Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

open.mindedAvatar border
TS
open.minded
ILLUSI
Quote:


Quote:


Quote:
Polling
0 suara
menurut penghuni kos disini.. kalian mau kisah gw kaya gimana? (bisa milih banyak!!)
Diubah oleh open.minded 08-01-2022 11:27
Yoayoayo
junti27
gocharaya
gocharaya dan 201 lainnya memberi reputasi
190
2M
5.2K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
open.mindedAvatar border
TS
open.minded
#4493
The Brightest Star
*BRAAAAAAK*

Badan gw melayang membentur dinding ruangan ini, membuat bayangan yang gw tarik tadi terlepas dan terbang menghilang entah kemana. Gw jatuh terduduk di pinggiran dinding yang gw terbentur oleh badan gw, mengumpulkan kesadaran dan memperhatikan lingkungan sekitar. Didepan gw tampak Ulric yang sedang menepak-nepakan kaki kanannya, menjawab kenapa gw bisa melayang tadi, gw ditendang ternyata. Tapi bukan itu saja, di sekitar Ulric yang berdiri disamping tubuh Valli, sosok bayangan-bayangan yang banyak itu masih tetap berkumpul disana, namun kali ini bukan melihat Valli, bayangan-byangan itu menatap gw dengan tatapan dingin yang bisa gw rasakan di punggung gw.

“Apa yang barusan lo lagi lakuin Adi?” ucap Ulric sambil menghisap rokok yang ada di mulutnya.

“Menyelamatkan cewek gw.” Ucap gw singkat sambil berusaha berdiri.

“Menyelamatkan? Apa yang mau diselamatkan? Dia sudah tidak ada Adi.” Ulric menghisap rokoknya kembali lalu menghembuskannya ke arah tubuh Valli.
“Cewekmu sudah mati.”

“Gw tau.”

“Lalu suara teriakan siapa yang gw denger tadi? Suara yang mengerikan. Gw bisa merasakan distorsi di udara ruangan ini tadi. Mengerikan.” Tanyanya.

“Gw butuh pesawat.” Ucap gw menghiraukan pertanyaannya.

“Besar atau kecil?”

“Kecil, gw harus ke Ivalo, Finland.” Jelas gw.

“Kalau gitu pakai punya gw aja. Bakal ready 45 menit lagi bentar gw kirim pesan dulu. Oh ya! Inihasil sweeping gw.”

*gluduk* *gluduk* *gluduk*

Suara benda menggelinding terdengar setelah Ulric melemparkan sesuatu. Gw mengalihkan pandangan gw ke bawah, dan ternyata benda yang dilempar Ulric adalah 3 buah kepala yang sudah terpenggal. Gw menatap Ulric kembali, memasang ekspresi ‘apa maksudnya nih?’.

“Hasil sweeping gw, yang palanya botak, dia membawa shotgun. Mungkin dia yang menembak cewek lo” ucapnya

Gw menghiraukan tiga buah kepala yang ada di bawah kaki gw ini, melangkahkan tubuh ini ke tempat Valli terbaring. Mukanya seperti orang tertidur, dan ia tersenyum, seperti orang yang sedang bermimpi indah. Gw usap pipinya yang sudah tidak ada kehangatan yang biasa gw rasakan dari tubuhnya. Gw kecup dahinya, sekali, dua kali, tiga kali, rambut coklanya yang indah kini sangatlah berantakan, jari jemari gw merasakan helai rambutnya yang masih terasa halus ini lalu gw tempel dan usapkan di pipi gw.

Valli sudah ga ada.

Ini adalah kenyataan yang harus gw terima dari sekarang.

Gw mengambil kaus, kemeja dan jaket yang Valli kenakan yang gw lepas tadi, lalu memakaikkannya kembali ke tubuh Valli. Setleah Valli terlihat rapih, gw mulai rangkul dan angkat tubuhnya dari lantai yang dingin ini. Ulric pun berjalan didepan gw, membukakan pintu kamar apartment yang menghubungkan kamar dengan lorong.

