pienduttAvatar border
TS
piendutt
Penghuni Gedung Tua, Jangan Baca Sendirian
Konten Sensitif


Penghuni Gedung Tua


Part 1. Tragedi

Terdengar suara langkah orang berjalan di malam yang sunyi. Seorang wanita tengah berdiri tepat di depan pintu apartemen, tangannya yang lincah merogoh tas untuk mencari kunci. Samar-samar ia mendengar suara dari belakang tubuhnya. Karena penasaran, ia berbalik untuk sekedar mengecek suara apakah itu. Ternyata suara itu berasal dari kamar 203, tampak pintu di kamar itu terbuka sedikit. Tergerak hatinya untuk mengintip dari celah-celah pintu.

Terlihat bocah cilik yang terduduk di kursi dengan kepalanya berlumuran darah. Tak lama kemudian ada seorang wanita yang terseok-seok menyerat kakinya yang terluka. Ia merangkak menghampiri bocah cilik itu dengan menahan perih. Samar-samar dari bibirnya mengeluarkan suara yang bergetar.

"Anakku ... Anakku ...."

Tiba-tiba kaki wanita itu ditarik oleh seorang pria berumur 40-an. Ia langsung mengayunkan kapak dan menghantamkannya ke tubuh wanita itu tanpa belas kasihan sama sekali. Darah pun berceceran memenuhi seisi rumah. Pria itu tersenyum sembari mengusap tetesan darah pada wajahnya.

Sontak aksi tersebut membuat wanita yang mengintip tadi terkejut, hampir saja berteriak tetapi dengan cepat ia menutup mulutnya. Namun, sayangnya. Pria yang memegang kapak tadi merasakan kehadirannya. Baru saja wanita itu berdiri dan enggan pergi dari sana, tiba-tiba rambutnya ditarik secara paksa untuk masuk ke kamar tersebut. Pria itu dengan pintarnya membungkam mulut si wanita agar tidak bersuara, kemudian menghempaskan tubuhnya ke tembok.

"Tolong ampuni saya! Saya janji tidak akan mengatakan apa pun, tolong!"

"Kamu sudah terlanjur melihat semuanya!"

Tanpa pikir panjang lagi, pria itu segera mengayunkan kapak ke leher wanita tadi. Ditebasnya leher itu hingga hampir terpisah dari badan. Sang wanita tewas bersimbah darah.

Setelah semua perlakukan itu, ia langsung mengambil bahan bakar. Disiramnya seluruh ruangan kemudian menyalakan api. Membuat seolah-olah terjadi kebakaran untuk menghilangkan semua bukti. Karena pada saat itu tengah malam dan seluruh penghuni sudah tertidur pulas. Alhasil kobaran api makin besar dan melahap hampir 80% dari gedung itu beserta seluruh penghuninya.

Keesokan harinya, terlihat pemadam kebakaran, polisi dan juga mobil ambulance telah membanjiri area itu. Mereka berbondong-bondong untuk memadamkan api yang masih berkobar-kobar.

Di tengah keramaian itu, seorang remaja yang berpakaian seragam SMA menerobos lautan manusia yang sedang menyaksikan kebakaran itu. Namun, aksinya dihentikan oleh pihak keamanan di sana.

"Pak, izinkan saya masuk. Orang tua saya ada di dalam sana, Pak."

"Tidak bisa, Dek. Di dalam masih berbahaya," tolak pria berseragam polisi itu dengan tegas.

Tangisan remaja itu memecah seraya memanggil nama kedua orang tuanya.

Beberapa Minggu kemudian, setelah kejadian kebakaran itu. Pria yang telah membunuh istri dan juga anak semata wayangnya itu ditemukan gantung diri di kamar 203 tanpa tahu alasan sebenarnya.

***

3 tahun kemudian.

Panggil saja Della. Ia seorang mahasiswa yang sedang membuat skripsi terakhirnya.

Tampak ia sedang menggeret koper dan berdiri di depan gedung yang sudah cukup tua. Seorang wanita paruh baya mendatanginya.

"Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" tanya ibu itu dengan senyum yang merekah.

"Begini, Bu," ujar Della sambil mengeluarkan ponselnya. "Saya lihat, di internet kalau Ibu menyewakan kamar kosan dengan harga murah, apakah itu benar?" tanya Della.

Wanita itu mengerti maksudnya.

"Oh ... iya benar, Nak. Apa kebetulan kamu sedang mencari tempat tinggal?" Wanita itu bertanya dengan penasaran.

"Iya, Bu," sahut Della.

"Kalau begitu, mari ibu antar ke tempatnya langsung," sahutnya sambil menggiring Della.

Mereka berjalan di koridor yang sepi, Della mengedarkan pandangan pada gedung yang sudah tua itu. Terlihat sepi dan tak berpenghuni, tetapi anehnya semua tampak bersih meskipun pintu ditutup dengan rapat.

"Bu, apa di sini banyak penghuninya?" tanya Della memecahkan kesunyian.

"Tidak banyak, kok. Hanya beberapa saja, karena dulu pernah terjadi kebakaran, jadi mereka semua enggan tinggal di tempat seperti ini."

"Oh ... kebakaran, ya. Pantas saja gedung di atas terlihat menghitam semua, apakah di atas juga ada yang tinggal?" tanya Della lagi.

"Tidak ada yang tinggal di atas, Nak. Hanya lantai bawah ini yang di tinggali," sahut wanita itu seraya membuka pintu kamar 103.

"Nah, ini kamar kamu, silahkan masuk!" kata wanita itu dan menyuruh Della masuk.

Della masuk dan tampak keheranan. Kamar itu sangat besar sekali, ada dua kamar, dapur, kamar mandi dan ruang tamunya pun luas, tetapi kenapa sewa kosnya sangatlah murah. Della berpikir sejenak.

"Bagaimana ... kamu suka nggak?" tanya wanita itu sambil tersenyum.

Perkataannya mengagetkan Della.

"Oh, iya ... saya suka. Luas juga, ya." Della meringis memperlihatkan deretan giginya.

"Syukurlah kalau kamu suka. Sebenarnya dulu gedung ini bekas apartemen, tapi selepas kebakaran hanya seperti gedung tua dari luar. Namun, fasilitas di setiap kamar masih bagus, kok. Dijamin kamu nggak akan kecewa," jelas wanita itu.

Della mengangguk dengan gembira lalu mengeluarkan sebuah amplop.

"Ini, Bu. Uang kosan saya selama dua bulan, takut kalau saya gunakan untuk yang lain. Jadi, saya bayarkan ke Ibu dulu, ya," kata Della seraya memberi amplop ke wanita itu.

"Terimakasih, Nak. Panggil saja saya, Bu Ratna. Rumah saya di samping gedung ini, kalau ada apa-apa kamu bisa mencari saya ke sana."

"Iya, Bu, nama saya Della."

"Nak, apa kamu masih sekolah atau sudah bekerja?" tanya Ratna.

"Saya mahasiswa tahun ke tiga, Bu. Setelah lulus saya akan langsung bekerja."

"Wah, hebat, yang semangat, ya."

Ratna undur pamit. Sebelum pergi dia sempat berpesan kepada Della.

"Nak, kalau kamu tanpa sengaja mendengar suara-suara dari lantai atas, jangan di hiraukan, ya, mungkin itu suara reruntuhan di atas," kata Ratna menegaskan.

"Oh ... Iya, Bu," sahut Della mengiyakan.

Della langsung menuju ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia sempat berpikir apa rumah ini baru saja di tinggali. Karena semua perabotannya tampak begitu bersih. Ia mencoba membuka beberapa lemari di sana, tetapi semuanya kosong tak ada apa pun di sana. Della membuka kopernya dan mulai menata baju-baju yang ia bawa.


Bersambung.

Apa sebenarnya yang terjadi?
Akankah arwah penghuni gedung itu menuntut balas?
Tunggu kelanjutannya di kolom komentar.

