pienduttAvatar border
TS
piendutt
Penghuni Gedung Tua, Jangan Baca Sendirian
Konten Sensitif


Penghuni Gedung Tua


Part 1. Tragedi

Terdengar suara langkah orang berjalan di malam yang sunyi. Seorang wanita tengah berdiri tepat di depan pintu apartemen, tangannya yang lincah merogoh tas untuk mencari kunci. Samar-samar ia mendengar suara dari belakang tubuhnya. Karena penasaran, ia berbalik untuk sekedar mengecek suara apakah itu. Ternyata suara itu berasal dari kamar 203, tampak pintu di kamar itu terbuka sedikit. Tergerak hatinya untuk mengintip dari celah-celah pintu.

Terlihat bocah cilik yang terduduk di kursi dengan kepalanya berlumuran darah. Tak lama kemudian ada seorang wanita yang terseok-seok menyerat kakinya yang terluka. Ia merangkak menghampiri bocah cilik itu dengan menahan perih. Samar-samar dari bibirnya mengeluarkan suara yang bergetar.

"Anakku ... Anakku ...."

Tiba-tiba kaki wanita itu ditarik oleh seorang pria berumur 40-an. Ia langsung mengayunkan kapak dan menghantamkannya ke tubuh wanita itu tanpa belas kasihan sama sekali. Darah pun berceceran memenuhi seisi rumah. Pria itu tersenyum sembari mengusap tetesan darah pada wajahnya.

Sontak aksi tersebut membuat wanita yang mengintip tadi terkejut, hampir saja berteriak tetapi dengan cepat ia menutup mulutnya. Namun, sayangnya. Pria yang memegang kapak tadi merasakan kehadirannya. Baru saja wanita itu berdiri dan enggan pergi dari sana, tiba-tiba rambutnya ditarik secara paksa untuk masuk ke kamar tersebut. Pria itu dengan pintarnya membungkam mulut si wanita agar tidak bersuara, kemudian menghempaskan tubuhnya ke tembok.

"Tolong ampuni saya! Saya janji tidak akan mengatakan apa pun, tolong!"

"Kamu sudah terlanjur melihat semuanya!"

Tanpa pikir panjang lagi, pria itu segera mengayunkan kapak ke leher wanita tadi. Ditebasnya leher itu hingga hampir terpisah dari badan. Sang wanita tewas bersimbah darah.

Setelah semua perlakukan itu, ia langsung mengambil bahan bakar. Disiramnya seluruh ruangan kemudian menyalakan api. Membuat seolah-olah terjadi kebakaran untuk menghilangkan semua bukti. Karena pada saat itu tengah malam dan seluruh penghuni sudah tertidur pulas. Alhasil kobaran api makin besar dan melahap hampir 80% dari gedung itu beserta seluruh penghuninya.

Keesokan harinya, terlihat pemadam kebakaran, polisi dan juga mobil ambulance telah membanjiri area itu. Mereka berbondong-bondong untuk memadamkan api yang masih berkobar-kobar.

Di tengah keramaian itu, seorang remaja yang berpakaian seragam SMA menerobos lautan manusia yang sedang menyaksikan kebakaran itu. Namun, aksinya dihentikan oleh pihak keamanan di sana.

"Pak, izinkan saya masuk. Orang tua saya ada di dalam sana, Pak."

"Tidak bisa, Dek. Di dalam masih berbahaya," tolak pria berseragam polisi itu dengan tegas.

Tangisan remaja itu memecah seraya memanggil nama kedua orang tuanya.

Beberapa Minggu kemudian, setelah kejadian kebakaran itu. Pria yang telah membunuh istri dan juga anak semata wayangnya itu ditemukan gantung diri di kamar 203 tanpa tahu alasan sebenarnya.

***

3 tahun kemudian.

Panggil saja Della. Ia seorang mahasiswa yang sedang membuat skripsi terakhirnya.

Tampak ia sedang menggeret koper dan berdiri di depan gedung yang sudah cukup tua. Seorang wanita paruh baya mendatanginya.

"Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" tanya ibu itu dengan senyum yang merekah.

"Begini, Bu," ujar Della sambil mengeluarkan ponselnya. "Saya lihat, di internet kalau Ibu menyewakan kamar kosan dengan harga murah, apakah itu benar?" tanya Della.

Wanita itu mengerti maksudnya.

"Oh ... iya benar, Nak. Apa kebetulan kamu sedang mencari tempat tinggal?" Wanita itu bertanya dengan penasaran.

"Iya, Bu," sahut Della.

"Kalau begitu, mari ibu antar ke tempatnya langsung," sahutnya sambil menggiring Della.

