Pikiranku menerawang, mencoba mengingat kembali semua peristiwa yang sudah aku dan putriku lalui. Masih teringat jelas dalam ingatanku semua peristiwa tidak masuk akal yang selalu menjadi santapanku sehari-hari. Bersinggungan dengan peristiwa gaib yang hampir membuat otakku menjadi gila!
Malam itu terasa aura mistis yang berhembus sampai membuat bulu kuduk merinding. Suasana di dalam rumah terasa begitu mencekam dan menegangkan.
Suara itu... Ya suara itu!!!
Suara denting piano mulai terdengar menggema di seluruh ruangan, seingatku piano mainan putriku sudah kumatikan dari sebelum adzan magrib berkumandang. Gendis yang sedang tertidur lelap tiba - tiba terbangun, dirinya tampak gelisah dan mulai terdengar tangisan dari bibir mungilnya.
"Aaarrghh...!!! Kenapa kalian tidak pernah berhenti mengganggu anakku? Apa kesalahan putriku terhadap kalian?"
Kehidupanku dulu berjalan normal hingga kehadiran putriku membuat semuanya berubah. Mereka sangat menantikan kehadiranmu, mereka begitu menyambutmu! Apa yang membuat mereka begitu tertarik denganmu putri kecilku?
Gendis adalah nama yang kuberikan untuk putriku tercinta. Anak yang sudah kutunggu hampir sepuluh tahun lamanya. Dari awal kelahirannya, banyak peristiwa aneh yang terjadi. Kehadiran Gendis seperti sudah sangat ditunggu oleh mereka. Putriku sangat rewel, dia selalu menangis dan menjerit histeris ketakutan setiap saat.
Bagaimanakah proses perjalanan hidup Gendis selanjutnya? Bisakah ia terbebas dari semua rasa ketakutan yang selalu menghantui dirinya? Akankah putriku bisa menjalani hidup normal seperti anak kecil lainnya? Dan kapankah semua ujian ini akan berakhir?
Ini kisah Gendis anakku yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidupku...
Thread ini aku dedikasikan untuk putriku tercinta yang bernama "Gendis". Semoga kelak ketika dirimu sudah tumbuh dewasa, kamu bisa membaca kisah yang mama tulis berdasarkan pengalaman yang kita lewati setiap harinya. Cerita ini merupakan kisah perjuangan seorang Ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya yang indigo.
Dulu aku hampir menyerah, aku sudah terlalu lelah menghadapi semua peristiwa yang tidak masuk akal. Mentalku sudah tidak kuat menghadapi semua gangguan-gangguan itu sendirian. Namun aku salah! Ternyata aku lebih kuat dari dugaanku selama ini! Itu semua karena rasa kasih sayang seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya tercinta.
Pesan mama untuk Gendis "Jika saatnya tiba tolong pergunakan kemampuanmu untuk membantu sesama". Enjoy the process dan ingat kamu tidak pernah sendirian! Mommy loves u!
Terima kasih ya Ndis sudah mengijinkan mama untuk menuliskan kisahmu.
Quote:
Doa dari Mas Yus untuk Gendis
Kisah ini berdasarkan kisah nyata yang aku dan Gendis alami.
Untuk update diusahakan setiap hari Senin dan Kamis ( dikondisikan dengan RL).
Mohon maaf kalau susunan kalimatnya kurang enak dibaca. Karena ini pertama kalinya aku menulis cerita.
Selamat menikmati thread ini, jangan lupa ratenya, komen n ... Terima kasih.
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak meng Copy Paste cerita ini. Semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan bisa menghargai karya orang lain. Terima kasih
"Aku tersenyum geli mendengar penuturannya yang polos. Ternyata putriku belum paham jika tigeryang ia lihat bukanlah hewan sungguhan. Tiger yang saat ini sedang asik berkeliaran di dalam rumahku adalah entitas dari dunia lain yang hanya bisa dilihat oleh mata ketiga putriku.
