- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Mengenal Agama asli Nusantara
TS
LordFaries4.0
Mengenal Agama asli Nusantara
Agama asli Nusantara atau kepercayaan adat adalah agama-agama suku (agama bersahaja atau etnis) pribumi yang telah ada sebelum agama-agama asing masuk ke Nusantara.
Kerohanian asli pada umumnya juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru yang didirikan di Nusantara.
Agama/kepercayaan nenek moyang suku bangsa Austronesia serta bangsa Papua yang telah ada di Nusantara sebelum masuk agama-agama asing dari subbenua India (Hindu dan Buddha), Arab (Islam), Portugis (Kristen Katolik), Belanda (Kristen Protestan), dan Tiongkok (Konghucu).
Sebelum Nusantara didiami bangsa berkulit cokelat (Austronesia), bangsa proto Melanesia (berkulit hitam) menganut kepercayaan monoteistik yang sekarang dikenal dengan nama kapitayan. Seiring dengan datangnya orang-orang Austronesia, kepercayaan itu turut dianut oleh mereka.
Kepercayaan masyarakat purba telah mempunyai mitologi kaya serta wiracarita, memuliakan dewa-dewi, roh leluhur dan roh kekuatan alam yang menghuni air, gunung, hutan. Hakikat tak terlihat yang memiliki kekuatan supernatural ini disebut oleh orang Jawa, Sunda, Melayu, Bali sebagai Hyang dan oleh suku-suku Dayak sebagai Sangiang.
Beberapa dari agama asli masih hidup baik yang murni maupun telah gabungan (sinkretis) dengan agama asing, umpamanya agama Hindu Bali, Kejawen serta Masade (Islam Tua). Akan tetapi kepercayaan asli yang telah hilang bisa hidup sebagai agama rakyat di antara umat Islam atau Kristen di dalam praktik adat di luar agama resmi, misalnya syamanisme Melayu dan kepercayaan kaum Abangan Jawa.
Keagamaan asli juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru (gerakan spiritual) yang didirikan di Nusantara pada abad ke-19–21-an dan terkait dengan agama-agama asli, yakni Saminisme, Subud, Sumarah, dll. Namun, gagasan universal aliran kepercayaan di Indonesia sebagai sumber dari Tuhan YME dan hubungan pribadi dengan Dia tidak menyiratkan mengikuti wajib kepada adat agamawi etnis.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama asli Nusantara yang diakui di Indonesia selaku agama, hanya sebagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sekaligus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, para penghayat kepercayaan dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen kependudukan mereka dan memiliki hak yang sama-sama seperti para penganut enam agama.
Untuk melegalkan status mereka, beberapa agama asli (Aluk Todolo, Kaharingan, Pemena, dan Tolotang) pada tahun 1970-an dan 80-an berada di bawah naungan agama resmi Hindu sebagai aliran-alirannya.
Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) adalah wadah tunggal sebagai payung bagi kumpulan-kumpulan kepercayaan.
Berikut ialah daftar agama kuno asli Nusantara yang masih hidup:
1. Adat Musi (suku Talaud, Sulawesi Utara)
Tempat suci penghayat ADAT Musi.
2. Adat Papua (suku Asmat dll, Papua)
Tengkorak nenek moyang Asmat
Kerohanian asli pada umumnya juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru yang didirikan di Nusantara.
Agama/kepercayaan nenek moyang suku bangsa Austronesia serta bangsa Papua yang telah ada di Nusantara sebelum masuk agama-agama asing dari subbenua India (Hindu dan Buddha), Arab (Islam), Portugis (Kristen Katolik), Belanda (Kristen Protestan), dan Tiongkok (Konghucu).
Sebelum Nusantara didiami bangsa berkulit cokelat (Austronesia), bangsa proto Melanesia (berkulit hitam) menganut kepercayaan monoteistik yang sekarang dikenal dengan nama kapitayan. Seiring dengan datangnya orang-orang Austronesia, kepercayaan itu turut dianut oleh mereka.
Kepercayaan masyarakat purba telah mempunyai mitologi kaya serta wiracarita, memuliakan dewa-dewi, roh leluhur dan roh kekuatan alam yang menghuni air, gunung, hutan. Hakikat tak terlihat yang memiliki kekuatan supernatural ini disebut oleh orang Jawa, Sunda, Melayu, Bali sebagai Hyang dan oleh suku-suku Dayak sebagai Sangiang.
Beberapa dari agama asli masih hidup baik yang murni maupun telah gabungan (sinkretis) dengan agama asing, umpamanya agama Hindu Bali, Kejawen serta Masade (Islam Tua). Akan tetapi kepercayaan asli yang telah hilang bisa hidup sebagai agama rakyat di antara umat Islam atau Kristen di dalam praktik adat di luar agama resmi, misalnya syamanisme Melayu dan kepercayaan kaum Abangan Jawa.
Keagamaan asli juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru (gerakan spiritual) yang didirikan di Nusantara pada abad ke-19–21-an dan terkait dengan agama-agama asli, yakni Saminisme, Subud, Sumarah, dll. Namun, gagasan universal aliran kepercayaan di Indonesia sebagai sumber dari Tuhan YME dan hubungan pribadi dengan Dia tidak menyiratkan mengikuti wajib kepada adat agamawi etnis.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama asli Nusantara yang diakui di Indonesia selaku agama, hanya sebagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sekaligus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, para penghayat kepercayaan dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen kependudukan mereka dan memiliki hak yang sama-sama seperti para penganut enam agama.
Untuk melegalkan status mereka, beberapa agama asli (Aluk Todolo, Kaharingan, Pemena, dan Tolotang) pada tahun 1970-an dan 80-an berada di bawah naungan agama resmi Hindu sebagai aliran-alirannya.
Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) adalah wadah tunggal sebagai payung bagi kumpulan-kumpulan kepercayaan.
Berikut ialah daftar agama kuno asli Nusantara yang masih hidup:
1. Adat Musi (suku Talaud, Sulawesi Utara)
Tempat suci penghayat ADAT Musi.
Spoiler for Isi:
Adat Musi adalah sebuah agama asli Nusantara yang berasal dari ajaran Bawangin Panahal. Adat Musi juga merujuk ke organisasi agama tersebut yang bernama Gereja Adat Musi. Adat Musi mengajarkan bahwa manusia harus selalu sadar terhadap kesalahan dan dosa dirinya, senantiasa bertaubat dan berdoa kepada Tuhan, dan bersifat rendah hati, mengasihi, dan berbuat baik kepada sesama manusia dan alam. Penganut Adat Musi meyakini bahwa Bawangin Panahal menerima wahyu dari Tuhan dan dari perantaranya yang disebut Onto'a atau Onto'a Ruata.
Musi merupakan nama sebuah desa di Pulau Salibabu, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, tempat lahir dan hidup Bawangin Panahal serta tempat agama ini pertama kali diturunkan dan disebarkan. Kata "adat" (juga ditulis "ADAT", kapital seluruhnya) dalam Adat Musi telah disebut sebagai kependekan dari frasa "Allah dalam tubuh".
