Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.7K
3.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#442
Teror berlanjut
 Pagi harinya, keluarga pak Harjanto sarapan bersama, dan saat itulah semua cerita tadi malam baru keluar semua. Secara bergantian mereka menceritakan apa yang mereka dengar dan alami, dan kejadiannya berbeda-beda satu sama lainnya. Kini mereka punya satu kekuatiran yang sama. Karena melihat apa yang terjadi semalam, semua orang merasa was-was kalau kiriman tenung itu akan datang lagi.

 Baru saja mereka berpikiran begitu, mendadak saja Anggita tersedak dan batuk-batuk, lalu dari mulutnya keluar tiga batang paku lagi! Tanpa sadar bu Ningsih menjerit keras, seruan istighfar terdengar dari anggota keluarga yang lain. Apa yang mereka kuatirkan benar-benar terjadi! Kiriman tenung itu datang lagi, entah sejak kapan datangnya, tidak ada yang tau.

 Seharian itu, Gita telah mengeluarkan paku sebanyak lebih dari 30 batang. Dia merasa sedih, sekaligus sangat jengkel, kenapa kiriman itu sampai datang lagi. Dia kembali merasakan sakit di dada, juga rasa perih di mulut akibat tergores paku-paku itu, semua penderitaannya dulu terulang lagi. Anggita tidak habis pikir, sebenarnya apa salah dia? Kenapa ada orang yang tega menyakitinya? Ditambah lagi, sampai hari ini eyang Iman tidak menampakkan diri padanya.

 Siang itu sepulang sekolah, Anggara menutupi semua cermin yang ada di rumahnya dengan koran, bahkan menyembunyikan semua cermin-cermin kecil ke dalam sebuah kotak kardus. Karena setiap kali dia bercermin, yang dilihatnya bukanlah wajahnya, tapi wajah hancur dari makhluk perempuan yang dilihatnya dulu. Entah pagi, siang atau sore, dia selalu melihat wajah perempuan itu di semua cermin di rumahnya. Wajah mengerikan itu seakan terpatri dalam ingatannya dan selalu terbayang di pelupuk matanya. Anggara jadi merasa sangat ketakutan sampai nggak mau bercermin lagi.

 Malam harinya, seluruh keluarga berkumpul di ruang tamu. Seperti dulu, ruang tamu itu digelari tikar sebagai tempat tidur mereka berlima. Dan saat ini mereka semua bersiap untuk menghadapi kemungkinan kiriman serangan tenung. Meskipun keluarga yang lain tidak bisa membantu, setidaknya mereka bisa membaca surat-surat ruqyah untuk mendukung Gita. Bahkan bulek Ningsih dan pak Pras juga ikut membantu.

 Tapi setelah ditunggu sampai jam 11 malam, serangan itu tidak datang, Gita masih tampak tenang saja, dia duduk bersila di tengah-tengah tikar. Meskipun sesekali masih muncul paku dari mulutnya, tapi setidaknya malam itu kiriman tidak jadi datang. Seluruh keluarga jadi merasa agak lega.

 Tiba-tiba saja Anggita menoleh ke kiri, ke arah belakang rumah, matanya menatap tajam seakan sedang mengawasi sesuatu. Semua jadi keheranan, tapi juga was-was. Biasanya kalo Anggita melihat dengan tajam seperti itu, maka dia sedang melihat makhluk halus, berarti mungkin saat ini di belakang ada sosok makhluk.

Quote:


 Tanpa ragu pak Harjanto pun bangkit berdiri, mengambil senter dan keluar rumah. Anggara ikut mengambil senter dan menyusulnya, bahkan dia sempat membawa sebatang kayu yang tergeletak di dekat tamannya Gita. Mereka berdua berjalan menuju belakang rumah melewati halaman samping untuk mengetahui apa maksud dari orang yang diceritakan Gita.

 Rumah pak Harjanto di bagian belakang berbatasan langsung dengan kebun tetangga. Kebun itu lumayan luas dan ditanami pohon-pohon besar, jadi kalau malam, suasananya jadi tampak angker. Kebun itu tidak dipagari, jadi orang asing bisa saja masuk ke kebun itu dan mungkin mau berniat jahat, maka pak Har dan Anggara berniat memeriksanya.