"Ma, angan ual amal ulu ya" (Ma jangan keluar kamar dulu ya)
"Mama cini aja ama Dis" (Mama disini saja sama Gendis)
"Tal alo mama elual amal, mama di akan tigel" (Ntar kalau mama keluar kamar. Mama di makan tiger) tuturnya dengan suara tercekat dan wajah menyiratkan ketakutan.
"Iya Ndis. Mama tetap di kamar bersama Gendis" sahutku sambil menatap wajahnya yang masih terlihat seperti orang bingung.
Mungkin putriku masih shocked dengan penampakan big tiger di dapur. Mungkin juga hati kecilnya bertanya-tanya kenapa tiba-tiba ada harimau besar yang bisa masuk ke dalam rumah.
Ku lihat wajah putriku menyiratkan suatu kelegaan setelah mendengar jawabanku. Mungkin aku tidak bisa melihat sosok tiger besar yang kini sedang memantau aktifitas anakku. Namun setidaknya aku bisa berempati dengan apa yang tengah dirasakan oleh putriku.
"Ma, apa tigel ke lumah Dis? Tigel nyasal ya ma?" (Me, kenapa tiger ke rumah Gendis. Tiger nyasar ya ma)
Aku berusaha menahan gelak tawa mendengar pertanyaannya yang polos.
"Mama kurang paham Ndis kenapa tiger bisa datang ke rumah kita. Maafin mama ya karena mama tidak bisa memberikan jawabannya"
"Angan-angan tigel upa alan ulang ma" (Jangan-jangan tiger lupa jalan pulang ma)
"Acian! Ntal yang antel tigel ulang ciapa ma? Dis ga au ah..! Dis atut" (Kasihan. Ntar yang antar tiger pulang siapa ma? Gendis nggak mau ah. Gendis takut)
Aku mengatupkan bibirku erat-erat berusaha menahan diri agar tidak mentertawakan kepolosan putriku. Masih menahan tawa, kulihat ke dua bola mata putriku bergerak cepat, Gendis tampak menajamkan indra pendengarannya.
"Ma..! Ma..! Tigel agi epan amal" (Ma. Ma. Tiger lagi depan kamar)
Aku dapat membaca sekilas jika raut wajah anakku begitu tegang. Mungkin ia khawatir jika sosok tiger akan mendobrak pintu kamar dan menerobos masuk ke dalam. Tubuh putriku bergetar pelan, sepertinya ia takut kalau sosok tiger akan melahap tubuhnya dan aku.
Aku memegang bahunya pelan dan menatap matanya dalam. Berusaha meyakinkan putriku kalau kami akan baik-baik saja.
"Tenang saja Ndis. Insya Allah kita aman ya sayang"
Putriku menatap dengan ke dua bola matanya yang bening.
"Ati, tigel ga au akan ita ya ma?" (Berarti tiger nggak mau makan kita ya ma)
Aku tersenyum manis berusaha menjaga hati putriku tetap tenang. Memastikan dirinya bahwa ada aku yang akan selalu melindunginya.
"Ndis, tolong dengarkan mama baik-baik. Tiger yang saat ini sedang berada di depan pintu kamar kita itu bukan binatang sungguhan nak. Itu sosok jin yang berwujud tiger. Jadi Gendis tidak perlu khawatir kalau tiger akan memakan kita"
"Ang enel ma?" (Yang benar ma)
"Iya Ndis, tiger tidak akan makan Ndis dan mama. Jadi Gendis tenang saja ya?"
"Alo ga atan Dis, elus tigel makanna apa ma?" (Kalau nggak makan Gendis, terus tiger makannya apa ma)
Aku terkejut mendengar pertanyaan putriku. Aku tidak menyangka jika Gendis akan berpikir sejauh itu. Aku menggigit jari telunjukku, berusaha berpikir keras. Otakku buntu!! Aku benar-benar tidak tahu jawabannya. Aku tidak paham dengan dunia gaib. Aku juga tidak tahu apa yang mereka makan. Akhirnya aku memutuskan untuk berkata jujur ke putriku.