Pentua ADAT Musi
Ajaran Adat Musi menyebutkan bahwa Tuhan berada di tempat paling tinggi dan tidak ada yang menyerupainya atau menyamai kedudukannya. Tuhan merupakan segalanya bagi manusia. Tuhan bersifat Mahakasih, Maha Penyelamat, Maha Pembebas, Maha Pelindung, Maha Penjaga, Maha Pemelihara, dan Maha Pembela Kebenaran dan Keadilan dan melindungi kedamaian di dunia bagi manusia. Tuhan merupakan pemilik dari dunia. Tuhan dikelilingi oleh cahaya kebesarannya sehingga fisik manusia tidak dapat melihat Tuhan. Di dalam Adat Musi, Tuhan memiliki beberapa sebutan yaitu Mawu Ruata (Tuhan Allah), Mawu Ruata Na'ala'a (Tuhan Allah Pencipta), Ruata Ualuadda (Tuhan Pembela, Pelindung, dan Pembimbing Pemelihara yang benar), Tuang (Tuhan Yang Maha Esa).
Adat Musi mempercayai bahwa manusia memiliki tujuan untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya di dunia maupun setelah mati dan caranya adalah dengan mengamalkan ajaran Tuhan. Setelah kematian, manusia yang menjalankan kebaikan dan ajaran Tuhan akan hidup bahagia di suatu tempat suci sementara yang tidak akan mengalami penyiksaan. Manusia berkewajiban taat kepada Tuhan, selalu bersyukur, berdoa, menghormati sesama ciptaan Tuhan, dan melaksanakan ritual.
Musi merupakan nama sebuah desa di Pulau Salibabu, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, tempat lahir dan hidup Bawangin Panahal serta tempat agama ini pertama kali diturunkan dan disebarkan. Kata "adat" (juga ditulis "ADAT", kapital seluruhnya) dalam Adat Musi telah disebut sebagai kependekan dari frasa "Allah dalam tubuh".
Pentua ADAT Musi
Ajaran Adat Musi menyebutkan bahwa Tuhan berada di tempat paling tinggi dan tidak ada yang menyerupainya atau menyamai kedudukannya. Tuhan merupakan segalanya bagi manusia. Tuhan bersifat Mahakasih, Maha Penyelamat, Maha Pembebas, Maha Pelindung, Maha Penjaga, Maha Pemelihara, dan Maha Pembela Kebenaran dan Keadilan dan melindungi kedamaian di dunia bagi manusia. Tuhan merupakan pemilik dari dunia. Tuhan dikelilingi oleh cahaya kebesarannya sehingga fisik manusia tidak dapat melihat Tuhan. Di dalam Adat Musi, Tuhan memiliki beberapa sebutan yaitu Mawu Ruata (Tuhan Allah), Mawu Ruata Na'ala'a (Tuhan Allah Pencipta), Ruata Ualuadda (Tuhan Pembela, Pelindung, dan Pembimbing Pemelihara yang benar), Tuang (Tuhan Yang Maha Esa).
Adat Musi mempercayai bahwa manusia memiliki tujuan untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya di dunia maupun setelah mati dan caranya adalah dengan mengamalkan ajaran Tuhan. Setelah kematian, manusia yang menjalankan kebaikan dan ajaran Tuhan akan hidup bahagia di suatu tempat suci sementara yang tidak akan mengalami penyiksaan. Manusia berkewajiban taat kepada Tuhan, selalu bersyukur, berdoa, menghormati sesama ciptaan Tuhan, dan melaksanakan ritual.
2. Adat Papua (suku Asmat dll, Papua)
Tengkorak nenek moyang Asmat
Spoiler for Isi:
Dalam hal kepercayaan orang Asmat yakin bahwa mereka adalah keturunan dewa yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari.
Menururt keyakinan orang Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan. Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit yang terjadi, ia dapat membunuh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang mendamparkannya di tepi sungai Asewetsy, Desa Syuru sekarang.
Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat sebuah genderang Em, yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini:
Mbismbu (pembuat tiang)
Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
Yamasy pokumbu (upacara perisai)
Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
Roh-roh dan Kekuatan Magis
Roh setan
Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori:
1. Setan yang membahayakan hidup. Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan hidup. Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga mengenal roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari roh nenek moyang yang disebut sebagai yi-ow
Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Orang Asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis yang kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal -hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan pemburuan binatang.
Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang curian ataupun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
Upacara suku Asmat:
Ritual hari Kematian
Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh. Sebaliknya kematian orang dewasa mendatangkan dukacita yang amat mendalam bagi masyarakat Asmat.
Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh leluhur, kepada siapa mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad 20an, para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama anggota, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.
Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal akan menjemputnya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi makan kepada si sakit. Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena mereka percaya si sakit akan ´membawa´ salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di sisi rumah dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka ratapan dan tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan segera berebut memeluk sis akit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur. Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah kematian telah menutup semua lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran pada saat menjelang kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan cara menangis setiap hari sampai berbulan-bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis rambutnya. Yang sudah menikah berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya juga akan menikah lagi) dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak menarik bagi orang lain.
Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk. Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-pokok kayu. Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal petanda cinta kasih pada yang meninggal. Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang yang telah meninggal tersebut (bi) masih tetap berada di dalam kampung, terutama kalau orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yang tingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu lesung panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan terakhir roh-roh.
Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian, sedangkan jenazah wanita dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga tidak memiliki pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai atau semak-semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur, keluarga tetap dapat menemukan kuburannya.
Ritual Pembuatan dan Pengukuhan Perahu Lesung
Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru.Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta bantuan kepada kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di belakang dan selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara khusus yang dipimpin oleh seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat. Maksudnya adalah agar perahu itu nantinya akan berjalan seimbang dan lancar.
Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam dan di bagian luar berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi ukiran yang berbentuk keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang lainnya.Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu diresmikan terlebih dahulu. Para pemilik perahu baru bersama dengan perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling berpengaruh di kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi -nyanyian dan penabuhan tifa. Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri dengan cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak dan wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun, ada juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah meninggal.
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu -perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu lebih terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.
Upacara Bis
Upacara Bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (Bis) apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara Bis ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
Untuk membuat patung leluhur atau saudara yang telah meninggal diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Dalam masa-masa pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri yang disebut dengan papis. Tindakan ini bermaksud untuk mempererat hubungan persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu, seperti peperangan. Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara perang-perangan antara wanita dan pria yang diadakan tiap sore.
Upacara perang-perangan ini bermaksud untuk mengusir roh-roh jahat dan pada waktu ini, wanita berkesempatan untuk memukul pria yang dibencinya atau pernah menyakiti hatinya. Sekarang ini, karena peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara bis ini baru dilakukan bila terjadi mala petaka di kampung atau apabila hasil pengumpulan bahan makanan tidak mencukupi. Menurut kepercayaan, hal ini disebabkan roh-roh keluarga yang telah meninggal yang belum diantar ketempat perisitirahatan terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai Sirets.
Patung bis menggambarkna rupa dari anggota keluarga yang telah meninggal. Yang satu berdiri di atas bahu yang lain bersusun dan paling utama berada di puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan diberikan hiasan-hiasan.Usai didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu panggung yang dibangun dirumah panjang. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan akan mengatakan bahwa pembalasan dendam telah dilaksanakan dan mereka mengharapkan agar roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau Sirets dengan tenang. Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak diganggu dan diberikan kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan ditegakkan di daerah sagu hingga rusak.
Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)
Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah bujang (je). Rumah bujang inilah yang amat penting bagi orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga) pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupun yang bersifat nonreligius. Suatu keluarga dapat tinggal di sana, tetapi apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan atau upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan tifa.
Menururt keyakinan orang Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan. Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit yang terjadi, ia dapat membunuh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang mendamparkannya di tepi sungai Asewetsy, Desa Syuru sekarang.
Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat sebuah genderang Em, yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini:
Mbismbu (pembuat tiang)
Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
Yamasy pokumbu (upacara perisai)
Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
Roh-roh dan Kekuatan Magis
Roh setan
Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori:
1. Setan yang membahayakan hidup. Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan hidup. Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga mengenal roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari roh nenek moyang yang disebut sebagai yi-ow
Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Orang Asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis yang kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal -hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan pemburuan binatang.
Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang curian ataupun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
Upacara suku Asmat:
Ritual hari Kematian
Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh. Sebaliknya kematian orang dewasa mendatangkan dukacita yang amat mendalam bagi masyarakat Asmat.
Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh leluhur, kepada siapa mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad 20an, para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama anggota, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.
Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal akan menjemputnya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi makan kepada si sakit. Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena mereka percaya si sakit akan ´membawa´ salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di sisi rumah dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka ratapan dan tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan segera berebut memeluk sis akit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur. Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah kematian telah menutup semua lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran pada saat menjelang kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan cara menangis setiap hari sampai berbulan-bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis rambutnya. Yang sudah menikah berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya juga akan menikah lagi) dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak menarik bagi orang lain.
Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk. Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-pokok kayu. Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal petanda cinta kasih pada yang meninggal. Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang yang telah meninggal tersebut (bi) masih tetap berada di dalam kampung, terutama kalau orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yang tingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu lesung panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan terakhir roh-roh.
Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah mengubur jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian, sedangkan jenazah wanita dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga tidak memiliki pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai atau semak-semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur, keluarga tetap dapat menemukan kuburannya.
Ritual Pembuatan dan Pengukuhan Perahu Lesung
Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru.Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta bantuan kepada kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di belakang dan selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara khusus yang dipimpin oleh seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat. Maksudnya adalah agar perahu itu nantinya akan berjalan seimbang dan lancar.
Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam dan di bagian luar berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi ukiran yang berbentuk keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang lainnya.Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu diresmikan terlebih dahulu. Para pemilik perahu baru bersama dengan perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling berpengaruh di kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi -nyanyian dan penabuhan tifa. Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri dengan cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak dan wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun, ada juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah meninggal.
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu -perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu lebih terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.
Upacara Bis
Upacara Bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (Bis) apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara Bis ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
Untuk membuat patung leluhur atau saudara yang telah meninggal diperlukan kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Dalam masa-masa pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri yang disebut dengan papis. Tindakan ini bermaksud untuk mempererat hubungan persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu, seperti peperangan. Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara perang-perangan antara wanita dan pria yang diadakan tiap sore.
Upacara perang-perangan ini bermaksud untuk mengusir roh-roh jahat dan pada waktu ini, wanita berkesempatan untuk memukul pria yang dibencinya atau pernah menyakiti hatinya. Sekarang ini, karena peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara bis ini baru dilakukan bila terjadi mala petaka di kampung atau apabila hasil pengumpulan bahan makanan tidak mencukupi. Menurut kepercayaan, hal ini disebabkan roh-roh keluarga yang telah meninggal yang belum diantar ketempat perisitirahatan terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai Sirets.
Patung bis menggambarkna rupa dari anggota keluarga yang telah meninggal. Yang satu berdiri di atas bahu yang lain bersusun dan paling utama berada di puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan diberikan hiasan-hiasan.Usai didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu panggung yang dibangun dirumah panjang. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan akan mengatakan bahwa pembalasan dendam telah dilaksanakan dan mereka mengharapkan agar roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau Sirets dengan tenang. Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak diganggu dan diberikan kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan ditegakkan di daerah sagu hingga rusak.
Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)
Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah bujang (je). Rumah bujang inilah yang amat penting bagi orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga) pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupun yang bersifat nonreligius. Suatu keluarga dapat tinggal di sana, tetapi apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan atau upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan tifa.
Diubah oleh LordFaries4.0 23-11-2021 04:17
hippopotamus93 dan 52 lainnya memberi reputasi
53
15.6K
Kutip
171
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
LordFaries4.0
#7
12. Marapu (suku Sumba, Nusa Tenggara Timur)
Masyarakat adat Sumba masih mempertahankan kepercayaannya terhadap roh-roh Marapu. (CNN Indonesia/Lalu Rahadian)
BERSAMBUNG DIBAWAH
Masyarakat adat Sumba masih mempertahankan kepercayaannya terhadap roh-roh Marapu. (CNN Indonesia/Lalu Rahadian)
Spoiler for Isi:
Marapu adalah sebuah agama asli Nusantara yang dianut oleh masyarakat di Pulau Sumba dan juga nama sebuah organisasi penghayat kepercayaan yang didaftarkan pada tahun 1982. Lebih dari setengah penduduk Sumba memeluk kepercayaan ini. Agama ini memiliki kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Pemeluk agama Marapu percaya bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan bahwa setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di dunia roh, yaitu di surga Marapu yang dikenal sebagai Prai Marapu.
Upacara keagamaan marapu seperti upacara kematian dan sebagainya selalu dilengkapi penyembelihan hewan seperti kerbau dan kuda sebagai korban sembelihan. Hal tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun yang terus dijaga di Pulau Sumba.
Orang Sumba percaya bahwa roh nenek moyang ikut menghadiri upacara penguburan dan karenanya hewan dipersembahkan kepada mereka. Roh hewan untuk roh nenek moyang dan daging atau jasad hewan dimakan oleh orang yang hidup. Sama halnya dengan upacara yang lain [Kebamoto, 2015] Dan marapu sangat di pertahan kan oleh sebagian besar orang sumba.
Sistem kepercayaan
Agama Marapu adalah agama asli yang masih hidup dan dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Agama ini merupakan sistem keyakinan yang berdasarkan kepada pemujaan arwah-arwah leluhur. Dalam bahasa Sumba, arwah-arwah leluhur disebut Marapu yang artinya adalah “yang dipertuan” atau “yang dimuliakan”. Itulah sebabnya agama yang mereka anut juga disebut Marapu.
Kepercayaan terhadap roh
Dalam kepercayaan agama Marapu, roh ditempatkan sebagai komponen yang paling utama karena roh inilah yang harus kembali kepada Mawulu Tau-Majii Tau. Roh dari orang yang sudah mati akan menjadi penghuni Parai Marapu (negeri arwah, surga) dan dimuliakan sebagai Marapu bila semasa hidupnya di dunia memenuhi segala nuku-hara (hukum dan tata cara) yang telah ditetapkan oleh para leluhur.
Menurut kepercayaan, terdapat dua macam roh, yaitu hamangu (jiwa, semangat) dan ndiawa atau ndewa (roh suci, dewa). Hamangu ialah roh manusia selama hidupnya yang menjadi inti dan sumber kekuatan dirinya. Berkat hamangu itulah manusia dapat berpikir, berperasaan dan bertindak. Hamangu akan bertambah kuat dalam pertumbuhan hidup, dan menjadi lemah ketika manusia sakit dan tua. Hamangu yang telah meninggalkan tubuh manusia akan menjadi makhluk halus dengan kepribadian tersendiri dan disebut ndiawa’’. Ndiawa juga ada dalam semua makhluk hidup, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan, yang kelak menjadi penghuni parai marapu pula.
