congyang.jusAvatar border
TS
congyang.jus
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish


Tuhan tidak selalu memberi kita jalan lurus untuk mencapai suatu tujuan. Terkadang dia memberi kita jalan memutar, bahkan seringkali kita tidak bisa mencapai tujuan yg sudah kita rencanakan diawal. Bukan karena tuhan tidak memberi yg kita inginkan, tetapi untuk memberi kita yg terbaik. Percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 13 suara
Siapa yang akan menjadi pemaisuri Raja?
Olivia
31%
Bunga
8%
Diana
15%
Zahra
15%
Okta
8%
Shinta
23%
Diubah oleh congyang.jus 04-03-2022 03:27
sargopip
efti108
JabLai cOY
JabLai cOY dan 37 lainnya memberi reputasi
38
164.1K
793
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
congyang.jusAvatar border
TS
congyang.jus
#675
Part 86 - Wonderwall
Seminggu setelah ujian semester, gua dan Zahra menerima rapor semester lima. Nilai gua jauh lebih baik dari semester sebelumnya.

Berkat bantuan dia, tugas-tugas gua ngga ada yang bolong. Hal tersebut sangat membantu dalam mendongkrak nilai ulangan gua yang biasa aja.

Tak lelah dan tak hentinya Zahra selalu mengingatkan ketika ada tugas yang belum dikerjakan. Ia juga membantu gua dalam memahami pelajaran Matematika.

Yeah, i'm suck in math.

Tak hanya matematika, namun semua pelajaran dengan rumus-rumus termasuk fisika dan kimia.

Untungnya, di jurusan gua udah ngga ada IPA di kelas tiga. Bye-bye fisika dan kimia🤪

"Mas, pamit dulu" ia mencium tangan gua, lalu tangan Mamah, dilanjut dengan mencium pipi Dini kecil

"Ngga ikut ja?" Tanya abah, berbasa-basi ketika hendak meninggalkan rumah gua

"Kapan-kapan deh"

Gua menggendong Dini ke arah depan, mengantar Abah dan Zahra sampai gerbang. Mamah juga ikut mengantar, berjalan tepat di belakang gua.

Gua memberikan gestur dengan tangan membentuk telepon ketika Zahra dan Abah mulai meninggalkan rumah dengan supra andalan Abah. Gua mengirimkan pesan ke HP nya "kabarin kalo udah nyampe"

"Cuma dua minggu kok, cuma semarang-magelang kok" ucap gua dalam hati, mencoba menguatkan diri sendiri.

Belum sepuluh menit Zahra meninggalkan rumah ini, tapi rasa-rasanya gua udah ngerasa sepi.

Berkali-kali gua mondar-mandir di dalam rumah dalam posisi menggendong dini, sampai gua ngga sadar kalai dini sudah tertidur.

"Kenapa jadi gelisah gini sih" batin gua

Akhirnya gua putuskan untuk membawa Dini ke kamar gua, membaringkannya di sana.

Gua berbaring di samping Dini, menatap wajah polosnya yang sedang tertidur pulas. Nampak teduh dan damai, sampai akhirnya gua tertidur juga.

Tak terasa, hari sudah mulai sore. Warna langit sudah agak kekuningan.

Gua menengok ke arah Dini, ia asyik sendiri dengan botol susunya yang sudah kosong.

"Buset, ajaib nih bocah. Bangun tidur ngga nangis, mana anteng banget" batin gua

"Dini udah lama bangunnya? Kenapa mas ngga dibangunin?" Gua bertanya, yang jelas ngga bakal bisa dia jawab. Orang baru aja bisa jalan, mana mungkin udh fasih ngomong, walau sudah ada beberapa kata yang mampu ia ucapkan.

"Ke Mamah yuk" ajak gua

"Maamma" balasnya singkat

Satu satu hal yang gua praktekin ke Dini, bahkan sampai ke anak gua; sering-sering diajak ngobrol. Biar pede sama orang.

Serem aja kalo liat ada anak yang sampai usia TK cuma bisa geleng sama nganggukin kepala buat komunikasi, cuma bisa nangis, ngga berani ngomong apa yang dia mau.

Gua segera menggendong Dini, hendak mengembalikannya ke pangkuan Mamah. Saat berjalan ke kamar Mamah, gua merasakan basah di perut, serta sedikit bau pesing.

"Aduuuh, ternyata ngga pake popok" Dini ngompol. Airnya ngga kerasa anget, jadi Dini ngompolnya udah daritadi, di kasur gua!

--

Ketika malam hari tiba, gua masih mondar-mandir di dalam rumah. Kegelisahan gua makin bertambah, meskipun tadi Zahra sudah mengabari bahwa ia telah tiba di rumah Magelang. Ia juga mengirimkan selfie cantiknya ke gua, "buat obat kangen" katanya.

Terbayang-bayang sosok Zahra di setiap sudut rumah. Gua berjalan ke dapur, ada bayangan Zahra sedang menyiapkan makan malam, di arah balkon, ada bayangan Zahra yang bercanda dengan Dini, di teras depan, ada bias bayangnya sedang menyiapkan kopi dan camilan.

Segera gua ambil jaket di kamar, lalu pamit ke Mamah untuk menginap di rumah eyang.

Rumah Mamah terlalu aneh tanpa kehadiran Zahra.

--

Selama empat hari, gua tidur di rumah eyang, kegelisahan gua agak berkurang. Namun tetap saja ada hal yang kurang lengkap di hari-hari gua.

Kadang, Mbak Oliv mengajak gua pergi jalan-jalan. Hal tersebut cukup membantu dalam menghilangkan pikiran tentang Zahra. Hanya saja, ketika sudah kembali ke rumah, otak gua kembali mengingat-ingat Zahra.

Di kamar, gua mengambil HP yang baru saja terisi baterai, lalu menekan tombol telepon hijau pada kontak Zahra.

Hanya notifikasi calling yang muncul di layar HP. Whatsappnya ngga aktif.

Gua beralih ke panggilan ponsel biasa. Ia mengangkat telepon hanya setelah beberapa detik telepon berdering.

"Kok whatsappnya ngga aktif? Kamu di mana?" Tanya gua dengan panik

"Santai dong, ngga usah panik gitu. Di sini susah sinyal internet" jelasnya

"..."

Oh iya, lupa. Di desa dia agak sulit mencari sinyal internet. Jika mau mencari sinyal internet, harus rela nongkrong di dekat kuburan, barulah dapet sinyak 4G, bisa nonton yutub tanpa buffering.

Aneh kan? Emang. Gua juga heran kenapa bisa gitu.

"Lagi ngapain?"

"Ngga ngapa-ngapain. Tadi baru dari pasar jemput Umi sambil bantu beres-beres lapak" ucapnya

Kemudian, ia bercerita panjang lebar tentang kegiatan-kegiatan dia setibanya di desa. Banyak yang ia ceritakan. Namun gua ngga fokus ke ceritanya, gua lebih fokus ke suaranya.

Teduh.. ada rasa puas ketika gua kembali mendengar suaranya setelah beberapa hari ia pergi.

"Mas, halo?"

"Eh iya"

"Kirain putus teleponnya"

Hening, ia kehabisan cerita. Cukup lama kami terdiam, hanya terdengar suara gesekan-gesekan seperti orang sedang mengiris sesuatu di dapur.

"Ra, kangen"

"Gimana? Gimana? Aku ngga salah denger?"

"Aku kangen"

Kemudian terdengar suara hentakan kaki seperti orang berlari. Nampaknya Zahra berlari ke suatu tempat, entah kemana. Seperti menghindar dari orang-orang di sekitarnya.

Suara hentakan kaki tersebut kemudian berganti menjadi suara isak tangis.

"Kamu nangis? Dikangenin kok nangis sih?" Tanya gua

"Aku seneng. Aku kira mas Raja ngga bener-bener suka sama aku" jawabnya dengan terbata-bata akibat nafas yang tidak teratur karena menangis

"Lah, kamu ragu sama aku?"

"..."

Gua melirik ke jam dinding, waktu menunjukkan pukul dua siang.

Jelas bukan jam padat, masih ada sisa waktu sebentar sebelum jalan di sepanjang ungaran-bawen dipenuhi karyawan pabrik.

"Masak yang enak, aku susul ke magelang"

Quote:
oktavp
delet3
japraha47
japraha47 dan 11 lainnya memberi reputasi
12