Mereka berjalan di koridor yang sepi, Della mengedarkan pandangan pada gedung yang sudah tua itu. Terlihat sepi dan tak berpenghuni, tetapi anehnya semua tampak bersih meskipun pintu ditutup dengan rapat.

"Bu, apa di sini banyak penghuninya?" tanya Della memecahkan kesunyian.

"Tidak banyak, kok. Hanya beberapa saja, karena dulu pernah terjadi kebakaran, jadi mereka semua enggan tinggal di tempat seperti ini."

"Oh ... kebakaran, ya. Pantas saja gedung di atas terlihat menghitam semua, apakah di atas juga ada yang tinggal?" tanya Della lagi.

"Tidak ada yang tinggal di atas, Nak. Hanya lantai bawah ini yang di tinggali," sahut wanita itu seraya membuka pintu kamar 103.

"Nah, ini kamar kamu, silahkan masuk!" kata wanita itu dan menyuruh Della masuk.

Della masuk dan tampak keheranan. Kamar itu sangat besar sekali, ada dua kamar, dapur, kamar mandi dan ruang tamunya pun luas, tetapi kenapa sewa kosnya sangatlah murah. Della berpikir sejenak.

"Bagaimana ... kamu suka nggak?" tanya wanita itu sambil tersenyum.

Perkataannya mengagetkan Della.

"Oh, iya ... saya suka. Luas juga, ya." Della meringis memperlihatkan deretan giginya.

"Syukurlah kalau kamu suka. Sebenarnya dulu gedung ini bekas apartemen, tapi selepas kebakaran hanya seperti gedung tua dari luar. Namun, fasilitas di setiap kamar masih bagus, kok. Dijamin kamu nggak akan kecewa," jelas wanita itu.

Della mengangguk dengan gembira lalu mengeluarkan sebuah amplop.

"Ini, Bu. Uang kosan saya selama dua bulan, takut kalau saya gunakan untuk yang lain. Jadi, saya bayarkan ke Ibu dulu, ya," kata Della seraya memberi amplop ke wanita itu.

"Terimakasih, Nak. Panggil saja saya, Bu Ratna. Rumah saya di samping gedung ini, kalau ada apa-apa kamu bisa mencari saya ke sana."

"Iya, Bu, nama saya Della."

"Nak, apa kamu masih sekolah atau sudah bekerja?" tanya Ratna.

"Saya mahasiswa tahun ke tiga, Bu. Setelah lulus saya akan langsung bekerja."

"Wah, hebat, yang semangat, ya."

Ratna undur pamit. Sebelum pergi dia sempat berpesan kepada Della.

"Nak, kalau kamu tanpa sengaja mendengar suara-suara dari lantai atas, jangan di hiraukan, ya, mungkin itu suara reruntuhan di atas," kata Ratna menegaskan.

"Oh ... Iya, Bu," sahut Della mengiyakan.

Della langsung menuju ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia sempat berpikir apa rumah ini baru saja di tinggali. Karena semua perabotannya tampak begitu bersih. Ia mencoba membuka beberapa lemari di sana, tetapi semuanya kosong tak ada apa pun di sana. Della membuka kopernya dan mulai menata baju-baju yang ia bawa.


Bersambung.

Apa sebenarnya yang terjadi?
Akankah arwah penghuni gedung itu menuntut balas?
Tunggu kelanjutannya di kolom komentar.

Penulis : @piendutt
Sumber : opini pribadi





Part selanjutnya di kolom komentar
Part 2 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...5d8c6a7b42458a
Part 3 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...0928247123d574
Part 4 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...40720ce60b1d9e
Part 5 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...9fb167df326581
Part 6. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...408604236ae9d2
Part 7. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...dc6e65f904bb34
Part 8. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...787f1fd1743474
Part 9. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...b1ca35375cd23e
Diubah oleh piendutt 31-03-2022 10:05
terbitcomyt
dewiyulli07
akun.tome384
akun.tome384 dan 59 lainnya memberi reputasi
54
25.9K
183
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
pienduttAvatar border
TS
piendutt
#47
Penghuni Gedung Tua (Part 6 )
Part 6. Menangkal Setan

Della bertanya pada salah satu teman yang duduknya tidak jauh dari Sukma. Wanita itu mengatakan bahwa Sukma izin tidak masuk kuliah karena mengantarkan neneknya berobat.

"Rin, kamu tahu alamat rumah Sukma?"

"Aku nggak tahu, Del. Coba kamu tanya sama Bu Dosen."

Tidak menunggu lama, Della langsung ke ruangan para dosen. Untungnya salah satu dari mereka mau memberikan alamat Sukma kepadanya. Tidak sengaja, Dewi yang saat itu mengumpulkan tugas kuliah ikut memperhatikan temannya itu.