"Ndis, pertanyaan Gendis buat PR mama saja ya. Mama bingung harus menjawab apa. Yang mama tahu, tiger yang Gendis lihat juga butuh makan tapi mama tidak tahu apa makanannya"
"Ah mama ayah ni! Maca mama dak au?" (Ah mama payah nih. Masa mama nggak tahu) Cecarnya seolah tidak puas dengan jawaban yang ku berikan.
"Maaf ya Ndis kalau mama bikin kecewa Gendis. Tapi mama benar-benar tidak tahu jawabannya" jawabku dengan raut wajah menyesal.
"Api apan-apan mama acih au Dis ya tigel di dapul makannya apa" (Tapi kapan-kapan mama kasih tahu Gendis ya tiger di dapur makannya apa)
Aku menjulurkan jari kelingking dan disambut dengan anak jari putriku.
"Iya mama janji nak"
Gendis memamerkan lesung pipitnya. Ia tersenyum bahagia setelah mendengar penjelasanku.
"PAKET..! PAKET atas nama bu Ima!!" Terdengar teriakan pengantar paket dari depan rumahku.
"Tunggu sebentar mas!" Teriakku dari dalam kamar.
"Ndis sepertinya paket puzzle alphabet sudah sampai. Mama ambil paketnya dulu ya!"
Gendis menarik tanganku, menghentikan langkahku. Ia menggeleng dan menatap lemah.
"No ma! Angan! Inet ada tigel" (No ma. Jangan. Inget ada tiger)
"Alo mama elual tal alo mama di akap tigel" (Kalau mama keluar ntar kalau mama ditangkap tiger) Pintanya dengan mata penuh harap.
Aku berlutut di hadapan Gendis, menepuk ke dua pipinya pelan.
"Jangan takut sayang, Bismillah. Tiger nggak akan bisa nangkep mama. Jadi Gendis jangan khawatir. Ingat Ndis, Allah selalu menjaga Gendis, ayah dan mama"
Ke dua alisnya yang tebal bertaut, putriku tampak berpikir keras.
"Iya ma. Da Allah ma!" (Ada Allah ma)
"Anak pintar! Kita kan punya Allah, jadi jangan takut ya sayang?"
"Dis da atut ma! Dis elani! Yo bil atetna" (Gendis nggak takut ma. Gendis berani. Ayo ambil paketnya).
Aku segera meraih tangannya yang terasa sangat dingin, dengan sedikit basah. Sangat kontras dengan udara siang itu yang terasa begitu terik dan panas.
"Yuk sayang" ajakku seraya menggenggam erat jemarinya.
"A-api ma?" (Ta-tapi ma) Tatapnya ragu.
"Bismillah nak, tiger nggak jahat kok"
"Enel ya ma. Mama angan oong ya" (Bener ya ma. Mama jangan bohong ya)
"Iya.. masa mama bohong sama Ndis?' Aku menyengir jahil.
Sambil menggenggam erat jemari tanganku, aku dan Gendis berjalan pelan menuju ke arah pintu. Aku menarik gagang pintu ke bawah dengan perlahan.
"Kriieet" pintu pun kini terbuka lebar.
Gendis langsung menjulurkan wajahnya ke luar pintu kamar. Mukanya tampak celingukan seperti mencari sesuatu.
"Ndis, Gendis sedang mencari apa?'
"Sstt.. bental ma" (Sstt. Sebentar ma)
Matanya yang tajam tampak mengelilingi seluruh sudut ruangan. Sedetik kemudian ia menarik nafas lega.
"Amuilah" (Alhamdulillah)
"Tigel da ada. Tigel agi di atas" (Tiger nggak ada. Tiger lagi di atas)
"Yuk ma, uluan abil atet na. Umpung da ada tiger" (Yuk ma, buruan ambil paketnya. Mumpung nggak ada tiger)
Dengan tergesa-gesa, aku segera menuju ke teras dan mengambil paket. Setelah mengucapkan terima kasih, aku dan Gendis segera kembali ke kamar. Dengan sigap, putriku langsung membuka bungkusan berwarna putih tulang. Matanya tampak antusias saat melihat hadiah yang berada di dalamnya.
