Pikiranku menerawang, mencoba mengingat kembali semua peristiwa yang sudah aku dan putriku lalui. Masih teringat jelas dalam ingatanku semua peristiwa tidak masuk akal yang selalu menjadi santapanku sehari-hari. Bersinggungan dengan peristiwa gaib yang hampir membuat otakku menjadi gila!
Malam itu terasa aura mistis yang berhembus sampai membuat bulu kuduk merinding. Suasana di dalam rumah terasa begitu mencekam dan menegangkan.
Suara itu... Ya suara itu!!!
Suara denting piano mulai terdengar menggema di seluruh ruangan, seingatku piano mainan putriku sudah kumatikan dari sebelum adzan magrib berkumandang. Gendis yang sedang tertidur lelap tiba - tiba terbangun, dirinya tampak gelisah dan mulai terdengar tangisan dari bibir mungilnya.
"Aaarrghh...!!! Kenapa kalian tidak pernah berhenti mengganggu anakku? Apa kesalahan putriku terhadap kalian?"
Kehidupanku dulu berjalan normal hingga kehadiran putriku membuat semuanya berubah. Mereka sangat menantikan kehadiranmu, mereka begitu menyambutmu! Apa yang membuat mereka begitu tertarik denganmu putri kecilku?
Gendis adalah nama yang kuberikan untuk putriku tercinta. Anak yang sudah kutunggu hampir sepuluh tahun lamanya. Dari awal kelahirannya, banyak peristiwa aneh yang terjadi. Kehadiran Gendis seperti sudah sangat ditunggu oleh mereka. Putriku sangat rewel, dia selalu menangis dan menjerit histeris ketakutan setiap saat.
Bagaimanakah proses perjalanan hidup Gendis selanjutnya? Bisakah ia terbebas dari semua rasa ketakutan yang selalu menghantui dirinya? Akankah putriku bisa menjalani hidup normal seperti anak kecil lainnya? Dan kapankah semua ujian ini akan berakhir?
Ini kisah Gendis anakku yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidupku...
Thread ini aku dedikasikan untuk putriku tercinta yang bernama "Gendis". Semoga kelak ketika dirimu sudah tumbuh dewasa, kamu bisa membaca kisah yang mama tulis berdasarkan pengalaman yang kita lewati setiap harinya. Cerita ini merupakan kisah perjuangan seorang Ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya yang indigo.
Dulu aku hampir menyerah, aku sudah terlalu lelah menghadapi semua peristiwa yang tidak masuk akal. Mentalku sudah tidak kuat menghadapi semua gangguan-gangguan itu sendirian. Namun aku salah! Ternyata aku lebih kuat dari dugaanku selama ini! Itu semua karena rasa kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya tercinta.
Pesan mama untuk Gendis "Jika saatnya tiba tolong pergunakan kemampuanmu untuk membantu sesama". Enjoy the process dan ingat kamu tidak pernah sendirian! Mommy loves u!
Terima kasih ya Ndis sudah mengijinkan mama untuk menuliskan kisahmu.
Quote:
Doa dari Mas Yus untuk Gendis
Kisah ini berdasarkan kisah nyata yang aku dan Gendis alami.
Untuk update diusahakan setiap hari Senin dan Kamis ( dikondisikan dengan RL).
Mohon maaf kalau susunan kalimatnya kurang enak dibaca. Karena ini pertama kalinya aku menulis cerita.
Selamat menikmati thread ini, jangan lupa ratenya, komen n ... Terima kasih.
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak meng Copy Paste cerita ini Tanpa Seijin Gendis. Terima kasih
"Kemudian aku mengambil puzzle abjad kecil dan mulai mengajari Gendis. Tepat seperti dugaanku, aku tak butuh waktu lama untuk mengajari anakku tercinta. Daya tangkapnya luar biasa cerdas. Dengan cepat ia bisa menghapal semua huruf abjad kecil. Aku sampai ternganga keheranan dibuatnya. Aku dan suamiku memandang kagum sekaligus bangga ke arah putri semata wayang kami tercinta.
Keesokan harinya setelah suamiku berangkat kerja dan aku sedang menemani Gendis bermain mobil-mobilan di teras.
"Tingg..!" Terdengar notifikasi pesan masuk di ponsel.
Aku meraih handphone yang tergeletak di atas meja, ku lihat notifikasi di layar kalau teman sekolahku yang bernama Puji mengirimku pesan. Segera ku usap layar ponsel dan membaca isi chatnya.
"Imaaa.. kangeenn!! Kamu lagi ngapain?" Sapa temanku melalui pesan singkat Whatsapp.
Aku tersenyum tipis dan segera mengetikkan jari, membalas Whatsapp Puji.
"Aku nggak kangen! Rugi amat ngangenin cewek. Aku lagi jagain nyonya di teras" jawabku sambil bercanda.
"Iihss jahat..!! Aku kangen ponakanku yang gendut dan lucu. Pengen banget main ke rumahmu, boleh nggak?"
"Nggak!! Aku malas masak! Aku nggak suka kalau rumahku jadi kotor dan berisik!"
Masih centang dua, Puji belum membaca pesanku. Gendis berlari-lari kecil menghampiriku. Ia menatapku dengan tatapan menyelidik.
"Mama agi wa ama emen mama ya?" (Mama lagi wa sama teman mama ya)
"Iya ini mama lagi wa an sama teman sekolah mama. Memangnya kenapa Ndis?"
"Emen mama, awe ya?" (Temen mama, cewek ya) Gendis menatapku dengan tatapan lugu penuh tanda tanya.
"Iya, teman mama perempuan. Kok Ndis tahu?"
"Emen mama, adanna ede y? Ake acaata?" (Temen mama badannya gede ya. Pakai kacamata)
"Eh, Gendis tahu dari mana??"
"Emen mama uga ake ilbab aya mama?" (Temen mama juga pake jilbab kaya mama)
"Kok bisa bener gini Ndis?" Sahutku penuh tanda tanya.
"Oba Dis iat otona" (Coba Gendis lihat fotonya)
Aku membuka foto profile Puji dan memperlihatkanmya ke putriku. Gendis tertegun sejenak, mengamati wajah temanku yang mengenakan jilbab berwarna coklat muda dan mengenakan kacamata minus.
"Emen mama ecepian. Atina angis!!" (Temen mama kesepian. Hatinya menangis!) Ujarnya sambil berlari meninggalkanku dan kembali bermain mobil-mobilan.
Aku yang tidak begitu saja mempercayai ucapan Gendis, segera mengirim pesan ke temanku. Kuceritakan semua ucapan Gendis sambil menyisipkan emoticon orang tertawa. Karena bagiku ucapan Gendis sangat tidak masuk akal sama sekali.
Sekitar lima belas menit kemudian, Puji tampak sudah membaca chat yang ku kirim. Ia tampak online namun tidak juga membalas pesanku. Menit berubah menjadi jam namun tak ada pesan masuk. Hatiku mulai diselimuti perasaan gelisah. Aku takut jika isi chatku sudah menyinggung perasaannya. Aku menghembuskan nafas kasar.
Dengan perasaan resah dan bersalah, aku mulai menyibukkan diri bermain bersama putriku. Setelah hampir sejam lebih, akhirnya terdengar notifikasi pesan masuk.
"Tiing"
Ku lihat Puji membalas pesanku. Dengan cepat, aku segera membaca pesannya.
"Maaf kalau aku lama balasnya" tulis Puji singkat.
"Puji, maaf banget ya kalau ada ucapan Gendis yang sudah membuatmu tersinggung"
Kulihat Puji hanya membaca pesananku. Tak lama kemudian kuperhatikan dia sedang menulis.
"Nggak apa-apa Ma. Aku nggak tersinggung kok"
"Alhamdulillah" jawabku dengan perasaan lega.
"Cuma..."
"Cuma kenapa???" Tolong jujur dong! Ima jadi nggak enak hati nih sama Puji!"
"Aku cuma heran. Kok Gendis yang tidak pernah kenal aku, tidak tahu keseharian aku tapi ia bisa tahu kalau aku kesepian!"
"Deg..!" Jantungku berdesir halus.
"Masa sih ucapan Gendis benar?" Batinku.
Aku tahu betul bagaimana kehidupan Puji. Teman sekolahku ini terlahir dari keluarga yang kaya raya. Dulu ketika kami masih sekolah, kemanapun ia pergi, Puji selalu dikawal ketat oleh dua orang bodyguard. Ia juga melanjutkan kuliah di dua Universitas swasta yang terkenal elit dan mahal.
Setelah Puji menyelesaikan kuliah, kemudian ia menikah dengan pria tampan yang berasal dari kalangan elit juga. Apapun yang Puji inginkan, dengan mudah akan ia dapatkan. Jadi apa yang bikin Puji kesepian?
Atau mungkin karena masalah anak? Puji dan suaminya sudah menikah puluhan tahun dan belum juga dikarunia keturunan. Namun rasanya hal itu juga tidak mungkin! Suaminya tidak pernah menuntut temanku untuk memberikannya keturunan. Dengan rasa penasaran, aku mulai bertanya pada Puji.
"Maaf Ji, jadi benar yang Gendis bilang kalau kamu kesepian?"
Jujur aku sangat takut saat mengetikkan kalimat itu. Aku benar-benar takut jika pertanyaanku akan menyinggung perasaan temanku.
"Iya Ima. Aku kesepian! Ima tahu nggak kenapa aku balas pesannya lama? Tadi itu aku nangis! Aku kaget banget Gendis bisa melihat ke dalam isi hatiku!"
Aku terperanjat membaca balasannya. "Ya Allah" batinku merasa bersalah.
"Kok bisa sih? Kamu kan punya semuanya! Apa yang bikin Puji kesepian? Ji.. maafin Ima dan Gendis ya kalau sudah bikin kamu nangis"
"It's okay! No problem!Nop! Aku lagi sedang tidak bercanda. I'll call you ya!"
Tak butuh waktu lama, Puji langsung menelponku. Ia bercerita jika pertahanan yang selama ini telah ia bangun seketika luluh lantak ketika mendengar ucapan putriku! Sambil menangis tersedu-sedu, ia mencurahkan semua keluh kesahnya kepadaku. Pengakuannya benar-benar membuat aku terkejut. Temanku yang terlihat di luar begitu sempurna, ternyata di dalamnya sangat begitu rapuh. Ternyata benar dengan pepatah yang mengatakan "Don't judge a book by it's cover"!
Setelah puas menumpahkan semua uneg-unegnya. Puji memohon padaku, ia ingin sekali berbicara dengan Gendis.
"Ma, Gendis mana? Aku mau ngobrol sebentar sama ponakanku. Boleh ya?" Pintanya sambil menahan tangis.
"Tunggu sebentar ya.. Aku panggil dulu bocahnya!"
"Ndis..! Sini sebentar sayang. Tante Puji mau bicara sama Gendis!"
Putriku menghentikan mainnya dan berlari ke arahku.
"Ana ma?" (Mana ma)
Aku menyalakan speaker dan menyerahkan ponsel ke tangan anakku.
"Onty Puji.. ini Gendis" teriakku
"Hello sweety!!" Panggil Puji.
"Alo Oty" (Hallo Onty)
"Gendis, tante boleh tidak main ke rumah Gendis?" Tanya Puji pada putriku.
"Oleh kok!" (Boleh kok)
"Asiik.. Onty dapat ijin main ke rumah Gendis. Terima kasih ya cantik. Onty sayang banget sama Gendis"
"No! Oty oong! Oty ga cayang Dis! Alo oty cayang dis, enapa pas Dis lahil, Oty ga enguk Dis?" (No. Onty Bohong. Onty nggak sayang Gendis. Kalau onty sayang Gendis. Kenapa pas Gendis lahir. Onty nggak jenguk Gendis)
"Ya Allah..!! Kok Gendis tahu onty nggak jenguk Gendis? Maafin onty ya!" Suara Puji terdengar berat. Ia begitu merasa bersalah.
"Bye..!" Ucap Gendis seraya mengakhiri panggilan.
"Ndis... kok teleponnya dimatiin? Onty kan masih mau ngomong!"
"Imaa.. aku malu banget sama Gendis! Kok dia bisa tahu pas dia lahir, aku nggak jenguk dia! Asli aku tadi malu banget pas diomongin gitu sama anakmu! Btw, Ndis sukanya apa? Ntar kalau aku main ke rumahmu biar aku beliin"
"Sudah santai aja. Namanya juga anak-anak, belum bisa mengontrol ucapannya. Jangan dimasukin ke hati oke! Kalau nanti main ke rumah jangan lupa bawain Gendis kunci satu unit apartemen yak" godaku sambil tertawa kecil.
"Gilaaa!! itu mah yang mau emaknya!!"
"Lagian pake nanya segala. Santai aja napa sih! Nggak usah bawa apa-apa. Kita didatangin sama onty Puji aja sudah happy. Eh, Puji.. Ima boleh minta foto terbaru dikau tidak?"
Tiba-tiba aku teringat kemampuan Gendis dalam melihat aura. Aku ingin mengetes kemampuan putriku sekali lagi. Melihat aura temanku yang sedang susah hati.
"Untuk apaan? Mau melet aku ya?" Godanya.
"Melet onty?? Ogah!! Mending aku melet suami onty!!" Ujarku sambil senyam senyum sendiri.
Tak lama kemudian, Puji mengirimkan foto terbarunya padaku. Ku amati raut wajahnya yang masih cantik seperti dulu.
"Ndis.. " panggilku ke arah Gendis yang kini sedang asik duduk di atas perosotan.
"Apa ma?" Tanyanya sambil menatap ke langit luas.
"Sini sebentar deh, mama mau minta tolong"
Putriku langsung meluncur bebas dan berlari kecil menuju ke arahku.
"Oyong apa ma?" (Tolong apa ma)
Aku memperlihatkan foto Puji ke Gendis.
"Tolong gambar tante ini ya. Mau tidak?"
"Auu..!!" (Mauu)
Aku segera masuk ke dalam rumah untuk mengambil buku gambar dan pensil warna. Setelah itu aku letakkan di atas meja teras. Tak lupa, aku meletakkan ponsel yang terpampang wajah temanku di samping buku gambar Gendis.
"Semua sudah siap!" Seruku dengan perasaan tidak tenang.
Putriku tampak mengamati alat-alat untuk mewarnai. Kemudian ia memlih beberapa warna dan mulai menggambar. Dengan perasaan gugup, aku menunggu hasilnya. Jika kali ini memang tepat apa yang putriku gambar, berarti tidak usah diragukan lagi kalau anakku memang memiliki bakat melihat aura manusia. Tak lama kemudian Gendis berteriak memecah lamunanku.
"Cuda ma..!! Ini ma.." tangannya yang mungil menyerahkan buku gambar ke tanganku.
Aku mengamati hasil gambarnya. Seketika tubuhku bergidik ngeri. Kulihat putriku menggambar sesosok wanita di dalam ruangan yang terlihat begitu gelap gulita! Dan sekujur tubuh wanita itu tampak dibalut oleh warna merah pekat.
"Astagfirullah..!" Pekikku tertahan sambil menutup ke dua mulutku.
"Terima kasih ya Ndis karena sudah mau menggambar onty Puji" tatapku tulus sambil mengecup lembut keningnya.
Aku segera meraih ponsel dan membuka browser. Aku mengetikan kata pencarian arti aura merah. Ketika kubaca, orang yang memiliki aura merah pekat berarti sedang memendam rasa kecewa dan amarah yang mendalam. Aura hitam di dalam ruangan berarti situasi di kediamannya benar-benar sudah tidak harmonis. Hanya kebingungan dan rasa putus asa yang sedang melingkupi rumah tangga temanku.
Aku menghela nafas berat. Kepalaku menjadi pusing. Sungguh aku tidak tega jika harus memberitahu Puji. Namun aku tetap harus berkata jujur. Aku segera memfoto gambar yang telah dibuat oleh Gendis dan segera ku kirim ke Puji. Tak lupa juga aku menjelaskan artinya.
Tanpa menunggu lama, Puji mengirimkan voice note. Temanku kembali menangis terisak-isak. Iya berkata jika betul semua yang sudah Gendis gambar. Itulah gambaran tentang perasaan temanku dan kondisi rumah tangganya saat itu. Aku hanya tertegun mendengar penuturannya. Aku tidak tahu apa yang bisa ku lakukan untuk temanku Puji. Aku hanya bisa berdoa jika Allah selalu memberikan keberkahan dalam kehidupan temanku.
***
Menjelang tengah hari terdengar lagi pesan masuk di handphoneku. Kali ini dari temanku yang bernama April. Ia seorang single mother dengan satu anak perempuan bernama mba Adzkia. April merupakan teman sekolahku dan Puji. Dia terkenal sangat pintar di antara teman-teman sekolahku. Temanku yang satu ini merupakan wanita karir. Ia memiliki posisi jabatan yang cukup tinggi di sebuah perusahaan ternama di Jakarta.
April, wanita yang tidak menyukai basa basi, sama halnya seperti diriku. Aku paling sering bertukar pesan dengan temanku yang satu ini. Kami sering membahas tentang putrinya yang menjadi idolaku. Aku ingin kelak Gendis tumbuh seperti mba Adzkia menjadi anak yang pintar dalam bidang akademik dan tidak neko-neko hidupnya
"Ima.. tadi Puji nelp aku. Dia ceritain semua tentang Gendis. Aku mau juga dong dilihat auranya sama Gendis" ujarnya to the point.
"Berani bayar berapa?" Godaku ke teman yang paling sering aku ajak berdiskusi masalah parenting.
"Aku ajak Gendis jalan-jalan ke Korea deh" jawabnya serius.
Aku tertawa membaca pesannya.
"Sini kirimin foto terbaru. Semoga Gendis masih mood ya"
April mengirimiku fotonya yang sedang selfie di dalam kendaraan. Di foto itu disisipi keterangan "lagi kejebak macet"
"Wanita yang cantik dan mandiri" desisku sambil memandang kagum fotonya.
Aku segera mencari Gendis yang ternyata sedang bermain di kamar. Ia tampak asik menggambar benang kusut di buku gambarnya yang tergeletak di atas lantai.
"Ndis.." tanyaku pelan.
"Apa ma?" sahutnya tanpa menoleh ke arahku
"Mama bisa minta tolong lagi tidak?"
"Apa agi??" (Apa lagi) Ketusnya.
"Tolong gambarin teman mama yang bernama tante April ya, mau tidak?" Tanyaku dengan perasaan takut.
Putriku tetap fokus memainkan jemarinya di atas kertas.
"Ana otona?" Jawabnya tanpa menoleh ke arahku.
Aku bernafas lega. Sepertinya mood Gendis sedang dalam kondisi baik sehingga mau membantuku. Aku segera memperlihatkan foto April ke Gendis. Putriku menatap tajam foto tersebut. Kemudian ia mulai memainkan jemarinya di atas kertas gambar.
"Ini ma"
Kulihat ia menggambar dua orang yang sedang berdekatan. Aku yang penasaran langsung bertanya pada Gendis, akan arti dari gambar tersebut.
Gambar. Dokumen Pribadi
"Ndis.. kenapa di gambar ini ada dua orang? Foto Onty April kan cuma sendirian?"
"He-eh" gumamnya pelan.
"Terus ini siapa yang disebelah onty?'
Gendis meletakkan pensil warnanya di lantai. Dengan wajah kesal, ia memandangku.
"Ni oty Aplil. Ni anakna! Elempuan. Antik. Intel. Meleka eket. Clalu bedua!" (Ini Onty April. Ini anaknya. Perempuan. Cantik. Pinter. Mereka sangat dekat. Selalu berdua)
Aku mendelik kaget mendengar jawaban Gendis. Bagaimana mungkin putriku bisa tahu kalau April memiliki satu anak perempuan yang sangat pintar dan begitu dekat dengan temanku? Aku saja tidak pernah menceritakan tentang April ke Gendis.
Sejurus kemudian ia berkata "Udah angan anya-anya agi! Dis ocen!!" (Sudah jangan tanya-tanya lagi. Gendis bosan) Celetuknya sambil meneruskan menggambar benang kusut.
Aku memperhatikan jika aura di bagian kepala April berwarna biru dan tubuhnya dikelilingi aura berwarna merah terang.
Aku segera googling mencari tahu artinya. Ternyata manusia yang tubuhnya memiliki warna merah terang berarti memiliki sifat dominan. Tidak suka diperintah oleh orang lain. Mereka juga memiliki kepercayaan diri yang tinggi serta keberanian dan berbakat menjadi seorang pemimpin. Untuk aura biru yang menyelimuti tubuh menandakan orang tersebut memiliki aturan sendiri dalam hidupnya.
Aku terdiam sejenak. "Kenapa bisa tepat begini ya?"
Aku segera mengirim pesan ke April, beserta gambar putriku. Tak lupa juga aku menjelaskan artinya.
Tanpa perlu menunggu lama, April segera membalas pesanku.
"Asli aku kaget banget baca chatmu! Darimana Gendis bisa tahu kalau aku punya anak perempuan yang sangat dekat dengan aku? Dan untuk penggambaran karakter juga tepat semuanya! Aku paling tidak suka diperintah sama orang yang levelnya di bawah aku!" Jawabnya tegas.
"Au ah..!! Ima malah kaget pas melihat Gendis menggambar mba Cahaya juga"
"FIX! Aku dan Puji kapan-kapan harus datang ke rumahmu!'
"Oke. Biaya konsul semenit satu juta"
"Emaknya matree!!" Goda April.
"Ima.. boleh minta digambar satu orang lagi nggak?"
"Siapa?"
"Cowok yang lagi dekat sama aku"
"Ganteng nggak?"
"Konslet!!"
"Ya sudah mana fotonya?"
Dengan antusias, April langsung mengirimkan foto seorang pria yang sangat tampan.
"Jangan direbut ya! Inget sama suamimu!" Candanya.
"Nggak akan Ima rebut! Paling minta tolong Ndis untuk melet ni cowo" balasku sambil tertawa.
"KOPLAK! Dasar emaknya Gendis nggak pernah berubah"
"Wait ya...!"
"Oke.. take your time!" Balas April singkat.
Aku segera menghampiri Gendis. Belum sempat aku membuka mulutku, Gendis langsung menyerocos kesal.
"Apa agi? Ita ambal ciapa agi??" (Apa lagi. Minta gambar siapa lagi)
Aku yang merasa tidak enak hati dengan puteriku, langsung tertunduk meminta maaf.
"Maafin mama ya Ndis" ujarku dengan raut wajah menyesal.
Gendis menatap dalam-dalam wajahku.
"Ana otona?" (Mana fotonya)
Aku menatap dengan tatapan tak percaya.
"Emangnya Gendis masih mau menggambar lagi?
Ia mencibir ke arahku.
"Uma atu ini!!" (Cuma satu ini) ketusnya.
"Iya mama janji. Cuma satu ini saja!"
"Awas oong!!" (Awas bohong) Tudingnya ke arahku.
Aku lantas memperlihatkan foto pria berkaca mata ke anakku. Gendis menatap dengan seksama. Kini matanya menatap ke arah tumpukan pensil warna. Ia tampak memilih warna yang akan ia gunakan. Tak lama kemudian puteriku mulai asik menggambar. Raut wajahnya nampak begitu serius. Sejurus kemudian ia memperlihatkan hasil gambarnya kepadaku.
"Ni ma!" ! (Ini ma)
Kini di hadapanku terpampang gambar seseorang yang sedang tersenyum sambil mencium sekuntum bunga. Wajahnya tampak berseri-seri, berbanding terbalik dengan aura yang terpancar dari tubuhnya. Warna di bagian kepala terlihat coklat pekat tanda ia sedang banyak pikiran. Ada sesuatu yang mengganjal di dirinya, satu hal yang sulit untuk ia maafkan.
Sedangkan warna hijau di bagian tubuhnya berarti ia adalah orang yang baik, mudah mempercayai dan diperdaya oleh orang lain. Bunga.. lambang keanggunan wanita. Pria ini sedang jatuh cinta dan dengan seorang wanita, begitu juga sebaliknya.
Gambar Mr. R. Dokumen Pribadi
Dengan raut wajah serius, Gendis menatap mataku.
"No ma! Om ukan ayang onty Aplil!!" (No ma. Om bukan sayang onty April) Tegasnya seolah-olah membaca pikiranku.
Aku yang mendengarnya sampai terkejut bukan kepalang
"Haah?? Serius Ndis?"
"He-eh! Dis ga cuka oong!" (Gendis nggak suka bohong) Tegasnya.
"Iya.. mama kan cuma nanya bukan ngatain Gendis pembohong. Terus siapa wanita yang di gambar itu ya?" Gumamku.
"Itu ewe ain! Eleka aling uka! Om itu oongin onty April!" (Itu cewek lain. Mereka saling suka. Om itu bohongin onty April)
" Ya Allah..!!" Hatiku bagai teriris sembilu mendengar penjelasan Gendis.
"Udah, mama aci au onty aja! Acian onty! Onty olang aik!" (Sudah. Mama kasih tahu onty saja. Kasiham onty. Onty orang baik)
Aku tertegun. Bagaimana aku harus menjelaskan ke April? Sedangkan aku tidak memiliki bukti yang kuat. Ucapan Gendis tidak bisa menjadi pedoman!
Ponselku bergetar. April meneleponku! Aku hanya memandang namanya di layar panggilan masuk tanpa berniat mengangkat teleponnya. Ia terus menelepon walau tidak aku respon. Mendadak lidahku kelu. Aku bingung apa yang harus ku ucapkan kepada temanku yang satu ini.
"Tinng" pesan WhatsApp dari April.
"Ima.. bagaimana hasilnya? Kok lama banget sih? Aku penasaran!!"
Aku membaca pesannya dari notifikasi yang ku terima di layar ponsel.
Aku mengambil nafas berat. Mau tidak mau aku harus segera memberitahu April hasil gambar putriku. Kalau tidak ia akan terus memburuku layaknya seorang polisi yang ingin menangkap penjahat.
Setelah menimbang-nimbang sejenak, aku mulai mengetikkan jemariku.
"Nih hasilnya..! Jangan bawel! Jangan nelpon! Aku sibuk urus nyonya!" Aku memberikan alasan yang masuk akal. Aku juga menjelaskan ke April arti warna aura yang dimiliki pacarnya. Namun aku tidak menyebutkan kalimat terakhir putriku jika pria idamannya memiliki wanita lain.
Dengan cepat, April membalas pesanku "Gilaa.. Ucapan Gendis benar banget! Cowok aku emang lagi banyak pikiran! Dia baru saja ketipu sama rekan bisnisnya!! Eh, bunga yang di gambar sama Gendis itu aku? Pacarku bahagiakan sama aku?"
Aku tersenyum getir.
"Seandainya April tahu arti gambar yang sebenarnya" batinku.
"Ada deh! Want to know aja! Pesanku cuma satu, jangan Ge-eran ya bu bos! Sudah ah! Aku mau main lagi sama Gendis!" Balasku dengan perasaan bersalah.
Anda akan meninggalkan Stories from the Heart. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.