Marapu
Marapu dibayangkan sebagai makhluk-makhluk mulia yang mempunyai pikiran, perasaan, dan kepribadian seperti manusia, tapi dengan kepandaian dan sifat-sifat yang lebih unggul. Mereka dapat berjenis kelamin pria dan wanita serta berpasangan sebagal suami istri. Keturunan mereka ada yang menghuni bumi dan dianggap sebagai nenek moyang yang menjadi cikal-bakal dari kabihu-kabihu. Secara hierarki, para Marapu dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu Marapu dan Marapu Ratu. Marapu ialah arwah leluhur yang didewakan dan dianggap menjadi cikal-bakal dari suatu kabihu (keluarga luas, clan), sedangkan Marapu Ratu ialah marapu yang dianggap turun dari langit dan merupakan leluhur dari para marapu lainnya, jadi merupakan marapu yang mempunyai kedudukan yang tertinggi.
Setiap kabihu mempunyai marapu sendiri yang dipuja agar segala doa dan kehendak mereka disampaikan kepada Maha Pencipta. Para marapu diupacarakan dan dipuja dalam rumah-rumah, terutama di rumah besar atau pusat yang disebut uma bokulu atau uma bungguru (rumah persekutuan). Di dalam rumah itulah dilakukan upacara-upacara keagamaan yang menyangkut kepentingan seluruh warga kabihu, misalnya upacara kelahiran, perkimpoian, kematian, menanam, memungut hasil dan sebagainya.
Mawulu Tau-Majii Tau
Walaupun terdapat banyak Marapu yang dipuja dan sering dimintai pertolongan, tetapi tujuan utama dari upacara pemujaan bukan semata-mata kepada arwah para leluhur itu sendiri, tetapi kepada Mawulu Tau-Majii Tau (Pencipta dan Pembuat Manusia) atau Tuhan Yang Maha Esa. Pengakuan adanya Yang Maha Pencipta biasanya dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat kiasan, itu pun hanya dalam upacara-upacara tertentu atau peristiwa-peristiwa penting saja. Dalam keyakinan Marapu, Tuhan Pencipta tidak campur tangan dalam urusan duniawi dan dianggap tidak mungkin diketahui hakekatnya sehingga untuk menyebut nama-Nya pun dipantangkan. Sementara itu, para Marapu dianggap sebagai media atau perantara untuk menghubungkan manusia dengan Penciptanya. Kedudukan dan peran para Marapu itu dimuliakan dan dipercaya sebagai lindi papakalangu – ketu papajolangu (titian yang menyeberangkan dan kaitan yang menjulurkan, sebagai perantara) antara manusia dengan Tuhannya. Para marapu inilah yang telah menerima nuku - hara (hukum dan cara) atau tata tertib hidup bermasyarakat dari Maha Pencipta yang wajib ditaati oleh manusia.
Kalimat-kalimat kiasan yang ditujukan untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa itu antara lain:
1. Na Mapadikangu Tau (Pencipta Manusia)
2. Na Mawulu Tau Na Majii Tau (Yang Membentuk dan Membuat Manusia)
3. Na Mawulu Tanga Mata Kalindi Uru-Na Mahangatu RI Wihi RI Lima (Yang Membentuk Alis Mata dan Batang Hidung. Yang Menyayat Tulang Kaki dan Tulang Tangan)
4. Na Ndiawa Tumbu-Na Ndiawa Dedi (Dewa Yang Menumbuhkan dan Dewa Yang Menjadikan)
5. Ina Nuku-Ama Hera (Ibu Hukum dan Bapak Cara)
6. Na Mapadikangu Awangu Tana (Pencipta Langit dan Bumi)
7. La Hupu Ina-La Hupu Ama (Ibu Segala Ibu dan Bapak Segala Bapak)
8. Na Ina Mbulu-Ama Ndaba (Ibu dan Bapak Seisi Alam)
9. Na Ina Pakawurungu-Na Ama Pakawurungu (Ibu dan Bapak dari Seluruh Yang Ada)
10. Na Pandanyura Ngara-Na Pandapiaka Tamu (Yang Tidak Disebut Gelarnya dan Yang Tidak Dikatakan Namanya)
11. Mayapa Watu Wulu-Matema Loja Lala (Pemegang Batu Ciptaan dan Penadah Kuali Leburan)
12. Ndiawa Mbulungu -Pahomba Mbulungu (Jiwa dan Roh Yang Esa)
13. Ina Bai-Ama Bokulu (Ibu Agung dan Bapak Besar)
14. Ina Makaluni-Ama Makaluni (Ibu dan Bapak Yang Kudus)
15. Na Mabokulu Wua Matana- Na Mambalaru Kahiluna (Yang Besar Biji Matanya-Yang Lebar Telinganya, Yang dapat melihat dan mendengar seluruhnya)
16. Na Mailu Paniningu-Na Mangadu Katandakungu (Yang Memandang dengan Teliti dan Meninjau dengan Tuntas, Yang mengetahui segala perbuatan baik atau buruk dari tingkah laku manusia)
17. Mapatandangu Manjipu-Na Mapatandangu Mandoku Mandanga (Yang Memperha tikan yang Salah dan Menimbang yang Keliru)
18. Na Matimba Nda Haleli-Na Mandahi Nda Panjilungu (Hakim Yang Maha Adil)
19. Na Kandapu Nda Ngihirungu-Na Karangga Nda Lelingu (Bukit Yang Tak Beranjak dan Ranting Yang Tak Bergerak,Yang Abadi)
Makhluk-makhlus halus
Selain memuja arwah leluhur, agama Marapu juga percaya kepada bermacam roh yang ada di alam sekitar tempat tinggal manusia sehingga perlu pula dipuja. Terdapat kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya memiliki jiwa dan perasaan seperti manusia, juga percaya adanya kekuatan gaib pada segala hal atau benda yang luar biasa.
Patau Tana
Patau tana adalah roh-roh halus yang dapat berasal dari alam,dan bukan berasal dari manusia. Biasanya mereka menjadi penghuni pohon-pohon besar, batu-batu besar, gua-gua, hutan atau di kuburan. Patau tana ini bersifat jahat dan selalu mengganggu manusia, karena itu sangat ditakuti. Patau tana yang berasal dari manusia adalah roh dari orang-orang yang mati secara tidak wajar, misalnya disebabkan kecelakaan, bunuh diri, dibunuh dan sebagainya. Roh-roh semacam ini menjadi jahat karena penasaran atau kesal tidak dapat terlepas dari hidupnya yang lama. Penduduk memberi mereka sesaji agar tidak mengganggu.
Mamarungu
Mamarungu adalah roh halus yang bukan berasal dari manusia dan mempunyai sifat jahat. Kedudukan roh halus ini lebih rendah dari marapu karena mereka merupakan pesuruh-pesuruh para marapu. Karena sifatnya yang jahat, mereka sering mengganggu dan mencelakakan manusia dengan memasuki tubuh manusia yang hidup. Orang yang kerasukan mamarungu ini akan menjadi jahat pula dan selalu ingin mencelakakan orang lain. Oleh karena itu, orang yang sering mencelakakan orang lain disebut mamarungu juga. Pada masa lampau orang semacam ini dibunuh karena dianggap membahayakan orang lain.
Maranongu
Maranongu adalah roh halus yang sederajat dengan mamarungu, tetapi mempunyal sifat baik dan suka menolong manusia.
Katiku kamawa
Katiku kamawa adalah makhluk halus yang termasuk kategori patau tana, tetapi bukan berasal dari manusia dan tidak diketahui asal-usulnya. Penampilan katiku kamawa berupa kepala manusia tanpa rambut dan berkulit hitam legam. Kebiasaannya berguling-guling di tanah sambil tertawa. Makhluk halus ini suka mengganggu manusia dan bertempat tinggal di pohon-pohon besar atau di pohon mangga.
Bumbu
Bumbu adalah makhluk halus yang berupa kambing jantan. Makhluk halus ini pun suka mengganggu manusia dan bertempat tinggal di antara pepohonan, gunung-gunung atau di tempat-tempat sunyi.
Kekuatan gaib
Orang Umalulu percaya bahwa di sekeliling mereka ada kekuatan-kekuatan gaib dalam gejala-gejala dan hal-hal luar biasa yang dapat berupa gejala-gejala alam, tokoh-tokoh manusia, bagian-bagian tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, dan suara-suara yang luar biasa.
Ngilu katiu
Ngilu katiu adalah angin yang bertiup dan arah udik, karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang ternak. Untuk mencegah penyakit yang dibawa oleh angin itu, orang Umalulu menyelipkan ruu kamala pau (daun mangga) pada atap di sekeliling rumah mereka.
Tokoh-tokoh manusia
Tokoh-tokoh manusia yang dianggap mempunyal kekuatan gaib ialah para ratu, tau mapingu papuhi, dan na mapingu muru, karena mereka ini dianggap mempunyal kekuatan untuk menguasai tenaga alam seperti hujan, menyembuhkan penyakit atau mencelakakan orang dengan cara gaib (mengucapkan mantra-mantra tertentu). Ilmu gaib (puhi) yang dilakukan oleh para ratu atau oleh tau mapingu papuhi untuk mendatangkan hujan ialah dengan melaksanakan upacara kanjiku. Upacara ini dilakukan di katuada dengan membawa persembahan pahapa, kawadaku, hunggu maraku, seekor kambing dan empat ekor anak ayam kepada para marapu terutama kepada Uma Ndapataungu.
Seorang tau mapingu papuhi ketika melakukan ilmu gaib yang bersifat agresif, mempersembahkan pahapa, kawadaku dan beberapa ekor ayam (dua, empat atau delapan ekor tergantung kebutuhan) kepada para marapu yang berada di uta muru-kaba watu (hutan hijau dan tebing batu ), yaitu para marapu yang dipuja oleh kabihu Menggitu atau pada Marapu Ratu Kabuarangu dan Marapu Kabala. Kemudian melakukan upacara sembahyang dan mengucapkan mantra-mantra (tundu wara) dengan maksud agar orang yang dituju menjadi sakit, mendapat kesialan atau kematian. Ada pula ilmu gaib lain yang disebut kabeli mata (membalik mata), yaitu ilmu gaib semacam sihir yang dapat mengubah manusia menjadi binatang, pohon atau batu.
Apabila ada seseorang yang ditimpa penyakit, maka ia dapat meminta pertolongan kepada mapingu muru untuk mengobatinya. Mapingu muru biasanya akan memberi muru (obat dari ramuan daun-daunan) atau tada ai (obat dri ramuan akar-akar pohon atau kulit kayu) yang telah diberi mantra-mantra tertentu kepada si sakit.
Bagian tubuh manusia
Bagian tubuh manusia yang paling dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah kapai atau ngati (kemaluan wanita). Bila kapai ini sampai terlihat oleh orang lain (terutama pria), maka dianggap akan membawa sial kepada yang melihatnya. Hal itu berlaku pula untuk suami si wanita. Itulah sebabnya persetubuhan harus dilakukan pada malam hari atau di tempat gelap. Alat kelamin wanita dianggap palili (tabu) karena merupakan tempat keluar sesuatu yang penuh dengan kekuatan gaib, seperti roh anak yang lahir dan darah. Darah, terutama yang keluar ketika haid dianggap mengandung kekuatan gaib yang dapat membawa kesialan kepada orang lain. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid dilarang memasuki uma marapu atau tempat-tempat suci lainnya, dilarang menyiapkan sesajian untuk para marapu dan tidak boleh mandi di sungai. Wanita yang sedang haid harus berdiam di kamar dan mandi di kamarnya pula dengan menggunakan air panas yang diberi ramuan kayu dan daun kahi jawa (asam) yang gunanya untuk menghangatkan badan dan melancarkan keluarnya darah.
Bagian tubuh manusia yang juga dianggap mengandung kekuatan gaib ialah air ludah. Air ludah digunakan untuk obat, antara lain untuk menghilangkan rasa pegal-pegal yang diakibatkan oleh sakit malaria, yaitu dengan cara melumuri badan dengan hadabai (rumput yang tumbuh di batu-batu) yang dikunyah bersama sirih pinang dan dicampur air ludah. Demikian pula bayi yang baru lahir, agar luka pada pusarnya cepat sembuh maka luka itu dilumuri air ludah yang telah bercampur dengan kunyahan sirih pinang.
Rambut adalah bagian tubuh manusia yang juga dianggap mempunyai kekuatan gaib. Oleh karena itu, rambut seseorang yang dipotong ketika ia baru lahir akan disimpan di dalam kahipatu dengan maksud agar selama hidupnya terhindar dan mara bahaya. Kelak bila orang itu meninggal, maka rambut dalam kahipatu itu akan dikuburkan pula bersamanya.
Binatang
Binatang yang dianggap mempunyal kekuatan gaib antara Iain wangi (burung hantu), kuu (burung alap-alap) dan nggangga (burung gagak). Ketiga jenis burung itu ditakuti oleh orang Umalulu karena dianggap dapat membawa kesialan. Binatang lain yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan mempunyai kedudukan khusus dalam kepercayaan mereka ialah wei (babi), karambua (kerbau), njara (kuda), manu (ayam) dan ahu (anjing).
Babi merupakan hewan korban yang utama dalam upacara-upacara keagamaan dan dianggap mempunyai kekuatan gaib karena dapat menyampaikan segala kehendak manusia kepada para marapu. Diterima atau tidaknya suatu permohonan dapat dilihat melalui hati babi.
Kerbau merupakan binatang yang biasa dikorbankan pada upacara-upacara keagamaan, terutama pada upacara perkimpoian, kematian, membangun rumah baru dan panen. Secara simbolis daging kerbau yang dikorbankan itu dipersembahkan kepada para arwah. Menurut kepercayaan, kerbau-kerbau korban itu merupakan bekal arwah orang yang meninggal dalam perjalanannya ke parai marapu, dan setibanya di parai marapu digunakan untuk menjamu arwah keluarganya yang telah lebih dahulu berada di sana. Selain itu kerbau dianggap binatang yang dapat membawa keberuntungan pada pemiliknya. Oleh karena itu, ada tempat pemujaan khusus yang disebut uma karambua, yaitu tempat memuja leluhur untuk memohon kekayaan.
Binatang yang melambangkan ketaatan paling utama dan dianggap membawa kejayaan pada pemiliknya ialah kuda. Ketaatan kuda ini tidak terbatas di dunia saja, tapi juga di akhirat sebagai tunggangan majikannya. Oleh karena itu, ketika majikannya meninggal, kuda kesayangan harus dikorbankan untuk mengantar arwah majikannya ke parai marapu. Seperti halnya kerbau, maka kuda pun ada tempat permujaan khusus yang disebut uma njara, yaitu tempat memuja leluhur untuk memohon kejayaan dan kekayaan.