Di kantin, Della dan teman-temannya sedang duduk menikmati makanan. Hari itu ada Firman dan Rudi juga.

"Del, sejak kapan kamu jadi deket sama Sukma?" tanya Dewi dengan sinis karena mendengar temannya itu meminta alamat pada salah satu dosen.

"Hah, nggak juga, kok. Aku memang lagi ada perlu sama dia aja," jawab Della beralasan.

"Kamu sendiri tau, kan. Kalau Sukma itu radak aneh orangnya, jadi aku nggak mau kamu ikutan aneh kayak dia!" cetusnya lagi.

"Apa salahnya, Wi. Lagian, kita semua di sini juga satu kampus," timpal Firman membela sang kekasih yang mulai terpojokkan.

Dewi tetap merasa tidak senang kalau temannya itu bergaul dengan Sukma, wanita aneh dari kampus itu. Namun, dia tak bisa menghentikan keinginan Della untuk pergi ke rumah Sukma. Sedangkan Nana hanya memeringatkan untuk berhati-hati saat di perjalanan nanti.

"Aku anterin kamu, ya?" pinta Firman seraya memegang tangan sang kekasih.

Della hanya mengangguk cepat. Lega rasanya karena Firman selalu ada di sisinya.

Sore harinya, Della dan Firman pergi ke rumah Sukma dengan mengikuti alamat yang diberikan bu dosen. Sempat tersesat beberapa kali karena rumahnya agak sulit dicari, sampai Firman harus bertanya ke beberapa orang untuk memastikan alamat itu benar atau tidak.

Setelah hampir 1 jam lamanya, mereka tiba di depan sebuah rumah joglo dengan gaya bangunan kuno. Di depan rumah itu terlihat seorang nenek yang sedang duduk santai di kursi goyang. Awalnya sang nenek duduk tenang dengan menatap langit-langit rumah. Namun, setelah merasakan kehadiran Della dan Firman yang mendekati rumah itu. Dia buru-buru bangkit dengan wajah cemas.

Sang nenek berlari masuk ke rumah, Della dan Firman tampak kebingungan. Tak lama kemudian nenek itu keluar lagi membawa sebuah plastik di tangan, ternyata itu adalah garam. Gegas, menggunakan tangannya yang telah berkeriput. Sang nenek melemparkan butiran garam ke tubuh dua orang yang tidak dikenalnya sambil berteriak-teriak.  

"Minggato dedemit! Koe ora ditompo nang omahku, ojo ganggu putu-putuku!" Nenek itu terus berbicara dengan bahasa yang tidak bisa dicerna oleh Sukma dan Firman sambil tangannya masih melempari garam.

Kedua orang tadi yang dilempari garam saling berpandangan, bingung, aneh dan tidak mengerti dengan aksi wanita tua itu. Sukma yang mendengar ada keributan segera keluar untuk melihat keadaan. Dia ikut terkejut karena melihat siapa yang datang.

"Apa yang membawa kalian ke sini?" tanya Sukma sembari menghidangkan dua gelas teh hangat untuk mereka.

Della mengeluarkan sebuah USB dan memberikan benda itu kepada Sukma.

"Aku ingin mengembalikan ini, aku sudah melihatnya dan mengerti sekarang," sahut Della.

"Sukma, sebenarnya apa yang dilakukan nenekmu tadi? Kenapa beliau melempari kami dengan garam?" tanya Firman penasaran.

"Agar mereka tidak ikut masuk ke dalam rumah ini," jelas Sukma sambil menatap sesosok wanita yang sedang duduk di jok belakang mobil milik Firman.

"Maksud kamu?" Della masih belum paham.

"Salah satu dari mereka sudah mengikuti kalian," jelas Sukma.

Firman terkejut, meskipun dirinya masih belum bisa percaya dengan ucapan Sukma. Namun, wanita itu seperti tidak sedang berbohong, apalagi menyangkut mahkluk halus.

"Apa anak kecil itu lagi?" tanya Della.

"Bukan, kali ini seorang perempuan yang berumur 30 tahunan."

"Sepertinya, aku harus pindah dari gedung itu," kata Della lirih.

"Sudah terlambat, mereka sudah terikat padamu. Ke mana pun kamu pergi, mereka akan ikut," timpal Sukma.

"Apa! Lalu aku harus bagaimana Sukma?" tangis Della memecah karena takut. "Semalam aku pun mulai di ganggu mereka, ketika aku salat mereka tepat berada di hadapanku. Aku takut, aku nggak tau harus bagaimana lagi."