"WOW..! Uzzle A fol apple" (Wow. Puzzle A for Apple) jeritnya gembira.
Putriku langsung berhamburan ke pelukanku, ia memberiku ciuman bertubi-tubi sebagai tanda ucapan terima kasih.
"Nanti malam, kita mulai belajar huruf ya Ndis"
"Au ma! Dis au elajal" (Mau ma. Gendis mau belajar)
Sejenak, putriku bisa melupakan rasa takutnya akan sosok tiger yang sempat menghantuinya. Sekarang anakku tampak antusias dan fokus dengan mainan yang berada di hadapannya.
***
Setelah seharian aku dan putriku mengurung diri di dalam kamar, akhirmya aku membujuk putriku untuk bermain di luar.
"Ndis sudah sore. Gendis mandi terus main ke luar rumah sama mama yuk" bujukku.
"Ayo ma. Dis au andi ial ga au acem" (Ayo ma. Gendis mau mandi biar nggak bau asem)
Ia memegang tanganku erat dan menariknya dengan kencang. Membawaku menuju ke kamar mandi. Walau sesekali bola matanya tampak mengarah ke arah tangga. Tanpa membuang waktu, aku segera bergegas menuju kamar mandi dan memandikan putriku.
Setelah rapi dan wangi, aku segera mengajaknya bermain di luar rumah. Sore begini akan ada banyak anak-anak yang berkumpul dan bermain di jalanan.
Gendis tertawa girang saat melihat teman sepantarnya. Ia langsung berlari menghampiri teman-teman sebayanya dan mulai bermain kejar-kejaran. Anakku langsung tenggelam dalam dunianya. Dengan riang ia berlari kesana kemari. Walau kuperhatikan, putriku nampaknya kurang fokus bermain. Kuamati gerak gerik putriku, ia tampak gelisah. Sesekali ekor matanya melirik ke arah belakang. Tampaknya ada sesuatu yang tengah menguntit dirinya.
Dengan nafas terengah-engah, Gendis berlari menghampiriku yang sedang duduk di pos. Ia membungkuk dan memegang ke dua lututnya.
"Ma..! Ma..! Ape!" (Ma.Ma. Cape) Serunya dengan nafas tersengal-sengal.
"Kenapa lari kencang banget Ndis?" Aku mengusap peluh yang membasahi wajahnya yang memerah.
"Ma, apa tigel itutin Dis elus?" (Ma kenapa tiger ngijutin Gendis terus)
"Tiger??"
"He-eh, tigel ma. Tigel ali adi itutin Dis ali auh" (He-eh. Tiger ma. Tiger dari tadi ngikutin Gendis dari jauh) Tunjuknya ke arah rumahku.
"Api tigel ga au eket-eket Dis!" (Tapi tiger nggak mau dekat-dekat Gendis)
"Ya sudah, biarkan saja Ndis kalau tiger cuma ngawasin Gendis dari jauh. Yang penting sekarang Gendis main saja sama teman-teman ya" aku menepuk ke dua pipinya dengan pelan.
"Sudah nggak usah takut sayang. Insya Allah tiger nggak punya maksud jahat ke Gendis. Sudah main lagi sana sama teman-teman. Lihat tuh, mereka melihat kemari. Mereka menunggu Gendis"
Putriku memalingkan wajahnya melihat ke arah teman-temannya yang tampak sedang menunggunya untuk bermain lagi.
"Dis ain agi ya ma" (Gendis main lagi ya ma) pamitnya sambil berlari kecil meninggalkanku.
Sempat terbersit di pikiranku kenapa tiger selalu mengawasi anakku. "Apa ada sesuatu yang tengah mengancam jiwa putriku sampai- sampai ada mahluk dari dunia lain yang berusaha melindunginya? Ataukah tiger ini memang di perintah seseorang untuk mengawal dan menjaga putriku?" (Wallahu'alam)
Banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiranku. Perasaanku benar-benar galau dan bingung. Hatiku rasanya tidak karuan, antara rasa takut bercampur bimbang.
Aku menatap hamparan langit senja yang berwarna jingga dengan tatapan kosong.
"Ya Allah tolong bantu aku. Semoga suatu hari nanti aku bisa dipertemukan dengan sesosok orang yang bisa membantuku menjawab semua pertanyaan yang silih berganti berkecamuk dalam hati" batinku penuh harap.
Tak lama kemudian, sekitar lima orang anak kecil berjalan mengekor putriku menuju ke rumah. Ku pikir, Gendis mulai bosan bermain di luar dan ingin mengajak teman-temannya bermain perosotan dan trampolin. Namun ternyata perkiraanku salah. Aku yang terus mengawasi dan mengikuti anakku benar-benar dibuat terkejut oleh sikapnya.
Setelah memasuki pekarangan rumah, Gendis berteriak lantang.
"Tigel..! Tigel..! Wel al yu..!!" (Tiger. Tiger. Where are you)" Teriaknya sambil melihat ke dalam rumah.
"Ni ada emen Dis. Au enalan da" (Ni ada teman Gendis. Mau kenalan nggak)
Aku segera meraih jemari putriku dan membawanya menjauh dari teman-temannya yang sedang asik bermain. Aku sedikit menarik nafas lega karena teman-teman Gendis tidak ada yang paham bahasa inggris, jadi mereka tidak tahu arti dari ucapan putriku. Coba kalau mereka paham artinya, bisa-bisa anakku ditertawakan dan dicap aneh bahkan gila!
Setelah berada di dalam rumah, aku berlutut dan menatap lekat-lekat ke dalam mata putriku.
"Ndis, tolong dengar ucapan mama"
"Apa ma?"
"Lain kali jangan teriak-teriak tiger di depan orang lain ya nak"
"Mang apa ma? Dis uma au enalin tigel e emen-emen Dis! (Memangnya kenapa ma. Gendis cuma mau ngenalin tiger ke temen-temen Gendis)
"Ial tigel enalan ama emen Dis" (Biar tiger kenalan sama temen Gendis)
Jawabnya polos.
"Tan tigel lom enal emen Dis" (Kan tiger belum kenalan sama temen Gendis)
"Mama sudah pernah bilang ke Gendis kalau yang bisa melihat tiger cuma Gendis. Mama, ayah dan teman-teman Gendis tidak ada yang bisa melihat tiger"
"Napa eleka ga ica iat tigel?" (Kenapa mereka nggak bisa melihat tiger) Cecarnya penuh rasa ingin tahu.
Aku mengusap pucuk kepalanya dengan penuh cinta kasih.
"Karena Gendis anak yang special. Makanya hanya Gendis yang bisa melihat tiger"
"Dis eial ma?" (Gendis special ma)
"Iya, anak mama benar-benar sangat special. Makanya Gendis jangan pernah bahas tentang tiger lagi ke orang lain. Cukup cerita ke mama saja ya sayang" aku mengecup ke dua pipinya.
"Iya ma. Aap Dis ya!" (Iya ma. Maafin Gendis ya)
"Ngapain minta maaf? Kan Gendis nggak bikin salah" balasku sambil tersenyum.
"Sudah sana main lagi, mumpung belum maghrib"
Dengan riang Gendis berlari ke teras dan mulai bermain perosotan bersama temannya.
Malam harinya ketika suamiku sudah pulang kerja dan sedang bersantai di ruang tamu. Aku menceritakan semua peristiwa yang terjadi di rumah, kalau di kediaman kami kedatangan penghuni baru. Awalnya suamiku tidak bisa menutupi rasa terkejut yang terpancar dari raut wajahnya. Namun tampaknya ia berusaha memaklumi apa yang sudah dilihat oleh netra ke tiga putrinya.
"Ndis, tiger jahat nggak?" Tanya suamiku ke Gendis yang sedang asik mencoret-coret buku di atas meja ruang tamu.
"No!" Gelengnya cepat.
"Tigel aik ama Dis. Api tigel alak cama yang au aatin Dis!" (Tiger baik sama Gendis. Tapi tiger galak sama yang mau jahatin Gendis.
"Memangnya ada yang mau jahatin Gendis? Siapa Ndis yang mau berbuat jahat ke anak mama??" Keningku mengerenyit mendengar jawaban polosnya.
"No! Ga papa ko!" (No. Nggak apa-apa kok)
Lagi-lagi putriku tidak mau menjawab pertanyaan yang ku lontarkan. Bibirnya terkunci. Diam seribu bahasa!
"Sudah ma. Biarkan saja. Bismillah semoga kehadiran tiger di rumah ini tidak membawa keburukan dalam keluarga kita" ucap suamiku berusaha menenangkanku.
***
Keesokan paginya, semua tampak berjalan normal. Aku sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk keluargaku. Putriku asik rebahan di sofa bed sambil menonton film kartun kesukaannya. Sedangkan suamiku sibuk mencuci kendaraannya di garasi. Suasana tampak tenang hingga terdengar tawa cekikkan dari bibir mungilnya.
"Hihihi..! Hihihii..!!" Gelak tawa kecilnya memenuhi seluruh sudut ruang tv.
Aku yang merasa keheranan segera menuju ke arah ruang tv untuk mengecek apa yang sedang di tonton oleh putriku. Kenapa ia sampai tertawa geli begitu? Film apa yang sedang ia tonton?
Kepalaku melihat ke arah tv, ternyata anakku sedang asik menonton film Upin Ipin kesukaannya. Tidak ada hal aneh ataupun lucu. Tapi kenapa putriku terus tertawa kegirangan? Seolah-olah ia sedang melihat sesuatu yang teramat lucu?
"Ndis kenapa dari tadi mama dengar Gendis asik tertawa sendiri? Memangnya Gendis melihat ada yang lucu?" Tanyaku sambil mengamati wajah putriku dari ambang pintu dapur.
Gendis mengalihkan pandangannya dari layar tv. Matanya beralih melihat ke arahku.
"He-eh! Mama ucu! Ucu!" (He-eh. Mama lucu. Lucu) Pekiknya kegirangan.
Mataku menyipit mendengar jawaban anakku dan menggaruk kuping kananku.
"Mama lucu? Emangnya mama ngapain kok sampai dibilang lucu?"
"Ituu...!!" Tunjuknya ke arah kakiku.
Sontak mataku langsung tertuju ke arah yang ditunjuk oleh Gendis.
"Kenapa sama kaki mama?"
"Aahh...!! Mama ucu nih! Mama ayah!" (Mama lucu nih. Mama payah)
"Loh kok sekarang mama jadi payah? Kenapa sih nak? Tolong kasih tahu mama dong. Jangan bikin mama penasaran!"
"Mama ucu! Maca mama ga ica iat tigel. Ali adi mama acak, emenin cama tigel (Mama lucu. Masa mama nggak bisa melihat tiger. Dari tadi mama masak ditemenin sama tiger)
"Degg..!"
"Pantesan dari tadi kakiku merinding terus" batinku.
"Ngapain tiger nemenin mama masak?"
"Dis da au..!! Tigel apal ali. Au atan yam oleng uga aya Upin Ipin" (Gendis nggak tahu. Tiger lapar kali. Mau makan ayam goreng juga kaya Upin Ipin)
Aku terdiam, kehabisan kata-kata saat mendengar penjelasan putriku.
"Ma..!"
"Apa Ndis?"
"Mama neh ni! Kok ga ica iat tigel ecal itu di aki mama!!" (Mama aneh nih. Kok nggak bisa melihat tiger sebesar itu di kaki mama) Ujarnya sambil tertawa tergelak-gelak.
"Ya tigel..!! Mama Dis neh ya? Ga ica iat amu!" (Ya tiger. Mama Gendis aneh ya. Nggak bisa lihat kamu) Celotehnya sambil memandang ke arah kakiku.