Jenis binatang lainnya yang dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah ayam jantan. Bulu-bulu ayam jantan dianggap mempunyai kekuatan untuk menolak bahaya dan dapat memayungi arwah seseorang dalam perjalanannya menuju parai marapu. Selain itu kokok ayam jantan dianggap dapat membangunkan arwah orang yang meninggal agar bersiap untuk menempuh perjalanan ke alam baka.
Anjing adalah binatang peliharaan yang senantiasa mengikuti majikannya jika sedang bepergian atau berburu. Anjing kesayangan dinilai sebagai kawan senasib sepenanggungan yang tidak terbatas di dunia saja, tetapi juga di akhirat. Pada upacara kematian, anjing kesayangan dikorbankan agar arwahnya dapat mengikuti arwah majikannya. Selain itu anjing dianggap mempunyai kekuatan gaib yang dapat melihat makhluk-makhluk halus.
Tanaman
Tumbuh-tumbuhan yang dianggap mempunyal kekuatan gaib antara lain kalala (kaktus), karangga langadi (akar bahar), pau (mangga), dan menggitu (lontar). Kekuatan gaib yang ada dalam tanaman tersebut ialah dapat menolak bahaya dan penyakit. Selain itu mereka pun percaya bahwa semua daun-daunan yang mempunyal khasiat sebagai obat, misalnya kuta (sirih), kabaru (waru), kahi jawa (asam jawa), muru mangandingu (sejenis sulur-suluran), yawilu (kayu manis), kunu buti (Lat: Hyptis suaveolens), dan rutu (Lat: Albizza marginata meer) juga dianggap mempunyai kekuatan gaib yang dapat menghilangkan perryakit. Pohon yang dianggap keramat tetapi tidak mempunyai akibat buruk ialah wangga (beringin), mayela, kunjuru (teniring, Lat: Cassia fistula), dan kanawa (angsana).
Benda-benda
Benda.-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan merupakan lambang suci para marapu ialah tanggu marapu. Benda-benda lain yang juga dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah benda-benda pusaka, seperti parang,kain-kain, perhiasan mas, perhiasan manik-manik (ana hida) dan hiwaru (jimat) yang dikeluarkan atau dibawa hanya pada saat-saat tertentu saja oleh pemiliknya.
Suara-suara
Suara-suara yang dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah mantra-mantra atau tundu wara yang diucapkan para ratu, tau mapingu papuhi dan mapingu muru. Selain itu suara-suara nyanyian dan irama pukulan gong yang dibawakan pada suatu upacara dianggap mempunyai kekuatan gaib juga, karena mampu menciptakan suasana yang diperlukan.
Upacara keagamaan marapu seperti upacara kematian dan sebagainya selalu dilengkapi penyembelihan hewan seperti kerbau dan kuda sebagai korban sembelihan. Hal tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun yang terus dijaga di Pulau Sumba.
Orang Sumba percaya bahwa roh nenek moyang ikut menghadiri upacara penguburan dan karenanya hewan dipersembahkan kepada mereka. Roh hewan untuk roh nenek moyang dan daging atau jasad hewan dimakan oleh orang yang hidup. Sama halnya dengan upacara yang lain [Kebamoto, 2015] Dan marapu sangat di pertahan kan oleh sebagian besar orang sumba.
Sistem kepercayaan
Agama Marapu adalah agama asli yang masih hidup dan dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Agama ini merupakan sistem keyakinan yang berdasarkan kepada pemujaan arwah-arwah leluhur. Dalam bahasa Sumba, arwah-arwah leluhur disebut Marapu yang artinya adalah “yang dipertuan” atau “yang dimuliakan”. Itulah sebabnya agama yang mereka anut juga disebut Marapu.
Kepercayaan terhadap roh
Dalam kepercayaan agama Marapu, roh ditempatkan sebagai komponen yang paling utama karena roh inilah yang harus kembali kepada Mawulu Tau-Majii Tau. Roh dari orang yang sudah mati akan menjadi penghuni Parai Marapu (negeri arwah, surga) dan dimuliakan sebagai Marapu bila semasa hidupnya di dunia memenuhi segala nuku-hara (hukum dan tata cara) yang telah ditetapkan oleh para leluhur.
Menurut kepercayaan, terdapat dua macam roh, yaitu hamangu (jiwa, semangat) dan ndiawa atau ndewa (roh suci, dewa). Hamangu ialah roh manusia selama hidupnya yang menjadi inti dan sumber kekuatan dirinya. Berkat hamangu itulah manusia dapat berpikir, berperasaan dan bertindak. Hamangu akan bertambah kuat dalam pertumbuhan hidup, dan menjadi lemah ketika manusia sakit dan tua. Hamangu yang telah meninggalkan tubuh manusia akan menjadi makhluk halus dengan kepribadian tersendiri dan disebut ndiawa’’. Ndiawa juga ada dalam semua makhluk hidup, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan, yang kelak menjadi penghuni parai marapu pula.
Marapu
Marapu dibayangkan sebagai makhluk-makhluk mulia yang mempunyai pikiran, perasaan, dan kepribadian seperti manusia, tapi dengan kepandaian dan sifat-sifat yang lebih unggul. Mereka dapat berjenis kelamin pria dan wanita serta berpasangan sebagal suami istri. Keturunan mereka ada yang menghuni bumi dan dianggap sebagai nenek moyang yang menjadi cikal-bakal dari kabihu-kabihu. Secara hierarki, para Marapu dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu Marapu dan Marapu Ratu. Marapu ialah arwah leluhur yang didewakan dan dianggap menjadi cikal-bakal dari suatu kabihu (keluarga luas, clan), sedangkan Marapu Ratu ialah marapu yang dianggap turun dari langit dan merupakan leluhur dari para marapu lainnya, jadi merupakan marapu yang mempunyai kedudukan yang tertinggi.
Setiap kabihu mempunyai marapu sendiri yang dipuja agar segala doa dan kehendak mereka disampaikan kepada Maha Pencipta. Para marapu diupacarakan dan dipuja dalam rumah-rumah, terutama di rumah besar atau pusat yang disebut uma bokulu atau uma bungguru (rumah persekutuan). Di dalam rumah itulah dilakukan upacara-upacara keagamaan yang menyangkut kepentingan seluruh warga kabihu, misalnya upacara kelahiran, perkimpoian, kematian, menanam, memungut hasil dan sebagainya.
Mawulu Tau-Majii Tau
Walaupun terdapat banyak Marapu yang dipuja dan sering dimintai pertolongan, tetapi tujuan utama dari upacara pemujaan bukan semata-mata kepada arwah para leluhur itu sendiri, tetapi kepada Mawulu Tau-Majii Tau (Pencipta dan Pembuat Manusia) atau Tuhan Yang Maha Esa. Pengakuan adanya Yang Maha Pencipta biasanya dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat kiasan, itu pun hanya dalam upacara-upacara tertentu atau peristiwa-peristiwa penting saja. Dalam keyakinan Marapu, Tuhan Pencipta tidak campur tangan dalam urusan duniawi dan dianggap tidak mungkin diketahui hakekatnya sehingga untuk menyebut nama-Nya pun dipantangkan. Sementara itu, para Marapu dianggap sebagai media atau perantara untuk menghubungkan manusia dengan Penciptanya. Kedudukan dan peran para Marapu itu dimuliakan dan dipercaya sebagai lindi papakalangu – ketu papajolangu (titian yang menyeberangkan dan kaitan yang menjulurkan, sebagai perantara) antara manusia dengan Tuhannya. Para marapu inilah yang telah menerima nuku - hara (hukum dan cara) atau tata tertib hidup bermasyarakat dari Maha Pencipta yang wajib ditaati oleh manusia.