Di lorong ini, para prostitu yang tadi gw perintahkan untuk keluar, sedang duduk jongkok di pinggiran lorong yang panjang ini. Mereka langsung berdiri saat melihat gw mengangkat tubuh tidak bernyawa Valli di kedua tangan gw. Mereka menangis sejadi-jadinya saat melihat tubuh Valli ini, dan dari ujung lorong sana, tampak wanita berambut biru yang merupakan temannya Valli, berlari menuju ke arah gw. Ulric dengan cekatan ngeblok wanita berambut biru itu untuk mendekati gw dan Valli.

Dari sini gw mulai merasakan, percikan amarah gw mulai tersulut kembali, setelah sekian lama.

“Valeee, Valeryaaaa!!! Lepasin gw!!! Gw mau liat temen gw!!!” teriak Wanita berambut biru itu histeris dan melawan hadangan Ulric.

Gw berjalan mendekati Ulric dan menginstruksikan dia untuk minggir dan melepaskan hadangannya. Kini wanita berambut biru itu berhadapan langsung dengan gw. Ia yang teriak histeris tadi langsung terdiam setelah menatap mata gw secar langsung. Tangan gw sudah sangat gatal untuk menggenggam leher wanita itu lalu mematahkannya, tapi gw tidak bisa membiarkan tubuh Valli untuk menyentuh tempat sampah seperti apartment ini lagi. Gw hanya bisa menyampaikan apa yangw gw pikirkan ke dia sekarang.

“Gw sudah memperingatkan lo.. dan masih.. lo mengajak Valli untuk melakukan hal berbahaya seperti ini..”

“…..”

“Dan lihat apa yang terjadi?” ucap gw menatap mata Wanita berambut biru itu.

“…..”

“Lo. Sekarang sudah gw ga anggap sebagai manusia di mata gw. Semua hak lo sebagai manusia sudah hilang di mata gw. Mungkin gw akan ngebunuh lo, mungkin gw akan melemparkan lo ke sarang perbudakan seks di afrika sana, mungkin juga lo bisa tiba tiba bangun dan lumpuh seumur hidup lo. Gw hanya berharap sampai waktunya tiba, lo bisa menikmati hiduplo dengan baik.”

Gw bisa melihat bola mata wanita itu bergetar, ia melangkah mundur perlahan, kemudian berlari ke arah lift dan menghilang entah kemana.

“Bagaimana dengan wanita-wanita ini?” tanya Ulric menunjuk ke para prostitut di belakang gw.

“Kenapa dengan mereka?”

“Apakah lo masih menganggap mereka sebagai manusia? Akrena kalau tidak…” ujar Ulric ragu-ragu.

“Lo butuh cewek buat seks? Gw punya tempat lebih bagus dengan cewek yang bagus dan berkualitas.” Jawab gw.

“Yaah kalau begitu mah gw gaperlu susah susah Di. Banyak cewek cantik yang bisa dipakai, tapi sayangnya mereka masih hidup.” Ujar Ulric.

Ahhh. Gw inget kenapa dia masuk list gw. Ulric secara penampilan memang adalah laki-laki yang sangat tampan, rambut pirang, mata biru, badan jadi, tinggi. Selain itu dia juga mempunyai pekerjaan yang keren juga, yaitu seorang Dokter Spesialis, bisa dibayangin duitnya sebanyak apa. Namun ada alasan kenapa dia masuk list ‘kriminal’ gw, yaitu karena dia suka nyulik wanita lalu membunuhnya, kenapa dia melakukan itu? Tentu saja untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, ia hanya nafsu dan tertarik untuk berhubungan badan dengan wanita yang sudah mati. Ya. Dia adalah seorang Necrophilia.

Gw hanya diam mendengar penjelasannya. Lalu mulai melangkahkan kaki gw ke arah lift. Orang seperti Ulric akan tahu arti dari gw tidak menjawab pertanyaannya tadi, yaitu gw tidak peduli apa yang dia lakukan ke para prostitut itu. Selama dia tidak mengutarakan niatnya secara gamblang ke telinga gw, gw tidak akan mencegah apa yang dia lakukan, karena selama gw tidak tau apa yang dia mau lakukan, gw tidak akan kena dosa.

Gw pun mengendarai mobil ini ke rumah yang dimiliki Ulric, gw berniat menaruh Valli di rumahnya selagi gw terbang ke finland untuk memberi tahu papahnya akan kejadian ini. Tidak lupa gw menelpon Anastasya untuk dateng ke alamt rumah Ulric agar dia bisa mengurus tubuh Valli dengan bagus sampai gw pulang nanti.

Ketika Anastasya sampai dirumah Ulric dan melihat tubuh Valli yang sudah sangat pucat dan dingin ini, ia langsung menangis histeris. Ia terus memeluk mayat Valli dikasur itu sambil berkata agar Valli untuk bangun dari tidurnya. ‘Kak Valli!! Bangun kaaaak!! Kak Valli!! Bangun please!!’. Sya terus melontarkan kata-kata itu tanpa henti. Tidak tega, gw langsung memeluk Sya erat agar dia tenang. Gw meminta maaf tanpa henti ke Sya karena gw tidak bisa menjaga Valli. Sya hanya terdiam mendengar permintaan maaf gw, ia lalu berbalik memeluk gw dengan erat.

Ulric hanya berdiri diam melihat gw dan Sya yang berpelukan. Ia terus menghisap rokok yang tertanam dibibirnya itu. Gw menatap mata langsung mata Ulric yang biru itu. Dan mengucapkan sebuah instruksi untuknya.

“Ulric panggil semua orang ‘kriminal’ kaya lo ke sini. Lo tau apa yang harus lo lakuin.” Ucap gw.

“Semuanya?!” tanya Ulric kaget.

“SEMUANYAAAAAA!!!!” teriak gw dengan amarah menjawab pertanyaan bodoh Ulric. Membuat Anastasya mempererat pelukannya.

Dua jam kemudian gw sudah sampai di Ivalo, di rumah papahnya Valli. Sang sekretaris mengantar gw ke ruah utama untuk bertemu dengan papahnya Valli. Untuk pertama kalinya dalam hidup gw, gw merasa gugup, dada gw terasa berat. Tidak ada orang tua manapun yang pantas mendengar kabar tentang kematian anaknya.

Setibanya gw diruangan utama. Sebuah pelukan hangat menyambar gw.

“Adi hahaha. Pas banget kamu datang, saya sedang memasak makanan kesukaanmu untuk makan malam nanti.” Ucapnya ramah.
“Tumben sekali kamu kesini mendadak. Dimana Valerya?” tanyanya celinga-celinguk.

Gw tidak bisa membuka mulut gw. Bibir ini seperti dijahit oleh ribuan sulaman benang yang menutup rapat, mencegah gw untuk memberikan kabar tentang anak terintanya, kabar tentang anak yang dipercayakan ke gw. Gw langsung menjatuhkan dengkul gw, lalu bersujud di depan papahnya Valli. Sebuah gestur permintaan maaf yang mungkin tidak akan cukup. Gw memaksa mulut gw untuk terbuka, memaksa pita suara gw yang terasa menusuk di tenggorokan gw ini untuk mengeluarkan suara.

“Maafkan…… saya…. Tidak bisa menempati janji saya untuk menjaga Vall- Valerya Pop.” Ucap gw terbata-bata.

Tidak ada balasan terdengar dari Pop. Gw sudah bersiap untuk sujud selama mungkin untuk menunggu Pop mengerti dan menjawab apa maksud dari pernyataan gw. Gw sudah bersiap untuk semuany. Tiba tiba sebuah genggaman mendarat di kedua bahu gw, memaksa gw untuk berdiri dari posisi sujud gw. Tangannya berpindah dari bahu ke kedua pipi gw, memaksa gw untuk menatap matanya. Entah berapa lama ia menatap mata gw, air mata mulai keluar dari mata Pop. Iya memeluk gw dengan sangat erat. Sangat erat.

“Vall- Valerya akan saya antar ke sini jika Pop mau Vall- Valerya dimakamkan disini.” Ucap gw membuka keheningan.

“Tidak. Biarkan dia dimakamkan disana, ditanah air ibunya.” Jawab Pop.

“Siap.”

Pop melepas pelukan eratnya kini kedua tangannya kembali menggenggam kedua bahu gw, mendorong gw menjauh agak menjauh dari abdan pop. Ia kembali menatap mata gw tajam, tidak ada amarah dimatanya, hanya ada kesedihan, dan kehangatan. Ia melontarkan kata-kata yang membuat gw bingung.

