- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 28-05-2022 17:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
159.9K
Kutip
916
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#780
Chapter 2.26
Spoiler for Atmaraga:
-BOOOOOM-
-BOOOOOM-
-BOOOOOM-
-BOOOOOM-
-BOOOOOM-
"MATI..! MATI..! MATI...! HAHAHAHAHAHAHA!!"
Dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada Senja menahan serangan bertubi-tubi yang mengarah padanya, sayup-sayup teriakan Gundara terdengar diantara kepal tangan raksasa yang menghantam tubuh Senja, jika tidak ada api merah menyala yang menyelimuti tubuhnya mungkin sedari tadi Senja sudah meregang nyawa.
Letih dan lelah merayapi sekujur tubuh pemuda itu, Senja merasa tenaganya terkuras habis tatkala ia meminjam sementara kekuatan dari Ifrit. Perlahan kesadaran Senja pun mulai memudar bersamaan dengan api merah menyala yang menyelimuti tubuhnya.
-didalam ruang jiwa-
-Bruak-
"Argh," geram Senja disaat ia terjatuh dari ketinggian, energi merah yang sedari tadi melingkupinya mulai merembes keluar dari tubuhnya dan perlahan kembali kepada Ifrit. Senja mulai berdiri mendapati hubungan raga dan jiwanya mulai memudar dan segera berlari kearah Ifrit yang berada tepat ditengah ruang jiwa.
"Apa yang terjadi?! Kenapa aku kembali kedalam ruang jiwa!!? Aku masih bisa bertarung!!!" Serunya dengan tatapan tajam kearah iblis yang tengah terikat itu.
Ifrit membuka matanya seraya bersua, "apa yang terjadi?? Serius kau bertanya itu? Kau kalah telak bocah ... itulah yang terjadi, hahahaha ... HAHAHAHA!! bahkan setelah meminjam kekuatan ku kau pun masih kalah, sungguh sangat..."
"Pi..pinjamkan aku kekuatan mu lagi, a..aku mohon," potong Senja sembari menunduk lemah.
Ifrit menatap tajam kearah Senja, "hmmmm … hati-hati dengan yang kau inginkan bocah, jika langit saja tidak bisa kau gapai jangan menginginkan sisi gelap dari rembulan," jelas Ifrit kala itu.
-Krak-
-Krat-
-Kraak-
Terlihat retakan-retak yang semakin membesar dilangit-langit ruang jiwa, pertanda raga yang menampung jiwa Senja dan Surya diluar sana sedang dalam keadaan kritis. Ifrit menoleh kearah retakan tersebut sembari kembali bersua, "Ckckckck, sepertinya ini akhir bagi mu Senja, setidaknya aku akan kembali bereinkarnasi ketubuh manusia lain, walaupun kelihatannya tidak dari jalur keturunan mu lagi, oh iya sampaikan salam perpisahan ku untuk saudaramu, itu pun jika kalian bertemu kembali dialam sana, HAHAHAHAHAHA..." seru Ifrit dengan tawa lepasnya.
"DIAAAAM..!!!"
Teriakan Senja membahana diseluruh ruang jiwa, Ifrit yang melihat itupun terdiam tak bersuara dengan senyum miring menghiasi bibirnya.
"A..aku tidak boleh mati!!! Jadi berikanlah kekuatanmu lagi..."
Ifrit menatap lurus kearah Senja seraya bersua, "aku akan senang hati membantumu tapi seperti yang kau lihat, segel yang di buat oleh Surya dan ayahmu menahan segalanya, andai..."
"Andai apa!?" Tanya Senja antusias.
"Andai kau bisa membuka segel ini aku pasti bisa membantumu," seru Ifrit meyakinkan Senja.
"Ta..tapi jika..."
"Kau hanya perlu membuka sedikit saja segel ini, dengan begitu aku bisa menyalurkan lebih banyak kekuatan ku kepada mu tanpa khawatir aku bebas, bagaimana? Pilihan ada di tangan mu SENJA," seru Ifrit memotong kata-kata Senja dengan kata-kata manisnya.
Senja terdiam sembari menatap manik mata Ifrit dalam-dalam.
-tap-
-tap-
-tap-
Langkah demi langkah di jalani Senja menuju kearah Ifrit, retakan demi retakan semakin banyak tercipta di dinding-dinding ruang jiwa. Dengan pasti Senja merentangkan tangan kanannya kedepan kearah ikatan energi hitam yang membelit tubuh Ifrit dan seketika sebuah rapalan mantera tercipta didepan Senja kala itu, ia memutar telapak tangannya kearah kanan dengan perlahan. Seketika ikatan bagian atas tubuh Ifrit yang mengikat bagian bahu melonggar dan perlahan terbuka dengan sempurna memperlihatkan tangan kanan sang iblis.
-Grab-
Tangan kanan Ifrit yang bebas dengan leluasa langsung menyambar tubuh Senja dan mengangkatnya tinggi keatas.
"ARGH..!"
Jiwa Senja yang tidak berdaya terangkat dan menggeliat dengan energi merah milik Ifrit yang merangsek masuk menyelimuti seluruh tubuh Senja.
"HAHAHAHAHAHAHA!!! RASUK!!"
-Di dalam kerajaan Pujakerana-
Devan, saka dan Luna, tiga pemuda pemudi yang berasal dari Other sedang bercengkrama di belakang reruntuhan gerbang depan Pujakerana, Devan yang saat itu sedang berbincang dengan rekan seperjuangannya tercelkat disaat mendapati sesosok gadis berhijab putih berjalan kearahnya.
"Hai semua," sapa Naura dengan senyum manis menghiasi wajah bersih nan putih miliknya.
-Swuuuush-
Secepat angin Devan berlari kehadapan Naura yang hendak menghampirinya, "NAURA KAMU ENGGAK KENAPA-KENAPA KAN?!? DIMANA YANG SAKIT?! SINI BABANG DEVAN OBATI," tanya Devan lantang
Dengan sedikit tersentak Naura berucap, "A..aku baik-baik saja kok Devan, kalau kamu bagaimana? Apa ada yang terluka?" Tanya balik Naura.
"Ini nih, dicini atit anget, Ampe beldalah-dalah.." seru manja Devan sembari menunjuk-nujuk sikunya yang sedikit memar.
Luna yang geli melihat seluruh kejadian itu segera mengangkat senjata Laras panjangnya sembari kembali mengeker teropong kearah kepala Devan, namun Saka dengan cepat menurunkan perlahan senjata milik Luna sembari berujar, "jangan buang air suci itu Luna, air suci tidak bisa menyembuhkan keidiotan teman kita," ucap Saka penuh sarkasme.
Dibelakang Naura datang sesosok pria tegap dengan membawa buntalan kain berbentuk kotak ditangan kirinya, "hai semua, bagaimana keadaan kita sekarang? Aman?" Tanya Bagas kepada pemuda pemudi didepannya.
Luna, Saka dan Devan serentak memberi hormat kepada Bagas seraya berucap, "keadaan sudah terkendali kapten!!!" Seru mereka secara bersamaan.
"Hei sudahlah dengan formalitas di Other, sekarang aku bukan bagian dari kalian lagi, oh iya, apa anak saya sudah kembali?" Tanya Bagas sembari melihat sekelilingnya.
Luna maju selangkah seraya menjawab, "tidak ada tanda-tanda dari Surya, sepertinya ia masih menghadapi Gundara diluar sana."
Sambil mengernyitkan dahinya Bagas bergumam didalam hati, "kenapa anak itu lama sekali, pasti ada sesuatu yang tidak beres."
-swuuuuuush-
-wuuuuuuuush-
Angin kencang berhembus kencang kearah depan, awan hitam bergelombang seakan bergumul dan berputar didepan kerajaan Pujakerana.
"Mengapa udaranya menjadi terasa panas?" Tanya Saka heran dengan perubahan suhu di sekitar tubuhnya.
"Iya benar, bukankah beberapa waktu yang lalu udara masih terasa dingin ya?" Timpal Devan.
"SEMUA LIHAT DIDEPAN SANA!!!" sebuah teriakan bersahut dari salah satu prajurit kera mengalihkan perhatian mereka.
Diatas padang sabana tempat Gundara dan Senja bertarung awan berputar dengan ganasnya dengan energi berwarna merah yang mencuat kearah langit bagaikan pilar raksasa dan dari kejauhan terlihat seekor jin besar yang berselimutkan api berlari lurus kearah gerbang Pujakerana.
"AAAAAAA!!! PANAAAAAS..! TOLONG AKU!! AMPUNI AKU!! AAAAAAA!! PANAAAAASSS! SINGKIRKAN API INI!! AKU MOHON!! TOLOOOOONG!!" teriak jin itu lantang.
-Bruuugk-
Jin hitam raksasa berselimutkan api itu pun tumbang dengan api yang masih menyala-nyala disekujur tubuhnya.
Arga segera melompat kearah depan sembari berteriak lantang, "AMBILKAN SEEMBER AIR!! CEPAT!!"