Penulis : @piendutt
Sumber : opini pribadi





Part selanjutnya di kolom komentar
Part 2 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...5d8c6a7b42458a
Part 3 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...0928247123d574
Part 4 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...40720ce60b1d9e
Part 5 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...9fb167df326581
Part 6. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...408604236ae9d2
Part 7. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...dc6e65f904bb34
Part 8. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...787f1fd1743474
Part 9. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...b1ca35375cd23e
Diubah oleh piendutt 31-03-2022 10:05
terbitcomyt
dewiyulli07
akun.tome384
akun.tome384 dan 59 lainnya memberi reputasi
54
25.9K
183
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
pienduttAvatar border
TS
piendutt
#9
Penghuni Gedung Tua ( Part 2 )
Part 2. Keanehan Pada Kamar Kosan

Malam itu Della duduk di sofa dan sedang menulis skripsi lanjutan di laptop. Di tengah keasyikannya mengetik, dia mendengar suara dari atap rumah itu. Dia tak memedulikannya dan terus mengetik, tetapi suara itu makin lama makin keras. 

Seperti seseorang yang menarik benda berat. lalu ia ingat pesan Ratna, jika ada suara yang terdengar dari atap tidak perlu dihiraukan. Akhirnya Della memutuskan untuk pergi tidur saja.

Keesokan harinya di kampus, Della berkumpul bersama teman-temannya.

"Gimana, Del. Kosan baru kamu? Ok, nggak?" tanya wanita berambut pendek itu yang biasa di panggil Nana.

"Lumayan, sih. Daripada di kolong jembatan," sahut Della bergurau.

"Di mana tempatnya?"

"Di perumahan permai, apartemen Dahlia nama gedungnya," jawab Della seraya merapikan buku-buku.

Saat mendengar nama tempat itu. Salah satu dari teman Della yang berada di kelas tersebut ikut mendengarkan, ia langsung memandangi Della.

"Asyik! Ntar malam, kita pesta ke tempat kamu, ya?" sahut wanita berbando pink itu yang biasa dipanggil Dewi.

"Ahhhh ... kalian ini, kalau ke rumahku selalu aja bikin berantakan." Della mencibir mereka berdua.

"Ayolah, Del. Ini sebagai penyambutan karena kamu dapat kosan baru, tau," bujuk Dewi.

"Ya udah, tapi kalian bawa makanan sendiri, ya," ujar Della.

"Siap, Bos," sahut Nana tersenyum.

***

Malam harinya terlihat Della dan Nana menyiapkan beberapa makanan di atas meja, ada kudapan dan air soda juga.

"Kok, si Dewi belum datang juga, Na? Apa dia kesasar, ya?" tanya Della.

"Udah, jangan dihiraukan. Dia itu udah gede! Pasti tahu jalan, lah!"

Obrolan mereka terhenti saat bel rumah Della tiba-tiba berbunyi.

"Itu pasti si Dewi, bukain gih!" pinta Della pada Nana.

Nana berjalan mendekati pintu dan membukanya, tetapi tak terlihat siapa pun. Wanita itu bingung.

"Kok, nggak ada siapa-siapa, ya? Aneh!" gumamnya seraya mengernyitkan dahi.

Nana ingin menutup pintu itu kembali, tetapi tiba-tiba sebuah tangan menjulur dan memegang tangannya.

"Astagfirullah!" teriak Nana ketakutan.

Dewi terkekeh karena berhasil mengerjai temannya itu.

"Dewiiiii!" bentak Nana sambil menjewer kuping temannya yang usil itu.

"Aduhh ... sakit, Na. lepasin!" rintih Dewi kesakitan karena dijewer.

Della yang mendengar mereka berisik langsung memanggil.

"Wi, Na, jangan berisik! Udah, tutup pintunya!" 

Mereka berdua berjalan mendekati Della.

"Gila! Ini rumah apa istana? Gede amat, Del!" tanya Dewi heran seraya bola matanya berkeliling melihat ke segala penjuru.

"Waktu pertama kali aku datang juga heran, rumah sebagus ini di sewain buat kosan. Kan, sayang banget. Mana murah lagi tarifnya." Della bercerita pada kedua temannya itu.

"Emangnya berapa per bulannya, Del?" 

"Cuman 500 ribu," jawab Della.

"Hah, yang bener kamu!" ujar Dewi tampak tak percaya.

"Anggap aja lagi rezeki kamu, Del," sahut Nana.

"Udah, yuk! Kita makan sekarang, laper tau." Della mengambil beberapa piring untuk teman-temannya dan mempersilahkan mereka untuk makan.

Mereka akhirnya merayakan pesta malam itu dengan makan dan minum.

"Del, kamu gak ngundang Firman? Dia nanyain kamu terus, loh?" Tiba-tiba Dewi buka suara.

"Kan, aku baru dua hari di sini. Kayaknya nggak pantes aja, kalau aku bawa masuk pria ke sini," jawab Della seraya memakan snack di atas meja.

"Bener juga, ya," timpal Nana.

Malam semakin larut dan teman-temannya Della undur pamit. Della merapikan bekas makanan dan minuman yang tersisa lalu mengumpulkannya di sebuah kantong plastik. Sebenarnya Della malas membuang sampah itu keluar rumah karena sudah larut malam, tetapi sampah itu akan membusuk dan dia takut semut atau tikus akan datang memakannya.

Dengan berat hati Della pun keluar untuk membuang sampah tadi. Tepat di belakang gedung itu ada pembuangan sampah. Della berdiri menghela napasnya sebentar setelah menggeret kantong plastik yang agak berat.

Samar-samar dari kejauhan dia melihat seorang wanita dan seorang anak kecil yang berdiri di teras lantai dua. Mereka berdua melihat ke arah Della dengan tatapan kosong. Dellae mengusap-usap matanya yang berarti, khawatir kalau-kalau hanya imajinasinya saja. Mendadak, entah kucing darimana yang langsung melompat ke arah kakinya.

"Astagfirullah!" Della kaget dan langsung beralih tempat. Sedangkan kucing itu langsung berlari entah ke mana.

Della kembali menatap ke lantai dua tempat di mana wanita dan anak kecil tadi berdiri, tetapi anehnya mereka sudah lenyap. Tidak mau berpikiran yang aneh-aneh Della segera membuang sampah saja. Angin dingin langsung menerpa tubuhnya yang berjaket tipis, membuat sekujur tubuhnya kedinginan. Kibasan daun yang tertiup angin membuat suara-suara aneh, hingga membuat bulu kuduk merinding. Della bergegas untuk kembali ke kamar kosannya.

***

Pagi harinya, karena hari itu Minggu. Della tidak perlu pergi kuliah. Dia berencana di rumah saja sambil menulis skripsi yang tinggal beberapa halaman lagi. Wanita itu beranjak dari tempat tidur, kemudian membersihkan diri. Setelah beberapa saat kemudian, dia duduk di ruang tamu dan mulai mengetik skripsi lanjutannya. Tiba-tiba aktivitasnya harus terhenti, di karenakan suara berisik dari atap rumah. Persis seperti suara benda berat yang diseret-seret.

"Lagi-lagi, suara itu!" gerutu Della kesal karena tak bisa berkonsentrasi.

Karena rasa penasaran yang teramat dalam. Dia memutuskan untuk melihat ada apa sebenarnya di lantai dua. Della keluar kamar, kakinya yang lincah mulai menaiki tangga. 

Hawa dingin mulai terasa. Suara derap langkah kaki yang menginjak tangga yang sudah sedikit rapuh karena bekas terbakar menambah kesan menyeramkan. Hembusan angin dan sedikit bau belerang membuat suasana makin mencekam.

"Sepi banget, ya. Padahal ini masih pagi," gumam Della yang masih terus melangkah tanpa rasa takut sama sekali.

Tiba-tiba sebuah bola basket menggelinding tepat di bawah kakinya. Dia mengambil dan mengamati bola itu, terdapat sebuah ukiran nama di sana.

"Mumu." Della tak sengaja mengucapkan nama itu.

Seketika, hembusan angin yang dingin melewati tubuh wanita itu. Bulu kuduknya berdiri. Dia ingin meletakkan bola itu lagi di sana dan tak ingin membawanya. Belum sempat ia meletakkan benda bulat itu, seseorang dari belakang mengagetkannya.

"Sedang apa kamu di sini, Nak Della?" tanya Ratna dengan nada tinggi.

"Bu Ratna," jawab Della seraya terkejut.

"Ikut Ibu, Nak!" pintanya.

"Baik, Bu."

Della melihat lagi bola yang ada di tangannya, anehnya sudah menghilang. Hanya tangan kosong.

'Aneh, jelas-jelas tadi aku megang bola. Ke mana perginya, ya.' Della masih berkutat dengan pikirannya.

Della dibawa ke rumah Ratna. Dia duduk di sebuah ruang tamu. Rumah itu benar-benar mewah, dengan desain masih ke Jawa-Timuran. Menambah aroma mistis di dalamnya. Apa lagi banyak lukisan dan wajah dari patung yang tergantung di dinding rumah itu.

Lamunan Della terhenti saat seorang wanita seumuran dengannya datang untuk menghidangkan teh, tetapi wanita itu tampak diam tak berkata apa pun, lalu ia segera kembali masuk ke dapur lagi.

"Itu Siti, pembantuku. Dia yang mengurus semua keperluan di sini dan juga menjaga suamiku yang sedang sakit," ujar Ratna memulai pembicaraan meskipun Della tidak bertanya apa-apa.

Della hanya mengangguk cepat.

"Ayo diminum, Nak." Ratna mempersilahkan Della.

Della meminum teh yang disuguhkan oleh wanita tadi.

"Nak, ibu bukanya marah saat kamu naik ke lantai dua. Ibu cuma mau ngasih tau kamu, di lantai dua itu tidak ada apa-apa. Hanya puing-puing sisa kebakaran dulu. Bangunan di sana mudah roboh, Nak. Makanya ibu melarang kamu untuk ke sana. Ibu takut kalau terjadi sesuatu sama kamu. Mengerti tidak sama maksud ibu, Nak?" jelas Ratna.

"Iya, Bu. Saya juga minta maaf karena sudah lancang, lain kali saya nggak akan ke sana lagi, Bu," sahut Della merasa bersalah.

"Makasih atas pengertiannya, Nak. Kamu boleh kembali sekarang," kata Ratna lagi.

"Iya, Bu. Saya mohon pamit." Della berlalu pergi dengan perasaan yang menyesal.

Della masuk ke kamar, kemudian buru-buru mengambil tas dan memasukkan laptopnya ke sana.

"Sepertinya, aku harus ke taman mencari udara segar!" gerutunya dan segera berjalan keluar rumah.

Della berjalan menuju pekarangan dan ingin keluar kompleks itu, tetapi dari kejauhan dia melihat Siti berlarian mendekatinya.

"Baca ini, Mbak!" kata Siti sambil memberikan sebuah kertas ke tangan Della, lalu pergi kembali masuk ke rumah Ratna.

Della membuka kertas itu dan membacanya.

[Cepat pergi dari rumah itu, Mbak. Sebelum terlambat!]

Perkataan Siti membuat Della makin penasaran. Sebenarnya ada apa ini?

Sesampainya di taman. Bukan skripsi yang Della tulis, melainkan berusaha mencari sesuatu tentang gedung tempat tinggalnya, tetapi yang dia dapat hanya kilasan saja. Gedung itu terbakar karena arus listrik yang konslet. Setelah itu tidak ada berita sama sekali. Semakin di cari makin tak ada hasilnya. Sungguh aneh.

***

Suara alarm di pagi hari membangunkan Della, ia bergegas mandi dan berangkat kuliah. Saat jam istirahat, Della duduk di taman sendirian. Seseorang pun datang menghampiri.

"Kamu yang namanya Della, kan?" tanya Sukma teman satu jurusannya.

"Iya, kamu ... bukannya Sukma, ya?" sahut Della.

"Boleh, aku duduk di sini?" Sukma tidak menjawab pertanyaan yang ditujukan Della.

"Iya, boleh."

Della hanya ingat dia dan Sukma memang sekelas, tetapi sama sekali tidak pernah bicara. Anak-anak lain mengatakan bahwa Sukma sedikit aneh. Kadang dia berbicara sendiri dan sering menyendiri, entah ada perlu apa dia mendatangi Della.

"Apa kamu sekarang tinggal di apartemen Dahlia?" pertanyaan Sukma memecahkan lamunan wanita itu.

"Iya, nih. Kok, kamu bisa tau?" Della balik bertanya.

"Hanya denger percakapan kamu waktu itu sama temen-temenmu."

"Oh, gitu," jawab Della datar.

"Kalau boleh usul, kenapa kamu gak cari kamar kosan lain aja, yang lebih baik dari tempat itu," saran Sukma tiba-tiba.

Perkataan Sukma membuat Della berhenti mengetik dan memandangnya.

"Sudah dua orang yang mengatakan padaku untuk pindah dari tempat itu, tapi makin dilarang, itu makin membuatku penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi pada gedung itu? Apa kamu tau cerita awalnya Sukma?" tanya Della penasaran.

Sukma hanya menggeleng. Tak sempat berbicara banyak karena tiba-tiba Firman dan teman-temannya datang.

"Hai, Della," sapa Rudi.

"Hai, Rudi," balas Della.

"Siapa, nih? Temen baru kamu cantik amat. Kenalin, dong. Aku cowok terganteng di fakultas ini," canda Rudi pria berkulit sawo matang itu seraya menyodorkan tangan.

Mendengar itu, Sukma tidak menanggapi. Dia malah langsung pergi meninggalkan mereka.

"Loh, loh ... kok, malah pergi cantik," kata Rudi tetap merayunya.

"Gara-gara kamu, Rud. Bikin takut aja!" sahut Firman lalu duduk di samping Della.

"Emangnya mukaku nyeremin, dasar kamu!"

"Lagi ngapain, Del?" tanya Firman.

"Ini, nyelesain skripsi kurang dua halaman lagi," jawab Della sambil menutup laptopnya.

"Keren kamu, Del. Udah mau selesai, aku aja nyari bahan gak ketemu-ketemu!" celetuk Rudi.

"Kan, kamu ahlinya nyari cewek, Rud. Bukan yang beginian!" canda Della.

"Ah, bisa aja!" sahut Rudi malu dengan memutar-mutar badannya.

"Itu tadi siapa, Del? Kok, aku gak pernah liat bareng kamu?" tanya Firman.

"Namanya Sukma, sekelas juga sama aku, tapi jarang ngumpul bareng. Cuman baru tadi aja, dia datengin aku," jawab Della.

"Oh, gitu. Ntar malam ulang tahunnya Deni sama Laras, kamu mau gabung, nggak?" ajak Firman.

"Ehmmmmm." Della berpikir.

"Ayolah, Del. Ikut, aja! Ajak temenmu yang cantik-cantik itu juga," bujuk Rudi.

"Iya-iya, aku ikut," sahut Della tak bisa menolak rengekan Rudi.

"Ya udah, ketemu di klub jam lima sore, ya," kata Firman kemudian. 

Mereka berdua akhirnya pergi meninggalkan Della.

***

Della sudah sampai tepat di depan kamar kosan. Saat mencari kunci pintu, mendadak sebuah bola basket menggelinding di kakinya lagi, dia ingat betul itu bola basket yang kemarin ada di lantai dua. Lalu dari ujung lorong tampak sesosok anak kecil sedang melambai ke arahnya. Tiba-tiba, Della dibuat terkejut oleh seseorang yang menyentuh pundaknya.

"Ya Allah, kaget saya, Mbak!" ucap Della yang melihat orang itu adalah Siti pembantu di rumahnya Ratna.

"Mbak! Kan, saya sudah bilang cepat pergi dari tempat ini! Sebelum terlambat, Mbak!" bentak Siti sambil berlari menjauhi Della.

Della terperanjat dan menata napasnya lagi. Lalu dilihatnya bola basket itu sudah tidak ada dan anak kecil tadi pun sudah lenyap entah ke mana. Della buru-buru masuk dan menutup rapat pintu rumah rapat-rapat.

Della berpikir banyak kejadian aneh di gedung ini dan membuat dia makin penasaran, hingga ia tertidur karena kelelahan. Beberapa saat kemudian, Della dikagetkan dengan suara ponselnya yang nyaring, dia pun terbangun dari tidur.

"Dasar, tukang tidur! Cepetan ke klub, kita semua udah ngumpul, nih!" bentak Dewi.

"Iya-iya, bawel." Della segera mematikan ponsel.

Dia bergegas mandi. Ganti baju dan berangkat ke klubing menemui teman-temannya.

Bersambung.
YossudarsoBoy92
69banditos
simounlebon
simounlebon dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Tutup