Firman mendekati Della, berusaha menenangkan sang kekasih. Sukma menghela napas sejenak kemudian masuk ke kamar untuk mengambil sesuatu. Setelah itu, dia kembali dengan membawa sebuah kotak di tangan. 

"Rasanya ... aku sudah tidak membutuhkan ini. Pakailah! Ini adalah kalung pemberian dari eyangku dulu, kalung ini telah menyelamatkanku dari mereka yang berniat jahat. InsaAllah kamu akan baik-baik saja," ujar Sukma seraya memberikan kotak itu.

"Makasih, Sukma." Della pun menghentikan tangisnya.

"Satu lagi, sebelum pulang belilah beberapa garam. Ketika sampai di rumah taburkan garam itu di depan pintu rumahmu agar mereka tidak bisa masuk, lalu di depan pintu kamar dan di semua jendela juga. Ingat itu!" pesan Sukma padanya.

"Baiklah."

Sebelum pergi Della sempat menanyakan perihal mengapa Sukma bisa tau banyak tentang gedung itu.

"Dulu kedua orang tuaku tinggal di sana dan meninggal karena kebakaran yang terjadi di gedung itu. Kakakku yang bertugas pada saat itu tidak terima karena kasusnya segera ditutup begitu saja tanpa diselidiki apa penyebab utamanya. Di sela-sela kakakku mencari info tentang kecelakaan itu, tak berapa lama ... dia ditemukan tergantung di kamar 203. Aku benar-benar terpukul hingga akhirnya merelakan dan mengubur semua kenangan pahit itu," tangis Sukma ikut memecah.

"Maafkan aku, karena membicarakan hal ini," kata Della.

"Nggak papa, kok. Aku sudah lama melupakannya."

"Della, kayaknya kita harus cepet pulang. Ini udah mau Magrib," ajak Firman dan mengakhiri perbincangan mereka.

Sepasang kekasih itu pun berpamitan, Sukma masih menatap kepergian mereka dengan harapan tidak terjadi hal yang buruk. Tampak sesosok wanita yang duduk di jok belakang menoleh ke arahnya, sosok itu menggoyang-goyangkan kepalanya tanda tidak menyukai kehadiran Sukma.

Di dalam mobil, terjadi perbincangan serius di antara keduanya.

"Del, sebaiknya kamu pakai sekarang aja kalung pemberian Sukma itu," perintah Firman.

Della menggangguk tanda setuju, Firman segera memakaikan kalung pemberian Sukma ke leher sang kekasih. Mendadak, hembusan angin dingin yang entah dari mana asalnya melintas melewati tubuh keduanya bersama lenyapnya sosok mengerikan yang bersemayam pada mobil itu. Mereka berdua tersentak, kemudian melihat sekeliling. Hening, tak ada pergerakan apa pun.

"Sebaiknya kita cepat pergi dari sini!" Firman menancap gas tak ingin berlama-lama di tempat itu.

Sesampainya di depan gedung rumah yang ditinggali Della. Firman pun undur pamit, tak lupa dia berpesan pada sang kekasih jika ada hal penting langsung saja menghubunginya.

Sepeninggal Firman, Della berjalan membawa sekantong plastik besar berisikan garam. Sebelum memasuki rumah, dia menaburkan garam itu tepat di depan pintu rumahnya. Lalu masuk dan menaburkan di beberapa tempat juga sesuai dengan arahan Sukma. Tak boleh ada tempat yang terlewat, setelah semua pekerjaan yang melelahkan itu. Della pergi mandi, kemudian membenamkan tubuhnya ke bawah selimut.

Tiga jam berlalu, manik hazelnut milik Della masih tak mau terpejam. Jam menunjukkan pukul 00.00, senyap dan sunyi. Hanya ada suara gesekan daun serta beberapa hewan malam yang saling bersahutan. Tiba-tiba, pintu depan rumah Della tampak digedor beberapa kali, makin keras dan keras. Seperti seseorang berusaha membuka pintu itu dengan paksa. Della berusaha tak menghiraukannya. Dia tetap kekeh bersembunyi di bawah selimut.

Kemudian, berpindah ke seluruh jendela ikut digedor dengan keras. Della menutup kedua telinganya tak ingin mendengarkan suara yang berisik itu. Lalu yang terakhir, adalah pintu kamar milik Della yang juga ikut digedor dengan keras. Wanita itu menangis terisak-isak menahan jeritannya. Dia berharap semua ini segera berakhir. Tetesan air matanya terus menggenang, membasahi seluruh badan. Hingga tak terasa pagi pun menyambutnya dengan suara ayam berkokok.
YossudarsoBoy92
69banditos
minerva.chilli
minerva.chilli dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup