Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Suka Duka Pemancing  [kumpulan cerpen kisah para pemancing]


 Siapa yang tak kenal memancing? Tentu semua orang sudah familiar dengan hobi yang satu ini. Sensasi perlawanan ikan yang berusaha melepaskan diri dari kail, sangat ditunggu oleh para pemancing. Bahkan banyak yang tak segan mengeluarkan dana yang besar hanya untuk merasakan sensasi tarikan ikan.

 Sebagian besar orang menganggapnya sebagai hobinya orang malas, tapi sebagian lagi menganggap mancing itu bisa melatih kesabaran. Tapi kenyataannya malah bertolak belakang, hanya orang sabar saja yang betah memancing berjam-jam. 

 Tapi ternyata hobi memancing juga tak luput dari kejadian konyol, lucu, misterius, horor dan bahkan tragis. Dan disini TS mencoba merangkumnya dalam suatu kumpulan cerpen kisah para pemancing dan semua kejadian yang dialami pemancing saat berusaha menangkap ikan, baik cuma untuk sekedar hobi, maupun untuk lauk buat makan malam.

 Kisah ini diambil dari cerita-cerita para pemancing, ditambah dengan banyak bumbu-bumbu fiksi. Semua nama tokoh dan nama tempat telah disamarkan. Jadi sekiranya ada kesamaan nama dan tempat, maka itu adalah suatu kebetulan saja.

Selamat membaca..



-----------------------------------




Terima Kasih


 Kriing..! Kriiingg..! Kriing…!

 Edi terbangun oleh bunyi jam weker di meja dekat tempat tidur. Memang Edi adalah orang yang nyentrik, dia lebih memilih jam weker yang ada gambar ayam mengangguk-ngangguk, daripada memakai alarm di smartphone nya. Untuk beberapa saat Edi tertegun heran.

 Bukan karena bunyi jam weker yang bikin Edi heran, karena bunyi jam weker dari dulu juga gitu-gitu aja. Edi heran karena saat itu masih jam tiga pagi! Jadi buat apa dia memasang alarm di pagi buta gini?! Lalu dia ingat kalo hari ini adalah hari minggu, dan dia sudah janjian mau memancing bersama pak Bejo di waduk utara.

 Edi mengendap-endap keluar kamar dengan perlahan agar tidak membangunkan istrinya. Karena kalau istrinya sampai ikut kebangun, maka rencana memancing hari itu akan gagal total, tentu saja istrinya tidak akan mengizinkannya untuk berangkat memancing.

 Setelah menyiapkan semua peralatan tempurnya untuk menangkap ikan, Edi gas motor hond*  bututnya menuju ke rumah pak bejo. Hawa sangat dingin menerpa, hingga dia harus pelan-pelan menjalankan motornya. Sepuluh menit perjalanan, sampailah di rumah pak Bejo, ternyata dia sudah menunggu di depan rumahnya.

Quote:


 Dengan berboncengan, mereka berangkat menuju ke waduk, membelah jalanan yang masih sangat sepi dan sedikit berkabut. Kali ini tehnik memancing yang mereka gunakan adalah tehnik yang sering disebut sebagai 'nyobok',dengan tangkai pancing yang sangat panjang yang sering disebut 'tegek', umpan yang dipakai adalah lumut, dan pemancing harus nyemplung ke air sampai sedalam dada. Ikan yang ditarget adalah ikan nila.





 Singkat cerita, mereka sampai di pasar kerbau. Meskipun baru jam 5 pagi dan matahari belum terbit, tapi pasar itu sudah sangat ramai, banyak juga para pemancing yang membeli peralatan disitu, hingga Edi dan pak Bejo harus ikut berdesakan untuk membeli lumut.

 Setelah mendapat lumut, mereka mampir di salah satu warung untuk sarapan, juga membeli nasi bungkus dan lauk untuk makan siang nanti. Beres semua urusan di pasar itu, mereka lanjut lagi perjalanan menuju ke lokasi pemancingan.

 Matahari sudah tampak di ufuk timur saat mereka tiba di pinggiran waduk. Tanpa buang waktu mereka pun mulai menyiapkan semua peralatan pancing tehnik 'nyobok'. Setelah meninggalkan tasnya di pinggir waduk, Edi langsung nyemplung ke air untuk mulai mancing, sedangkan pak Bejo masih duduk santai sambil merokok. Mendadak Edi terpekik saat kakinya menyentuh air waduk.

Quote:


 Kepalang tanggung, celananya Edi sudah basah, jadi dia nekat terusin berjalan dengan memijak di dasar air. Setelah air sudah sedalam dada, Edi mulai menebar lumut alias 'ngebom', hal ini bertujuan untuk memancing ikan nila agar mendekat ke situ. Lalu Edi memasang umpan di mata kailnya berupa lumut atau hydrilla yang panjang-panjang seperti rambut. Barulah setelah itu dia cemplungkan kailnya dengan memakai joran sepanjang 5,5 meter. 

 Setengah jam, tapi belum juga ada ikan yang nyangkut. Sementara matahari makin terasa panas. Pak Bejo terlihat sudah mulai memancing juga, berjarak sekitar 20 meter di sebelah kirinya Edi. Sedangkan 15 meter di sebelah kanan Edi ada seorang pemancing lain juga. Dia adalah seorang pemuda berusia 25 tahunan, sepantaran dengan Edi. Orang itu memakai kaos panjang berpenutup kepala alias hoodie berwarna biru. Panjang joran pancingnya sekitar 6 meteran, Cuma tiga orang itu saja yang yang memancing di spot itu.

Quote:


 Tapi harapan tinggal harapan, sampai menjelang tengah hari, Edi tidak mendapat ikan lagi, cuma satu saja yang dia dapat sejauh ini. Maka dia memutuskan untuk keluar dari air, beristirahat sambil makan siang. Edi duduk di tanah kering di pinggiran waduk dan mulai menikmati nasi bungkusnya. Tak lama kemudian, pak Bejo terlihat datang menghampiri, dia membawa tiga ekor ikan sebesar empat jari.

Quote:


 Mereka ngobrol sambil menghabiskan makan siangnya. Setelah itu merekapun kembali teruskan memancing. Edi berpindah spot menjadi lebih dekat ke pak Bejo, jarak mereka kini sekitar 10 meter. Dan orang yang memancing di sebelah kanan Edi tadi ikut berpindah di dekat Edi. Jarak mereka sama, yaitu 10 meter.

 Tiga jam berlalu, Edi sudah mengangkat dua ikan nila lagi sebesar telapak tangan, jadi jumlah perolehannya tiga ekor. Sedangkan pak Bejo dapat lima ekor, dan orang berhoodie di dekat Edi tadi cuma dapet satu ekor. Mereka mulai tampak putus asa. Dan langitpun sudah mulai mendung tebal. Maka Edi memutuskan untuk menyudahi mancing hari itu.

 Mendung menggelap dengan cepat, gelegar petir dan tiupan angin semakin kencang. Edi duduk di tanah kering di pinggir waduk, tepat dibelakang orang berhoodie tadi. Edi mempercepat kegiatannya mengepak semua peralatan pancingnya. Dan pak Bejo pun menyusulnya.

Quote:


 Belum selesai mereka packing, tau-tau hujan turun seperti dicurahkan dari langit, sangat deras disertai angin kencang dan gelegar petir tak berkesudahan. Edi dan pak Bejo segera memakai jas hujannya dan hendak beranjak meninggalkan waduk. Saat itulah mata Edi tertumbuk pada orang berhoodie yang masih aja nyemplung di air sambil asik mancing. Dengan keheranan, Edi mulai perhatikan orang itu. Dan saat orang itu mengangkat jorannya tinggi-tinggi ke udara..

 Glaaarrrr….!

 Satu kilatan petir sangat besar menyambar tepat di joran pancing orang itu. Edi dan pak Bejo berteriak keras bersamaan. Joran itu hancur berkeping-keping, sedangkan tubuh orang itu mengeluarkan asap. Perlahan tubuh itu mulai tenggelam ke dalam air sedalam dada.

 Untuk beberapa detik Edi dan pak Bejo terdiam mematung. Apa yang terjadi di depan mata mereka menimbulkan keterkejutan teramat sangat. Bandan Edi terlihat gemetaran, seumur hidup belum pernah dia melihat kejadian tragis semacam ini.

 Pak Bejo lebih dulu sadar, dia langsung berlari dan menceburkan diri ke air waduk, berenang ke arah tenggelamnya orang tadi. Lalu Edi pun menyusul. Mereka berdua menyelam sampai ke dasar, hingga akhirnya mereka menemukan tubuh orang berhoodie tadi.

Sambil berenang, Edi dan pak Bejo menyeret tubuh orang berhoodie itu ke pinggiran waduk. Dan saat tubuh orang itu sudah diangkat ke darat, Edi dan pak Bejo baru menyadari kalau orang berhoodie tadi sudah meninggal dengan tubuh yang mengerikan.

 Wajah orang itu hitam gosong, kulitnya mengelupas-ngelupas, pecah-pecah dan mengeluarkan darah, sebagian rambutnya habis seperti terbakar. Tangan kanan yang memegang joran tadi hancur sebatas pergelangan tangan, jari-jari dan telapak tangan itu seperti habis dimasukkan ke dalam mesin penggiling daging.

 Tanpa sadar Edi mundur, apa yang dilihatnya itu terlalu mengerikan. Mereka berdiri mematung di tengah curahan hujan lebat dan angin kencang, mereka terlalu shock sampai nggak tau harus berbuat apa lagi. Lima menit berlalu, dan pak Bejo segera sadar.

Quote:


 Pak Bejo membuka tasnya dan mengubek-ubek isinya, lalu dia mengeluarkan satu bungkusan plastik bening berisi hp nya. Setelah itu sia tampak bicara lewat telepon dengan berteriak, karena hujan yang sedemikan lebat membuatnya tidak bisa didengar.

 Setelah menelepon, pak Bejo mengajak Edi untuk pindah tempat, kini mereka berlindung di bawah sebuah pohon, karena sampai saat itu petir masih saja bersahut-sahutan, ditingkahi hujan lebat dan angin badai. Pak Bejo tampak mengutak-atik hpnya. Pikiran mereka nggak karuan, baru kali ini Edi melihat orang tersambar petir tepat di depan matanya, sedangkan pak Bejo baru kali ini melihat korban sambaran petir yang sedemikian parahnya.

Quote:


 Mereka lalu sama-sama terdiam, menunggu di bawah pohon itu. Sementara jasad orang berhoodie tadi masih ditinggal di tepian waduk, dibawah curahan hujan lebat. Satu jam berlalu, saat itulah sekilas mereka melihat kilatan lampu biru dan merah, lampu mobil polisi. 

 Bergegas mereka naik menuju ke jalan aspal. Disana sudah ada sebuah mobil dan dua orang polisi bersama dua orang warga sekitar. Pak Bejo menceritakan secara singkat apa yang telah terjadi, lalu mereka berenam pun kembali turun menuju waduk, menghampiri jasad orang berhoodie tadi.

 Salah satu polisi segera melakukan beberapa panggilan lewat radio, dan polisi satunya mulai menyisir daerah sekitar situ. Edi dan pak Bejo cuma duduk di tanah, tak jauh dari jasad yang tergeletak itu. Sesekali mereka menjawab pertanyaan dua polisi dan dua warga itu.

 Setengah jam berlalu, terdengarlah raungan sirene mobil ambulans. Salah satu polisi segera naik kembali ke jalan aspal. Tak lama kemudian dia balik lagi bersama dua petugas medis membawa tandu pengangkut. Bersama-sama mereka memasukkan jasad orang berhoodie ke dalam kantung mayat dan menaikkannya ke atas. Lalu dengan menggotong tandu mereka mulai beranjak naik.

 Jalan itu sangat terjal, apalagi hari lagi hujan, membuat jalan makin licin dan evakuasi itu semakin sulit saja. Edi dan pak Bejo ikut membantu mengusung tandu itu. Saat dalam perjalanan, tampak seorang warga lagi ikut bergabung, dia ikut mengangkat tandu, tepat di depan Edi. 

Langit sudah benar-benar menggelap saat mereka sampai di atas. Makin banyak mobil polisi, ambulan dan juga warga sekitar. Beberapa petugas medis kembali datang untuk ikut mengusung tandu. Maka Edi dan pak Bejo melepas tandu itu. Mereka berdua berdiri di pinggir jalan aspal. 

 Ada satu warga yang berdiri di sebelah Edi, dia adalah orang yang tadi ikut membantu mengangkat tandu, tepat di depan  Edi. Tanpa sadar Edi memperhatikan orang itu, wajahnya tertutupi hoodie dari kaos yang dipakainya. Entah kenapa perasaan nggak enak mulai merayapi hati Edi.

Quote:


 Orang itu menoleh ke arah Edi, tampa menjawab, perlahan dia membuka hoodie alias penutup kepalanya, dan dibawah penerangan lampu ambulan, terlihat jelas bagaimana wajah orang itu.

Wajah itu hitam gosong, kulitnya mengelupas dan pecah-pecah mengeluarkan darah. Dia mengangkat tangan kanannya. Dan tangan itu hancur sampai pergelangan. Orang itu adalah korban dari sambaran petir tadi! Dan sebelum pandangan Edi menggelap karena kehilangan kesadaran, masih sempat terdengar suara mengiang di telinganya.

Quote:





-----<<<{O}>>>-----



INDEX


Diubah oleh Mbahjoyo911 15-02-2022 11:58
sormin180
Ulqiora
c4kr4d3w4
c4kr4d3w4 dan 93 lainnya memberi reputasi
92
35K
1.5K
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#47
2. Cosplay hantu
Resah jiwaku.. menepi..
Mengingat semua yang.. terlewati..
Saat kau masih.. ada disini..
Mendekapku dalam hangatnya cintamu..

Lambat sang waktu.. berganti..
Endapkan laraku.. disini..
Coba tuk lupakan.. bayangan…...

Quote:


 Saat itu empat pemuda tanggung itu sedang nongkrong di lincak cakrukpinggir jalan depan SD, sambil bakar kayu buat api unggun dan main gitar dan nyanyi-nyanyi nggak jelas. Tapi makin kesini petikan gitar yang dibawakan Iwan malah makin melow aja, maka langsung di protes sama Danu.

Quote:


 Akhirnya Iwan pun meletakkan gitar yang dipegangnya. Mereka bertiga bersandar setengah rebah pada tembok pagar SD itu. Sementara Supri masih aja sibuk mengurusi api unggun agar tidak padam. Nggak ada yang bersuara, semua cuma menatap nanar pada api unggun. Sudah dua jam mereka main gitar dan "konser sendiri" di lincak cakrukitu, sampai akhirnya kehabisan lagu dan tenaga.

Quote:


 Di Antara mereka, memang Didit jauh lebih berpengalaman dalam memancing, hampir semua spot mancing telah dia kunjungi, bahkan sampai jauh di luar daerah. Segala macam tehnik memancing sudah dikuasainya, hobi memancing seakan sudah mendarah daging dalam dirinya, warisan dari bapak dan kakaknya.

 Mereka bertiga pun beranjak dari lincak cakrukitu dan menuju ke rumah Didit untuk mengambil joran dan juga senter. Sedangkan Supri malah pulang ke rumahnya. Dari rumah Didit mereka langsung jalan kaki menuju ke sungai yang jaraknya cuma 300 meter dari lincak cakruk tempat mereka nongkrong tadi.

 Sungai itu lumayan besar, terletak di pinggiran kota, dan kampung mereka memang berada di pinggiran kota. Di kiri kanan sungai itu ada tanggul penahan banjir. Dan sebelum mereka menaiki tanggul itu, terlebih dahulu mereka mampir di angkringan pak Tarto yang berada dekat dengan tanggul itu. Memang angkringan pak Tarto ini buka sampai subuh.

 Setelah melewati tanggul, mereka masih harus mampir ke wc umum di pinggiran kali. Bangunan kecil ini belum bisa disebut WC karena cuma berdinding anyaman bambu (gedhek) pada keempat sisi dengan tinggi satu setengah meter, berbentuk kubus tanpa atap genteng sama sekali, hingga kalo ada orang berdiri di dalamnya masih akan kelihatan dari luar. Sedangkan saluran pembuangannya langsung mengarah ke sungai. Di dekat wc inilah biasanya para pemancing mencari cacing.

Quote:


 Sebentar kemudian mereka bertiga mulai sibuk mengorek-ngorek tanah di dekat wc itu. Dengan penerangan senter, mereka bisa melihat banyak sekali cacing yang bergerombol, hingga dalam waktu singkat mereka sudah mendapat banyak. Tiba-tiba..

 Krucuk..! Krucuk..! Krucuk..!

 Terdengar suara gemericik air dari dalam wc itu. Mereka hentikan kegiatan dan saling berpandangan. Tapi kemudian suara gemericik air itu menghilang, dan mereka teruskan lagi mencari cacing. Tapi lagi-lagi terdengar suara gemericik air itu, malam yang sangat sepi membuat suara itu jadi terdengar sangat jelas. Kembali mereka berpandangan.

Quote:


 Tapi Didit tidak percaya dengan omongan Danu itu, dia tau betul daerah situ, warga nggak ada yang berani buang hajat di sungai kalau waktu sudah larut malam. Didit jadi penasaran, maka dia berdiri dan melongok melalui atas dinding wc yang rendah itu.

 Tiba-tiba muncul sebuah kepala berambut putih dari dalam wc itu. Didit sorotkan senternya pada kepala itu, dan tampaklah seraut wajah berkeriput dari nenek-nenek yang sudah sangat tua, ditambah rambut panjang putih riap-riapan, hingga membuat kepala itu tampak sangat menyeramkan.

Quote:


 Lalu sebuah ember kosong tampak melayang dari dalam wc ke arah tiga pemuda tanggung itu, sepertinya kemarahan si nenek sudah sampai ke ubun-ubun. Sontak ketiga pemuda itu segera lari tunggang-langgang, meskipun saat berlari itu Iwan dan Danu masih aja terus tertawa ngakak. 

 Mereka berlari ke arah hilir sungai, tempat mancing yang akan mereka datangi. Sampai di tepian tebing sungai, mereka berhenti untuk menarik napas, karena saat itu napas mereka seperti sudah mau putus. Sesekali masih terdengar tawa dari Iwan dan Danu.

Quote:


 Merekapun menuruni tebing tanggul setinggi 3 meter dengan kemiringan 45 derajat. Saat itu sungai sedang surut, jadi mereka harus menuruni tebing itu untuk bisa sampai di tepian air. Tepat di atas tebing itu terdapat gerumbulan semak belukar lebat setinggi satu meteran, hingga orang tidak bisa melihat ke arah air sungai dari atas tebing.

 Mereka duduk di tanah kering di tepian kali dan mulai memasang umpan. Tehnik memancing yang dipakai adalah pathetan,dengan memakai joran sepanjang 1,5 meter yang ujungnya sangat kecil dan lentur, hingga menjadi sangat sensitif terhadap tarikan ikan paling lemah sekalipun.

 Senar pancing tipis yang panjangnya sama dengan panjang joran, dengan timah pemberat yang kecil saja, ditambah mata kail berukuran kecil pula. Tanpa memakai pelampung, hingga umpan berada di dasar air. Tehnik ini dipakai pada air yang mengalir dan bisa juga pada air yang berarus deras.

 Baru seperempat jam kail masuk ke dalam air, Didit sudah berhasil mengangkat seekor ikan tawes alias putihan sebesar telapak tangan. Semangat mereka makin tinggi. Dan tak lama kemudian giliran Iwan dapet ikan gabus sebesar pergelangan tangan.

 Krosak..! Krosaak..! 

 Plungg..! Plungg..!

 Terdengar suara berisik dari arah gerumbulan semak belukar di atas tebing, disusul suara batu kerikil yang jatuh ke air. Karena semua lagi konsentrasi pada pancing masing-masing, mereka tidak memperhatikannya. Tapi kemudian terdengar lagi suara batu kerikil yang dilempar ke air, dan kali ini lebih banyak, hingga membuat Didit jadi nggak konsen dalam memancing.

Quote:


 Mereka bertiga pun menoleh ke atas tebing berbarengan. Dan saat itulah semak belukar di atas merek bergerak-gerak dengan hebat disertai suara berisik. Mereka sorotkan lampu senter ke arah situ. Justru saat itulah muncul sebuah kepala berbalut kain putih dengan jambul diatasnya, dan wajahnya berwarna sangat putih seperti kapur!

Quote:


 Byuurrr..!

 Saking paniknya, tanpa pikir panjang Didit langsung nyebur ke air sungai, sementara Danu langsung berlari ke arah hulu. Tapi Iwan malah terbengong memandangi kepala pocong itu, senternya masih diarahkan pada wajah si pocong. Tampak kain putih yang membalut kepala itu tidak sepenuhnya putih, tapia ada garis-garis birunya juga. Tidak mungkin pocong memakai kain putih bergaris biru!

Quote:


 Supri dan Danu turun dari tebing dan menuju ke tepian air. Mereka lanjut memancing lagi sambil terus tertawa-tawa. Sementara Didit harus rela mancing dengan berbasah-basahan di tengah malam yang dingin itu, disertai gerundelan yang nggak henti-henti keluar dari mulutnya.

Quote:


 Bergantian mereka bertiga bercerita pada Supri soal tragedi ember terbang tadi. Pinggiran sungai itu makin ramai oleh suara tawa empat pemuda tanggung itu. Untung aja nggak ada orang lain, kalo ada yang mendengar tawa mereka, pasti dikira para hantu  lagi berpesta di pinggiran sungai.emoticon-Hammer

 Dua jam berlalu, ikan yang didapat sudah cukup banyak, lima ekor tawes, tiga ekor gabus dan satu ekor lele kecil sudah dalam genggaman.  Didit melihat jam di hp nya menunjukkan angka setengah dua malam, dia merasa makin kedinginan saja. Jadi diapun mengajak teman-teman untuk menyudahi acara mancing malam itu.

Quote:


 Mereka mulai mengemasi peralatan pancing dan juga membersihkan ikan dengan air sungai. Selesai semuanya, mereka bangkit berdiri dan mulai melangkah pulang. Dan saat itulah kembali terdengar suara berisik dari arah atas tebing, dan gerumbulan semak itu terlihat bergerak-gerak seperti ada yang menggoyangkannya.

Quote:


 Dan tau-tau saja bulu kuduk mereka mulai meremang, mereka baru ingat kalo malam itu adalah malam jum'at. Saat itulah muncul suatu bayangan putih di antara gerumbulan semak di atas tebing, sosok berbalut kain putih setinggi manusia dengan ikatan di atas kepala dan di kakinya. Pocong!

 Belum sempat mereka berlari, sosok pocong itu mengambang perlahan ke atas setinggi dua meter dari puncak tebing, lalu dia melayang ke depan, mengambang diatas air dan menyeberangi sungai, hingga akhirnya menghilang di antara pepohonan di seberang sungai.

 Untuk beberapa detik tempat itu jadi sunyi, keempat pemuda tanggung itu bahkan tidak bergerak dari tempatnya, tapi mereka merasa gemetaran di tubuh masing-masing. Bahkan tanpa sadar Didit menggenggam erat tangannya Iwan. Tapi kemudian Iwan lah yang pertama kali sadar.

Quote:


 Memang Iwan lah yang paling berani diantara mereka. Dia mulai melangkah perlahan menaiki tebing sungai itu, lalu disusul ketiga temannya. Tanpa ngomong apa-apa mereka terus berjalan ke arah tanggul. Tanpa sadar langkah mereka makin cepat saja, hingga saat tiba di tanggul, mereka tancap gas lari tunggang langgang menuju rumah masing-masing.

 Rumah Supri terletak paling jauh dari sungai itu, jadi dialah yang terakhir sampai di rumah. Sebelum membuka pintu, Supri berhenti sebentar untuk menarik napas. Seumur hidup dia belum pernah berlari sekencang tadi, hingga membuat napasnya ngos-ngosan.

 Setelah napasnya mulai normal, Supri lalu membuka pintu dan memasuki rumahnya. Kemudian dia balik badan untuk menutup pintu itu. Saat itulah, tepat di depan pintu, tampak satu sosok berbalut kain putih dengan ikatan jambul di kepalanya!

 Wajah sosok pocong itu hitam gosong, daging dan kulit wajah sudah mulai membusuk dan dikerubungi banyak belatung, mata bolong hitam tanpa bola mata, dan pipi yang sudah menjadi tengkorak.

 Ternyata makhluk pocong itu telah mengikuti Supri mulai dari pinggiran sungai sampai ke rumahnya, karena dialah yang tadi telah ber-cosplay menjadi pocong. Supri tercekat, dia hendak berteriak, tapi sebelum suaranya keluar, kesadarannya telah menghilang lebih dulu..



-----<<<{O}>>>-----


Diubah oleh Mbahjoyo911 15-02-2022 11:54
lovearzfi
pecong3
adindadita
adindadita dan 63 lainnya memberi reputasi
64
Tutup