 Tapi setelah sampai di kebun itu, ternyata tidak ada orang sama sekali! Pak Har dan Anggara mulai memeriksa sekeliling dengan senter. Tapi tetap saja tidak ditemukan satu orang pun. Pak Har mulai jalan berkeliling, sementara Anggara tetap berdiri di tempat sambil mengarahkan senternya ke segala arah.

 Mendadak saja Anggara merasakan lengannya seperti ditusuk dengan semacam lidi atau ijuk yang jumlahnya banyak sekali. Seluruh lengannya jadi terasa gatal. Maka Anggara langsung berbalik, menyorotkan senternya, dan diapun terjengkang ke belakang karena sangat terkejut. Secara mendadak bulu kuduk merinding dengan hebat, ubun-ubunnya terasa sangat dingin.

 Ternyata di belakangnya tadi telah berdiri sosok makhluk yang luar biasa mengerikan. Makhluk itu tingginya mencapai tiga meter lebih, tinggi Anggara cuma mencapai perutnya. Tubuh makhluk itu sangat gemuk, bahkan perutnya sangat buncit. Badannya seperti membungkuk ke depan.

 Kulitnya sangat kasar, benjol-benjol dan berwarna hijau tua dan ditutupi bulu-bulu lebat yang kaku seperti ijuk. Jadi ternyata bulu-bulu makhluk inilah yang tadi telah menusuk-nusuk lengan Anggara hingga menimbulkan rasa gatal.

 Anggara arahkan senternya ke atas, dan begitu sampai di bagian muka makhluk itu, terserahlah darah Anggara.

 Makhluk itu memiliki mulut yang sangat besar, dan mulut itu dipenuhi gigi taring yang panjang dan besar-besar. Hidungnya sangat besar dan bulat, matanya juga sangat besar dan melotot seperti hendak keluar dari tempatnya.

 Nyali Anggara langsung meleleh, tapi dia tidak bisa bergerak, bahkan cuma satu jarinya pun tidak bisa digerakkan. Baru kali ini Anggara melihat makhluk yang sedemikian mengerikan. Dia pernah mendengar cerita soal makhluk halus yang berciri-ciri sama dengan makhluk yang kini berada di depannya itu, dan makhluk itu sering disebut buto ijo.

 Tapi tiba-tiba di kepala Anggara terlintaslah wajah Anggita yang sedang menarik paku dari mulutnya sambil berurai airmata. Emosinya langsung bangkit seketika, nyalinya tumbuh kembali dengan hebat. Anggara memegang kuat-kuat kayu yang tadi di bawanya, lalu tanpa ragu dia bangkit berdiri. Dia angkat kayu yang dipegangnya.

Quote:


 Akhirnya merekapun kembali ke rumah. Sementara Anggara masih merasa dongkol, sedikit lagi gebukannya sampai, makhluk itu sudah menghilang, ternyata makhluk halus itu cuma pengecut, dan sekarang dia jadi nggak takut lagi sama makhluk semacam itu. Kalo ada yang muncul lagi, maka tanpa ragu lagi dia akan langsung menghadapinya. Begitulah yang ada di pemikiran Anggara. 

 Sampai di ruang tamu, ternyata Gita masih menatap tajam ke arah belakang rumah. Pak Har dan Anggara jadi lebih heran, jelas-jelas nggak ada orang sama sekali dibelakang tadi, lalu siapakah orang yang dimaksud oleh Anggita?

Quote:


 Penjelasan Gita membuat semua orang jadi berpikir keras, dunia gaib memang benar-benar tidak bisa dicerna dengan akal sehat, bagaimana mungkin sukma manusia bisa keluar dari raganya tanpa menyebabkan kematian? Tapi itu benar-benar nyata terjadi. Sungguh begitu banyaknya ragam ilmu sihir di dunia ini, tentunya atas peran dari para jin yang membantu manusia. Ruangan yang semula sunyi itu dipecahkan oleh suara bulek Narsih.

Quote:


 Setelah lama menimbang,  akhirnya bu Ningsih mau menerima tawaran itu juga, siapa tau dengan mengungsi tidur, maka suara pukulan dua batu itu tidak didengarnya lagi. Mereka berdua pun menuju ke rumah bulek Narsih, sementara pak Pras masih disitu untuk ikut menemani Gita. Tapi kemudian jam 12 malam pak Pras pun juga pulang.

 Kini tinggal mereka berempat yang ada di rumah. Sejak sore tadi, Gita sudah memuntahkan paku sebanyak lebih dari 20 batang, dan seperti biasa, Anggono lah yang mengumpulkannya. Karena ternyata kiriman serangan itu tidak datang, maka mereka berempat sudah mulai merebahkan diri dan bersiap-siap tidur.

 Tapi tetap saja mereka tidak bisa tidur, karena sebentar kemudian mulai terdengar suara langkah kaki di atas batu-batu kericak di samping rumah. Setidaknya ada empat suara langkah kaki yang mondar-mandir, ada juga yang memutari rumah. Sambil rebahan, mereka bertiga segera melantunkan ayat-ayat AlQuran, mulai Al Ikhlas sampai ayat kursi.

 Sementara Gita malah kembali duduk, dia memandang berkeliling, pandangannya seakan menembus tembok, seperti sedang mengawasi makhluk yang sedang memutari rumah. Saat itulah terdengar suara berisik miris dari arah pintu depan, seperti ada seekor binatang buas dengan kuku yang panjang sedang mencakar-cakar daun pintu.

 Semua orang mendengar suara itu, bulu kuduk mereka meremang, hawa ruangan mendadak jadi terasa sangat dingin, membuat suasana makin mencekam. Bacaan surat-surat AlQuran semakin keras, tujuannya jelas untuk mengusir makhluk-makhluk itu. Lalu suara cakaran itu berhenti tiba-tiba, tapi ternyata cuma  berpindah ke arah jendela saja.

 Pak Har, Anggara dan Anggono berusaha konsentrasi membaca Quran, meskipun jelas terlihat badan mereka gemetaran. Lalu suara cakaran itu menghilang kembali. Semua orang merasa lega. Lantunan ayat-ayat quran tidak pernah berhenti, karena mereka tau kalau teror itu juga nggak akan berhenti sampai di situ.

 Dan benar saja, dari arah genteng terdengar seperti sedang turun hujan, tapi setelah mereka mendengarkan dengan seksama, ternyata suara itu bukanlah hujan, tapi suara seperti pasir yang dilemparkan menyebar ke atas genteng. Suara pasir di genteng itu kadang berhenti, lalu muncul lagi, begitu seterusnya.

 Entah berapa jam lamanya, teror itu seakan tidak pernah berakhir, suara-suara aneh terus saja terdengar dari sekeliling luar rumah, mulai langkah-langkah kaki, cakaran-cakaran di tembok luar, sampe suara pasir di genteng, kadang masih ditambah suara tawa perempuan.

 Dan lantunan ayat-ayat Qur'an pun juga tak berkeputusan. Entah bagaimana caranya, Anggita pun seakan ikut menjaga agar makhluk-makhluk itu jangan sampai masuk ke rumah. Anggita tampak menengadah, memandang ke arah genting. Dan dalam pandangannya, dia melihat eyang Iman melayang dalam posisi berdiri di wuwungan, diantara palang-palang kayu penyangga genting.

 Anggita melihat kalo dari seluruh tubuh eyang Iman ini berpendar semacam cahaya putih yang menyilaukan. Kini Anggita tau kalo eyang Iman juga membantu Gita untuk menghalau makhluk-makhluk itu, dan memang terbukti kalau makhluk-makhluk itu seakan nggak berani memasuki rumah.

 Hingga akhirnya jam dua pagi, semua suara aneh itu menghilang dengan sendirinya. Seluruh keluarga merasa lega, sudah dua jam mereka membaca AlQuran tanpa henti. Teror psikis semacam ini memang memberikan efek yang jauh lebih mengerikan, bahkan Anggara yang tadinya berani menghadapi makhluk buto ijo itu, sekarang jadi ikut gemetar ketakutan.

 Kini mereka semua terdiam, suasana jadi terasa sepi mencekam. Seluruh keluarga berusaha untuk tidur juga. Tapi seperti malam kemarin, malam inipun mereka nggak ada yang bisa tidur. Masih terbayang kengerian yang mereka alami tadi. Tapi Anggita malah tampak tenang, memang dari tadi dialah yang paling tenang dari yang lain.

 Akhirnya adzan subuh pun berkumandang, Barulah mereka semua benar-benar merasa lega. Sungguh suatu malam yang terasa sangat panjang. Mereka semua langsung bangkit dan merwudhu bergantian, lalu melaksanakan subuhan berjamaah.

 Pagi pun tiba, dengan meninggalkan kengerian teror yang membekas dihati keluarga pak Harjanto. Saat matahari belum terbit, bu Ningsih sudah pulang dari rumahnya buleh Narsih, dia langsung menyiapkan sarapan untuk keluarga. Lalu merekapun sarapan bersama.

Quote:


 Hari itu pak Harjanto tidak masuk kerja lagi, dia lebih kuatirkan anaknya daripada kerjaan. Siang itu juga pak Harjanto mengunjungi para sesepuh satu-persatu untuk meminta bantuan untuk membacakan surat-surat ruqyah buat nanti malam. Karena bacaan surat-surat ruqyah sudah terbukti bisa meredam dan menghalangi serangan tenung.

 Pak Harjanto juga datang ke sekolah Anggono dan langsung menemui pak Rohani. Dia menceritakan semua teror yang mereka alami mulai dari kemarin malam sampai pagi ini. Pak Har juga meminta tolong pada pak Rohani agar datang ke rumahnya, karena lewat tanda-tanda dari Gita, dia tau kalo kiriman itu pasti akan datang lagi. Dan syukurlah pak Rohani berjanji akan datang malam ini, yang membuat hati pak Har jadi agak sedikit lega. 

 Kabar tentang teror hantu itu cepat sekali menyebar ke warga sekitar, karena setelah pak Wirya mengalami kejadian aneh di kamar mandi umum itu,  ternyata bukan cuma dia saja yang mengalaminya. Selama dua hari itu, empat keluarga lain yang tinggal di dekat kamar mandi umum itu juga mendengar suara perempuan menyanyi, suara gemericik air seakan ada orang mandi, juga kadang terdengar tangis bahkan suara tertawa cekikikan. Semua suara itu berasal dari kamar mandi umum itu. 

 Tapi ketika warga yang kebetulan mendengar itu mendatanginya untuk memeriksa, ternyata bahkan pintunya aja tidak terkunci, dan tidak ada orang sama sekali didalamnya! Dan bukan cuma hantu perempuan itu saja yang meneror, tapi ada juga warga yang melihat penampakan sosok tinggi besar berbulu hitam legam dan bermata merah menyala. Sosok sangat besar itu sering terlihat berdiri di dekat jalan, tepat di pojokan pertigaan gang yang menuju ke kamar mandi umum itu. Juga ada suara seperti sedang ada banyak sekali orang yang berjalan mondar-mandir melewati jalan depan rumah mereka.

 Ternyata tidak cuma keluarga pak Harjanto saja yang mengalami semua teror itu, tetangga sekitar pun juga mengalaminya, hingga kemudian menjadi semacam teror yang menyebar. Bahkan setelah waktu maghrib, jalan depan rumah pak Harjanto jadi sepi, tidak ada yang berani melewatinya. 

 Saat hari sudah gelap, empat tetangga pak Harjanto juga tidak berani keluar rumah. Suasana sekitar lima rumah itu jadi terasa sangat mencekam. Tapi setelah subuh tiba, semua suara aneh itupun menghilang dengan sendirinya. Entah teror macam apa lagi yang akan datang nantinya..


Bersambung..



13


fredielogan14
sampeuk
jondero
jondero dan 99 lainnya memberi reputasi
100
Tutup