Beberapa prajurit segera mencari ember kayu dan segera menuju penampungan air terdekat, tak memakan waktu lama mereka segera berlarian menuju kearah jendral Arga dan langsung menghempaskan air di ember kearah kobaran api besar di depan mereka.
-PSssssshH-
Keanehan pun terjadi, dengan puluhan ember air yang disiram tidak satupun dapat memadamkan api yang menyelimuti tubuh jin hitam raksasa tersebut.
"Jendral bagaimana ini?! Apinya tidak mau padam," seru salah satu prajurit jin kera.
Arga kebingungan mendapati fenomena yang baru ia lihat sekarang, api yang seharusnya kalah dengan air malah berakhir terbakar habis oleh api tersebut.
"Jendral!! Sosok ini..."
"Iya, jin didepan kita tidak lain dan tidak bukan adalah Gundara, sungguh akhir yang pantas untuk penghianat Pujakerana," seru Arga dengan tatapan tajam.
"Hentikan," ucap Bagas kala itu dari belakang jendral Arga, "api ini berasal dari dunia iblis, tidak akan mati hanya dengan air biasa," sambungnya kembali.
"Jendral kau harus perintahkan seluruh anak buahmu beserta rakyat Pujakerana untuk pergi, evakuasi semua melalui jalan rahasia yang putri Karina gunakan sebelumnya," pinta Bagas sembari menyingsingkan baju miliknya.
Jendral Arga segera mengangguk mengerti dan segera berlari kearah kerajaan diikuti seluruh prajurit jin kera miliknya, sementara Devan, Saka, Luna dan Naura berlari menyusul kearah Bagas.
"Dan untuk kalian semua ikuti jendral Arga dan pergilah langsung ke Batavia," pintanya pada Devan, Saka, Luna dan Naura yang baru saja sampai.
"Tapi tuan Bagas kami bisa membantu!!" Seru Devan.
"Apa kalian pernah melawan iblis sebelumnya?" Tanya Bagas langsung kepada Devan.
"Engh ... Kalau itu..."
"Pergilah, aku akan menyelesaikan ini semua, oh iya, Luna … sampaikan salam ku kepada ayahmu," seru Bagas yang diikuti anggukan mengerti dari Luna.
Energi sukma hitam mulai berpendar dari tubuh Bagas dan mulai membentuk dua ekor macan kumbang hitam disisi kanan dan kiri Bagas.
"Kumbang, Tera, mohon bantuannya," ucap Bagas sembari mengelus pucuk kepala kedua atma miliknya.
"ATMARAGA!!!" seru Bagas lantang.
Sebuah ledakan energi sukma membias liar dari tubuh Bagas, dua Atma miliknya mulai melebur menjadi satu dengan Bagas.
"Waaah! Baru kali ini gw melihat atmaraga dengan kedua mata gw sendiri, kereeeen!!" seru Devan dengan manik mata yang berbinar-binar.
"Apa itu atmaraga?" tanya Luna kebingungan.
"Atmaraga adalah penggabungan antara jiwa dan raga dengan atma, ini pelajaran mantera tingkat lanjut yang belum mampu kita pelajari," jawab Saka.
Devan melirik kekanan dan kekiri tengah mencari seseorang, "hei dimana Naura!?"
Luna pun ikut mencari gadis yang dicari-cari Devan, "NAURA!! argh kemana lagi dia!" Runtuk Luna.
"Mungkin saja ia sudah mengikuti jendral Agra," timpal Saka sekenanya.
"Apalagi yang kalian tunggu?! PERGI!!" Seru Bagas dengan setengah membentak. Energi atma hitam milik Bagas mulai membentuk baju zirah hitam legam dengan dua kepala macan kumbang di pundak kanan dan kirinya.
"Ba..baik!!" Seru Devan, Luna dan Saka serempak. Mereka pun beranjak pergi meninggalkan Bagas dan mengikuti jendral Arga kearah istana Pujakerana. Bagas pun segera berlari kearah pilar merah yang membumbung tinggi keatas awan hitam.
-tap-
-tap-
-tap-
Langkah kaki pelan terdengar dari balik bebatuan, perlahan sesosok gadis berhijab putih melangkah menjauh dari balik reruntuhan gerbang depan tempat ia tadi bersembunyi, sesaat manik matanya berpendar dengan penuh kehati-hatian berusaha agar ia tidak ditemukan, setelah dirasanya aman gadis itu pun beranjak pergi dengan berlari kearah pilar merah tempat Senja berada.
#Bersambung.
ariefdias dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas