a
Part 3 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...0928247123d574
Part 4 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...40720ce60b1d9e
Part 5 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...9fb167df326581
Part 6. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...408604236ae9d2
Part 7. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...dc6e65f904bb34
Part 8. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...787f1fd1743474
Part 9. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...b1ca35375cd23e
Diubah oleh piendutt 31-03-2022 10:05
terbitcomyt
dewiyulli07
akun.tome384
akun.tome384 dan 59 lainnya memberi reputasi
54
25.9K
183
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
pienduttAvatar border
TS
piendutt
#55
Penghuni Gedung Tua ( Part 8 )
Part 8. Della Kerasukan

Setelah membacakan beberapa mantra pada batu nisan di hadapannya, Ratna pulang untuk meneruskan ritual. Di dalam sebuah ruangan yang dipenuhi kegelapan, Ratna duduk dengan membakar kemenyan. Bibirnya yang sudah berkeriput itu tampak sibuk berkomat-kamit membaca mantra. Lalu, dia mengambil selembar foto dan membakarnya di atas bara kemenyan yang menyala. Ternyata, itu fotonya Della. Entah, darimana wanita itu bisa mendapatkannya.

Della yang sudah berjalan cukup jauh, akhirnya memutuskan pergi ke apotik untuk membeli obat pereda nyeri kepala. Tiba-tiba, dia merasa pusing layaknya dihantam benda tajam. Badannya pun mulai kedinginan dan menggigil. Sampai pegawai toko di sana ikut khawatir.

"Mbak nggak kenapa-napa, kan?"

"Iya, Mbak. Nggak papa, kok," sahut Della seraya menahan sakit.

Setelah membayar dan mendapatkan obat yang dicari, Della langsung pergi. Di pikirannya sekarang ingin kembali ke rumah. Namun, matanya sedikit berkunang-kunang dan langkah kakinya terasa berat. Itu membuatnya harus berhenti beberapa kali untuk beristirahat.

Di tempat lain.

Sebuah mobil terparkir di depan gedung tempat tinggal Della, Firman keluar dan berjalan memasuki bangunan tua itu.

"Assalamu'alaikum," ujarnya mengawali langkah agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Belum sempat ia melanjutkan perjalanan. Kakinya terhenti, manakala melihat Della berdiri tepat di atas tangga. Wanita itu tersenyum menatapnya.

"Della, ngapain kamu di situ? Bukannya kamu lagi sakit, ya?" seru Firman dari kejauhan, tetapi tidak ditanggapi oleh wanita berambut panjang itu.

Della terus berjalan menaiki tangga, sedangkan Firman ikut menyusulnya.

"Della, kamu mau ke mana? Bukannya rumah kamu di lantai bawah, ya?" Firman mengajukan pertanyaan lagi pada sang kekasih, tetapi Della tetap tak bersuara.

Lalu, wanita itu menoleh sejenak. Menatap Firman dengan wajah yang pucat, setelahnya dia masuk ke salah satu kamar di gedung tersebut. Firman masih mengejarnya.

***

Di sisi lain, Della baru sampai ke depan gedung rumahnya. Tubuhnya lemas dan berkeringat dingin. Dia berhenti sejenak sambil menata napasnya, lalu terkejut karena melihat mobil milik Firman sudah terparkir di sana.

"Loh, bukannya ini mobil Firman?" ujar Della bingung.

Della mengecek ke dalam mobil, tetapi tak melihat siapa pun.

'Ke mana perginya, Firman?' batinnya.

Dia melihat sekeliling, masih mencari keberadaan sang kekasih. Akhirnya, dia melihat sebuah pergerakan dari lantai dua. Terlihat jelas bahwa Firman sedang berlarian di sana.

"Aduh, ngapain Firman ke sana!"

Della cemas karena teringat perkataan Ratna, bahwa di lantai dua banyak puing-puing yang sudah rapuh. Tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada sang kekasih, Della pun menyusulnya. Dengan langkah yang berat, dia berusaha naik ke lantai dua. Hawa dingin tiba-tiba berembus, membuat wanita berambut panjang itu mengencangkan jaket.

"Fir ... Firman, di mana kamu!" suara Della menggema di antara reruntuhan bangunan.

Namun, tak ada sahutan sama sekali. Makin dia melangkah, hawa dingin makin kencang disertai asap putih yang entah dari mana asalnya. Saat itu juga, indera pendengaran Della menangkap suara. Ada beberapa suara yang membuat kakinya enggan melangkah.

"Tolong ... tolong aku." Suara itu samar dengan disertai isakan tangis.

"Kakak, aku di sini. Sini, yuk! Main sama aku," suara anak laki-laki disertai tawa terbahak-bahak.

"Ini saatnya tiba, kamu akan mati hari ini!" suara parau dari seorang pria dengan nada tinggi.

Suara itu terus terngiang-ngiang di telinganya, membuat sakit di kepala Della makin parah. Dengan sisa kesadarannya, dia membuka salah satu pintu di sana.

"Della, kamu ke mana aja? Aku nyariin kamu dari tadi?" Firman langsung menghujaninya dengan berbagai macam pertanyaan.

Namun, yang ditanya sudah tidak memiliki kekuatan. Della kehilangan kesadaran, tepat saat bertemu dengan sang kekasih.

"Del, Della?! Kenapa kamu bisa seperti ini? Bangun! Jangan bikin aku takut?" teriak Firman dengan cemas.

Tanpa pikir panjang Firman langsung membawa Della masuk ke kamar kosan. Firman membaringkan tubuh Della di atas ranjang. Seketika, tubuhnya mengalami pergerakan. Dia kejang-kejang sambil berteriak.

"Tidaakkkkkk! Lepasssss!" bentak Della dengan geram, matanya melotot menatap pria di hadapannya.

"Del, kamu kenapa? Coba istiqfar, Del!" ujar Firman seraya mengguncang tubuh Della.

Tiba-tiba dari arah luar beberapa orang sudah datang untuk menemui mereka berdua.

"Firman, apa yang terjadi sama Della?" tanya Dewi begitu cemas melihat keadaan temannya itu.

"Aku nggak tau, Wi. Kami berdua habis dari lantai dua dan mendadak Della pingsan," sahut Firman.

"Letakkan dia di lantai anak muda!" perintah seorang pria yang tak lain adalah Usman. Pria itu datang bersama Sukma dan kebetulan bertemu Dewi serta Nana saat hendak menjenguk Della.

"Siapa Anda?" tanya Firman yang merasa tak mengenal pria berpeci itu.

"Beliau Paman aku, Fir. InsaAllah bisa nolongin Della, sekarang kamu ikutin aja sarannya," sahut Sukma buka suara.

Setelah Firman mendengar jawaban dari Sukma, dia langsung membopong tubuh Della dan meletakkannya di lantai ruang tamu seperti arahan Usman.

"Cepat ambil garam dapur dan buat lingkaran. Ingat! Kalian jangan pernah masuk ke lingkaran itu, paham!" titah Usman kepada mereka berempat dan dijawab dengan anggukan.

Mereka berempat mencari sisa garam yang dibeli Della waktu itu, kemudian menaburkannya di sekitar tubuh Della. Lalu, setelah itu Usman memberikan sebuah tasbih ke masing-masing orang agar memegang benda itu.

"Pegang tasbih ini, usahakan kalian berzikir sebisa mungkin dan jangan sampai lengah."

"Baik Paman," sahut mereka semua.

Di tempat lain. Ratna tau kalau dia kedatangan tamu yang tidak diundang.

"Sialan! Berani-beraninya mencampuri urusanku, aku tidak akan membiarkan kalian semua keluar hidup-hidup dari tempat itu, ha ha ha!" tawanya menggelegar.

Dia mengambil satu ekor ayam berbulu hitam, lekas dengan cekatan menggorok leher ayam itu hingga mengeluarkan darah segar. Cairan merah itu menetes ke atas kemenyan, asap pun mengepul memenuhi seluruh ruangan. Ratna membaca beberapa mantra, kemudian membuka sebuah kotak dari kayu yang isinya sebuah tali.

"Sudah saatnya kamu keluar dan ikut membantuku, istri dan anakmu benar-benar tidak becus!" umpatnya sambil melotot.

Lalu sebuah asap hitam keluar dari kotak itu dan langsung terbang menuju ke kosan Della.

Usman mendekati Della dan menempelkan tasbih di kepalanya. Mendadak, tubuh Della terbang ke atas dan sebuah asap hitam langsung menyusup ke dalam tubuhnya. Usman tau itu, lalu dia menaikkan satu tangannya yang terlilit tasbih seraya berseru.

"Allahu Akhbar, Allahu Akhbar, Allahu Akhbar!" ucapnya sambil terus membaca doa.

Tiba-tiba angin berembus kencang hampir memorak-porandakan seluruh ruangan itu. Teman-teman Della saling berpegangan satu sama lain dan terus berdzikir. Tak lama kemudian tubuh Della terjatuh ke lantai dan asap hitam tadi keluar dari tubuhnya. Segumpal asap itu terbang secepat kilat kembali menghantam tubuh Ratna hingga wanita itu memuntahkan darah hitam dari mulutnya.

"Sialan!" umpat Ratna.

"Delllaaaa!" teriak Firman dan ingin mendekati tubuh sang kekasih, tetapi Usman melarang.

"Jangan kamu dekati dulu, Nak. Dia bukan Della, dia masih di alam lain."

Setelah berbicara seperti itu Della tampak bangun dan terduduk. Pandangannya tajam menatap ke arah mereka semua.

"Della ... ini kamu bukan?" tanya Dewi memberanikan diri.

Della memicingkan mata, kemudian berteriak.

"Kenapa kalian semua menggangguku! Kenapa? Tinggalkan aku dan keluargaku!" teriaknya dengan mendesis sambil kepalanya berputar-putar.

"Kami tidak akan mengganggu asal kamu keluar dari tubuh anak ini!" pinta Usman.

"Aku suka sama kakak ini, aku mau terus main sama dia," kata Della seolah-olah seperti anak kecil.

"Sepertinya ada beberapa roh yang memasukinya," kata Sukma.

"Bukannya kamu bilang, jika Della memakai kalung pemberianmu maka hal seperti ini tidak akan terjadi ?" tanya Firman.

Sukma melihat ke arah leher Della dan ternyata wanita itu tidak memakainya.

"Kurasa dia melepaskannya." Sukma menunjuk ke arah Della, Firman pun tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Sukma! Ambilkan segelas air!" pinta Usman tiba-tiba.

Mendengar perintah dari sang paman, Sukma bergegas mengambil air dan segera memberikannya. Pada segelas air itu, Usman membaca beberapa doa lalu memercikkannya ke tubuh Della.

Della berteriak histeris, merasa tubuhnya kepanasan. Asap putih juga ikut keluar dari tubuhnya, tiba-tiba tubuh Della seperti berlubang. Dari lubang itu, keluarlah beberapa belatung yang amat banyak. Semua orang yang menyaksikan peristiwa itu bergidik ngeri.

Della menatap ke arah Usman dengan wajah memelas. "Kami hanya ingin dikuburkan dengan layak, tolong kami ...." Della merintih menahan sakit.

Usman masih terus berdoa dan mengarahkan tangannya ke arah Della. Beberapa saat kemudian, Della terbaring lemas disertai dua cahaya putih yang keluar dari tubuhnya. Sukma yang tau arwah itu sudah keluar langsung mendatangi Della.

"Firman, tolong pindahkan Della ke kamar. Cepat!" perintah Sukma.

"Pasti ada sesuatu di atap rumah ini!" ucap Usman seraya mendongak ke atas. Dia curiga ada sesuatu yang aneh di gedung itu.

Firman yang mendengar Usman berkata seperti itu ikut buka suara, pria itu mengatakan siang tadi sempat naik ke lantai dua untuk mencari Della. Tepatnya di kamar 203, dia menemukan dua batu nisan bertuliskan nama Sri dan Mukhlis. Awalnya dia ingin langsung berbicara, tetapi tertahan karena masalah Della tadi. Usman pun bisa memaklumi.

"Sepertinya, aku harus melihat ke atas."

"Aku ikut Paman!" pinta Sukma.

Usman dan Sukma berjalan naik ke lantai dua, tampak angin berembus dengan kencangnya. Mereka masuk ke kamar 203 dan melihat batu nisan yang dibicarakan Firman. Di sekitarnya ada beberapa piring sesajen yang masih baru.

"Siapa orang keji yang tega melakukan semua ini, Paman?" ujar Sukma emosi.

"Pastinya orang itu menginginkan sesuatu dari mereka," jawab Usman.

"Apa yang harus kita lakukan Paman?"


Bagaimana seru nggak?

Apa yang akan dilakukan mereka selanjutnya?

Nantikan kelanjutannya, jangan lupa tinggalkan komentar ya gan/sis yang baik hati dan tidak sombong emoticon-Kiss
69banditos
microtoys
simounlebon
simounlebon dan 27 lainnya memberi reputasi
28
Tutup