“Kamu harus kuat Adi!” ucapnya menepuk pipi gw dengan pelan.

Gw pun kembali ke Russia bersama Pop dan sekretarisnya. Gw antar Pop ke rumah Ulric yang kini sudah lebih ramai dari sebelumnya. Gw menemui Anastasya yang gw percayai untuk mempersiapkan pemakaman Valli. Betapa kagetnya gw saat melihat jasad Valli sudah diselimuti kain kafan. Gw langsung menoleh ke arah Sya yang sedang berbicara dengan beberapa orang tentang persiapan pemakaman Valli. Sadar karena gw sedang menatapnya, ia pun menoleh ke arah gw, terlihat matanya yang masih sembab karena tidak berhenti menangis.

“Sya. Kenapa kamu kafanin Valli? Yang dia butuhkan itu adalah peti mati, baju bagusnya, dan-” ucapan gw terpotong

“Adi. Kak Valli harus dikafanin seperti ini karena kepercayaannya menuntut untuk dikubur seperti ini” ujar Sya.

“Maksudmu?”

“Ini harusnya jadi kejutan dari kak Valli buat kamu Adi. Kak Valli sudah memeluk islam.”

“Ahhhh. Begitu rupanya.” Reaksi simpel gw yang tidak bisa berkata apa-apa.

Gw baru sadar, lumayan banyak wanita berjilbab yang datang kesini. Gw kenal para wanita yang datang ini, mereka adalah wanita dari komunitas muslim tempat gw biasa numpang makan dan buka puasa bersama, gw pernah mengajak Valli untuk makan bersama mereka juga beberapa kali. Ternyata Valli menjalin hubungan lebih erat dengan komunitas inii lebih dari yang gw kira. Dan mungkin mereka yang membantu Sya untuk memandikan jenazah Valli. Ahh, Valli, bahkan setelah kamu ga ada pun masih bisa membuat hal yang tidak terduga buat aku.

Mungkin Sya terlalu kompeten dalam mengurus pemakaman, sampai dia juga mengabari anak buah gw akan kematian Valli. Anak buah gw datang semua kesini, mereka memeluk gw satu-persatu mengucapkan belasungkawa, dan habis itu menangis tanpa henti sepanjang malam di samping jenazah Valli. Yvette bersama Sya terus berada di samping kiri dan kanan gw, menggenggam kedua tangan gw dengan erat. Untuk Recht, gw mengancam dia untuk tidak memberitahu kejadian ini ke Timur, yang mana dia terpaksa turuti karena sadar akan keberadaan Ulric sebagai bawahan gw, layaknya Recht sebagai bawahan Timur.

Pagi hari nya, kami semua menjalani prosesi pemakaman. Gw menyediakan tanah khusus untuk makam Valli, tanah luas yang tampaknya seperti taman, banyak ditumbuhi pohon pinus di dalamnya. Gw dan Pop menjadi dua orang yang menurunkan jenazah Valli, sekaligus menutupi liang kubur dengan tanah kembali.

Gw menyeka keringat gw karena lelah ngorek ngorek tanah untuk menutup liang kubur Valli dan baru sadar, betapa banyak orang yang mendatangi prosesi pemakaman ini. Dari karyawan tokonya, teman kampusnya, teman-teman aktivis nya, orang-orang random yang dia tolong, dan banyak lagi. Ia sangat dicintai oleh semua orang. Termasuk gw sendiri. Mungkin untuk banyak orang, termasuk gw, Valli adalah bintang paling terang yang pernah mereka temui.

Pagi pun datang. Gw bangun diatas kasur familiar ini. Menguap ngantuk, karena kemarin gw sempat tidak tidur seharian. Matahari bersinar cerah diluar sana, sinarnya menembus sela penutup jendela yang masih tertutup ini. Tangan ini menggapai ke samping kanan gw, kebiasaan yang sudah gw lakuin selama 2 tahun lebih ini. Namun kali ini tangan gw tidak mendapatkan apapun disana, membuat gw menatap ke samping kanan tempat gw tidur ini, menyadari, tidak ada siapapun disana, tidak ada Valli, tidak ada Valli hari ini, esok, lusa, dan selamanya.


sormin180
cukahkeh
junti27
junti27 dan 33 lainnya memberi reputasi
34
Tutup