Kalimat-kalimat kiasan yang ditujukan untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa itu antara lain:
1. Na Mapadikangu Tau (Pencipta Manusia)
2. Na Mawulu Tau Na Majii Tau (Yang Membentuk dan Membuat Manusia)
3. Na Mawulu Tanga Mata Kalindi Uru-Na Mahangatu RI Wihi RI Lima (Yang Membentuk Alis Mata dan Batang Hidung. Yang Menyayat Tulang Kaki dan Tulang Tangan)
4. Na Ndiawa Tumbu-Na Ndiawa Dedi (Dewa Yang Menumbuhkan dan Dewa Yang Menjadikan)
5. Ina Nuku-Ama Hera (Ibu Hukum dan Bapak Cara)
6. Na Mapadikangu Awangu Tana (Pencipta Langit dan Bumi)
7. La Hupu Ina-La Hupu Ama (Ibu Segala Ibu dan Bapak Segala Bapak)
8. Na Ina Mbulu-Ama Ndaba (Ibu dan Bapak Seisi Alam)
9. Na Ina Pakawurungu-Na Ama Pakawurungu (Ibu dan Bapak dari Seluruh Yang Ada)
10. Na Pandanyura Ngara-Na Pandapiaka Tamu (Yang Tidak Disebut Gelarnya dan Yang Tidak Dikatakan Namanya)
11. Mayapa Watu Wulu-Matema Loja Lala (Pemegang Batu Ciptaan dan Penadah Kuali Leburan)
12. Ndiawa Mbulungu -Pahomba Mbulungu (Jiwa dan Roh Yang Esa)
13. Ina Bai-Ama Bokulu (Ibu Agung dan Bapak Besar)
14. Ina Makaluni-Ama Makaluni (Ibu dan Bapak Yang Kudus)
15. Na Mabokulu Wua Matana- Na Mambalaru Kahiluna (Yang Besar Biji Matanya-Yang Lebar Telinganya, Yang dapat melihat dan mendengar seluruhnya)
16. Na Mailu Paniningu-Na Mangadu Katandakungu (Yang Memandang dengan Teliti dan Meninjau dengan Tuntas, Yang mengetahui segala perbuatan baik atau buruk dari tingkah laku manusia)
17. Mapatandangu Manjipu-Na Mapatandangu Mandoku Mandanga (Yang Memperha tikan yang Salah dan Menimbang yang Keliru)
18. Na Matimba Nda Haleli-Na Mandahi Nda Panjilungu (Hakim Yang Maha Adil)
19. Na Kandapu Nda Ngihirungu-Na Karangga Nda Lelingu (Bukit Yang Tak Beranjak dan Ranting Yang Tak Bergerak,Yang Abadi)
Makhluk-makhlus halus
Selain memuja arwah leluhur, agama Marapu juga percaya kepada bermacam roh yang ada di alam sekitar tempat tinggal manusia sehingga perlu pula dipuja. Terdapat kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya memiliki jiwa dan perasaan seperti manusia, juga percaya adanya kekuatan gaib pada segala hal atau benda yang luar biasa.
Patau Tana
Patau tana adalah roh-roh halus yang dapat berasal dari alam,dan bukan berasal dari manusia. Biasanya mereka menjadi penghuni pohon-pohon besar, batu-batu besar, gua-gua, hutan atau di kuburan. Patau tana ini bersifat jahat dan selalu mengganggu manusia, karena itu sangat ditakuti. Patau tana yang berasal dari manusia adalah roh dari orang-orang yang mati secara tidak wajar, misalnya disebabkan kecelakaan, bunuh diri, dibunuh dan sebagainya. Roh-roh semacam ini menjadi jahat karena penasaran atau kesal tidak dapat terlepas dari hidupnya yang lama. Penduduk memberi mereka sesaji agar tidak mengganggu.
Mamarungu
Mamarungu adalah roh halus yang bukan berasal dari manusia dan mempunyai sifat jahat. Kedudukan roh halus ini lebih rendah dari marapu karena mereka merupakan pesuruh-pesuruh para marapu. Karena sifatnya yang jahat, mereka sering mengganggu dan mencelakakan manusia dengan memasuki tubuh manusia yang hidup. Orang yang kerasukan mamarungu ini akan menjadi jahat pula dan selalu ingin mencelakakan orang lain. Oleh karena itu, orang yang sering mencelakakan orang lain disebut mamarungu juga. Pada masa lampau orang semacam ini dibunuh karena dianggap membahayakan orang lain.
Maranongu
Maranongu adalah roh halus yang sederajat dengan mamarungu, tetapi mempunyal sifat baik dan suka menolong manusia.
Katiku kamawa
Katiku kamawa adalah makhluk halus yang termasuk kategori patau tana, tetapi bukan berasal dari manusia dan tidak diketahui asal-usulnya. Penampilan katiku kamawa berupa kepala manusia tanpa rambut dan berkulit hitam legam. Kebiasaannya berguling-guling di tanah sambil tertawa. Makhluk halus ini suka mengganggu manusia dan bertempat tinggal di pohon-pohon besar atau di pohon mangga.
Bumbu
Bumbu adalah makhluk halus yang berupa kambing jantan. Makhluk halus ini pun suka mengganggu manusia dan bertempat tinggal di antara pepohonan, gunung-gunung atau di tempat-tempat sunyi.
Kekuatan gaib
Orang Umalulu percaya bahwa di sekeliling mereka ada kekuatan-kekuatan gaib dalam gejala-gejala dan hal-hal luar biasa yang dapat berupa gejala-gejala alam, tokoh-tokoh manusia, bagian-bagian tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, dan suara-suara yang luar biasa.
Ngilu katiu
Ngilu katiu adalah angin yang bertiup dan arah udik, karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang ternak. Untuk mencegah penyakit yang dibawa oleh angin itu, orang Umalulu menyelipkan ruu kamala pau (daun mangga) pada atap di sekeliling rumah mereka.
Tokoh-tokoh manusia
Tokoh-tokoh manusia yang dianggap mempunyal kekuatan gaib ialah para ratu, tau mapingu papuhi, dan na mapingu muru, karena mereka ini dianggap mempunyal kekuatan untuk menguasai tenaga alam seperti hujan, menyembuhkan penyakit atau mencelakakan orang dengan cara gaib (mengucapkan mantra-mantra tertentu). Ilmu gaib (puhi) yang dilakukan oleh para ratu atau oleh tau mapingu papuhi untuk mendatangkan hujan ialah dengan melaksanakan upacara kanjiku. Upacara ini dilakukan di katuada dengan membawa persembahan pahapa, kawadaku, hunggu maraku, seekor kambing dan empat ekor anak ayam kepada para marapu terutama kepada Uma Ndapataungu.
Seorang tau mapingu papuhi ketika melakukan ilmu gaib yang bersifat agresif, mempersembahkan pahapa, kawadaku dan beberapa ekor ayam (dua, empat atau delapan ekor tergantung kebutuhan) kepada para marapu yang berada di uta muru-kaba watu (hutan hijau dan tebing batu ), yaitu para marapu yang dipuja oleh kabihu Menggitu atau pada Marapu Ratu Kabuarangu dan Marapu Kabala. Kemudian melakukan upacara sembahyang dan mengucapkan mantra-mantra (tundu wara) dengan maksud agar orang yang dituju menjadi sakit, mendapat kesialan atau kematian. Ada pula ilmu gaib lain yang disebut kabeli mata (membalik mata), yaitu ilmu gaib semacam sihir yang dapat mengubah manusia menjadi binatang, pohon atau batu.
Apabila ada seseorang yang ditimpa penyakit, maka ia dapat meminta pertolongan kepada mapingu muru untuk mengobatinya. Mapingu muru biasanya akan memberi muru (obat dari ramuan daun-daunan) atau tada ai (obat dri ramuan akar-akar pohon atau kulit kayu) yang telah diberi mantra-mantra tertentu kepada si sakit.
Bagian tubuh manusia
Bagian tubuh manusia yang paling dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah kapai atau ngati (kemaluan wanita). Bila kapai ini sampai terlihat oleh orang lain (terutama pria), maka dianggap akan membawa sial kepada yang melihatnya. Hal itu berlaku pula untuk suami si wanita. Itulah sebabnya persetubuhan harus dilakukan pada malam hari atau di tempat gelap. Alat kelamin wanita dianggap palili (tabu) karena merupakan tempat keluar sesuatu yang penuh dengan kekuatan gaib, seperti roh anak yang lahir dan darah. Darah, terutama yang keluar ketika haid dianggap mengandung kekuatan gaib yang dapat membawa kesialan kepada orang lain. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid dilarang memasuki uma marapu atau tempat-tempat suci lainnya, dilarang menyiapkan sesajian untuk para marapu dan tidak boleh mandi di sungai. Wanita yang sedang haid harus berdiam di kamar dan mandi di kamarnya pula dengan menggunakan air panas yang diberi ramuan kayu dan daun kahi jawa (asam) yang gunanya untuk menghangatkan badan dan melancarkan keluarnya darah.
Bagian tubuh manusia yang juga dianggap mengandung kekuatan gaib ialah air ludah. Air ludah digunakan untuk obat, antara lain untuk menghilangkan rasa pegal-pegal yang diakibatkan oleh sakit malaria, yaitu dengan cara melumuri badan dengan hadabai (rumput yang tumbuh di batu-batu) yang dikunyah bersama sirih pinang dan dicampur air ludah. Demikian pula bayi yang baru lahir, agar luka pada pusarnya cepat sembuh maka luka itu dilumuri air ludah yang telah bercampur dengan kunyahan sirih pinang.
Rambut adalah bagian tubuh manusia yang juga dianggap mempunyai kekuatan gaib. Oleh karena itu, rambut seseorang yang dipotong ketika ia baru lahir akan disimpan di dalam kahipatu dengan maksud agar selama hidupnya terhindar dan mara bahaya. Kelak bila orang itu meninggal, maka rambut dalam kahipatu itu akan dikuburkan pula bersamanya.
Binatang
Binatang yang dianggap mempunyal kekuatan gaib antara Iain wangi (burung hantu), kuu (burung alap-alap) dan nggangga (burung gagak). Ketiga jenis burung itu ditakuti oleh orang Umalulu karena dianggap dapat membawa kesialan. Binatang lain yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan mempunyai kedudukan khusus dalam kepercayaan mereka ialah wei (babi), karambua (kerbau), njara (kuda), manu (ayam) dan ahu (anjing).
Babi merupakan hewan korban yang utama dalam upacara-upacara keagamaan dan dianggap mempunyai kekuatan gaib karena dapat menyampaikan segala kehendak manusia kepada para marapu. Diterima atau tidaknya suatu permohonan dapat dilihat melalui hati babi.
Kerbau merupakan binatang yang biasa dikorbankan pada upacara-upacara keagamaan, terutama pada upacara perkimpoian, kematian, membangun rumah baru dan panen. Secara simbolis daging kerbau yang dikorbankan itu dipersembahkan kepada para arwah. Menurut kepercayaan, kerbau-kerbau korban itu merupakan bekal arwah orang yang meninggal dalam perjalanannya ke parai marapu, dan setibanya di parai marapu digunakan untuk menjamu arwah keluarganya yang telah lebih dahulu berada di sana. Selain itu kerbau dianggap binatang yang dapat membawa keberuntungan pada pemiliknya. Oleh karena itu, ada tempat pemujaan khusus yang disebut uma karambua, yaitu tempat memuja leluhur untuk memohon kekayaan.
Binatang yang melambangkan ketaatan paling utama dan dianggap membawa kejayaan pada pemiliknya ialah kuda. Ketaatan kuda ini tidak terbatas di dunia saja, tapi juga di akhirat sebagai tunggangan majikannya. Oleh karena itu, ketika majikannya meninggal, kuda kesayangan harus dikorbankan untuk mengantar arwah majikannya ke parai marapu. Seperti halnya kerbau, maka kuda pun ada tempat permujaan khusus yang disebut uma njara, yaitu tempat memuja leluhur untuk memohon kejayaan dan kekayaan.
Jenis binatang lainnya yang dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah ayam jantan. Bulu-bulu ayam jantan dianggap mempunyai kekuatan untuk menolak bahaya dan dapat memayungi arwah seseorang dalam perjalanannya menuju parai marapu. Selain itu kokok ayam jantan dianggap dapat membangunkan arwah orang yang meninggal agar bersiap untuk menempuh perjalanan ke alam baka.
Anjing adalah binatang peliharaan yang senantiasa mengikuti majikannya jika sedang bepergian atau berburu. Anjing kesayangan dinilai sebagai kawan senasib sepenanggungan yang tidak terbatas di dunia saja, tetapi juga di akhirat. Pada upacara kematian, anjing kesayangan dikorbankan agar arwahnya dapat mengikuti arwah majikannya. Selain itu anjing dianggap mempunyai kekuatan gaib yang dapat melihat makhluk-makhluk halus.
Tanaman
Tumbuh-tumbuhan yang dianggap mempunyal kekuatan gaib antara lain kalala (kaktus), karangga langadi (akar bahar), pau (mangga), dan menggitu (lontar). Kekuatan gaib yang ada dalam tanaman tersebut ialah dapat menolak bahaya dan penyakit. Selain itu mereka pun percaya bahwa semua daun-daunan yang mempunyal khasiat sebagai obat, misalnya kuta (sirih), kabaru (waru), kahi jawa (asam jawa), muru mangandingu (sejenis sulur-suluran), yawilu (kayu manis), kunu buti (Lat: Hyptis suaveolens), dan rutu (Lat: Albizza marginata meer) juga dianggap mempunyai kekuatan gaib yang dapat menghilangkan perryakit. Pohon yang dianggap keramat tetapi tidak mempunyai akibat buruk ialah wangga (beringin), mayela, kunjuru (teniring, Lat: Cassia fistula), dan kanawa (angsana).
Benda-benda
Benda.-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan merupakan lambang suci para marapu ialah tanggu marapu. Benda-benda lain yang juga dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah benda-benda pusaka, seperti parang,kain-kain, perhiasan mas, perhiasan manik-manik (ana hida) dan hiwaru (jimat) yang dikeluarkan atau dibawa hanya pada saat-saat tertentu saja oleh pemiliknya.
Suara-suara
Suara-suara yang dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah mantra-mantra atau tundu wara yang diucapkan para ratu, tau mapingu papuhi dan mapingu muru. Selain itu suara-suara nyanyian dan irama pukulan gong yang dibawakan pada suatu upacara dianggap mempunyai kekuatan gaib juga, karena mampu menciptakan suasana yang diperlukan.
BERSAMBUNG DIBAWAH
Diubah oleh LordFaries4.0 22-11-2021 05:57
doer81 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas