Pikiranku menerawang, mencoba mengingat kembali semua peristiwa yang sudah aku dan putriku lalui. Masih teringat jelas dalam ingatanku semua peristiwa tidak masuk akal yang selalu menjadi santapanku sehari-hari. Bersinggungan dengan peristiwa gaib yang hampir membuat otakku menjadi gila!
Malam itu terasa aura mistis yang berhembus sampai membuat bulu kuduk merinding. Suasana di dalam rumah terasa begitu mencekam dan menegangkan.
Suara itu... Ya suara itu!!!
Suara denting piano mulai terdengar menggema di seluruh ruangan, seingatku piano mainan putriku sudah kumatikan dari sebelum adzan magrib berkumandang. Gendis yang sedang tertidur lelap tiba - tiba terbangun, dirinya tampak gelisah dan mulai terdengar tangisan dari bibir mungilnya.
"Aaarrghh...!!! Kenapa kalian tidak pernah berhenti mengganggu anakku? Apa kesalahan putriku terhadap kalian?"
Kehidupanku dulu berjalan normal hingga kehadiran putriku membuat semuanya berubah. Mereka sangat menantikan kehadiranmu, mereka begitu menyambutmu! Apa yang membuat mereka begitu tertarik denganmu putri kecilku?
Gendis adalah nama yang kuberikan untuk putriku tercinta. Anak yang sudah kutunggu hampir sepuluh tahun lamanya. Dari awal kelahirannya, banyak peristiwa aneh yang terjadi. Kehadiran Gendis seperti sudah sangat ditunggu oleh mereka. Putriku sangat rewel, dia selalu menangis dan menjerit histeris ketakutan setiap saat.
Bagaimanakah proses perjalanan hidup Gendis selanjutnya? Bisakah ia terbebas dari semua rasa ketakutan yang selalu menghantui dirinya? Akankah putriku bisa menjalani hidup normal seperti anak kecil lainnya? Dan kapankah semua ujian ini akan berakhir?
Ini kisah Gendis anakku yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidupku...
Thread ini aku dedikasikan untuk putriku tercinta yang bernama "Gendis". Semoga kelak ketika dirimu sudah tumbuh dewasa, kamu bisa membaca kisah yang mama tulis berdasarkan pengalaman yang kita lewati setiap harinya. Cerita ini merupakan kisah perjuangan seorang Ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya yang indigo.
Dulu aku hampir menyerah, aku sudah terlalu lelah menghadapi semua peristiwa yang tidak masuk akal. Mentalku sudah tidak kuat menghadapi semua gangguan-gangguan itu sendirian. Namun aku salah! Ternyata aku lebih kuat dari dugaanku selama ini! Itu semua karena rasa kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya tercinta.
Pesan mama untuk Gendis "Jika saatnya tiba tolong pergunakan kemampuanmu untuk membantu sesama". Enjoy the process dan ingat kamu tidak pernah sendirian! Mommy loves u!
Terima kasih ya Ndis sudah mengijinkan mama untuk menuliskan kisahmu.
Quote:
Doa dari Mas Yus untuk Gendis
Kisah ini berdasarkan kisah nyata yang aku dan Gendis alami.
Untuk update diusahakan setiap hari Senin dan Kamis ( dikondisikan dengan RL).
Mohon maaf kalau susunan kalimatnya kurang enak dibaca. Karena ini pertama kalinya aku menulis cerita.
Selamat menikmati thread ini, jangan lupa ratenya, komen n ... Terima kasih.
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak meng Copy Paste cerita ini. Semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan bisa menghargai karya orang lain. Terima kasih
""GRRRR...!!" Suara berat auman harimau terdengar kencang di telinga kiriku.
Aku melotot, nyaris melompat saking terkejutnya.
Aku menoleh berkeliling. Sepi!
Iris mataku tidak dapat menangkap dari mana suara itu berasal!
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar kembali dengusan nafas berat dan kasar. Tubuhku terasa lemas saat mendengar geraman seekor binatang buas yang bersuara menakutkan. Auman harimau itu serasa merontokkan seluruh persendianku. Suaranya begitu menggelegar dan melumpuhkan keberanianku!
Seketika tubuhku membeku ketakutan.
Dengan tangan gemetar, aku segera mematikan kompor dan lari terbirit-birit sekencang mungkin menuju ke luar rumah. Bagiku berada di teras lebih aman dari pada harus tetap di dalam rumah!
Aku mengatur nafasku yang memburu dan menjaga alam bawah sadar. Berusaha mengontrol diri ini dan mengumpulkan tenagaku. Bibirku bergetar dan melafazkan istighfar berkali-kali.
"Astaghfirullahaladzim" aku menghela nafas berat sambil mengusap wajah berkali-kali. Ke dua kakiku bergetar hebat dan nafasku terlihat naik turun.
"Ya Allah tadi itu suara apa? Kenapa aku mendengar suara auman harimau di telingaku?" Desisku sambil mengerjapkan mata berkali-kali.
"Salah apa aku ya Raab sampai harus mendengar suara mengerikan itu" desisku.
Dengan harap cemas, berkali-kali aku menoleh ke arah pintu pagar. Berharap agar secepatnya suamiku segera pulang ke rumah. Sambil terduduk di lantai teras, mataku terus mengawasi ke arah halaman. Aku mulai panik menunggu kepulangan suamiku. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya yang kulihat seraut wajah bulat muncul dari balik pintu pagar. Aku beranjak dari duduk dan segera berlari menuju suamiku dengan tergesa.
"Mass...!!" Jeritku tertahan ketika melihat sosoknya muncul di hadapanku. Aku segera berhamburan ke pelukan suamiku. Belum pernah aku merasakan sebahagia ini melihat kehadiran pasangan hidupku.
Mas Dedi menatapku aneh. Dari raut wajahnya ia nampak keheranan melihat tingkahku yang tampak begitu ketakutan. Ia memegang keningku, berusaha memastikan kalau aku sedang tidak mengigau.
"Kamu kenapa Ma? Kok wajahmu tampak pias? Ima lagi sakit?" Tatapnya ganjil seakan berusaha mengenali aku.
"I-Ima takut mas" desisku.
"Takut? Tumben kamu takut! Memangnya Ima takut apa?" Ujarnya sambil mengusap pelan bahuku, berusaha menenangkanku.
"Loh Gendis mana? Kok kamu cuma sendirian?" Suamiku baru menyadari kalau aku hanya menungguanya seorang diri di teras rumah. Tanpa adanya kehadiran putri kami satu-satunya.
Sambil terus mengatur nafasku, aku mendongak menatap sepasang mata sendu yang sedang mengamati perubahan riak wajahku. Seketika lidahku terasa kelu. Aku menundukkan wajahku, tak berani menatap ke dalam matanya.
"Gendis ada di dalam kamar lagi asik main ipad"
"Terus kenapa Ima meninggalkan Gendis sendirian di rumah?" tanya suamiku dengan nada khawatir.
"Insya Allah Gendis aman mas. Dia lagi anteng kok main di kamar" jawabku dengan bibir bergetar.
"Kamu kenapa kelihatan begitu gelisah dan cemas begini?" Tanyanya dengan suara tertahan.
Aku menarik nafas panjang, menenangkan debaran takut yang masih menderaku.
"I-itu mas. Tadi pas Ima sedang masak di dapur, tiba-tiba Ima mendengar suara auman harimau di telinga Ima" jawabku sambil beringsut ketakutan dan semakin mempererat pelukanku ke suamiku.
"Auman harimau? Apa Ima yakin kalau itu suara geraman harimau?" Suamiku berusaha memastikan ucapanku.
"I-iya mas! Ima benar-benar yakin itu suara harimau! Karena Ima mendengar suara aumannya itu sebanyak dua kali. Makanya Ima tadi langsung lari ke teras dan menunggu mas disini!"
Sejenak suamiku terdiam, berusaha mencerna setiap kata-kata yang ku ucapkan.
"Malam ini mas jangan ikut pengajian bapak-bapak dulu ya. Tolong temani Ima di rumah. Ima masih takut mas" tuturku sambil menghela nafas pelan.
Suamiku mengusap bahuku dengan lembut.
"Mas Dedi ayo kita ke pengajian di rumah pak Ishak" Panggil tetanggaku dari balik pintu pagar.
Suamiku menengok ke arah jalanan berusaha melihat siapa yang tengah menegurnya.
"Sebentar ya Ma. Itu ada pak Rido. Mas mau berbicara dengan beliau sebentar"
Suamiku melangkah ke luar halaman. Ia tampak bercakap-cakap dengan tetanggaku. Sepertinya ia sedang menjelaskan ke temannya kalau malam ini ia tidak bisa mengikuti pengajian rutin yang biasa diadakan di kompleks perumahanku.
Samar-samar kudengar ayah Rido bertanya pada suamiku "Istri sampean kena gangguan lagi kah dari mahluk halus yang menempati rumah sampean?"
Namun aku tidak dapat mendengar jawaban suamiku. Yang bisa kulihat, suamiku tampak menjelaskan sesuatu dengan raut wajah serius. Tak lama kemudian suamiku pamit dan memasuki pelataran rumah.
"Sudah Ma. Mas sudah pamit sama pak Rido kalau malam ini mas tidak ikut pengajian bapak-bapak dulu. Biar mas di rumah menemani Ima dan Gendis" tatapnya teduh.
"Alhamdulillah" sahutku lega.
"Ayo masuk ke dalam, jangan hanya berdiri disini terus. Nggak enak nanti kalau dilihat sama tetangga"
Suamiku mengulurkan lengan tangannya. Aku segera mengamit jemarinya sambil tersenyum. Dengan bergandengan tangan, kami memasuki rumah dan langsung menuju ke kamar. Tempat dimana saat ini putriku berada.
Kini aku dan mas Dedi berdiri di ambang pintu kamar, mengamati putri kami yang sedang asik bermain game piano.
"Ndis, Gendis lagi main game apa nak?"
"Iano yah" (Piano yah)
"Ndis, ayah mau tanya. Tadi di dapur...." belum juga suamiku menyelesaikan ucapannya. Gendis langsung memotong pembicaraan ayahnya. Seolah-olah ia sudah mengetahui kemana arah mana tujuan topik obrolan ini.
"Tigel yah! Tu tigel!" (Tiger yah. Itu tuger) Celotehnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar ipad.
"Tiger? Jadi tiger yang tadi bikin mama ketakutan?"
"He-eh"
"Kenapa tiger bikin mama ketakutan?" Selidik suamiku penuh rasa ingin tahu.
"Tu yah, bis mama cih..!" (Itu yah. Habis mama sih)
"Kenapa sama mama?"
"Mama alakin Dis! Tigel ga cuka alo mama alah-alah ama Dis!" (Mama galakin Gendis. Tiger nggak suka kalau mama galak-galak sama Gendis)
Aku terperanjat mendengar penuturan yang terlontar dari bibirnya yang mungil. Untuk beberapa saat tubuhku terdiam membeku. Darahku seketika mendidih.
"Ndis tolong dengar ya. Mama marah sama Gendis itu pasti ada sebabnya" sahutku membela diri.
"Api rigel ga cuka ma! Tigel ilang, Dis ga calah!" (Tapi tiger nggak suka ma. Tiger bilang Gendis nggak salah)
"Ata tigel, Dis acih anak-anak" (Kata tiger, Gendis masih anak-anak)
"Adi mama ga oleh alahin Dis!" (Jadi mama nggak boleh marahin Gendis)
Penuturan Gendis menyentak diriku. Aku tak menyangka kalau harimau itu akan menunjukkan eksitensinya hanya karena ia tidak suka jika aku memarahi putriku. Hatiku tergelitik ingin menimpali ucapannya.
"Ndis, walaupun Gendis memiliki teman seperti tiger. Dan tiger sayang banget sama Gendis. Kalau Gendis berbuat salah, mama pasti akan tetap menasehati Gendis. Mama nggak peduli sama tiger! Karena Gendis itu anaknya mama! Sudah menjadi tugas mama untuk membimbing Gendis!" Aku memberi penekanan pada putriku kalau sosok tiger tidak bisa menjadi pelindungnya.
"Api tigel ga cuka alo mama alak" (Tapi tiger nggak suka kalau mama galak) mata bulatnya yang bening menatap polos ke arahku.
Aku mengatupkan bibir dan menggeleng cepat.
"No! Di mata mama, kalau Gendis melakukan kesalahan , mama harus tetap menegur Gendis! Tolong bilang sama tiger, selama mama benar, mama tidak takut sama dia. Mama galak bukan berarti tidak sayang sama Gendis. Anak mama itu anak yang cerdas. Ndis pasti pahamkan sama ucapan mama?"
Gendis terdiam. Ia tertunduk sambil memainkan jari jemarinya.
"Aap Dis ya ma! Aap tigel uga" (Maafin Gendis ya ma. Maafin tiger juga) ujarnya tertunduk lesu.
Aku berjalan menghampiri putriku dan memeluk tubuhnya erat.
"Maafin mama juga ya nak kalau sudah bikin Gendis merasa sedih"
Putriku mendongak pelan. Matanya yang indah dengan warna bola mata coklat muda menatapku hangat. Binar matanya yang sendu kini kembali berbinar ceria.
Aku melirik sekilas ke arah suamiku yang masih berdiri mematung di ambang pintu berwarna coklat muda. Ia menatap ke arahku dan Gendis. Bibirnya menyunggingkan senyuman hangat. Terpancar rasa lega dari raut wajahnya setelah melihat aku dan putriku berdamai kembali.
***
Keesokan paginya ketika aku dan keluarga kecilku sedang duduk santai di teras rumah.
"Ma nanti siang ikut mas ke rumah mba Indri yuk?" Ujarnya sambil mengamati selembar kertas yang berada di atas meja.
"Tumben mas ngajak Ima ke rumah mba Indri. Memangnya ada acara apa mas?" Tanyaku penasaran.
Mba Indri adalah sepupu suamiku dan rumahnya tidak terlalu jauh dari kediamanku. Sayangnya aku belum pernah sama sekali bertandang ke rumahnya.
"Semalam mba Indri mengirim pesan ke mas. Katanya hari ini ada acara kumpul keluarga di rumahnya. Dan beliau meminta mas untuk mengajak serta Ima dan Gendis. Kata mba Indri biar Ima dan Gendis bisa lebih mengenal dekat keluarga mas"
Aku termenung sejenak. Memikirkan ajakan suamiku. Harus ku akui, aku memang begitu kurang mengenal dekat keluarga dari pihak suamiku. Selain aku kurang suka bergaul, aku juga tidak suka jika harus mengikuti acara keluarga. Rasanya diriku menjadi kikuk jika harus bertemu dengan banyak orang.
"Ayolah Ma, sekali ini saja kamu datang ke acara keluarga mas. Tidak ada salahnya kan bersilaturahmi dengan saudara? Sekalian mengenalkan Gendis biar lebih dekat dengan keluarga dari pihak ayahnya." Pinta mas penuh harap.
Sepertinya ia bisa membaca kegalauan dalam hatiku. Setelah cukup lama aku merenung, akhirnya aku menyetujui ajakan suamiku. Tanpa menunggu lama, kami pun segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sepupu suamiku.
Hanya dalam waktu empat puluh lima menit, akhirnya kami pun tiba di rumah mba Indri. Halaman parkir rumahnya masih terlihat sepi, hanya ada kendaraan suamiku yang terparkir di sana. Aku berdecak kagum mengamati rumah mba Indri. Kediamannya terlihat sangat luas dan bersih, dengan kolam ikan dan air mancur menghiasi pelataran rumahnya.
Putriku tertawa girang melihat ke arah kolam ikan. Dengan tidak sabaran, ia segera berlari ingin menceburkan diri masuk ke dalam kolam. Untung suamiku dengan sigap segera menangkap tubuh Gendis dan menggendongnya.
"Ndis jangan masuk ke kolam ikan. Nanti bajumu basah sayang!" Teriakku sambil menatapnya geram.
Putriku menunduk dan membenamkan wajahnya di pundak ayahnya.
Mba Indri yang mendengar suara ribut-ribut di halaman rumahnya segera berlari keluar rumah, ia tersenyum ramah melihat kedatangan kami.
"Eh.. Dedi sudah datang. Ayo masuk! Jangan cuma berdiri di luar saja!" Pintanya lembut.
Aku segera berjalan menghampir miba Indri yang hari itu mengenakan jilbab berwarna abu-abu. Aku tersenyum dan menyerahkan buah tangan yang sempat ku beli dalam perjalanan menuju ke rumahnya.
"Maaf mba, Ima tidak bisa mengasih apa-apa"
"Ya Allah, Ma! Nggak usah repot-repot! Kamu mau datang ke sini saja, mba sudah senang!" Ujarnya sambil mencium ke dua pipiku.
Pandangan mba Indri beralih ke putriku.
"Oalah..! Ini Gendis ya??" Masya Allah, lucu banget anakmu Ded!! Pipinya kok bisa gembul begini sih? Rambutnya juga lucu banget.. ikal!!"
Suamiku tersenyum tipis dan meminta putriku mencium tangan tantenya.
"Capa yah?" Tanya Gendis sambil mengamati ke arah mba Indri.
"Ini namanya tante Indri. Dia sepupu ayah" suamiku memberi penjelasan pada Gendis.
"Aduh Ded! Aku gemas banget sama Gendis. Sudah, anakmu buat aku saja deh! Aku mau banget kalau dikasih!!"
Aku tersenyum kecut mendengar ucapan mba Indri. Bagaimana mungkin aku bisa menyerahkan putriku begitu saja untuk diasuh oleh orang lain, jika aku sendiri butuh waktu hampir 10 tahun untuk mendapatkan Gendis. Namun aku berusaha memaklumi ucapan mba Indri. Karena sebelum berangkat, suamiku sudah mewanti-wanti kalau mba Indri sudah begitu lama menginginkan keturunan. Hampir 17 tahun mengarungi bahtera rumah tangga namun beliau belum juga diberi momongan oleh sang Pencipta.
Tak lama kemudian suami mba Indri muncul dari balik pintu ruang tamu.
"Eh ada mas Dedi, ayo masuk mas. In, cepat bikinkan minuman untuk keluarganya mas Dedi!" Seru mas Agus, suaminya mba Indri.
Dengan tergesa-gesa, mba Indri segera menuju ke dapur untuk membuatkan minum.
Kaki pun melangkah memasuki rumahnya yang bertipe modern. Baru saja aku terduduk di sofa yang empuk, Gendis langsung berlari menuju ke lemari jati yang berada di ruang tengah.
"Uka! Uka! Olong uka lemalinya" (Buka. Buka. Tolong buka lemarinya" jari telunjuknya menunjuk ke arah lemari jati bagian bawah.
Aku bergegas menghampiri anakku, sedangkan suamiku tampak asik berbincang-bincang dengan mas Agus di teras.
"Ndis tolong yang sopan sayang. Ini kan bukan rumah kita" nasehatku pada Gendis.
Tapi putriku tetap bersikeras memintaku untuk membuka pintu lemari. Tampaknya di dalam lemari itu ada sesuatu yang begitu menarik perhatiannya.
"Memangnya di dalam lemari ada apa sih nak? Kok Gendis kaya penasaran begitu?"
"Dis au bil obil-obilan ink!" (Gendis mau ambil mobil-mobilan warna pink)
"Mobil warna pink? Mana ada mobil warna pink di dalam situ Ndis"
"Ada ma! Ada bil ink!" (Ada ma. Ada mobil pink)
"Kan Gendis baru pertama kali main sini, dari mana Gendis tahu ada mobil-mobilan disana?"
Dengan raut wajah cemberut, Gendis menatapku. Ia menunjuk ke kepalanya "Di cini ma! Dis iat dicini!" (Disini ma. Gendis lihat disini) Tunjuknya ke kepala.
Dari arah dapur muncul mba Indri yang membawakan minuman dalam wadah nampan. Setelah ia menatanya di meja ruang tamu, mba Indri berjalan menghampiriku.
"Tadi tante Indri dengar kalau Gendis berteriak-teriak minta sesuatu. Memangnya Gendis mau apa sih?"
"Ini mba, Gendis bilang di dalam lemari mba ada mobil warna pink"
Mba Indri mengerenyitkan kenigngnya.
"Masa sih? Coba sini tante bukain lemarinya" jawabnya dengan sabar.
Mba Indri membuka daun pintu lemari jati perlahan. Aku tersentak kebingungan. Dengan jelas, kulihat di rak paling bawah terdapat mainan mobil-mobilan berwarna merah jambu. Persis seperti yang diucapkan putriku.
"Bagaimana mungkin? Gendis kan baru pertama kali ini diajak ke rumah mba Indri! Ta-tapi kok dia bisa tahu kalau di dalam lemari ini ada mainan mobil-mobilan berwarna merah jambu?" Desisku.
Kuperhatikan raut wajah mba Indri juga terlihat sama bingungnya seperti aku.
"Eh, kok Gendis bisa tahu di dalam lemari sini ada mainan?" Tanyanya dengan raut wajah seolah tak percaya.
Putriku tersenyum sambil mengambil dan memeluk mobil berwarna pink.
"Au ong!" (Tau dong) Ujarnya sambil berlari menuju ke ayahnya.
Aku memaksakan diri untuk tersenyum. Berusaha menutupi rasa panikku karena keluarganya mas tidak ada yang mengetahui kalau putriku berbeda. Setelah suasana yang cukup canggung, aku dan mba Indri segera kembali ke ruang tamu.
"Aku masih heran loh Ma. Kok Gendis bisa tahu ya kalau di dalam lemari ada mobil warna pink?"
"Sama mba, Ima juga heran"
"Tahu dari mana ya dia? Asli mba nggak habis pikir!" Tukasnya cepat.
Aku terdiam, berusaha memikirkan jawaban yang masuk akal. Baru saja aku ingin membuka mulutku, tiba-tiba Gendis kembali berlari menghampiriku, ia menarik tubuhku dan berbisik pelan.
"Mama..! Di atac ada ainan anyak. Dis au ain oleh ga?" (Mama. Di atas ada mainan banyak. Gendis mau main boleh nggak) Pintanya penuh harap.
Aku tercengang mendengar permintaan putriku.
"Gendis tahu dari mana di atas banyak mainan?" Bisikku pelan.
Namun putriku tidak mau menjawab pertanyaanku.
Aku menatap matanya berusaha meminta penjelasan dan putriku balik menatapku lebih dalam lagi.
"Ada apa mba Ima? Gendis mau apa lagi?" Tanya mba Indri sekaligus memecah pikiranku yang sedang bingung.
"Ehmm.. Ini mba. Gendis barusan bilang ke Ima kalau di atas banyak mainan. Dan dia minta ijin boleh tidak main disana?" Aku berdehem berusaha menghilangkan rasa gugup.
Mataku menangkap kalau mba Indri menghela nafas sambil menatap lekat-lekat wajah putriku. Aku merasa kalau mba Indri sedang berusaha menutupi rasa terkejutnya. Sebisa mungkin ia memasang wajah biasa saja di hadapanku.
"Kok Gendis bisa tahu lagi ya?" Tanyanya dengan raut wajah terkejut bukan main.
"Maksud mba gimana ya?" Pancingku.
"Ngg.. itu mba Ima. Di lantai atas memang sengaja aku sediakan tempat khusus bermain buat keponakan yang datang ke rumah. Biar mereka anteng dan betah" Gumam mba Indri sambil menatap takjub ke wajah putriku.
Aku bisa membaca dengan jelas jika hatinya sedang bertanya-tanya tentang perilaku Gendis.
"Gendis mau main ke atas?" Tanya mba Indri.
Putriku mengganguk pelan "Auu Te!" (Mau tante)
Mba Indri mengangkat tubuhnya dari sofa dan berjalan ke arah Gendis. Mba Indri memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. Ia tersenyum ramah.
"Yuk kalau Gendis mau main di atas. Tante temenin ya. Biar mama Gendis menunggu di sini dulu. Nggak apa-apa kan mba kalau saya ajak Gendis ke atas?"
Ia menatap ke arahku meminta persetujuan untuk mengajak putriku bermain. Aku tersenyum petanda setuju. Kemudian mba Indri mengulurkan tangannya dan meraih jemari putriku. Dengan antusias ia mengajak anakku ke arah tangga menuju ke lantai atas.
Aku menolehkan wajah sekilas ke arah mereka "Kalau main yang sopan ya nak. Jangan berantakin rumah tante Indri" Pekikku pelan.
Namun putriku tidak mengidahkan teriakanku. Ia tampak begitu bersemangat menampaki tangga demi tangga. Sesekali terdengar gelak tawa mereka.
Aku meghela nafas dan menyenderkan tubuhku di sofa yang empuk, memejamkan mata barang sejenak.
***
"Ndri..!! Ndriii..!! Ini Desi sama anak-anaknya sudah datang" Teriak mas Agus (suaminya mba Indri) dari balik ambang pintu ruang tamu.
Aku terperanjat kaget dan segera membuka mata. Aku mengerjapkan kelopak mata beberapa kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang begitu mendera, berusaha untuk tetap terjaga.
"Assalamu'alaikum" Terdengar suara lembut wanita mengucapkan salam.
Pandanganku bergerak ke arah suara tersebut. Di ambang pintu berwarna putih tulang, kuihat seraut paras wajah yang sangat cantik. Wanita berkulit putih dengan jilbab berwarna biru laut sedang berdiri disana. Di sampingnya berdiri dua anak kecil, laki-laki dan perempuan yang ku taksir usianya tidak jauh berbeda dengan putriku. Aku tersenyum kikuk menatap matanya yang tajam namun teduh.
"Ini pasti mba Ima, istrinya mas Dedi ya?" Ujarnya sambil berjalan ke arahku dan mengulurkan tangannya. Mengajakku untuk berjabat tangan.
"Eh, i-iya. Maaf, mba siapa ya?" Jawabku sambil membalas uluran tangannya yang terasa dingin
"Saya Desi, adiknya mas Agus"
Aku memasang tampang kebingungan. "Ooh... adiknya mas Agus" jawabku sambil tersenyum.
Mba Desi dan ke dua anaknya berjalan menuju ke ruang makan. Ia tampak celingukan, matanya menatap berkeliling ruangan. Ia nampak seperti mencari sesuatu.
"Mba Ima..." suaranya terdengar begiru lirih, hampir tak terdengar.
Mataku bergerak melihat ke arahnya.
"Mba Desi manggil saya?"
"Iya" angguknya lemah.
"Ada apa ya mba?"
"Mba Indri dimana ya?" Tanyanya canggung.
"Ooh.. Mba Indri lagi di atas. Sedang menemani putri saya bermain" Jawabku sekenanya.
Mba Desi memutar bola matanya menatap ke arah tangga.
"Ya sudah kalau begitu Desi ke atas dulu ya mba" jawabnya sambil berlalu.
Aku melihat sekilas ke arahnya. Tubuh mungilnya mulai menyusuri lorong, berjalan menaiki setiap anak tangga.
"Wanita yang cantik namun aneh" gumamku.
Tak lama kemudian sayup-sayup terdengar suara derap langkah kaki yang cukup berisik sedang menuruni anak tangga.
@danjau Aamiin.. terakhir sih emak dapat kabar dari mba Indri kl mba desi lg sakit. Panjang kl mau ceritain kisah dia 🤣🤣. Disini emak cuma ceritain yg berhubungan sm ndis aja 🤣🤣
Anda akan meninggalkan Stories from the Heart. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.