Aku menarik nafas dalam-dalam.
Suamiku yang sedari tadi menguping pembicaraan aku dan Gendis mulai ikut mengompori ucapan putrinya.
"Ciiee..! Ciiee..! Yang masak ditemenin sama gacoan barunya!" Goda suamiku sambil tetawa terbahak-bahak.
"Mama hebat ya Ndis, masak saja sampai ada yang nemenin!" Godanya lagi dengan wajah jahil.
"Ayah saja nggak pernah nemenin mama masak. Tiger malah setia banget dampingi mama di dapur!" Guraunya lagi.
"Iya yah! Tigel ga au auh ali mama!" (Iya yah. Tiger nggak mau jauh dari mama)
"Tigel emenin mama elus. Itutin mama!" (Tiger nemenin mama terus. Ikutin mama)
"Waa..!! Ayah punya saingan dong Ndis! Tiger fans baru mama nih!" Gelak tawa suamiku memenuhi seluruh penjuru rumah.
Aku mencibir ucapan mereka dan memasang wajah cemberut mendengar godaan yang dilontarkan oleh suami dan putriku.
"Terserah deh, tiger mau ngikutin aku kemana saja! Bebas! Asalkan ia tidak menunjukkan wujudnya di hadapanku! Bisa-bisa aku mati berdiri jika melihat wujudnya yang sangat besar dan menyeramkan!" Gumamku.
Seharian itu kuhabiskan dengan bercengkrama dan bercanda dengan keluarga kecilku. Rasanya sangat lucu mendengar cerita Gendis tentang tigernya. Tiger yang entah dari mana asal usulnya dan kini menjadi bagian dari keluargaku.
***
Sore harinya suamiku berpamitan ingin membantu bersih-bersih di mushola dekat rumah, sekalian ingin melaksanakan shalat magrib bareng warga lainnya. Kini hanya ada aku dan Gendis di rumah.
"Ndis mandi, sudah sore!" Seruku.
"Ya ma..!"
Aku pun segera menyediakan bak berisi air hangat untuk mandi anakku. Namun kali ini Gendis membuatku kesal, ia tidak mau menyudahi bermain airnya.
"Ndis, mandinya jangan kelamaan! Mama takut alergimu kambuh!" Ujarku dengan suara datar.
"No!! Dis aci au ain ail!" (No. Gendis masih mau main air)
"Tolong nurut Ndis! Ini sudah kelamaan!" Nada suaraku mulai meninggi.
Dengan wajah ditekuk, putriku keluar dari dalam bak dan menuju ke kamar. Matanya menatapku tajam!
"Apa? Kok berani natap mama sinis begitu?" Bentakku kesal.
Gendis tidak menjawab pertanyaanku. Ia membuang wajahnya tidak mau melihat ke arahku. Setelah rapi, ia segera naik ke tempat tidur dan bermain ipad.
Adzan Magrib berkumandang. Aku segera menunaikan kewajibanku. Setelah itu aku menuju dapur dan menyiapkan makan malam untuk keluargaku. Ketika sedang memasak, bulu kudukku merinding hebat. Hawa dingin mencekam begitu terasa dari tempatku berdiri. Rasanya ada sepasang mata yang sedang mengawasi gerak gerikku. Perasaanku mulai tidak enak. Aura di sekelilingku rasanya mulai berubah!
"GRRRR...!!" Suara berat auman harimau terdengar kencang di telinga kiriku.
Aku melotot, nyaris melompat saking terkejutnya.
Aku menoleh berkeliling. Sepi!
Iris mataku tidak dapat menangkap dari mana suara itu berasal!
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar kembali dengusan nafas berat dan kasar. Tubuhku terasa lemas saat mendengar geraman seekor binatang buas yang bersuara menakutkan. Auman harimau itu serasa merontokkan seluruh persendianku. Suaranya begitu menggelegar dan melumpuhkan keberanianku!
Anda akan meninggalkan Stories from the Heart. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.